Anda di halaman 1dari 36

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS

(HIPERGLIKEMI) DENGAN MASALAH RESIKO KETIDAKSTABILAN

KADAR GLUKOSA DARAH

DI RUANG ABIMANYU RSUD JOMBANG

OLEH :

AMANDA NOVITA ISMA NIRMALA

216410005

PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

2021/2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus termasuk penyakit yang banyak ditemui pada

masyarakat dan sebagian besar factor penyebabnya adalah gaya hidup yang

kurang sehat. Kadar glukosa pada diabetes mellitus mengalami peningkatan gula

dalam darah lebih dari normal. Kasus DM ini terhitung sekitar 90% sampai 95%

dari semua kejadian DM yang ada di dunia dan menjadi ancaman besar bagi

dunia, termasuk negara negara Indonesia (Saputri, 2020). Diabetes mellitus

dengan komplikasi merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia,

terhitung 6,7 persen dari seluruh kematian (Milita et al., 2021).

Pada tahun 2020 organisasi international diabetes federation (IDF)

memperkirakan 463 juta orang berusia 20 hingga 79 tahun menderita diabetes di

seluruh dunia, yang setara dengan tingkat prevalensi 99,3% dari populasi global.

Diabetes diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya seiring bertambahnya

usia penduduk, mencapai 19,9% dari populasi, atau 111,2 juta orang berusia 65

hingga 79 tahun. Menurut hasil Riskesdas 2018, prevalensi diabetes mellitus di

Indonesia adalah 8,9% (Infodatin-2020-Diabetes-Melitus.Pdf, n.d.). Menurut

(Riskesdas) prevalensi DM di provinsi jawa Timur pada tahun 2020, ada

151.878 kasus diabetes yang didiagnosis oleh dokter pada populasi umum dari

segala usia (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Jumlah kasus pada DM menurut

dinas kesehatan (DINKES) Jombang pada tahun 2021 mencapai 34.466 jiwa dari

pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standart dengan jumlah

34.228 jiwa, maka penderita DM sebesar 99,3% pada tahun 2021 (Dinkes
Jombang, 2021)

Faktor pola hidup yang kurang sehat dan kurangnya aktifitas fisik salah

satu penyebab diabetes mellitus dan diperkirakan bahwa kejadian diabetes

mellitus akan semakin meningkat drastis. Diabetes melitus adalah suatu kondisi

kompleks adanya penurunan fungsi sel pankreas secara bertahap, yang

menyebabkan tubuh memproduksi insulin yang tidak mencukupi. Tubuh kita

mungkin menolak efek insulin atau gagal menghasilkan insulin yang memadai

(Fatimah N R, 2017). Jika diabetes mellitus tidak segera diobati, dapat

menyebabkan sejumlah konsekuensi jangka panjang. komplikasi ini dapat dicegah

dengan mengendalikan kadar glukosa darah, mempertahankan tekanan darah dan

berolahraga secara teratur. (Siti Hardianti Rukmana, Irwan Hadi, 2018).

Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan salah satu masalah

utama pada pasien Diabetes mellitus. Solusi mengontrol kadar gula darah dapat

dilakukan dengan memantau tanda gejala hiperglikemi, dengam memberikan

insulin sesuai resep, memantau status cairan (inteke output), dan dapat

berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Dari masalah di atas maka

perlulah peran perawat dan petugas kesehatan dalam memberikan

penatalaksanaan pada penderita dengan DM hiperglikemi, sehingga memerlukan

pelayanan yang komprehensif dan komplit yang berkolaborasi dengan dokter, ahli

gizi, dan laboratorium sehingga akan meningkatkan derajat kesehatan pada

penderita dengan DM hiperglikemi. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik

untuk melakukan intervensi lebih intensif terhadap pasien dengan diabetes

mellitus (hiperglikemi) dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah

diruang Abimanyu RSUD Jombang.


1.2 Batasan masalah

Masalah studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada pasien

diabetes mellitus (hiperglikemi) dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar

glukosa darah di RSUD Jombang.

1.3 Rumusan masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus

(hiperglikemi) dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di

RSUD Jombang ?

1.4 Tujuan penelitian

1) Tujuan umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus

(hiperglikemi) dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

2) Tujuan khusus dalam studi kasus ini adalah :

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien diabetes mellitus

dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien diabetes mellitus

dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien diabetes mellitus

dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

4. Melakukan tindakan keperawatan pada klien diabetes mellitus dengan

masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien diabetes mellitus dengan

masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep diabetes mellitus

2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (2016), diabetes mellitus adalah

kondisi yang parah terjadi saat pankreas gagal memproduksi insulin yang cukup

atau ketika produksi insulin tubuh tidak efisien (Ardhiyanto, 2019). Diabetes

Mellitus (DM) ditandai dengan tidak efektifnya penggunaan hormon insulin

dalam tubuh untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa dalam darah, sehingga

menyababkan hiperglikemia (Puspita et al., 2020).

Menurut International Diabetes Federation (2017) Diabetes terjadi saat

tubuh tidak dapat atau menggunakan insulin dengan benar, yang mengakibatkan

peningkatan kadar glukosa darah (Ardhiyanto, 2019).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

1. Tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus/ IDDM

DM ini disebabkan produksi insulin yang tidak memadai, dan memperluan

insulin seumur hidup. Pencegah dan penyebab pada DM tipe 1 belum diketahui.

(WHO, 2020)

2. Diabetes mellitus tipe 2 atau insulin non-dependet diabetes/NIDDM

Diabetes tipe 2 (sebelumnya disebut ketergantungan non-insulin, atau

onset dewasa) resistensi insulin yang disebabkan oleh penggunaan hormon yang

tidak efisien oleh tubuh.Jenis diabetes ini sebagian besar disebabkan karena

obesitas dan kurangnya aktivitas tubuh (WHO, 2020).

3. Diabetes mellitus tipe lain


DM tipe ini disebabkan etiologi lain, seperti kelainan genetik fungsi sel

beta, cacat genetik pada produksi insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit

metabolik endokrin lainnya dapat menyebabkan diabetes jenis ini (WHO, 2020).

4. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes gestasional merupakan diabetes yang pada wanita hamil.

Skrining prenatal, dari pada gejala yang dilaporkan, digunakan untuk mendeteksi

diabetes gestasional (WHO, 2020)

2.1.3 Etiologi DMT2

Pelepasan insulin yang cepat dan substansial setelah makan mengganggu

karena menyebabkan kegagalan metabolisme glukosa secara teratur. Insulin basal

(insulin alami yang diproduksi oleh pankreas) biasanya normal. DMT2 adalah

kondisi genetik. Faktor genetik berperan besar (DMT2) dari setengah kerabat

tingkat pertama memiliki keturunan diabetes. Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe

2 diduga terkait dengan defisiensi respons jaringan insulin (DMT2). Resistensi

insulin adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya reseptor

insulin di sel target. Obesitas dan kehamilan umumnya diperangi oleh resistensi

insulin. Sel beta melepaskan insulin dalam jumlah yang signifikan untuk

menyesuaikan diri dengan obesitas atau kehamilan pada orang sehat. Pasien

dengan predisposisi herediter terhadap diabetes memiliki tubuh yang tidak dapat

menyesuaikan diri dengan defisiensi kongenital dalam produksi insulin (Manis,

2020).

2.1.4 Faktor resiko

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

a) Umur
Menurut penelitian sebelumnya, variabel usia 50 dapat menyebabkan

peningkatkan risiko diabetes tipe 2 karena pada lansia mengalami penurunan

sensitivitas insulin dan penurunan fungsi metabolisme glukosa tubuh. Mayoritas

diabetes di negara berkembang adalah antara usia 45 dan 64. Diabetes menyerang

orang antara usia 40 dan 59 (Mirza & Cahyady, 2020).

b) Jenis kelamin

Menurut penelitian sebelumnya yang meneliti hubungan antara jenis

kelamin dan kejadian DM Tipe 2, perempuan memiliki prevalensi DM Tipe 2

yang lebih besar dari pada laki-laki karena wanita kemungkinan mengalami

peningkatkan BMI (Mirza & Cahyady, 2020).

c) Riwayat diabetes gestasional

d) Genetik

Keturunan atau genetik merupakan komponen penting lainnya dalam

terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Anggota keluarga yang mempunyai riwayat

diabetes memiliki risiko lebih tinggi terkena kondisi tersebut daripada anggota

keluarga yang tidak. (Mirza & Cahyady, 2020).

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a) Berat badan lebih

Diabetes mellitus memiliki hubungan yang substansial dengan indeks

massa tubuh dan faktor lainnya. Orang gemuk memiliki risiko diabetes 7,14 kali

lipat lebih tinggi daripada orang dengan BMI normal (Mirza & Cahyady, 2020).

b) Hipertensi

Menurut temuan penelitian terpisah yang dilakukan oleh Gress et al

menggunakan kohort prospektif, individu dengan hipertensi memiliki peluang


2,43 kali lebih tinggi untuk terkena diabetes tipe 2 dibandingkan mereka yang

tidak hipertensi. Karena hipertensi menyebabkan resistensi insulin, maka harus

dikelola dengan tepat (Mirza & Cahyady, 2020).

2.1.5 Tanda dan gejala T2DM

1. Gejala Utama (klasik): sering buang air kecil, lapar dan

haus sepanjang waktu (Kemenkes RI, 2019)

2. Gejala Tambahan: Kesemutan, penurunan massa tubuh

yang signifikan, gatal di area kewanitaan, keputihan pada wanita, luka memang

terkenal sulit untuk disembuhkan, bisul, penglihatan kabur, Mudah lelah,

impotensi pada pria (Kemenkes RI, 2019).

2.1.6 Komplikasi

a. Komplikasi Diabetes Melitus Akut

Kompikasi akut DMT2 terdiri dari 3 macam yaitu (Puspita et al., 2020) :

1. Hipoglikemia

Kondisi ini terjadi dimana kadar gula darah turun secara drastis sebab tubuh

memproduksi insulin berlebihan, mengkonsumsi obat penurun kadar gula darah

berlebihan, atau makan terlalu larut (Puspita et al., 2020)

2. Ketosiadosis diabetik (KAD)

Ketociadosis ini masuk dalam komplikasi diabetes dimana tubuh tidak lagi

membutuhkan glukosa untuk sumber energi, sehingga mengkonsumsi lemak dan

merubahnya menjadi keton sebagai alternatif (Puspita et al., 2020)

3. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

Ini adalah kondisi yang mengancam jiwa dengan tingkat kematian 20%.

HHS berkembang ketika kadar gula darah yang sangat tinggi bertahan untuk
waktu yang lama. Rasa haus yang berlebihan, kejang, kelemahan, dan penurunan

kesadaran hingga koma adalah beberapa gejala HHS (Puspita et al., 2020)

b. Komplikasi Diabetes Melitus Kronis

1. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)

Kadar glukosa yang sangat tinggi dapat merusak pembuluh darah pada

retina sehingga mengakibatkan kebutaan. Kerusakan tersebut meningkatkan

kemungkinan terjadinya gangguan saat melihat termasuk katarak dan glaukoma. 2

Retinopati dapat dideteksi dan diobati cukup dini untuk menghindari atau

menunda kebutaan. (Puspita et al., 2020)

2. Kerusakan ginjal

Jika tidak ditangani dengan tepat, penyakit ini dapat menyebabkan gagal

ginjal dan kemungkinan kematian. Ketika ginjal pasien gagal, dia akan

membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal (Puspita et al., 2020)

3. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

Diabetes dapat membahayakan arteri dan saraf tubuh, terutama di kaki.

Neuropati diabetik adalah penyakit yang berkembang saat saraf terluka, secara

langsung sebab berkurangnya saraf yang menuju ke saraf. Kelainan sensorik,

seperti kesemutan, mati rasa, atau ketidaknyamanan, adalah tanda umum cedera

saraf. Gastroparesis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera saraf yang

mempengaruhi saluran pencernaan. Mual, muntah, dan rasa kenyang setelah

makan adalah beberapa gejalanya. Disfungsi ereksi, yang sering disebut dengan

impotensi, merupakan akibat dari diabetes mellitus pada pria (Puspita et al.,

2020).

4. Masalah kaki dan kulit


Kaki pada penderita DM mudah rusak dan terinfeksi, yang berujung pada

gangren dan ulkus diabetik jika tidak ditangani dengan tepat. Jika kerusakan

jaringan parah, amputasi mungkin diperlukan (Puspita et al., 2020)

5. Penyakit kardiovaskular

kadar gula darah yang tinggi menyebabkan pembuluh darah arteri rusak

sehingga peredaran darah menjadi terganggu ke seluruh tubuh, termasuk jantung

(Puspita et al., 2020).

2.1.7 Penatalaksanaan

1. Terapi non farmakologis

Seperti olahraga, dengan aktivitas fisik dapat membantu menurunkan BB

dan meningkatka Perangsangan insulin, yang akan membantu mengatur kadar

gula darah (Dr. dr. Eva Decroli, 2019)

2. Diet Diabetes

3. Komposisi Makanan

Konsumsi karbohidrat harus 45-65 persen dari total kebutuhan kalori

untuk pasien DMT2. Persentase konsumsi lemak yang disarankan adalah sekitar

20-25 persen dari kebutuhan kalori keseluruhan. Diabetes Mellitus Tipe 2

Konsumsi lemak tersebut dibatasi tidak >30% dari total kebutuhan kalori.

Konsumsi lemak jenuh harus dijaga < 7% dari total kebutuhan kalori. Asupan

lemak tak jenuh ganda harus < 10% dari total kebutuhan kalori. (Dr. dr. Eva

Decroli, 2019)

4. Diet Mediterania

5. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

6. Golongan Sulfonilurea
7. Meglitinid

8. Penghambat alfa glukosa

9. Biguanid

10. GolonganTiazolidinedion

11. DPP4- inhibitor

12. SGLT-2 Inhibitor

13. Penggunaan Insulin

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan glukosa darah

a) Glukosa Plasma Sewaktu

Kadar gula darah dapat diperiksa kapan saja, terlepas dari kapan terakhir

makan. Seorang pasien didiagnosis menderita diabetes mellitus (DM) jika kadar

glukosa darahnya 200 mg/dl. Tes glukosa tidak diperlukan untuk pasien ini.

(Rizki Amalia, 2017)

b) Glukosa Plasma Puasa

Pada tes glukosa plasma vena puasa, pasien puasa selama 8-12 jam

sebelum tes dan semua obat dicantumkan pada formulir (Rizki Amalia, 2017)

c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada kecurigaan

DM.

Pemeriksaan ini dilakkan sebelum berpuasa, pasien mengonsumsi 100

gram karbohidrat, berhenti merokok, dan berolahraga. Glukosa 2 jam (Rizki

Amalia, 2017).

d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Pemeriksan ini dilakukan pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam


(Rizki Amalia, 2017)

2. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan respon glukosa-hemoglobin yang disimpan 120

hari dalam sel darah merah tergantung pada umur eritrosit. Nilai HbA1c

sesuai dengan kadar glukosa darah, oleh karena itu kadar HbA1c mewakili

rata-rata gula darah selama tiga bulan sebelumnya. Tes gula darah, di sisi

lain, hanya mewakili saat pemeriksaan dan tidak memperhitungkan jangka

panjang. Diabetes membutuhkan tes gula darah secara teratur, terutama

untuk menghindari masalah yang disebabkan oleh fluktuasi kadar glukosa.

Tabel Kategorisasi HbA1c, khususnya: (Rizki Amalia, 2017)

Table 2.1 kategori HbA1c

HbA1c < 6.5 % glukosa baik


HbA1c 6.5 -8 % glukosa normal
HbA1c > 8 % glukosa tinggi

2.2 Konsep asuhan keperawatan

1.      Identitas

Jenis Kelamin    :    dapat terjadi pada semua jenis kelamin

Umur                 :    banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe satu dapat

terjadi pada umur muda atau anak-anak.

2.      Riwayat Kesehatan

a.       Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,

disorientasi, letargi, koma dan bingung.

b.      Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung

seperti Infark miokard

c.       Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

3.      Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

a.       Pemeriksaan Fisik

a)      Pemeriksaan Vital Sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah

dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi

dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi

infeksi.

b)      Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi

komplikasi kulit terasa gatal.

c)      Pemeriksaan Leher

Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening,

dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.

d)     Pemeriksaan Dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic

pernafasancepat dan dalam.


e)      Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

f)       Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal

g)      Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus : Sering BAK

h)      Pemeriksaan Muskuloskeletal : Sering merasa lelah dalam melakukan

aktifitas, sering merasa kesemutan

i)       Pemeriksaan Ekstremitas

 Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa

baal

j)        Pemeriksaan Neurologi : GCS :15, Kesadaran Compos mentis

Cooperative(CMC)

b.      Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a)      Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120

mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif

secara mencolok. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah

arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis

respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,

hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin :

mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah :

mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai
tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang

mengindikasikan insufisiensi insulin.

b)      Pemeriksaan fungsi tiroid 

Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah

dan kebutuhan akan insulin.

c)      Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan

warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( +++

+ ).

d)     Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

4.      Fungsional Gordon

a.       Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata

laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki

diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan

kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang

lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko

Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi

b.      Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka

kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.

Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,

vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

c.       Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang

menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine

( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

d.      Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan

tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai

terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah

menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e.       Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga

klien mengalami kesulitan tidur.

f.       Kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada

luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami

penurunan, gangguan penglihatan .

g.      Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien

mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).

h.      Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu

dan menarik diri dari pergaulan.

i.        Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi

sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi,

serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan

pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko

lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao

Tseng on journal, Maret 2018)

j.        Koping toleransi

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan

tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif

berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan

penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /

adaptif.

k.      Nilai Kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka

pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi

mempengaruhi pola ibadah penderita (Tabrani, 2018).

L. Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 2.2 rencana asuhan keperawatan


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(NANDA) (NOC) (NIC)
Resiko Ketidakstabilan 1)   Tingkatgluko a)   Managemen
Kadar Glukosa Darah sa darah Hiperglikemia
berhubungan Defenisi : keadaan Aktifitas ;
dengan Asupan Makanan, dimana tingkat 1. Memantau peningkatan
Ketidakadekuatan glukosa di plasma dan gula darah
Monitor Glukosa Darah, urin dalam rentang 2. Memantau gejala
Kurangan Ketaatan normal hiperglikemia, poliuria,
Dalam Manajemen Indikator : polidipsi, poliphagi, dan
Diabetes 1) Glukosa darah kelelahan
Definisi : resiko variasi dari dalam batas 3. Memantau urin keton
glukosa darah atau tingkat normal 4. Memberikan insulin yang
gula dari rentang normal 2) Glukosa urin sesuai
dalam batas 5. Memantau status cairan
normal 6. Antisipasi situasi dalam
3) Urin keton persyaratan pemberian
insulin
Manajemen Diabetes 7. Membatasi gerakan ketika
secara mandiri gula darah diatas 250
Definisi : melakukan mg/dl, terutama apabila
manajemen Diabetes terdapat urin keton
secara mandiri, 8. Mendorong pasien untuk
pengobatan dan memantau gula darah
pencegahan tehadap b)      Manajemen
perjalanan penyakit hipoglikemia (2130)
Indikator : Aktivitas :
1) Memantau glukosa 1. Mengenali pasien dengan
darah dalam batas resiko hipoglikemia
normal 2. Memantau gula darah
2) Mengobati gejala 3. Memantau gejala
dari hiperglikemia hipoglikemia seperti:tremor,
3) Mengobati gejala berkeringat, gugup, tacikardi,
dari hipoglikemia palpitasi, mengigil,
4) Kurangnya perubahan perilaku, coma.
pengetahuan 4. Memberikan karbohidrat
tentang manajemen sederhana yang sesuai
diabetes 5. Memberikan glukosa yang
5) Ketidakadekuatan sesuai
dalam memantau 6. Melaporkan segera pada
gula darah dokter
6) Pengetahuan 7. Memberikan glukosa melalui
tentang diet IV
8. Memperhatikan jalan nafas
9. Mempertahankan akses IV
10.Lindungi jangan sampai
cedera
·   Meninjau peristiwa
terjadinya
hipoglikemia dan
faktor penyebabnya
11. Memberikan umpan
balik mengenai manajemen
hipoglikemia
12. Mengajarkan  pasien
dan keluarga mengenai
gejala, faktor resiko,
pencegahan hipoglikemia
·   Menganjurkan pasien
memakan karbohidrat
yang simple setiap
waktu
Ketidakseimbangan 1)      Status 1)   Manajemen Nutrisi
Nutrisi : Kurang Dari nutrisi Aktivitas :
Kebutuhan Tubuh Defenisi : sejauh 1. Mengkaji adanya pasien
berhubungan dengan mana tingkat nutrisi alergi terhadap makanan
Ketidakmampuan Untuk yang tersedia untuk 2. Berkolaborasi dengan ahli
Mengabsorbsi Nutrisi dapat memenuhi gizi untuk menentukan
Definisi : intake nutrisi tidak kebutuhan  proses jumlah kalori dan jenis gizi
mencukupi untuk memenuhi metabolik. yang dibutuhkan untuk
kebutuhan proses metabolik. Indikator : memenuhi kebutuhan gizi
Batasan Karakteristik : ·   Intake nutrisi pasien
§  Nafsu makan adekuat 3. Mengatur pola makan dan
menurun ·   Intake gaya hidup pasien
§  Berat badan menurun makanan 4. Mengajarkan pasien
(20% atau lebih dibawah adekuat bagaimana pola makan
ideal) ·   Intake cairan sehari- hari yang sesuai
§  Kelemahan/ kerapuhan dalam batas dengan kebutuhan
pembuluh kapiler normal 5. Memantau dan mencatat
§  Penurunan berat badan ·   Energi cukup masukan kalori dan nutrisi
dengan intake makanan ·   Indeks masa 6. Timbang berat badan
yang cukup tubuh dalam pasien dengan interval yang
§  Kurangnya informasi batas normal sesuai
§  Konjungtiva dan 2)      Status 7. Memberikan informasi
membran mukosa pucat nutrisi : yang tepat tentang
§  Tonus otot buruk asupan kebutuhan nutrisi dan
§  Melaporkan intake makanan dan bagaimana cara
makanan yang kurang dari cairan memenuhinya
kebutuhan makanan yang Definisi : jumlah 8. Membantu pasien untuk
tersedia makanan dan cairan menerima program gizi
dalam tubuh selama yang dibutuhkan
waktu 24 jam. 2)      Therapy nutrisi
Indikator : Aktivitas :
·   Intake  maka 1. Memantau makanan dan
nan melalui minuman yang dimakan
oral adekuat dan hitung intake kalori
·   Intake cairan sehari yang sesuai
melalui oral 2. Memantau ketepatan
adekuat anjuran diet untuk
·    Intake cairan memenuhi kebutuhan
melalaui nutrisi sehari- hariyang
intravena sesuai
dalam batas 3. Berkolaborasi dengan ahli
normal gizi untuk menentukan
3)      Status jumlah kalori dan jenis gizi
nutrisi : intake yang dibutuhkan untuk
nutrisi memenuhi kebutuhan gizi
Definisi : intake pasien
nutrisi yang 4. Memberikan makanan
dibutuhkan untuk sesuai dengan diet yang
memenuhi proses dianjurkan
metabolic 5. Memantau hasil labor
Indikator : Memberikan
1) Intake kalori 6. Mengajari  kepada keluarga
dalam batas dan pasien secara tertulis
normal 7. contoh diet yang dianjurkan
2) Intake protein 3)      Monitor Gizi
dalam batas Aktivitas :
normal 1. Memantau berat badan
3) Intake lemak pasien
dalam batas 2. Memantau turgor kulit
normal 3. Memantau mual dan
4) Intake karbohidrat muntah
dalam batas 4. Memantau albumin, total
normal protein, Hb, hematokrit,
5) Intake serat dalam dan elektrolit
batas normal 5. Memantau tingkat energi,
6) Intake mineral lemah, letih, rasa tidak
dalam batas enak
normal 6. Memantau apakah
konjungtiva pucat,
kemerahan, atau kering
7. Memantau intake nutrisi
dan kalori

Kekurangan Volume a)      Keseimbang 1)      Manajemen Cairan


Cairan berhubungan an cairan Aktivitas :
dengan Kehilangan Defenisi : 1. Mempertahankan
Volume Cairan Secara keseimbangan cairan keakuratan catatan intake
Aktif di intraselluler dan dan output
Definisi : penurunan cairan ekstraselluler di dalam 2. Memonitor status hidrasi
Intravaskuler, Interstisial, tubuh (kelembaban membran
dan atau Intrasel. Diagnosis Indikator : mukosa, nadi, tekanan
ini mengacu pada dehidrasi ·   Tekanan darah ortostatik ), jika
yang merupakan kehilangan darah dalam diperlukan
cairan saja tanpa perubahan batas normal 3. Memonitor vital sign
dalam natrium. ·   Keseimbanga 4. Memonitor hasil labor
Batasan Karakteristik : n intake dan yang sesuai dengan
·      Perubahan status output selama retensi cairan (BUN, Ht,
mental 24 jam osmolalitas urin)
·      Penurunan tekanan ·   Turgor kulit 5. Memonitor masukan
darah baik makanan/ cairan dan
·      Penurunan volume/ ·   Membran hitung intake kalori
tekanan nadi mukosa harian
·      Penurunan turgor kulit/ lembab 6. Berkolaborasi untuk
lidah ·   Hematokrit pemberian cairan IV
·      Pengisian vena dalam batas 2)      Monitor Cairan
menurun normal Aktivitas :
·      Membran mukosa/ kulit 1. Menentukan faktor resiko
kering b)      Hidrasi dari ketidakseimbangan
·      Peningkatan  hematokri Definisi : kecukupan cairan (polyuria, muntah,
t meninggi cairan di intraselluler hipertermi)
·      Peningkatan denyut dan ekstraselluler di 2. Memonitor intake dan
nadi dalam tubuh output
·      Konsentrasi urine Indikator : 3. Memonitor serum dan
meningkat ·      Turgor kulit jumlah elektrolit dalam urin
·      Kehilangan berat badan baik 4. Memonitor serum albumin
seketika ·      Membran dan jumlah protein total
·      Kehausan mukosa 5. Memonitor serum dan
·      Kelemahan lembab osmolaritas urin
·      Intake cairan 6. Mempertahankan
dalam batas keakuratan catatan intake
normal dan output
·      Pengeluaran 7. Memonitor warna, jumlah
Urin dalam dan berat jenis urin.
batas normal 3)      Terapi Intravena
Aktivitas      :
1. Periksa tipe, jumlah,
expire date, karakter dari
cairan dan kerusakan
botol
2. Tentukan dan persiapkan
pompa infuse IV
3. Hubungkan  botol dengan
selang yang tepat
4. Atur cairan IV sesuai
suhu ruangan
5. Kenali apakah pasien
sedang penjalani
pengobatan lain yang
bertentangan dengan
pengobatan ini
6. Atur pemberian IV,
sesuai resep, dan pantau
hasilnya
7. Pantau jumlah tetes IV
dan tempat infus
intravena
8. Pantau terjadinya
kelebihan cairan dan
reaksi yang timbul
9. Pantau kepatenan IV
sebelum pemberian
medikasi intravena
10. Ganti kanula
IV, apparatus, dan
infusate setiap 48 jam,
tergantung pada protocol
11. Perhatikan adanya
kemacetan aliran
12. Periksa IV secara teratur
13. Pantau tanda-tanda vital
14. Batas kalium intravena
adalah 20 meq per jam
atau 200 meq per 24 jam
15. Catat intake dan output
16. Pantau tanda dan gejala
yang berhubungan
dengan infusion
phlebitis dan infeksi lokal

Kerusakan Integritas a)      Integritas a)      Managemen


Jaringan berhubungan Jaringan : Tekanan
dengan Perubahan kulit  dan Aktifitas ;
Sirkulasi, Kurang membran ·   Memakaikan
Pengetahuan, Faktor mukosa pasien  pakaian yang
Mekanik (tekanan, Defenisi : keutuhan tidak membatasi gerak
benturan, gesekan) struktur dan fungsi ·   Menahan diri untuk
Definisi : kerusakan pada fisiologis normal dari melakukan tekanan
selaput lendir, kornea,  kulit kulit dan membrane pada bagian tubuh
dan jaringan subkutan mukosa yang sakit
Batasan Karakteristik : Indikator : ·   Meninggikan
·      Kerusakan ·   Temperature ektremitas yang terluka
jaringan (kornea, kulit dalam ·   Memutar posisi pasien
membrane mukosa, batas normal setiap dua jam sekali,
kulit, dan subkutan) ·   Susunan berdasarkan jadwal
·      Kehilangan dalam batas khusus
jaringan normal ·   Memantau area kulit
·   Perfusi yang kemerahan atau
jaringan baik rusak
·   Integritas ·   Memantau pergerakan
kulit baik dan aktifitas pasien
·   Memantau status
b)      Penyembuh nutrisi pasien
an luka : ·   Memantau sumber
tahapan kedua tekanan dan geseran
Definisi : tingkat b)     Perawatan Luka
regenerasi dari sel dan (3660)
jaringan setelah Aktifitas :
dilakukan penutupan ·   Mengganti balutan
Indikator : plester dan debris
·      Granulasi ·   Mencukur rambut
dalam keadaan sekeliling daerah yang
baik terluka, jika perlu
·      Bekas luka ·   Mencatat karakteristik
dalam keadaan luka termasuk warna,
baik bau dan ukuran
·      Penurunan ·   Membersihkan dengan
ukuran luka larutan saline atau
nontoksik yang sesuai
·   Memberikan
pemeliharaan kulit
luka bernanah sesuai
kebutuhan
·   Mengurut sekitar luka
untuk merangsang
sirkulasi
·   Menggunakan unit
TENS (Transcutaneou
s Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk
peningkatan
penyembuhan luka
yang sesuai
·   Menggunakan salep
yang cocok pada kulit/
lesi, yang sesuai
·   Membalut dengan
perban yang cocok
·   Mempertahankan
teknik pensterilan
perban ketika merawat
luka
·   Memeriksa luka setiap
mengganti perban
·   Membandingkan dan
mencatat  secara
teratur perubahan-
perubahan pada luka
·   Menjauhkan tekanan
pada luka
·   Mengajarkan pasien
dan anggota keluarga
prosedur
·   perawatan luka
c)      Posisi
Aktivitas :
· Menyediakan tempat
tidur yang terapeutik
· Memelihara
kenyamanan tempat
tidur
· Menempatkan dalam
posisi yang terapeutik
· Posisi dalam
mempersiapkan
kesajajaran tubuh
· Kelumpuhan/
menyokong bagian
tubuh
· Memperbaiki bagian
tubuh
· Menghindari terjadinya
amputasi dalam posisi
fleksi
· Memposisikan untuk
mengurangi dyspnea
(mis. posisi semi
melayang), jika
diperlukan
· Memfasilitasi
pertukaran udara  yang
bagus untuk bernafas
· Menyarankan untuk
peningkatan rentang
latihan
· Menyediakan
pelayanan penyokong
untuk leher
· Memasang footboard
untuk tidur
· Gunakan teknik log
roll untuk berputar
· Meningkatkan
eliminasi urin, jika
diperlukan
· Menghindari tempat
yang akan melukai
· Menopang dengan
backrest, jika
diperlukan
· Memperbaiki kaki 20
derajat diatas jantung,
jika diperlukan
· Menginstruksikan
kepada pasien
bagaimana
menggunakan posisi
yang bagus dan gerak
tubuh yang bagus
dalam beraktifitas
· Mengontrol sistem
pelayanan untuk
mengatur persiapan
· Memelihara posisi
akan integritas dari
sistem
· Memperbaiki kepala
waktu tidur, jika
diperlukan
· Mengatur indikasi
kondisi kulit
· Membantu imobilisasi
setiap 2 jam, sesuai
jadwal
· Gunakan alat bantu
layanan untuk
mendukung kaki (mis.
Hand roll dan
trochanter roll)
· Menggunakan alat-alat
yang digunakan
berulang ditempat
yang mudah dijangkau
· Menempatkan posisi
tempat tidur yang
nyaman agar mudah
dalam perpindahan
posisi
· Menempatkan lampu
ditempat yang mudah
dijangkau
2.3 Konsep Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

2.3.1 Definisi

Risiko terhadap variasi kadar glukosa/gula darah dalam rentang normal

(NANDA, 2018)

2.3.2 Faktor Risiko : (NANDA, 2018)

1) Kurang pengetahuan tentang manajemen diabetes (mis, rencana

tindakan)

2) Tingkat perkembangan

3) Asupan diet

4) Pementauan glukosa darah tidak tepat kurang penerimaan terhadap

diagnosis

5) Kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetik (mis, mematuhi

rencana tindakan)

6) Kurang manajemen diabetes (mis, rencana tindakan)

7) Manajemen medikasi

8) Status kesehatan mental

9) Tingkat aktivitas fisik

10) Status kesehatan fisik

11) Kehamilan

12) Periode pertumbuhan cepat

13) Stres

14) Penambahan berat badan

15) Penurunan berat badan

2.3.3 Populasi berisiko (NANDA, 2018)


1. Gangguan status mental

2. Gangguan status kesehatan fisik

3. Keterlambatan perkembangan kognitif

4. Periode pertumbuhan cepat

2.3.4 Kondisi terkait (NANDA, 2018) : kehamilan


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus

yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah digunakan untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien diabetes mellitus

(hiperglikemi) dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

3.2 Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian,

maka peneliti sangat perlu memberikan batasan istilah yang digunakan

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Asuhan keperawatan adalah Suatu metode yang sistematis dan

terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang difokuskan pada

reaksi dan respons untuk individu pada suatu kelompok atau perorangan

terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik aktual maupun potensial.

2. Diabetes mellitus (hiperglikemi) adalah salah satu gangguan metabolisme

yang mempengaruhi hampir setiap sistem organ dalam tubuh yang ditandai

oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi

3. Masalah :Diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan

apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan

dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksana

4. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah klien yang mengalami

gangguan akibat dari kurangnya manajemen diabetes.


3.3 Partisipan

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dewasa yang

merupakan klien, yang terdiagnosa diabetes mellitus (hiperglikemi) yang

menjalani pengobatan medis.

3.4 Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dalam pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Juni sampai Juli tahun 2022. Studi kasus ini dilakukan di RSUD

Jombnang.

3.5 Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam studi kasus ini menggunakan metode pengumpulan data dalam

penelitian deskriptif, yaitu :

1. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan tanya jawab (dialog) langsung antara pewawancara dan responden

(Saryono, 2013). Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat

mewawancarai adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitivitas

pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan non verbal.Dalam mencari informasi,

peneliti melakukan 2 jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang

dilakukan dengan subjek (klien) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga

klien).

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi ini menggunakan observasi partisipasi (participant

observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data studi kasus melalui pengamatan.Pemeriksaan fisik pada

studi kasus ini dengan pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi,


auskultasi pada sistem tubuh klien.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan kegiatan mencari data atau variabel

dari sumber berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasati,

notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Yang diamati dalam studi

dokumentasi adalah benda mati (Saryono, 2013). Dalam studi kasus ini

menggunakan studi dokumentasi berupa catatan hasil dari pemeriksaan

diagnostik dan data lain yang relevan.

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menghasilkan validitas

data studi kasus yang tinggi. Disamping integritas peneliti (karena

peneliti menjadi instrument utama), uji keabsahan data dilakukan

dengan :

1. Memperpanjang waktu pengamatan/tindakan sampai kegiatan studi kasus

berakhir dan memperoleh validitas tinggi. Dalam studi kasus ini waktu

yang tentukan adalah 3 hari akan tetapi apabila belum mencapai validitas

data yang diinginkan maka waktu untuk mendapatkan data studi kasus

diperpanjang satu hari, sehingga waktu yang diperlukan dalam studi kasus

adalah 4 hari.

2. Triangulasi merupakan metode yang dilakukan peneliti pada saat

mengumpulkan dan menganalisis data dengan memanfaatkan pihak lain

untuk memperjelas data atau informasi yang telah diperoleh dari

responden, adapun pihak lain dalam studi kasus ini yaitu keluarga klien

yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien dan perawat yang

pernah mengatasi masalah yang sama dengan klien.


3.7 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan

dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi

wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik

analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi

yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan

teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi

tersebut.

Langkah-langkah analisis data pada studi kasus, yaitu :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil wawancara, obsrevasi (pengamatan),

dokumentasi hasil studi di tempat pengambilan studi kasus.Hasil ditulis

dalam bentuk catatan, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan

tersruktur).

2. Mereduksi data

Data hasil wawancara seluruh data yang diperoleh dari lapangan

ditelaah, dicatat kembali dalam bentuk uraian atau laporan yang lebih rinci

dan sistematis dan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan

dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan

hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan

maupun teks naratif.Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan.Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan,

dan evaluasi.

3.8 Etika Penelitian

Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri

dari :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Memberikan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden studi

kasus dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum studi kasus dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah agar

subjek mengerti maksud dan tujuan studi kasus.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan studi kasus dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responsen dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan

3. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti studi kasus.

Anda mungkin juga menyukai