Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS

DIABETES MELLITUS (DM)

Anggota Kelompok:
Awan Indra Yudha M992202001
Dinda Putri Narlisa M992202003

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah studi kasus yang berjudul ”Studi Kasus
Diabetes Mellitus (DM)". Tinjauan studi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka
menyelesaikan Program Kegiatan Profesi Apoteker (PKPA) Universitas Negeri Sebelas Maret di
Wahana RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.
Dalam penyusunan tinjauan studi kasus ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
dan pengetahuan dalam tatalaksana penyakit diabetes mellitus baik bagi tenaga medis maupun
masyarakat umum.

Sragen, 04 Juli 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan epidemiologi, WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut data
Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, pendudukan Indonesia yang berusia 20 tahun keatas
sebanyak 133 juta jiwa. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh
Departemen Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%. Peningkatan obesitas
yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes, yaitu 14,8% pada data RISKESDAS tahun 2013
menjadi 21,8% pada tahun 2018 (Perkeni, 2021).
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa darah melebihi
normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit, salah satunya Diabetes Mellitus (DM). Saat ini
diabetes mellitus menjadi salah satu ancaman kesehatan secara global (Perkeni, 2021).
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit metabolik yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Kecurigaan adanya DM apabila terdapat keluhan klasik, seperti
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak jelas, serta adanya keluhan lainnya.
Berdasarkan penyebabnya, diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu DM tipe 1,
DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain. Parameter yang digunakan dalam penetapan DM, yaitu
HbA1c ≥ 6,5%; gula darah puasa ≥ 126 mg/dL; dan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO (mg/dL) ≥
200 mg/dL. Faktor risiko yang biasa terjadi pada pasien DM, antara lain adanya kelebihan berat badan
(IMT ≥ 23 kg/m2) atau obesitas, aktivitas fisik kurang, faktor genetik, Hipertensi ≥ 140/90 mmHg atau
sedang mendapat terapi hipertensi, HDL <35mg/dL dan atau TG > 250mg/DL, penyakit
kardiovaskular, serta usia > 45 tahun tanpa faktor risiko (Perkeni, 2021).
Komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM dapat berupa gangguan pada pembuluh darah baik
makrovaskular maupun mikrovaskular, serta gangguan pada sistem saraf atau neuropati. Komplikasi
makrovaskular umumnya mengenai organ jantung, otak dan pembuluh darah, sedangkan gangguan
mikrovaskular dapat terjadi pada mata dan ginjal. Keluhan neuropati pada pasien DM, baik neuropati
motorik, sensorik, ataupun neuropati otonom (Perkeni, 2021).
Terapi farmakologis pada pasien DM diberikan secara peroral maupun suntikan. Pemberian
terapi farmakologis harus diberikan bersama dengan pengaturan makan dan gaya hidup sehat. Tujuan
penatalaksanaan DM untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sehingga peran pasien dan keluarga
pada pengelolaan penyakit DM sangat penting karena DM merupakan penyakit yang diderita seumur
hidup. Oleh karena itu diperlukan edukasi kepada pasien dan keluarganya untuk memberikan
pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan dan penatalaksanaan DM (Perkeni, 2021).
1.2. Tujuan
 Untuk mengetahui tatalaksana terapi pada kasus pasien dengan penyakit diabetes mellitus,
hipertensi dan nefropati
 Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program PKPA Rumah Sakit di RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.
1.3. Manfaat
 Untuk Mahasiswa, dapat menambah wawasan pengetahuan terkait terapi pada pasien
diabetes mellitus, hipertensi dan nefropati.
 Untuk Pihak Rumah Sakit, dapat menjadi referensi dalam penatalaksanaan terapi pada
pasien diabetes mellitus, hipertensi dan nefropati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni,
2021).
2.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1.Resistensi insulin
2.Disfungsi sel B pancreas
Pada DM terjadi gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin Substrate) sehingga menurunkan
jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4 yang mengakibatkan berkurangnya distribusi glukosa
kejaringan yang menyebabkan penumpukan glukosa darah yang pada akhirnya akan menimbulkan
hiperglikemia atau meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Pelatihan fisik mempotensiasi efek
olahraga terhadap sensitivitas insulin melalui beberapa adaptasi dalam transportasi glukosa dan
metabolisme. Kegiatan senam diabetes sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang stimulasi hormon insulin yang akan
mengakibatkan peningkatan glukosa transporter terutama GLUT 4 yang berakibat pada berkurangnya
resistensi insulin dan peningkatan pengambilan gula oleh otot serta memperbaiki pemakaian insulin
yang berakibat menurunya kadar gula darah post prandial dan gula darah puasa. Sirkulasi darah dan
tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga (Borghouts,2000).
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran
insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“resistensi insulin” (Cheng D, 2007). Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang
nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik
yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti DM
tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. 9
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi rtama, artinya sekresi
insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas
akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen.
2.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Faktor resiko Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu :
1. Obesitas (kegemukan) Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT > 25 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
menjadi 200 mg%.
2. Hipertensi Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah perifer.
3. Riwayat Keluarga DM Seorang yang menderita DM diduga mempunyai gen diabetes. Diduga
bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen
resesif tersebut yang menderita DM.
4. Dislipedimia Dislipidemia dalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan 10 plasma insulin dengan rendahnya
HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien diabetes. Selain itu timbunan lemak bebas yang tinggi
dapat menyebabkan meningkatnya uptake sel terhadap asam lemak bebas dan memacu oksidasi
lemak yang pada akhirnya akan menghambat penggunaan glukosa dalam otot yang menyebabkan
resistensi insulin (Miftahul,2013) 5. Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DM
adalah > 45 tahun. Resiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2 akan bertambah
seiring berjalannya usia terutama usia diatas 45 tahun. Hal ini dikarenakan jumlah sel beta pankreas
produktif semakin berkurang dengan bertambahnya usia (Arisman, 2011).
5. Faktor Genetik DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya
DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung
mengalami penyakit ini.
6. Alkohol dan Rokok Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan
obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, factor-faktor lain yang berhubungan dengan
perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-
perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2.
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan
mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat
tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml
proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2,
dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya
umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh
(Powers, 2005).
2.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan etiologi.

2.5. Diagnosis Diabetes Mellitus


Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c. Selain itu
penetapan diagnosis dapat terjadi apabila adanya kecurigaan keluhan seperti :
 Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabaur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus :

Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes :


2.6. Tujuan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes.
Tujuan penatalaksaaan meliputi :
1. Tujuan Jangka Pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan Jangka Panjang : mencegah dan menghambat progresivitas peyulit mikroangiopati
dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortilitas DM.
2.7. Algoritma Terapi Farmakologi Diabetes Mellitus
2.8. Keuntungan, Kekurangan dan Biaya Obat Anti Hiperglikemik
2.9. Pengelolaan DM Tipe 2 Dengan Komorbid

 Pasien DM tipe 2 yang baru terdiagnosis maupun yang mendapat obat antihiperglikemik lain
dengan risiko sangat tinggi dan risiko tinggi maka pilihan obatnya golongan GLP-1 RA atau
penghambat SGLT-2 yang terbukti memberi manfaat kardiovaskular.
 Pada pasien DM tipe 2 dengan PKVAS dominan pilihan obat adalah GLP-1 RA atau
penghambat SGLT-2 terbukti memberi manfaat kardiovaskular.
 Pada pasien DM tipe 2 dengan gagal jantung terutama HfrEF (Heart Failure with reduced
Ejection Fraction) dengan EF <45% maka pilihan obat yang dianjurkan adalah penghambat
SGLT-2 yang terbukti memberikan manfaat untuk jantung
 Pada pasien DM tipe 2 dengan penyakit ginjal kronik (PGK) :
 Penyakit ginjal diabetik (PGD) dan albuminuria : obat yang dianjurkan adalah penghambat
SGLT-2 yang terbukti menurunkan progresifitas PGK, atau bila penghambat SGLT-2 tidak
bisa ditoleransi atau merupakan kontraindikasi maka dianjurkan GLP-1 RA yang terbukti
memberikan manfaat kardiovaskular.
 PGK (LFG <60 mL/min/1.73m2) tanpa albuminuria merupakan keadaan dengan risiko
kardiovaskuler yang meningkat maka obat yang dianjurkan adalah GLP-1 RA yang
terbukti memberikan manfaat kardiovaskular atau penghambat SGLT-2 yang terbukti
memberikan manfaat kardiovaskular.
2.10. Kriteria Pengendalian DM

Kriteria pengendalian didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar HbA1c, dan
profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah apabila kadar glukosa darah, kadar lipid, dan
HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai target yang
diharapkan. Sasaran pengendalian DM :

2.11. Definisi Hipertensi


Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 120 mmgH dan atau tekanan
diastolik ≥ 80 mmHg (JNC 8, 2015).
2.12. Klasifikasi Hipertensi
2.13. Algoritma Hipertensi
BAB III
STUDI KASUS
Pasien Ny. Mawar, umur 65 th sebelumnya sudah beberapa kali ke RS karena DM tipe 2 yang
dideritanya sejak 5 tahun yang lalu. Kali ini pasien datang ke RS dengan keluhan lemas, mual
muntah,1 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluh sakit di bagian pinggang, dan dari hasil
pemeriksaan BUN, kreatinin serum, mikroalbuminuria semua data menunjukkan adanya
peningkatan signifikan.
3.1. Identitas Pasien
 Nama Pasien : Ny. Mawar
 Umur : 64 tahun
 BB : 56 kg
 Tanggal MRS : 17 Juni 2016
 Diagnosis : DM tipe 2, Hipertensi, Nefropati
 Riwayat penyakit terdahulu : DM ± 5 th
 Riwayat pemakaian obat sebelumnya : Metformin, Captopril dan HCT namun tidak rutin
digunakan
 Riwayat alergi : (-)
3.2. Tanda-tanda Vital
Parameter Nilai Manifestasi
Penyakit/ Norma 17/6 18/6 19/6 20/6 21/6 22/6 23/6 24/6 25/6 Klinis
Tanggal l
Tekanan
155/10 150/9
Darah 120/80 150/100 150/90 150/90 150/90 150/90 150/90 150/90 Hipertensi
0 0
(mmHg) stage 1
Nadi
(kali per 80 89 89 88 88 88 87 88 86 89
menit)
Suhu
36,5-
Badan 37 38,6 38,9 38,5 38,5 38,4 38,2 37,8 37,8
37,5
(oC)
Respirasi
(kali per 20 24 23 23 22 23 23 22 23 22
menit)
3.3. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Nilai Normal 17/6 20/6 21/6 Manifestasi
rutin / tanggal Klinis
GDS < 140 mg/dL 280 290 270 DM tipe 2
HbA1C < 7% 11 DM tipe 2
Hb 11,7-15,3 g/dL 12,6 12,7 12,2
Na 13,6-14,5 15,8 15,7 14,9
mg/dL
K 3,5-5,1 mg/dL 3,2 3,4 3,3
Cl 98-107 mg/dL 98 92,7 95
GFR 60 Penurunan
mL/menit/ fungsi ginjal
luas area stage 2
Kreatinin 1,5 mg/dL
Serum
Asam Urat 2,3-6,6 mg/dL 8 mg/dL Hiperurisemia

3.4. Terapi pasien

3.5. Pertanyaan
1) Apakah terapi yang diberikan sudah tepat?
2) Adakah DRP pada kasus ini?
3) Apa parameter yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan terapi pada pasien DM? apakah
parameter tsb sudah muncul pada data di atas?
4) Pasien mendapat antibiotik, apakah diperlukan? Apa saran anda?
5) Apakah penggunaan obat-obat diatas sudah sesuai dosisnya?
6) Adakah interaksi pada pemberian obat di atas? Bila ada bagaimana solusinya?
7) Berikan PIO kepada pasien tsb terkait masalah polifarmasi di atas!
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. Mawar berusia berusia 65 tahun dengan riwayat DM tipe 2. Beliau mengeluhkan
lemas, mual muntah,dan sakit di bagian pinggang sebelum masuk RS. Berdasarkan data diatas, beliau
terdiagnosa DM tipe 2, Hipertensi stage 1, Nefropati stage 2. Selain itu diagnosa diatas, terdapat
manisfestasi klinis lainnya yaitu hipernatremi, hipokalemi, serta hiperurisemia. Sehingga perlu adanya
terapi yang tepat pada pasien Ny. Mawar.
4.1. Terapi Ny. Mawar
Kurang tepat, karena terdapat beberapa obat tidak sesuai sehingga menyebabkan terjadi
interaksi dan kontraindikasi dengan penyakit pasien serta adanya manisfestasi klinis pada pasien yang
belum mendapatkan terapi. Pemberian injeksi sefotaksim pada pasien Ny. Mawar kurang tepat, karena
pada data diatas tidak menunjukkan adanya indikasi infeksi pada pasien.
Pada pasien DM tipe 2 dengan HbA1c >9% dengan disertai gejala dekompensasi metabolik
maka diberikan terapi kombinasi insulin dan obat hipoglikemik lainnya. Penggunaan terapi oral
gliclazid kurang tepat, karena dapat menyebabkan risiko hipoglikemi jika diberikan bersamaan dengan
insulin, serta berisiko pada pasien gangguan ginjal. Rekomendasi terapi pasien DM tipe 2 dengan
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dengan albuminuria dianjurkan menggunakan penghambat SGLT-2
yang terbukti menurunkan progresifitas PGK. Penghambat SGLT-2 yang dapat diberikan seperti
Dapaglifozin, Canaglifozin, Empaglifozin. Oleh karena itu, kelas ini lebih disukai dalam pengobatan
DM tipe 2 pada pasien dengan CKD, khususnya di mereka yang memiliki eGFR 30–60
mL/min/1.73m2 atau albumin urin: kreatinin > 30 mg/g (Dipiro, ed 11).Obat golongan ini juga
mempunyai manfaat untuk menurunkan berat badan dan tekanan darah. Pemberian metformin dapat
digunakan dalam kombinasi dengan antihiperglikemi lainnya atau insulin. Dosis metformin adalah
1000mg dua kali sehari atau 2000mg. Dosis efektif minimal 1000mg/hari. Penurunan efek glikemik
80% terlihat pada pemberian dosis 1500mg/hari. Namun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(LFG 30-60 ml/menit/1,73m2) pemberian metformin dapat diturunkan. Pada pasien lama yang tidak
terkontrol dengan kombinasi obat hipoglikemik oral jika HbA1c belum mencapai target (>7%) dengan
dosis insulin basal telah mencapai > 0,5 unit/kgBB/hari, maka perlu dilakukan intensifikasi dengan
insulin prandial 1 kali dosis > 2 kali dosis > 3 kali dosis (penambahan prandial menyesuaikan nilai
GD pre-prandial tertinggi dalam satu hari). Dilihat dari data diatas, pemberian insulin pada Ny.
Mawar dapat direkomendasikan adanya penambahan insulin prandial (Novorapid, Apidra).
ADA merekomendasikan target tekanan darah <140/90 mmHg pada pasien nefropati.
Penghambat ACEI atau ARB dengan dosis maksismum yang dapat ditoleransi, sebagai pilihan
pertama pada pasien DM dengan hipertensi disertai albuminuria (albumin to creatinin ratio ≥
300mg/g, < 300mg/g). Kombinasi ACEI dengan ARB tidak dianjurkan. Pada pasien diatas terdapat
penurunan kadar Cl dan kadar Na, hal ini disebabkan adanya kerja dari obat HCT yang tergolong
diuretik thiazid. Mekanisme golongan diuretik thiazid yaitu menurunkan hipertensi dengan cara
menghambat reabsorpsi ion transport Na dan Cl. Pemberian diuretik HCT dosis rendah jangka
panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa. Dosis HCT sebagai antihipertensi yaitu 12,5-
25mg/hari, sehingga pada pasien Ny. Mawar pemberian HCT 25mg 2x1 kurang tepat. Penggunaan
captopril pada pasien Ny. Mawar belum tepat, karena pada hipertensi dosis yang digunakan
2x25mg/hari dengan dosis maksimal 2x50mg/hari, namun penggunaan captopril 3xsehari jarang
gunakan pada pasien hipertensi berat sedangkan pada Ny. Mawar hipertensi yang dialami yaitu
hipertensi stage 1.
Pemberian ranitidin dibutuhkan pada pasien MRS. Pada pasien MRS terkadang mengalami
stress, sehingga terjadi peningkatan sekresi lambung, adanya peningkatan sekresi lambung dapat
menyebabkan pasien mengalami sebah dan mual untuk mencegah terjadinya peningkatan sekresi asam
lambung maka pemberian ranitidin injeksi direkomendasikan agar tetap dilanjutkan.
Penggunaan antihipertensi golongan thiazide pada Ny. Mawar dapat meningkatkan kadar asam
urat, sehingga perlu adanya terapi. Terapi yang direkomendasikan yaitu allupurinol 100mg/hari dan
dosis dititrasi sampai target kadar asa urat <6mg/dL (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2018).
4.2. DRP yang terdapat pada pasien Ny. Mawar
 Pasien mendapatkan obat antibiotik, namun tidak terdapat data/parameter yang menunjukkan
adanya infeksi pada pasien.
 Adanya penggunaan oral gliclazid + insulin dapat menyebabkan hipoglikemi jika digunakan
secara bersamaan dan penggunaan gliclazid berisiko pada pasien DM dengan penurunan fungsi
ginjal.
 Pemberian insulin dan obat oral antidiabet pada pasien Ny. Mawar belum mengalami perbaikan
pada hasil GDS, sehingga perlu direkomendasikan penambahan insulin prandial, hal ini
digunakan untuk memaintenance kadar gula darah pada pasien.
 Pasien mengalami hiperurisemia dilihat dari data lab kadar asam urat 8 mg/dL, namun belum
diberikan rekomendasi terapi. Menurut
 Pada pasien MRS terjadi adanya sekresi asam lambung, sehingga direkomendasikan pemberian
ranitidin injeksi tetap dilanjutkan dan ditambah dengan golongan sukralfat untuk mencegah
adanya iritasi pada dinding lambung.
 Adanya diagnosa Gagal ginjal stage 2, namun belum mendapatkan terapi. Direkomendasikan
pemberian terapi asam askorbat & N-asetilsistein yang berperan sebagai antioksidan untuk
mengurangi perkembangan kerusakan ginjal.
4.3. Parameter Keberhasilan Diabetes Mellitus
Kriteria pengendalian didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar HbA1c, dan
profil lipid. Diabetes mellitus yang terkendali apabila kadar glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1c
mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai target yang ditentukan.

4.4. Pemberian Antibiotik pada pasien Ny. Mawar


Pemberian injeksi sefotaksim pada pasien Ny. Mawar kurang tepat, karena pada data diatas
tidak menunjukkan adanya indikasi infeksi pada pasien Ny. Mawar sehingga pemberian sefotaksim
sebaiknya dihentikan.
4.5. Dosis Terapi Ny. Mawar
Terdapat beberapa obat yang belum sesuai dengan terapi. Dosis metformin adalah 1000mg dua
kali sehari atau 2000mg. Dosis efektif minimal 1000mg/hari. Penurunan efek glikemik 80% terlihat
pada pemberian dosis 1500mg/hari. Namun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG 30-60
ml/menit/1,73m2) pemberian metformin dapat diturunkan. Pemberian diuretik HCT dosis rendah
jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa. Dosis HCT sebagai antihipertensi yaitu
12,5-25mg/hari, sehingga pada pasien Ny. Mawar pemberian HCT 25mg 2x1 kurang tepat.
Penggunaan captopril pada pasien Ny. Mawar belum tepat, karena pada hipertensi dosis yang
digunakan 2x25mg/hari dengan dosis maksimal 2x50mg/hari, namun penggunaan captopril 3xsehari
jarang gunakan pada pasien hipertensi berat sedangkan pada Ny. Mawar hipertensi yang dialami yaitu
hipertensi stage 1.
4.6. Interaksi Obat dan Solusinya
 Captopril + insulin glargine : captopril meningkatkan efek insulin glargine secara sinergis
farmakodinamik, sehingga dapat menurunkan kadar gula darah (resiko hipoglikemi). Monitor :
kadar gula darah
 Metformin + insulin glargine : Keduanya meningkatkan efek sinergisme farmakodinamik.
Resiko hipoglikemi.
 Captopril + metformin : captopril meningkatkan toksisitas metformin secara interaksi tidak
spesifik. Resiko hipoglikemi dan asidosis laktat.
 Captopril + HCT : Keduanya meningkatkan efek sinergisme farmokodinamik. Obat
menurunkan tekanan darah, namun meningkatkan resiko nefrotoksik. Monitor : tekanan darah
dan fungsi ginjal.
 Ranitidin + Metformin : penggunaan bersamaan dapat meningkatkan efek metformin yang
menyebabkan kondisi asidosis laktat.
 HCT + Metformin : penggunaan secara bersama dapat meningkatkan kadar gula darah dan
mengganggu kontrol diabetes. Efek pada ginjal, krn HCT dpt meningkatkan resiko asidosis
laktat.
 HCT + insulin glargine : dpt mengganggu kontrol gula darah dan mengurangi efektivitas
insulin glargine dan obat diabet lainnya. Monitor : kadar gula darah.
 Gliclazid + insulin : penggunaan keduanya memiliki resiko terjadinya hipoglikemi.

Solusi :

 Pada penggunaan terapi oral yang memiliki interaksi, sebaiknya diberikan aturan minum pada
waktu yang berbeda.
 Obat gliclazid sebaiknya diganti dengan terapi obat oral golongan penghambat SGLT-2 yang
terbukti menurunkan progresifitas PGK. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG 30-
60 ml/menit/1,73m2) pemberian metformin dapat diturunkan.

4.7. PIO

Jika Anda lupa mengonsumsi metformin, segera minum obat ini jika jeda dengan jadwal konsumsi
berikutnya belum terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis.Dosis
metformin disesuaikan dengan kondisi medis Anda, fungsi ginjal, dan respons terhadap pengobatan.
Dokter mungkin meminta Anda untuk mengonsumsi obat ini dalam dosis rendah pada awalnya, dan
meningkatkan dosisnya secara bertahap untuk menurunkan risiko efek samping seperti sakit
perut.Dokter juga akan menyesuaikan dosis dengan kadar gula darah Anda untuk menemukan dosis
yang paling tepat untuk Anda. Ikuti petunjuk dokter dengan saksama.Konsumsilah obat ini secara rutin
untuk mendapatkan manfaat yang optimal. Jangan lupa untuk mengonsumsinya di waktu yang sama
setiap hari.Jika Anda sudah mengonsumsi obat antidiabetes lain (seperti chlorpropamide), ikuti anjuran
dokter dengan saksama mengenai apakah Anda harus menghentikan atau melanjutkan obat yang lama
sebelum memulai metformin. Periksa gula darah Anda secara rutin sesuai anjuran dokter. Catat
hasilnya dan beri tahu dokter. Beri tahu dokter juga bila hasil menunjukkan gula darah Anda terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Dosis/pengobatan Anda mungkin harus diubah.

Minum captopril dalam keadaan perut kosong (setidaknya 1 jam sebelum makan) seperti yang
dianjurkan oleh dokter, biasanya dua atau tiga kali sehari. Dosis ditetapkan berdasarkan kondisi
kesehatan Anda dan respon pada pengobatan.Captopril adalah obat untuk mengobati tekanan darah
tinggi (hipertensi). Captropril masuk ke dalam kelompok obat-obatan jantung yang disebut ACE
inhibitors.Obat ini bekerja dengan menghambat enzim pengubah angiotensin yang kemudian
menurunkan jumlah angiotensin II (hormon yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan darah)Selain untuk mengobati hipertensi, captopril juga membantu mencegah
stroke, serangan jantung, nefropati diabetes, dan masalah ginjal.

Cara pakai obat diabetes khususnya dengan metode suntikkan harus diperhatikan. Pastikan obat
Insulin Galrgin disuntikan pada kulit area perut, lengan atas, atau paha sekali sehari malam hari.
Jangan suntikan obat ini di area pembuluh darah atau otot. Ganti jarum suntik setiap Anda selesai agar
mengurangi luka di bawah area kulit dan untuk menghindari masalah di bawah kulit yang mungkin
timbul
DAFTAR PUSTAKA
Bell, K. J Twinggs dan BR Olin. 2015. Hypertension:The Silent Killet :-UpdateJNC-8 Guidline
Recommendations. Alabama Pharmacy Association.
Borghouts LB, Keiter HA. 2000. Exercise and insulin sensitiving: a. Review int J Sports med; 21. (1):
1-12. 
Chen, D. et al., 2007. A cross-sectional measurement of medical student empathy. Journal of general
internal medicine, 22(10), pp.1434–8.
Joseph et al. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Dipiro 11 th edition. New York.
Mc Graw Hill.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2021. Pedoman dan Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes.Melitus Tipe 2 di Indonesia
Powers A.C. 2005. Diabetes Mellitus. In: Horrison's Principles of Internal. Medicine sixteenth edition.
New York: Mc Grawl Hill.

Anda mungkin juga menyukai