Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN DIABETUS


MELITUS PADA NY. S
DI RT 02 RW 09 SRONDOL KULON, SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Keluarga
pada Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Semarang Semester VI

Disusun Oleh :
Rahayu Nurhayati (P1337420615018)
Annisa Hasna Yuanihsan (P1337420615019)
Aprilia Aldila Enggardini (P1337420615020)
Annisa Tri Utami (P1337420615021)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AKADEMIK
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan asuhan keperawatan
ini tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik terhadap Klien Ny. S
dengan Diabetes Mellitus di Kelurahan Srondol Kulon, Kec. Banyumanik Semarang”.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan asuhan keperawatan ini dari awal sampai akhir. Kami menyadari bahwa asuhan
keperawatan ini masih belum dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun kami harapkan.
Semoga Asuhan Keperawatan Gerontik ini dapat memberikan wawasan dan manfaat
kepada kita semua. Terima kasih.

Semarang, 25 Mei 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan
yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormone yang diproduksi oleh pankreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun,atau
pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan
hiperglikemi yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolic akut seperti diabetes
ketiasidosis dan sindrom hiperglikemi hiperosmoler neokenetik (HKNK). Hiperglikemi
jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit
ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit syaraf). (Suddarth, 2002).
Menurut WHO, Indonesia diperkirakan akan menempati peringkat 5 sedunia dengan
jumlah penderita diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun
2025. Menurut penelitian Epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia
kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4% sampai dengan 21,6%. Kecuali dua
tempat yaitu Pekajangan, suatu desa didaerah Semarang 2,3% dan di Manado 6%
(Suyono, 2007).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Surakarta pada tahun 2011 penderita DM
di puskesmas sebanyak 12.685 kasus dan di rumah sakit sebanyak 29.165 kasus. Jika
dihitung prevalensinya maka diperoleh angka sebesar 4.362 kasus per 100.000 penduduk
lebih besar dari penyakit menular yang hanya 465 kasus per 100.000 penduduk. Hal ini
menunjukan bahwa pola penyakit masyarakat masih bergeser ke arah penyakit
degeneratif. Kelompok umur yang terserang penyakit DM adalah 15-65 tahun (Dinkes
Surakarta, 2012).
Penderita Diabetes Mellitus di wilayah kerja puskesmas Gading ,Surakarta mendapati
peningkatan. Pada bulan april tahun 2010 penderita Diabetes adalah 34 kasus, pada bulan
april 2011 penderita Diabetes terdapat 57 kasus, kemudian pada bulan april tahun 2012
terdapat sebanyak 64 kasus. Dan Penderita pada wilayah tersebut sebagian besar umur
sekitar 45 tahun keatas.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud diabetes mellitus ?
2. Apa etiologi dari penyakit diabetes mellitus ?
3. Apa manifestasi klinis dari diabetes mellitus ?
4. Apa patofisiologi dari diabetes mellitus ?
5. Apa komplikasi yang ditimbulkan ?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan ?
7. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit diabetes mellitus ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan diabetes mellitus.
2. Mengetahui etiologi dari penyakit diabetes mellitus.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit diabetes mellitus.
4. Mengetahui patofisiologi dari penyakit diabetes mellitus.
5. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk penyakit diabetes mellitus.
7. Mengetahui pencegahan dari penyakit diabetes mellitus.
D. Manfaat
1. Dapat mengerti yang dimaksud dengan diabetes mellitus.
2. Dapat mengerti etiologi dari penyakit diabetes mellitus.
3. Dapat menyebutkan manifestasi klinis dari penyakit diabetes mellitus.
4. Dapat menjelaskan patofisiologi dari penyakit diabetes mellitus.
5. Dapat mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit diabetes
mellitus.
6. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk penyakit diabetes
mellitus.
7. Dapat memahami pencegahan dari penyakit diabetes mellitus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang tidak mencukupi atau tidak dapat
bekerja secara normal, padahal hormon ini memiliki peran utama dalam mengatur
kadar glukosa (gula) didalam darah (Fitria, 2009). Diabetes Mellitus (DM) merupakan
sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (Brunner & Suddarth, 2014)
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan hiperglikemia yang
disebabkan penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans dalam
pankreas (Guyton, 2012). American Diabetes Association (2012) mendefinisikan
diabetes mellitus adalah salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin
yang tidak mencukupi atau tidak dapat bekerja secara normal, padahal hormon ini
memiliki peran utama dalam mengatur kadar glukosa (gula) didalam darah

B. ETIOLOGI
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan
faktor herediter memegang peranan penting.
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002).
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas,
yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,
dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga
dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa
obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah
kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh
atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat
dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.
Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan
sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak
selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala
yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan
kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga
DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002)

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi DM dibedakan sesuai dengan jenis penyebabnya yaitu antara lain:
1. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa
dan hiperglikemia post prandial (Corwin, 2000).
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi
penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang
lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi
peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis (Corwin, 2000).
2. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar
insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel
akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM
tipe II (Corwin, 2000)
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari Diabetus Melitus antara lain :
1. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran
darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi
diuresis osmotic (poliuria) ( Bare & Suzanne, 2002).
2. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel
mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan
ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare & Suzanne, 2002).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang
terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002).
4. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga
seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis (Bare &
Suzanne, 2002).
5. Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa
bulan atau beberapa tahun setelah terkena DM. Adapun komplikasi DM sebagai berikut
(Askandar, 2005) :
1. Komplikasi akut DM
Dua komplikasi akut DM yang paling sering adalah reaksi
Hipoglikemia dan koma diabetik :
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda : adanya rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya.
Dalam keadaan hipoglikemia, penderita harus segera diberi roti atau pisang. Apabila tidak
tertolong, berilah minuman manis dari gula, satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak
segera diobati, penderita tidak akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan oleh
kurangnya glukosa dalam darah, Koma tersebut di sebut "Koma Hipoglikemik”.
Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke Rumah sakit karena perlu
mendapatkan suntikan glukosa 40% dan infus glukosa. Penderita DM yang mengalami
risiko hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh obat
anti Diabetes yang diminum dengan dosis yang terlalu tinggi, atau penderita terlambat
makan, atau bisa jadi karena latihan fisik yang berlebihan teratur.
b. Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar
glukosa dalam darah terlalu tinggi dan biasanya lebih dari 600 mg /dl. Gejala koma diabetik
yang sering timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya penderita DM mempunyai nafsu
makan yang besar), haus, minum banyak, kencing banyak, yang kemudian disusul dengan
rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton, sering
disertai panas badan karena biasanya ada infeksi, serta penderita koma diabetik harus segera
dibawa ke Rumah Sakit.

2. Komplikasi kronik DM
Pada penderita yang lengah komplikasi DM dapat menyerang seluruh alat
tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki termasuk semua alat tubuh di dalamnya.
Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan DM dilaksanakan
dengan baik, tertib dan teratur. Komplikasi kronik DM disebabkan oleh perubahan
dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi atherosklerosis yang khas yaitu
Mikroangiopati. Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah di seluruh tubuh yang
terutama menyebabkan retinopati, glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat pula
timbul infeksi kronik yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi komplikasi tersebut
yaitu kardiovaskuler (Infark miokard, insufisiensi koroner), mata (Retinopati
diabetika, katarak), saraf (Neuropati diabetika), paru-paru (TBC), ginjal (Pielonefritis,
glumerulosklerosis), kulit (gangren, furunkel, karbunkel, ulkus), hati (sirosis
hepatitis).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium DM adalah urin dan darah. Mekipun dengan menggunakan urin dapat
dilakukan, namun hasil yang didapat kurang efektif. Darah vena adalah spesimen
pilihan yang tepat dianjurkan untuk pemeriksaan gula darah. Apabila sampel yang
digunakan adalah darah vena maka yang diperiksa adalah plasma atau serum,
sedangkan bila yang digunakan darah kapiler maka yang diperiksa adalah darah utuh.
Pada pengambilan darah kapiler, insisi yang dilakukan tidak boleh lebih dari 2,5 mm
karena dapat mengenai tulang. Pada pengambilan darah kapiler juga tidak boleh
memeras jari dan tetesan pertama sebaiknya dibuang.
Jenis-jenis pemeriksaan laboratorium untuk Diabetes Melitus adalah sebagai
berikut :
1. Gula darah puasa
Pada pemeriksaan ini pasien harus berpuasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan. Spesimen darah yang digunakan dapat berupa serum atau plasma vena atau
juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah puasa dapat digunakan untuk pemeriksaan
penyaringan, memastikan diagnostik atau memantau pengendalian DM. Nilai normal
70-110 mg/dl.
2. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa perlu diperhatikan
waktu terakhir pasien pasien. Spesimen darah dapat berupa serum atau plasma yang
berasal dari darah vena. Pemeriksaan gula darah sewaktu plasma vena dapat
digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan memastikan diagnosa Diabetes
Melitus. Nilai normal <200 mg/dl.
3. Gula darah 2 jam PP (Post Prandial)
Pemeriksaan ini sukar di standarisasi, karena makanan yang dimakan baik jenis
maupun jumlah yang sukar disamakan dan juga sukar diawasi pasien selama 2 jam untuk
tidak makan dan minum lagi, juga selama menunggu pasien perlu duduk, istirahat yang
tenang, dan tidak melakukan kegiatan jasmani yang berat serta tidak merokok. Untuk pasien
yang sama, pemeriksaan ini bermanfaat untuk memantau DM. Nilai normal <140 mg/dl.
4. Glukosa jam ke-2 TTGO
TTGO tidak diperlukan lagi bagi pasien yang menunjukan gejala klinis khas DM
dengan kadar gula darah atau glukosa sewaktu yang tinggi melampaui nilai batas
sehinggasudah memenuhi kriteria diagnosa DM. (Gandasoebrata, 2007 : 90-92).
Nilai normal :
Puasa : 70 – 110 mg/dl
½ jam : 110 – 170 mg/dl
1 jam : 120 – 170 mg/dl
1½ jam : 100 – 140 mg/dl
2 jam : 70 – 120 mg/dl
5. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c atau A1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antar glukosa dan
hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah HbA1c yang terbentuk, tergantung pada kadar
gula darah. Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usai sel
darah merah), kadar HbA1c mencerminkan kadar gula darah rata-rata 1 sampai 3 bulan. Uji
digunakan terutama sebagai alat ukur keefektifan terapi diabetik. Kadar gula darah puasa
mencerminkan kadar gula darah saat pertama puasa, sedangkn glikohemoglobin atau
HbA1c merupakan indikator yang lebih baik untuk pengendalian Diabetes Melitus.
Nilai normal HbA1c 4-6%, Peningkatan kadar HbA1c > 8 % mengindikasi
hemoglobin A (HbA) terdiri dari 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total.
Molekul glukosa berikatan dengan HbA yang merupakan bagian dari hemoglobin A.
Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu 120 hari yang merupakan rentang hidup
eritrosit, HbA1c terdiri atas tiga molekul hemoglobin HbA1c, HbA1b dan HbA1c. Sebesar
70 % HbA1c dalam bentuk 70 % terglikosilasi pada jumlah gula darah yang tersedia. Jika
kadar gula darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi
dengan glukosa dan menghasilkan glikohemoglobin.
Menurut Widman (1992:470), bila hemoglobin bercampur dengan larutan glukosa
dengan kadar yang tinggi, rantai beta hemoglobin mengikat glukosa secara reversible. Pada
orang normal 3 sampai 6 persen hemoglobin merupakan hemoglobin glikosilat yang
dinamakan kadar HbA1c. Pada hiperglikemia kronik kadar HbA1c dapat meningkat 18-20
% . glikolisasi tidak mempengaruhi kapasitas hemoglobin untuk mengikat dan melepaskan
oksigen, tetapi kadar HbA1c yang tinggi mencerminkan adanya diabetes yang tidak
terkontrol selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah keadaan normoglikemia dicapai, kadar
HbA1c menjadi normal kembali dalam waktu kira-kira 3 minggu.
Berdasarkan nilai normal kadar HbA1c pengendalian Diabetes Melitus dapt
dikelompokan menjadi 3 kriteria yaitu :
DM terkontrol baik / kriteria baik : <6,5%
DM cukup terkontrol / kriteria sedang :6,5 % - 8,0 %
DM tidak terkontrol / kriteria buruk : > 8,0 %
(Yullizar D, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk Penyakit Diabetes Melitus ; 2005)
Pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan kadar gula darah pada saat diabetes
diperiksa, tetapi tidak menggambarkan pengendalian diabetes jangka panjang (± 3 bulan).
Meski demikian, pemeriksaan gula darah tetap diperlukan dalam pengelolaan diabetes,
terutama untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul akibat perubahan kadar gula
darah yang timbul secara mendadak. Jadi, pemeriksaan HbA1c tidak dapat menggantikan
maupun digantikan oleh pemeriksaan gula darah, tetapi pemeriksaan ini saling menunjang
untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai kualitas pengendalian diabetes
seseorang.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
1. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
b. Protein sebanyak 10 – 15 %
c. Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca
yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
a. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
b. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
c. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
d. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
a. Makanan pagi sebanyak 20%
b. Makanan siang sebanyak 30%
c. Makanan sore sebanyak 25%
d. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.(Iwan S, 2010)
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Iwan
S, 2010).
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S,
2010).
3. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
b. Menurunkan ambang sekresi insulin.
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan pada
keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan,
demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal.(Iwan S, 2010)
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat
juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010)
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,
2002).
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa
darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare &
Suzanne, 2002).
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku
untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne, 2002
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Menurut Sri Setyowati dan Arita Murwani (2008) dalam bukunya Asuhan
Keperawatn Keluarga, hal-hal yang perlu digali dalam pengkajian antara lain :
a. Pengumpulan data
1) Data umum
Nama KK, Alamat dan telpon
a) Komposisi keluarga (dilengkapi genogram 3 generasi)
b) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang
terjadi dengan tipe keluarga tersebut.
c) Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
d) Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh kepercayaan yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
e) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi ditentukan oleh pendapatan baik kepala keluarga maupun
anggota keluarga lainnya.Selain itu status ekonomi keluarga ditentukan oleh
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan serta barang-barang yang dimiliki oleh
keluarga.
f) Aktivitas rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton TV dan
mendengar radio juga merupakan aktivitas rekreasi.
2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga tertinggi saat ini dicapai oleh keluarga, misalnya
anggota keluarga terdiri dari lansia, remaja, balita, maka tahap perkembangan
keluarga saat ini adalah lansia (bila lansia ikut dengan keluarga) tetapi bila
tidak maka tahapannya adalah keluarga dengan remaja.
b)Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh
keluarga serta kendala.
c) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota
keluarga, pencegahan penyakit, pelayanan kesehatan.
d)Riwayat keluarga sebelumnya
Meliputi data-data tentang riwayat orang tua dari pihak suami maupun isteri.
Lingkungan
e) Karateristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasikan dengan melihat luas rumah,
tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan,
peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic
tank dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan serta
denah rumah.
f) Karateristik tetangga dan komunitas RT
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat.
g) Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga
berpindah tempat.
h) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
keluarga berinteraksi dengan masyarakat.
i) Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki
keluarga untuk menunjang kesehatan.Fasilitas mencakup fasilitas
fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan
fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.
3) Struktur keluarga
a) Pola komunikasi
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.
b) Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain untuk merubah perilaku.
c) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal.
d) Nilai dan norma keluarga
Meliputi data tentang nilai-nilai, norma yang dianut keluarga,
misalnya keluarga menerapkan aturan agar setiap anggota keluarga
sudah berada dirumah sebelum magrib.
4) Fungsi keluarga
a) Fungsi afektif
Gambaran anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam
keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya,
b) Fungsi sosialis
Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam
keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,
budaya dan perilaku.
c) Fungsi keperawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang
sakit.Sejauhmana pengetahuan keluarga mengenai konsep sehat-
sakit. Kesanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan
lima tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal
masalah kesehatan, mengambilkeputusan untuk melakukan
tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit,
menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan
keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat
dilingkungan setempat.
d) Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi keluarga berapa jumlah anak, bagaimana
keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga, metode apa yang
digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota
keluarga.
e) Fungsi ekonomi
Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan, sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di
masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga.
5) Stres dan koping keluarga
a) Stresor jangka pendek dan jangka panjang
- Stressor jangka pendek yaitu stressor yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.
- Stressor jangka panjang yaitu stressor yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
b) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Hal yang eprlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon
terhadap situasi/stressor.
c) Strategi koping
Strategi apa yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
d) Strategi adaptasi disfungsional
Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang
digunakan keluarga apabila menghadapi permasalahan.
6) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.Metode
yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisik di klinik.
7) Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan keluarga terhadap
petugas kesehatan yang ada.
8) Dasar data pengkajian pasien Kanker berdasarkan Doenges (2000)
yaitu :
a) Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan
jam kebiasaan tidur, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur.
b) Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja, perubahan pada
tekanan darah (hipotensi)
c) Integritas ego
Gejala : Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang
perubahan dalam penampilan, menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi urinarius
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen
e) Makanan dan cairan
Gejala : Kebiasaan Diet buruk, anoreksia, intoleransi aktivitas,
perubahan pada berat badan
Tanda : Perubahan pada kelembaban atau turgor kulit, edema
f) Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope
g) Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri atau derajat bervariasi
h) Pernapasan
Gejala : Merokok
i) Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan
matahari lama
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi
j) Seksualitas
Gejala : Masalah seksual, pasangan seks multiple
k) Interaksi sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat
perkawinan
l) Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga, riwayat pengobatan
b. Analisa data
Bailon dan Maglay (1989) dalam bukunya Perawatan Kesehatan
Keluarga menyatakan tiga norma perkembangan kesehatan, yaitu :
1) Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
2) Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan
3) Karateristik keluarga
1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan menurut Nursalam (2001) adalah suatu pernyataan


yang menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah.
a. Penilaian (skoring) diagnosis keperawatan menurut
Bailon dan Maglaya (1978) sebagai berikut :
NO Kriteria Skor Bobot
1 Sifat Masalah 1
Tidak/kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2
-Krisis atau keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk dicegah 1
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4 Menonjolkan masalah 1
Masalah berat, harus segera ditangani 2
Ada masalah, tetapi tidak segera 1
ditangani
Masalah tidak dirasakan 0

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan :


1. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
2. Skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

x Bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua criteriaskor tertinggi adalah 5.
b. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan
proritas
1) Sifat masalah
Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam tidak atau
kurang sehat diberikan bobot yang lebih tinggi karena masalah tersebut
memerlukan tindakan yang segera dan biasanya masalahnya dirasakan
atau disadari oleh keluarga.
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor
kemungkinan masalah dapat diperbaiki adalah :
a) Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat dilakukan
untuk menangani masalah
b) Sumber-sumber yang ada pada keluarga, baik dalam bentuk fisik,
keuangan atau tenaga
c) Sumber-sumber dari perawatan, misal dalam bentuk pengetahuan,
ketrampilan, dan waktu
d) Sumber-sumber di masyarakat, dan dukungan sosial masyarakat
3) Potensi masalah dapat dicegah
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor kriteria
potensi masalah bisa dicegah adalah sebagai berikut :
a) Kepelikan dari masalah, berkaitan dengan beratnya penyakit atau
masalah, prognosis penyakit atau kemungkinan mengubah
masalah. Umumnya makin berat masalah tersebut makin sedikit
kemungkinan untuk mengubah atau mencegah sehingga makin
kecil potensi masalah yang akan timbul
b) Lamanya masalah, hal ini berkaitan dengan jangka waktu
terjadinya masalah tersebut. Biasanya lamanya masalah
mempunyai dukungan langsung dengan potensi masalah bisa
dicegah
c) Kelompok risiko, adanya kelompok risiko tinggi atau kelompok
yang peka atau rawan, hal ini menambah masalah bisa dicegah
2) Menonjolnya masalah merupakan cara keluarga melihat dan menilai
masalah mengenai beratnya masalah serta mendesaknya masalah untuk
diatasi. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam memeberikan skor pada
cerita ini, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga
tersebut menilai masalah dan perlu untuk menangani segera, maka
harus diberi skor tinggi.
2. Perencanaan
Menurut Nursalam (2008)dalam bukunya Proses dan Dokumentasi
Keperawatan Konsep dan Praktik,perencanaan meliputi pengembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi maslah-masalah yang
diidentifikasikan pada diagnosis keperawatan.Tahap ini dimulai setelah
menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi.Kualitasrencana keperawatan dapat menjamin sukses dan
keberhasilan rencana keperawatan, yaitu :
a. Penentuan masalah kesehatan dan keperawatan yang jelas dan didasarkan
kepada analisa yang menyeluruh tentang masalah.
b. Rencana yang realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan
apa yang diharapkan.
c. Sesuai dengan tujuan dan falsafah keperawatan.
d. Rencana keperawatan dibuat bersama keluarga dalam:
1) Menentukan masalah dan kebutuhan perawatan keluarga.
2) Menentukan prioritas masalah.
3) Memilih tindakan yang tepat.
4) Pelaksanaan tindakan.
5) Penilaian hasil tindakan.
b. Dibuat secara tertulis.
3. Pelaksanaan

Menurut Sri Setyowati dan Arita Murwani (2008) dalam bukunya Asuhan
Keperawatn Keluarga, menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat
melakukan tindakan keperawatan keluarga antara lain :
a. Partisipasi keluarga, mengikutsertakan anggota keluarga dalam sesi-sesi
konseling, suportif, dan pendidikan kesehatan.
b. Penyuluhan, upaya-upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau
terciptanya suatu kondisi bagi perorangan, kelompok atau masyarakat untuk
menerapkan cara-cara hidup sehat.
c. Konseling, yaitu pembimbingan dalam proses memberikan dukungan bagi
anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.
d. Kontrak, persetujuan kerja antara kedua belah pihak yaitu kesepakatan antara
keluarga dan perawat dalam kesepakan dalam asuhan keperawatan.
e. Managment kasus yaitu strategi dan proses pengambilan keputusan melalui
langkah pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (rujukan, koordinasi dan
advokasi)
f. Kolaburasi, kerjasama perawat bersama tim kesehatan yang lain dan
merencanakan perawatan yang berpusat pada keluarga.
g. Konsultasi, merupakan kegiatan untuk memberikan pendidikan
kesehatan.
4. Evaluasi

Dalam Nursalam (2008)dalam bukunya Proses dan Dokumentasi


Keperawatan Konsep dan Praktik, dinyatakan evaluasi sebagai sesuatu yang
direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien.
Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka
perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan. Evaluasi kualitas
asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan :.
a. Evaluasi proses, fokus pada evaluasi
proses adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus segera
dilaksanakan setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas interfrensi tersebut.
b. Evaluasi hasil, fokus efaluasi hasil adalah
prubahan prilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan
keperawatan, bersifat objektif, feksibel, dan efesiensi.
DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologialih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC,


1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,
Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatanedisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta: EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I
Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2002
I Putu Juniartha Semara Putra

Anda mungkin juga menyukai