Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Pendekatan Pelayanan

Kedokteran Keluarga

Disusun Oleh:

Febrian Lodewijk 112021282

Pembimbing:

Dr. dr. Djap Hadi Susanto, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

OKTOBER 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus atau yang lazim disebut sebagai DM merupakan salah satu
penyakit kronis yang menjadi tantangan di dalam dunia kesehatan. Diabetes Mellitus
masuk ke dalam kategori Penyakit Tidak Menular (PTM) yang secara epidemiologi
menyebabkan kematian sebanyak 1,6 juta kematian di dunia pada tahun 2010. Diabetes
Mellitus (DM) juga merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan oleh penderita Diabetes Mellitus biasanya memiliki gejala khas seperti
polidipsia, polyuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan.1,2

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa darah
melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit, terutama diabetes
melitus. Berdasarkan penyebabnya DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok,
yaitu DM tipe 1, tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain. Badan Kesehatan dunia WHO
memprediksi kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut International Diabetes
Federation (IDF) juga menunjukkan bahwa tahun 2019 – 2030 terdapat kenaikan jumlah
pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030. Peningkatan penderita DM
di Indonesia juga seiring dengan meningkatnya obesitas yang merupakan salah satu
faktor risiko diabates, 14,8% menurut data RISKESDAS tahun 2013 menjadi 21,8%
pada tahun 2018.3

Family Folder atau kerap dikatakan sebagai profil kesehatan keluarga merupakan
suatu sarana atau media untuk merekam data-data keluarga dan individu dari anggota
keluarga tersebut. Indikator yang diperlukan untuk tercantum dan harus dilengkapi di
data ialah berupa identitas pasien baik nama, usia, alamat, pekerjaan, jenis kelamin,
pendidikan, serta kondisi fisik atau jiwa yang bersangkutan seperti yang diderita oleh
pasien. Pengelolaan data rekam medis nantinya akan diserahkan ke bagian puskesmas
mengingat tugas puskesmas yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat di
sekitar wilayah kerja, agar nantinya dapat berguna untuk masyarakat yang sakit dan ingin
berobat dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan penanganan kesehatan baik
oleh pihak puskesmas atau dinas kesehatan setempat.4,5
1.2 Tujuan
• Tujuan Umum :Mengetahui status kesehatan pasien yang berkaitan dengan Diabetes
Mellitus Tipe 2

• Tujuan Khusus: Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan pasien


seperti faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan
Diabetes Mellitus Tipe 2.

1.3 Manfaat
• Meningkatkan kesadaran pasien dan juga keluarganya terhadap pentingnya kesehatan.

• Meningkatkan pemahaman tentang penyakit yang diderita oleh pasien.


• Mengetahui adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh
pasien

• Menambah wawasan mengenai penyakit dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi


terjadinya penyakit pasien melalui penyuluhan dan edukasi yang diberikan.

1.4 Sasaran
• Pasien dan juga seluruh anggota keluarganya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika penyakit
DM telah berkembang, maka akan tampak tampilan klinis ditandai dengan hiperglikemia
puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati. 6

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi diabetes mellitus tipe 2 tampaknya melibatkan interaksi kompleks antara faktor
lingkungan dan genetik. Hal ini berkembang seiring dengan gaya hidup diabetogenik (asupan
kalori berlebihan, pengeluaran kalori yang tidak memadai, obesitas). Indeks Massa Tubuh
(IMT) dimana kelebihan berat badan meningkatkan risiko diabetes bervariasi pada kelompok
ras yang berbeda. Misalnya dibandingkan dengan orang dengan keturunan Eropa, orang-
orang dengan keturunan Asia berisiko lebih tinggi terkena diabetes pada tingkat kelebihan
berat badan yang lebih rendah.7

Beberapa faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 meliputi usia lebih dari 45 tahun,
berat badan lebih dari 120% dari berat badan yang diinginkan, riwayat keluarga dengan DM
tipe 2 pada kerabat tingkat pertama (misalnya orang tua atau saudara kandung), keturunan
(Hispanik, Amerika asli, Afrika-Amerika, Asia-Amerika), riwayat gangguan toleransi
glukosa sebelumnya, hipertensi (>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dL atau kadar
trigliserida >250 mg/dL), wanita dengan sindrom polikistik ovarium, riwayat prediabetes,
obesitas berat;akantosis nigrikans, riwayat penyakit kardiovaskular. 7

2.3 Patofisiologi

Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral pada DM tipe 2. Hasil penelitian terbaru menemukan
bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari yang diperkirakan
sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absropsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),
yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah ditemukan tiga
jalur patogenesis baru dari monious octet yang memperantarai terjadinya hiperglikemia pada

DM tipe 2. Sebelas organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu
dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsen, [1] pengobatan harus ditujukan untuk
memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja, [2] pengobatan
kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM
tipe 2, [3] pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kerusakan sel beta yang sudah terjadi pada pasien gangguan toleransi glukosa.

Schwartz (2016) menyampaikan bahwa tidak hanya otot, hepar dan sel beta pankreas
saja yang berperan sentral dalam patogenesis pasien DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ
lain yang berperan, disebut sebagai the egregious eleven gambar 1.

Gambar 1. The egregious eleven

DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin,
disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti adiposa,
hepar,dan otot. Beberapa dekade terakhir, terbukti bahwa adanya hubungan antara obesitas
dan resisistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut menggambarkan peran penting
inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2, yang dianggap sebagai kelainan imun (immune
disorder). Kelainan metabolik lain berkaitan dengan inflamasi juga banyak terjadi pada DM
tipe 2.
2.4 Gejala Klinis

Tanda dan gejala dari diabetes biasanya diabaikan oleh banyak orang karena progres dari
penyakit ini yang kronis. Orang-orang tidak mempertimbangkan bahwa ini ialah masalah
yang serius karena tidak seperti penyakit lainnya, konsekuensi dari hiperglikemia tidak
termanifestasi segera. Penderita biasanya tidak menyadari bahaya kerusakan dari penyakit
ini dapat dimulai beberapa tahun sebelum gejala menjadi nyata dan jelas. 8

Gambar 2. Tanda bahaya dari diabetes

2.5 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai
keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan
apabila terdapat keluhan seperti keluhan klasik DM (Poliuria, Polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), disertai keluhan lain seperti lemah badan,
kesemutan, gatal, mata atau pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva
pada wanita.
Gambar 3. Kriteria diagnosis DM

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). Pasien yang masuk ke dalam kelompok GDPT dimana hasil
pemeriksaan plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan Oral Glucose Tolerance
Test (TTGO) glukosa plasma 2-jam <140 mg/dL, kelompok TGT dengan hasil pemeriksaan
glukosa plasma 2-jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa <
100 mg/dL, bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT, dan diagnosis prediabetes dapat juga
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.

Tabel 1. Kadar tes laboratorium darah pada pasien diabetes dan pradiabetes

Pelaksanaan TTGO menurut WHO 1994 ialah, pasien tiga hari sebelum pemeriksaan,
pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti
kebiasaan sehari-hari, pasien berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa glukosa diperbolehkan, dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 g/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminimum dalam waktu 5 menit, berpuasa kembali
sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa
selesai, dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa, selama
proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.( Pada keadaan
tidak memungkinkan atau tidak tersedia fasiltas pemeriksaan TTGO, pemeriksaan glukosa
darah kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM).
2.6 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien


penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:[1] tujuan jangka pendek:
menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi
akut,[2] tujuang jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati,[3] tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas
dan mortalitas DM.

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi beberapa golongan: (PERKENI, 2021)

a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)


Sulfonilurea ialah golongan yang mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan pada pasien risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal). Contoh obat dalam
golongan ini glibenclamide, glipizide, glimepiride, gliquidone dan gliclazide.

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun berbeda
lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repanglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian oral dan dieksresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia postpranidal. Obat golongan ini sudah tidak tersedia di indonesia

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitizers)


Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagaian besar kasus DM tipe 2. Dosis obat ini
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG 30-60
ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti
LFG<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,
PPOK, gagal jantung NYHA, fungsional kelas III-IV. Efek sampingnya ialah
gangguan saluran pencernaan seperti dispepsia, diare, dan lain-lain.
c. Tiazolidinedion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. TZD menyebabkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien gagal jantung karena memperberat edema/retensi cairan.
Obat ini harus secara hati hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan dilakukan
dengan pemantauan ketat. Obat yang masuk dalam golongan ini adlaah pioglitazone.

Bentuk obat antihiperglikemia yang paling sering digunakan ialah insulin dan bentuk
lainnya GLP-1 RA dan kombinasi dan GLP-1 RA. Insulin digunakan pada keadaan HbA1c
saat diperiksa lebih atau sama dengan 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat
antidiabetes, HbA1c saat diperiksa >9%, penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
berat yang disertai ketois, krisis hiperglikemia, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stres berat (infeksi sistemik,operasi besar, infark miokard akut, stroke), kehamilan dengan
DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,
gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO,
kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.

Gambar 4. Algoritma pengobatan tipe 2


2.7 Prognosis

Perkiraan angka harapan hidup pengidap DM 2, pria, usia 55 tahun adalah 13,2 tahun untuk
pasien yang merokok, tekanan darah sistolik 180 mmHg, ratio total/HDL 8, dan HbA1C 10%.
Sedangkan, angka harapan hidup penderita DM 2, pria, usia yang sama adalah lebih lama,
mencapai 21,1 tahun bilamana tidak merokok, tekanan darah sistolik 120 mmHg, ratio
total/HDL 4, dan HbA1C 6%. Untuk itu, pasien perlu diedukasi terus-menerus untuk berhenti
merokok, dan melakukan kontrol secara teratur untuk follow up diabetes mellitusnya dan juga
komorbid lain yang mungkin terjadi seperti hipertensi dan dislipidemia.

Hampir 70% dari semua kematian penderita DM 2 adalah karena penyakit kardiovaskular. 8
BAB III

LAPORAN KEDOKTERAN KELUARGA

A. Hasil dan Laporan Autoanamnesis


I. Identitas pasien:
o Nama : Ny. S
o Tanggal Lahir : 22/09/1962
o Umur : 61 Tahun
o Jenis Kelamin : Perempuan

o Alamat : Jalan Jembatan Besi, No.3, RT.05/RW.09 o

o Status Perkawinan : Kawin

o Agama : Islam
o Pekerjaan : Asisten Rumah Tangga o

o Pendidikan : Tamat Sekolah Dasar

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama : pusing, mulut dan kulit kering
b. Keluhan Tambahan : Sering Merasa Haus, dan Lapar
c. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien dinyatakan memiliki kadar gula darah
tinggi sudah sejak 3 bulan saat memeriksa ke Puskesmas. Pasien juga mengaku
sering memeriksa secara rutin setiap bulan ke Puskesmas.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : -


e. Riwayat Alergi : -
f. Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien memiliki riwayat diabetes, Ayah
memiliki riwayat hipertensi.

g. Riwayat Pengobatan : Pasien didiagnosa menderita penyakit diabetes mellitus


tipe 2 pada bulan Oktober tahun 2022, pasien mengatakan bahwa ia rutin
mengonsumsi obat metformin, dan mengaku tidak pernah putus obat.

h. Perilaku Pasien yang Berhubungan dengan Penyakit Sekarang : pasien


mengatakan sebelum ia tahu bawa ialah menderita diabetes, pasien memiliki
kebiasaan untuk minum es teh manis (4 kali sehari) setiap hari sebelum dan
setelah berangkat bekerja. Pasien juga mengatakan bahwa ia tidak memiliki
pantangan terhadap makanan, termasuk makanan yang tinggi kadar gula dan
manis.
i. Hubungan dengan Keluarga : Pasien tinggal bersama adik dan kedua
anaknya. Hubungan antar keluarga pasien diakui baik dan harmonis.

j. Kebiasaan dan Perilaku Sosial Pasien


Olahraga : Pasien mengaku jarang aktivitas olahraga,
hanya beraktivitas saat bekerja menjadi asisten
rumah tangga.

Pola Jajan : Pasien beberapa kali sering mengonsumsi


gorengan yaitu 3 hingga 4 kali dalam 1
minggu

Pola Makan : Pasien makan 2 kali sehari, di pagi hari


biasanya mengonsumsi nasi uduk atau nasi
kuning dan es teh manis, dan makan malam
pukul 6 sore dengan lauk-pauk bervariasi
seperti ikan, daging ayam, sayur-sayuran, tahu
dan tempe. Di sore hari biasanya pasien
mengonsumsi gorengan 3 hingga 4 buah.

Pola Minum : Pasien mengonsumi air putih 7-8 gelas/hari.


Pasien memiliki kebiasaan minum es teh
manis 1 gelas di pagi hari, 1 gelas di siang hari
hari dan 1 gelas di sore hari.

Kebersihan Diri : Pasien mandi 2 kali sehari, keramas 2 hari


sekali, menyikat gigi 2 kali sehari, pasien
mengaku rajin mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan. Rajin memotong kuku jari
tangan dan kaki, serta menggunakan alas kaki
sendal jika keluar rumah.

Rekreasi : Pasien mengatakan jarang atau bahkan tidak


pernah rekreasi keluar rumah, pasien hanya
mudik 1 kali setahun saat hari raya idul fitri
untuk bertemu sanak saudara di kampung
halaman.

Merokok : pasien terkadang merokok.


Alkohol : pasien tidak mengonsumi alkohol.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Penuh/Compos Mentis (GCS 15 E4M6V5)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 131/98 mmHg
Frekuensi Nadi : 110 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Gizi
Berat Badan :71,2 kg
Tinggi Badan :155 cm
IMT : 29,6
Status Gizi : Obesitas 1
Gula Darah Sewaktu : 243 mg/dL
Head to toe

Kepala : Normocephali, simetris, massa (-), nyeri tekan (-)


Mata : Pupil isokor, diameter 2-3mm, refleks cahaya langsung tidak langsung
dalam batas normal, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak hiperemis.

Hidung : tidak tampak kelainan

Mulut : tidak tampak kelainan

Telinga : tidak tampak kelainan


Kulit
Warna : Sawo matang
Erosi :-
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Normal dan merata
Suhu raba : Sama dengan pemeriksa

Lembab / kering : Kering

Keringat : Umum (-) Turgor: Elastis


Setempat (-) Ikterus: Tidak ada

Lapisan lemak : Bersifat merata


Edema: (-) Lain-lain : (-)
Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran

Leher : tidak ditemukan pembesaran

: tidak ditemukan pembesaran


Ketiak

Thorax

Bentuk : Simetris, tidak ada pelebaran sela iga

Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran


Paru-paru

Depan Belakang
Inspeksi Retraksi (-) Retraksi (-)
Pergerakan dada simetris Pergerakan dada simetris
Palpasi Nyeri raba & tekan negatif Nyeri raba & tekan negatif
Vocal fremitus (simetris) Vocal fremitus (simetris)
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Vesikuler

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, bentuk dada normal, simetris

Perkusi : Batas atas : sela iga 2 garis sternalis kiri


Batas kanan : sela iga 4 garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga 5, garis mid-clavicularis kiri

Auskultasi : Katup mitral BJ 1 > BJ 2, murni regular, murmur(-


), gallop (-), Katup tricuspid BJ 1 > BJ 2, regular
murmur(-), gallop (-), Katup pulmonal BJ 2 > BJ 1,
regular murmur(-), gallop (-), Katup aorta BJ 2 >
BJ 1, reguler murmur(-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
: mendatar, bekas luka operasi (-) massa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normoperistaltik


Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa (-).kontraksi (-)
Perkusi
: Timpani seluruh lapang abdomen.
Ekstremitas Superior

Look Deformitas (-/-), oedem (-/-), eritema (-/-), massa (-/-),


ptechiae (-/-), sianosis (-/-)

Feel Akral hangat, nyeri tekan (-/-), massa (-/-), krepitasi (-/-),
CRT < 2 detik

Move Gerakan aktif dan pasif baik, ROM tidak terbatas

Ekstremitas Inferior

Look Deformitas (-/-), oedem (-/-), eritema (-/-), massa (-/-), ptechiae (-/-) ,
sianosis (-/-)

Akral hangat, nyeri tekan (-/-), massa (-/-), krepitasi (-/-), CRT < 2
Feel
detik
Move Gerakan aktif dan pasif baik, ROM tidak terbatas

I. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan gula darah sewaktu: 243 mg/dL

• Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan : pemeriksaan gula darah puasa,


pemeriksaan gula darah 2jam post-prandial, pemeriksaan HbA1c

II. Diagnosis Kerja


Diabetes Mellitus Tipe 2
III. Penatalaksanaan Awal dan Edukasi
• Health Promotion
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan perorangan,
untuk mengurangi penyebab dan meminimalkan risiko, serja
menjadikan individu dapat sehat dan optimal. Tindakan ini dilakukan
kepada orang-orang yang sehat.

Pasien disarankan agar tidak lagi mengonsumsi atau mengurangi


kebiasaan makan goreng-gorengan dan diedukasi bahwa makanan
yang tinggi lemak memiliki risiko menjadi berbagai macam penyakit
seperti hiperlipidemia/kolesterol, stroke diakibatkan oleh
klot/penumpukan lemak di pembuluh darah.

• Specific protection
Pasien disarankan untuk menggunakan selalu alas kaki ketika berada
di luar maupun di dalam rumah, mengupayakan agar kakinya tidak
terluka, dan tidak menggaruk-garuk kulit yang berisiko memicu
terjadinya luka terutama pada kaki pasien. Hal ini dikarenakan orang
yang memiliki kadar gula darah tinggi berisiko untuk mengalami
komplikasi sepeteri kaki diabetes/diabetic foot. Pasien juga diedukasi
untuk lebih sering mengonsumsi air putih dan mengurangi atau
menghentikan konsumsi es teh manis, terutama yang mengandung
gula atau mengganti gula dengan pemanis alternatif yang tidak
berkalori seperti aspartam atau sakarin, pasien juga perlu diedukasi
agar memeriksa kadar gula darahnya secara rutin ke fasiltas kesehatan
terdekat atau ke puskesmas, serta melakukan aktivitas fisik seperti
senam atau jalan santai untuk mengurangi berat badan, dikarenakan
obesitas merupakan salah satu penyulit dari penyakit DM.

• Early diagnosis and prompt treatment


Hal ini bertujuan agar menemukan atau mendeteksi penyakit sedini
mungin serta melakukan tatalaksana secara menyeluruh dan tepat yang
bertujuan untuk menghentikan proses penyakit.
Jika pasien memiliki keluhan lain, minta pasien agar segera
memeriksakan diri ke dokter untuk diketahui penyebab sakit, sehingga
dapat diobati sedini mungkin.

• Disability limitation
Hal ini merupakan upaya agar dapat mencegah dampak yang lebih
besar atau komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang diderita
oleh pasien. Pencegahan terhadap komplikasi yang diakibatkan oleh
penyakit DM kronis seperti risiko terhadap penyakit mikro dan
makrovaskular. Oleh sebab itu, pasien perlu dijelaskan mengenai
kondisi penyakitnya agar pasien memahami tindakan yang perlu
dilakukan untuk mencegah penyakitnya lebih lanjut dan mencegah
komplikasi yang dapat mungkin terjadi.

Pasien perlu dijelaskan bahwa jika orang yang menderita penyakit DM


dan tidak rutin memeriksa kadar gula darah dan tidak rutin
mengonsumsi obat maka akan banyak risiko penyakit yang dapat
dialami individu tersebut. Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain
ialah kaki diabetik dikarenakan kadar gula darah yang tinggi dapat
merusak saraf perifer, terutama pada bagian ekstremitas/kaki individu.
Selain itu individu komplikasi yang dapat dialami oleh individu ialah
kerusakan organ ginjal, kerusakan pembuluh darah, stroke yang
disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi dapat merusak organ dan
pembuluh darah seorang individu.

• Rehabilitation
Hal ini ditujukan agar pasien dapat mengalami perbaikan kembali
pada setelah mengalami sakit. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
adalah dukungan emosional yang dapat dimulai dari anggota keluarga
agar pasien tetap semangat menjalani hidup, rajin minum obat dan juga
rutin kontrol ke fasilatas kesehatan terdekat.

IV. Prognosis

Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

B. Pendekatan Holistik
1) Profil Keluarga
Pasien Ny. S adalah seorang Ibu rumah tangga yang tinggal bersama adik dan ketiga
orang anaknya. Suami pasien alm.Tn. M sudah meninggal dunia ketika almarhum
berusia 40 tahun akibat komplikasi dari penyakit jantung, kolesterol, dan darah
tinggi.

a. Karakteristik Demografi Keluarga

b. o Identitas kepala keluarga : Ny.S

o Identitas pasangan : Tn. M

o Alamat : Jalan Jembatan Besi, No.3, RT.05/RW.09

c. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


Jenis Hub. dgn Keadaan
No Nama Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Agama
KK Kesehatan
1 B LK Adik 53thn SD Security Islam Sehat
Ojek
2 F PR Anak 29thn SMK Islam Sehat
Online
3 P PR Anak 39thn SD IRT Islam Sehat
4 A PR Anak 19thn SMA Karyawan Islam Sehat

1. Adik pasien
Identitas
Nama : Tn. B
Usia : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Security
Pendidikan : SD
Alamat : Jalan Jembatan Besi No.3, RT.05/RW.09

Keluhan Utama
Bersin terus-menerus sudah sejak 3 tahun yang lalu.
Keluhan Tambahan
Hidung terasa gatal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh bersin terus-menerus hampir setiap hari. Setiap kali pasien bersin dapat 3
hingga 6 kali. Bersin didapatkan pada waktu yang tidak menentu, bagi pagi siang ataupun
malam. Bersin meningkat jika pasien terpapar oleh udara dingin dan juga debu. Keluhan yang
dialami juga disertai dengan hidung terasa gatal, tersumbat dan juga pilek. Pilek dengan
cairan berwarna bening, encer, dan tidak berbau, pasien mengaku jika pilek juga seringkali
membuat pasien memiliki hidung tersumbat serta merasa gatal di hidung. Keluhan diakui
tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat beraktivitas/bekerja. Keluhan batuk,
nyeri tenggorok, nyeri kepala, dan penurunan fungsi pendengaran disangkal. Pasien juga
mengaku belum melakukan riwayat pengobatan apapun.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum dan tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan.
Riwayat Alergi
Pasien memiliki alergi terhadap debu dan udara yang dingin. Alergi terhadap makanan,
obat-obatan, disangkal. Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien adalah seorang security, pasien mengaku jarang berolahraga karna sibuk bekerja
sepanjang hari. Pasien jarang menggunakan masker. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol
disangkal. Hubungan dengan tetangga sekitar terjalin baik.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Penuh/Compos mentis GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan darah :110/80 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Pernapasan :18 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 160 cm
Keadaan gizi : IMT 21,5 Gizi cukup/normal.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang (pasien dianjurkan untuk melakukan antibody IgE
dan skin prick testing)

Diagnosis Banding
Rhinitis Vasomotor
Diagnosis Kerja
Rhinitis Alergi Intermitten Derajat Ringan
2. Anak Pertama

Identitas
Nama : Ny. F
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ojek Online
Pendidikan : SMK
Alamat : Jalan Jembatan Besi No.3, RT.05/RW.09

Keluhan Utama

Nyeri di bagian ulu hati sejak 4 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan

Perut terasa kembung dan merasa cepat kenyang, disertai rasa mual dan berkurangnya
nafsu makan bila keluhan muncul.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien memiliki riwayat penyakit dispepsia sejak 4 bulan yang lalu, frekuensinya hilang
timbul. Pasien mengaku sering mengonsumsi makanan-makanan pedas dan sering kali ia
juga telat makan. Pasien mengatakan juga saat mengalami keluhan, pasien pergi berobat
ke Puskesmas Kecamatan Tambora. Saat anamnesis pasien mengaku keluhan sudah
berkurang. Keluhan lain seperti demam, sakit kepala, batuk, sesak nafas, jantung
berdebar-debar, keluhan buang air besar dan buang akir kecil disangkal. Tinja tidak
berwarna hitam.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum dan tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Pengobatan

Omeprazole 20 mg.

Riwayat Alergi

Pasien mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap debu,
obat-obatan, makan maupun cuaca.
Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien adalah seorang driver ojek online, pasien mengaku jarang berolahraga
karna sibuk bekerja sepanjang hari. Pasien jarang menggunakan masker. Riwayat
merokok dan konsumsi alkohol disangkal. Suka mengonsumsi makan-makanan
pedas, dan hubungan dengan tetangga sekitar terjalin baik.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Penuh/Compos mentis GCS (E4M6V5)

Tekanan darah :120/70 mmHg

Nadi : 88 kali/menit

Pernapasan :19 kali/menit

Suhu : 36,6oC

Berat badan : 52 Kg

Tinggi badan : 158 cm

Keadaan gizi : IMT 20,8 Gizi cukup/normal.


Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang (pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan


darah rutin dan Pemeriksaan endoskopi)

Diagnosis Kerja

Dispepsia Fungsional
C. Genogram
Bentuk keluarga adalah Single Parent Family yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua baik pria/wanita dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal oleh
pasangannya.

D. Riwayat Biologis Keluarga

o Keadaan kesehatan sekarang : Sakit

o Kebersihan perorangan : Baik

o Penyakit yang sering diderita :Lemas, Pusing, Kesemutan di


bagian ekstremitas.

o Penyakit keturunan : Hipertensi dari Ayah, Diabetes


dari Ibu o Penyakit kronis/menular : -
o Kecacatan anggota keluarga :-

o Pola makan : Baik (2 x sehari)

o Pola istirahat : Kurang (5 jam)

o Jumlah anggota keluarga : 5 orang

E. Psikologis Keluarga

• Kebiasaan buruk :-

• Pengambilan keputusan : Ibu

• Ketergantungan obat : Obat DM (metformin)


• Tempat pelayanan kesehatan : Puskesmas Kecamatan Tambora
• Pola rekreasi : Kurang

F. Identifikasi Keadaan Rumah/Lingkungan

o Status kepemilikan rumah : Milik Sendiri

o Daerah pemukiman : Padat Penduduk

o Jenis bangunan : Permanen

o Lantai rumah : Keramik

o Dinding rumah : Tembok (semen dan batu bata)

o Jenis atap : Genteng

o Luas rumah : 32m2

o Penerangan : Sedang

o Penerangan listrik : +/- 1500 Va


o Kebersihan : Baik

o Ventilasi : Kurang

o Dapur : Ada

o Jamban keluarga : Ada

o Sumber air minum : Air Galon

o Sumber air untuk mandi : Untuk aktivitas mencuci


menggunakan sumur
o Sumber pencemaran air :-

o Pemanfaat pekarangan : Tidak ada.

o Sistem pembuangan sampah : Ada di dalam dan di luar rumah, sampah


di dalam rumah dikeluarkan setiap pagi dan petugas kebersihan tidak
rutin mengambil sampah setiap hari.

o Sanitasi lingkungan : Buruk

o Vector penyakit : Nyamuk dan lalat

o Keadaan udara/polusi dalam rumah : Pintu dan jendela rumah sering


dibuka, sinar matahari masuk ke dalam rumah, namun tampak debu di
sela-sela jendela dan teralis.

o Jumlah Kamar : 2 Kamar

G. Spiritual Keluarga

o Ketaatan beribadah : Baik, rutin mengikuti pengajian o


Keyakinan tentang kesehatan : Baik

H. Keadaan Sosial Keluarga

o Tingkat pendidikan : Rendah


o Hubungan antar anggota keluarga : Baik

o Hubungan dengan orang lain : Baik

o Kegiatan organisasi sosial : Baik

o Keadaan ekonomi : Kurang

I. Kultural Keluarga

o Adat yang berpengaruh :-

o Lain-lain :-

J. Penilaian Perilaku Kesehatan


• Jenis tempat berobat : Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
• Asuransi/Jaminan Kesehatan : BPJS Kesehatan
K. Pola Konsumsi Keluarga
Menu makanan atau lauk pauk yang dikonsumsi sehari-hari oleh Ny.M dan keluarga
bervariasi. Menu makanan yang biasa dihidangkan antara lain seperti, nasi,
sayurmayur, kacang panjang, buncis, terong, bayam, tahu, tempe, sambal, daging ikan,
dan sesekali daging ayam yang disajikan baik ditumis maupun digoreng. Frekuensi
makan 2 hingga 3 kali sehari, terdiri dari makan pagi, siang dan makan malam dan saat
sore hari sering diselingi dengan gorengan dan es teh manis.

L. Pola Dukungan Keluarga


• Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga: pasien memiliki anak
yang mendukung pasien dalam melakukan pengobatan dan mengubah gaya hidup
serta pola makan secara bertahap.

• Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga: Pasien sendiri


cenderung belum bisa mengubah pola makan menjadi pola makan yang lebih sehat
seperti mengurangi kadar gula dan mengonsumsi gorengan, sehingga keluhan dan
perkembangan penyakit mungkin dapat menjadi lebih parah.

M. Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)


Fungsi fisiologis merupakan suatu penentuan sehat-tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rusan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 fungsi pokok
keluarga, diantaranya :

• Adaptasi: tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang


dibutuhkan.

• Partnership: tingkat kepuasaan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam


mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.

• Growth: tingkat kepuasaan anggota keluarga terhadap kebebasan yang


diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua
anggota keluarga.

• Affection: Tingkat kepuasaan dari anggota keluarga terhadap kasih sayang


serta interaksi emosional yang berlangsung.

• Resolve: Tingkat kepuasaan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam


membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.
Penilaian:

Hampir selalu = skor 2

Kadang-kadang = skor 1
Hampir tidak pernah = skor 0
Total skor:

8-10 = fungsi keluarga sehat

4-7 = fungsi keluarga kurang sehat

0-3 = fungsi keluarga sakit.

Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita


Penilaian
Hampir Kadang- Hampir
No. Pertanyaan Selalu Kadang Tidak
(2) (1) Pernah
(0)
1. Adaptasi
Saya Puas bahwa saya dapat kembali

kepada keluarga saya, bila saya
menghadapi masalah

2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan cara-cara keluarga

saya membahas serta membagi masalah
dengan saya

3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas bahwa keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan √
saya melaksanakan kegiatan dan
ataupun arah hidup yang baru

4.
Affection (Kasih Sayang)


Saya puas dengan cara-cara keluarga
saya menyatakan rasa kasih sayang dan
menaggapi emosi
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan cara keluarga saya √
membagi waktu bersama

Total Skor 8
Dari tabel APGAR pasien Ny. S diatas, maka total skor yang didapatkan adalah 8 yang
menunjukkan fungsi keluarga Ny. S sehat

N. Fungsi Patologis (SCREEM)

Aspek sumber daya patologi -


Social:

Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.


- Cultural:
Pasien merupakan orang Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi. Pasien
menyukai makanan gorengan dan es teh manis sehingga dapat memicu kadar gula
darah yang tinggi.

- Religious:
Keluarga pasien rajin beribadah melaksanakan sholat lima waktu dan rutin
mengikuti pengajian.

- Economy:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi sekarang masih kurang, namun merasa
cukup untukebutuhan sehari-hari.

- Education:
Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA/SMK/Sederajat.
- Medication:
Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari Puskesmas dan
memiliki jaminan kesehatan BPJS Kesehatan
BAB IV
ANALISA KASUS
4.1 Faktor Perilaku
Pasien Ny. S memiliki pola makan makanan yang cenderung berlemak dan manis
seperti gorengan dan es teh manis. Pola makan ini memicu terjadi gula darah tinggi
yang menyebabkan Ny. S menderita penyakit Diabetes Mellitus. Pola istirahat Ny.S
memiliki pola tidur yang kurang (21.30 – 02.00). Pasien mengaku akibat sering makan
berlemak dan minum makanan atau minuman yang manis gula darahnya cenderung
meningkat, namun Ny. S segera memeriksakan diri ke Puskesmas.

4.2 Faktor Lingkungan

Kondisi rumah Ny. S tergolong kurang dalam hal sanitasi dan hygiene, beliau
mengaku sudah tua dan sudah tidak mampu mengurus rumah sendirian, sang anak
bekerja dari pagi hingga malam sehingga tak ada yang mengurus rumah. Sumber air
dari Ny. S adalah air JPAM dan sumber air minum menggunakan air galon. Ventilasi
rumah pasien kurang baik dikarenakan tak adanya saluran untuk sirkulasi udara, dan
hanya mengandalkan jendela dan pintu serta bolongan kecil di atas pintu rumah.

4.3 Faktor Genetik

Pasien memiliki keluarga yang juga menderita Diabetes Mellitus yaitu dari ibu,
sehingga pasien memiliki faktor risiko penyakit secara genetik. Keluhan pada pasien
diperkuat akibatkan pola makan yang kurang baik atau kurang sehat.

4.4 Anjuran Untuk Pasien dan Anggota Keluarga

Pasien sudah menderita diabetes mellitus akibat pola makan yang tidak sehat
seperti makan makanan berlemak dan sering mengonsumsi makanan atau minuman
yang manis. Hal tersebut menyebabkan anak dan kerabat dekat pasien sangat berisiko
menderita hal yang sama dan penyakit-penyakit metabolik lainnya, terlebih jika pola
makan dan gaya hidupna tidak teratur. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk kerabat
dan keluarga pasien untuk rutin berolahraga, makan-makanan yang rendah lemak dan
rendah gula, serta memiliki pola istirahat yang cukup. Juga karena dalam hal sanitasi
dan hygiene dari kondisi rumah Pasien tergolong kurang maka disarankan untuk dapat
menjaga kebersihan diri dan kebersihan rumah/lingkungan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil autoanamnesis yang dilakukan dengan Ny. S, didapatkan bahwa pasien menderita
Diabetes mellitus. Faktor yang menyebabkan pasien menderita DM ialah karena faktor genetika
dari sang Ibu dan juga pasien sering memiliki kebiasaan atau pola makan makanan yang manis
dan berlemak, serta riwayat pasien yang jarang berolahraga.

Pasien Ny. S memiliki kesadaran yang baik akan kesehatan sehinga secara rutin memeriksakan
diri ke puskesmas. Pasien juga cukup patuh untuk minum obat-obatan akan tetapi memiliki pola
hidup yang kurang baik mulai dari pola tidur, pola makan dan kurangnya aktivitas. Hasil dari
wawancara dan perbincangan saya dengan Ny. S pun memberikan saya gambaran bahwa
puskesmas juga sudah menjalankan perannya yaitu dalam upaya promotif, kuratif, preventif
sudah baik. Pasien sendiri mengaku sulit untuk menjalankan perilaku hidup bersih dikarenakan
faktor usia dan situasi pasien yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja atau beraktivitas
berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goblan, A. S., Alfi, M. A., & Khan, M. Z. (2017). Mechanism Linking Diabetes
Mellitus and Obesity. Dovepress, 589.
2. I.Galaviz, K., Narayan, V., Lobelo, F., & Weber, M. B. (2018). Lifestyle and the
Prevention of Type 2 Diabetes: a Status Report. American Journal of Lifestyle
Medicine, 12(1), 12.
3. Istianah, I., Septiani, & Dewi, G. K. (2020). Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota Depok Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Indonesia (The
Indonesia Journal of Health), 10(2), 72.
4. Kasper, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, & Loscalzo. (2016). Harrison's Principles of
Internal Medicine 19th Edition, Vol.II. United States: The McGraw-Hill Companies.
5. Kementerian Kesehatan RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
6. Khardori, R. (2022 , December 26). Type 2 Diabetes Mellitus Clinical Presentation.
Retrieved from Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/117853clinical#b3
7. PERKENI. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2021. Jakarta: PB PERKENI.
8. Rahmasari, I., & Wahyuni, E. S. (2019). Efektivitas Memordoca Carantia (Pare)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. INFOKES, 9(1), 57.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai