Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn.

S YANG MENGALAMI
DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN MASALAH KETIDAKSTABILAN
KADAR GLUKOSA DARAH DI UPT PUSKESMAS REJOSARI
2022

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:
AGAM FAZRI ALFAZNI
NIM:2019205201002

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWULAMPUNG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kasus Global Diabetes Melitus menyebabkan kematian prematur di seluruh dunia

Adapun dampak dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan komplikasi

pada pasien yang menderita penyakit diabetes melitus diantaranya : hipoglikemia,

hiperglikemia, Neuropati diabetik, Hipertensi, Nyeri persisten, Penyakit

Parkinson, Polifarmasi, Kerusakan Kognitif, Penurunan rasa lapar dan Penurunan

berat badan, Keletihan dan Depresi.. Saat ini jumlah lansia mencapai lebih dari

629 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2045 akan mencapai 1,2 milyar.

Peningkatan UHH menunjukkan tingkat keberhasilan bidang kesehatan, namun di

sisi lain menimbulkan permasalahan yang semakin bertambhanya lansia dengan

penyakit degeneratif salah satunya adalah Diabetes mellitus (DM). (Hermawati &

Sos, 2015)

DM adalah penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan perawatan medis

berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multi-faktor di luar kendali

glikemik (American Diabetes Association, 2018).Organisasi Intern Federation

(IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-73

menderita DM pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar

penduduk pada usia yang sama. Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan

prevalensi tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9.65% pada lak:-laki.

Prevalensi diabetes meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi

19.9% atau 11.2 juta orang Pada umur lanjut usia 65-79 tahun.angka prediksi terus

meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045

(Kemenkes RI 2020).
Orang dengan Diabetes Tipe 2 dikatakan memiliki resistensi insulin. Ini adalah

tipe diabetes yang paling umum. Ada sekitar 27 juta orang di AS dengan diabetes

melitus tipe 2,86 juta.Sedangkan di Indonesia dengan jumlah penderita

terbanyak,yaitu sebesar 10,7 juta.indoensia menjadi satu-satunya negara di asia

tenggara pada daftar penderita DM ,sehingga dapat di perkirakan besarnya

kontribusi indonesia terhadap prevelensi kasus diabetes melitus di asia tenggara.

(Marasabessy et al., 2020)

Jumlah diabetes melitus di Indonesia berdasarkan Angka ini menunjukkan

peningkatan prevalensi diabetes melitus pada tahun 2018 sebesar 2% jumlah ini

naik dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 1,5% sedangkan di Provinsi Lampung

juga prevalensi diabetes melitus pada tahun 2018 sebesar 1,4% naik dibadingkan

tahun 2013 sebesar 0,7%.Di Provinsi Lampung ada 3 besar penyakit tidak

menular terbanyak seperti hipetensi sebesar 62,41%, diabetes melitus sebesar

20,87% dan obesitas sebesar 11,82%. Selain itu, di Provinsi Lampung pada tahun

2018 ada 3 Kota atau Kabupaten yang memiliki presentasi terbesar masalah

penyakit diabetes melitus yaitu Metro sebesar 3,3%, Bandar Lampung sebesar

2,3% dan Pringsewu sebesar 1,8%. (Riskesdas, 2018)

Adapun dampak dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan komplikasi

pada pasien yang menderita penyakit diabetes melitus diantaranya : hipoglikemia,

hiperglikemia, Neuropati diabetik, Hipertensi, Nyeri persisten, Penyakit

Parkinson, Polifarmasi, Kerusakan Kognitif, Penurunan rasa lapar dan Penurunan

berat badan, Keletihan dan Depresi (Faridah, 2021)

Beberapa masalah yang keperawatan yang munculpada pasien diantaranya adalah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko Syok, Kerusakan

Intergritas jaringan, Resiko infeksi, Retensi urine, Resiko Ketidakseimbangan


elektrolit, Ketidakstabilan glukosa darah, Keletihan, dan Ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer (A. Nurarif, H. K. (2015). Ketidakstabilan kadar glukosa darah

dapat diartikan sebagai variasi dimana kadar glukosa darah mengalami kenaikan

atau penurunan dari rentang normal yaitu mengalami hiperglikemi atau

hipoglikemi (PPNI, 2016). Hiperglikemi merupakan keadaan dimana kadar

glukosa darah meningkat atau berlebihan. Keadaan ini disebabkan karena stres,

infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hipoglikemia merupakan keadaan

kadar glukosa darah dibawah normal, terjadi karena ketidakseimbangan antara

makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan(Faridah,

2021).

Beberapa Intervensi untuk ketidakstabilan kadar glukosa darah yaitu manajemen

hiperglikemia dapat di lakukan dengan mengidentifikasi penyebab hiperglikemia,

memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda gejala hiperglikemia,

menganjurkan untuk menghindari olahraga saat kadar glukosa lebih dari 250 mg/

d L dan manajemen hipoklemia dapat di lakukan dengan mengidentifikasi tanda

gejala hipoglikemia, mengidentifikasi penyebab hipoglikemia, menganjurka

makanan karbohidrat sederhana, memonitor kadar glukosa rendah(Faridah, 2021).

Sejalan dengan penelitian (Kristinia,2019) di rumah sakit panti waluyo sawahan

malang mengonfirmasi bahwa untuk mengatasi masalah keperawatan resiko

ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah di lakukan Identifikasi kepatuhan

program pengobatan.Sehingga masalah keperawatan ketidakstabilan kadar

glukosa darah dapat tertasi.

Senanda dengan penelitian (Faridah, 2021) di rumah sakit panti waluyo sawahan

malang menginformasikan bahwa untuk mengatasi ketidakstabilan kadar glukosa


darah dilakukannya edukasi kesehatan diabetes melitus, Identifikasi kebiasaan

pola makan.

Sedangkan dari penelitian (Ulhofiyah et al., 2021) di desa kali pucang tutur dalam

mengatasi ketidakstabilan kadar glukosa darah dilakukan tindakan : monitor kadar

glukosa darah, monitor tanda dan gejalah hiperglikemia (mis.polifadi, polidipsi,

poliurea, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala) kadar analisa gas

darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi nadi.

Tidak berbeda dengan penelitian (Amalia et al., 2021) di desa jatirejo lekok

kabupaten pasuruan untuk mengatasi ketidakstabilan kadar glukosa darah

dilakukan identifikasi resiko yang menjelaskan ketidakstabilan kadar glukosa

darah.

Puskemas rejosari merupakan puskesmas yang berada di Kabupaten Pringsewu

dan peneliti melakukan prasurvey di Puskesmas Rejosari didapatkan informasi

bahwa jumlah kunjungan lansia dengan Diabetes Melitus mencapai 131 orang

tahun 2018. Meningkat 253 orang pada tahun 2019. Dalam proses manajemen

pasien DM, pihak puskesmas rejosari melakukan kegiatan Pos Binaan Terpadu

Penyakit Tidak Menular (POSBINDU-PTM) yaitu kegiatan monitoring dan

deteksi dini faktor resiko PTM terintegras.namun belum spesifik dilakukan

kegiatan untuk mengatasi masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Sehubungan dengan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Asuhan keperawatan lansia pada Tn.S diabetes melitus

tipe II dengan masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah Di UPT

PUSKESMAS REJOSARI TAHUN 2021”

A. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas,maka pertanyaan penelitian diatas adalah “bagaimana

pelaksananaan asuhan keperawatan lansia yang mengalami diabetes melitus tipe II

dengan masalah resiko ketidakseimbngan kadar glukosa darah di UPT puskesmas

rejosari tahun 2021?

B. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Melaksanakan dan melakukan asuhan keperatawan lansia yang mengalami

diabetes melitus tipe II dengan masalah ketidakseimbangan kadar glukosa

darah di UPT puskesmas rejosari tahun 2021

2. Tujuan khusus

a) Selanjutnya melakukan pengkajian keperawatan pada lansia yang

mengalami diabetes melitus tipe II ketidakseimbangan kadar glukosa

dalam darah di UPT puskesmas rejosari 2021 di kabupaten pringsewu.

b) Selanjutnya menetapkan diagnosis asuhan keperawatan lansia yang

mengalami diabetes melitus tipe II ketidakseimbangan kadar glukosa

darah di UPT puskesmas rejosari 2021 di kabupaten pringsweu.

c) Menyusun perencanaan asuhan keperawatan lansia yang mengalami

diabetes melitus tipe II dengan masalah ketidakseimbangan kaadar glukosa

darah di UPT puskesmas rejosari 2021 di kabupaten pringsewu.

d) Pelaksanaan tindakan kepereawartan lansia yang mengalami diabetes

melitus tipe II dengan masalah kadar glukosa darah di UPT puskesmas

rejosari 2021 kabupaten pringsewu.

e) Pelaksanaan evaluasi keperawatan lansia yang mengalami diabetes melitus

tipe II dengan masalah kadar glukosa darah di UPT puskesmas rejosari

2021 kabupaten pringsewu.

C. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis
Karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi dunia

pendidikan dan mengembangkan ilmu keperawatan gerontik mengenai ashuan

keperawatan gerontik pada klien diabetes melitus.

2. Manfaat praktis

a. Perawat

Perawat dapat mengaplikasikan mata kuliah keperawatan gerontik dan

meningkatkan keterampilan berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah

gerontik yang berkaitan dengan pemberian asuhan keperawatan gerontik

pada klien diabetes melitus.

b. bagi keluarga

bagi keluarga sebagai tambahan pengetahuan bagi klien dan keluarga

tentang penyakit diabetes melitus agar mampu merawat penyakit

tersebut.sehingga terciptanya peningkatan status dan derajat kesehatan

klien dan keluarga.

c. Bagi institusi dan pendidikan

Untuk menambah acuan baik itu institusi maupun mahasiswa dalam

bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

diabetes melitus.

d. Bagi masyarakat/klien

Menambahnya pengetahuan masyarakat/klien dan keluarga dalam yang

mempunyai lansia yang mengalami diabetes melitus tipe II dengan

masalah ketidakseimbangan kadar glukosa darah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi

Menurut UU RI No. 4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55

tahun keatas.menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 Lansia

menyatakan bahwa batas usia lanjut 60 tahun. (Herniwanti et al., 2020)

Penggolongan lansia :

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun


(Kusumadewi et al., 2019)

UU No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia Bab 1 Pasal 1 Ayat 2

bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukan lah suatu

penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan yang komulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh

dalam menghadapi rangangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan

kematian.Berdasarkan UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU

No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Warga Usia Lanjut (Lansia),

pembinaan kesehatan lanjut usia merupakan salah satu program pemerintah

yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan

kemampuan lansia, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi

secara wajar, melalui penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan

lanjut usia, upaya penyembuhan (kuratif), yang diperluas pada bidang

pelayanan geriatrik/gerontologik, pengembangan lembaga perawatan lanjut

usia yang menderita penyakit kronis dan/atau penyakit terminal.(Wahyuni et

al., 2016)

2. Batasan Usia Lanjut

a. Pra usia lanjut (prasenilis): 45-59 tahun

b. Usia lanjut: 60 tahun keatas

c. Usia lanjut risiko tinggi: 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

d. Usia lanjut potensial: usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa

e. Usia lanjut tidak potensial: usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada orang lain. (WIDIYAWATI & SARI,

2020)

3. Teori Sosialogis Dalam Proses Penuaan


a. Teori interaksi sosial : Kemapuan lanjut usia untuk terus menjalin

interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya

berdasarkan kemampunya bersosialisasi.

b. Terori aktivitas atau kegiatan :

1. lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta

dalam kegiatan sosial

2. lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan

aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.

3. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut

usia.

4. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar

agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia. (Nugroho

2014).

4. Masalah kesahatan pada lansia

a. Aktivitas Yang Berkurang

Masalah yang muncul pada lansia disebabkan oleh faktor internal atau dalam

tubuh individu itu sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan.

Kemudian mengakibatkan aktivitas tidak berjalan maksimal dan dipengaruhi

oleh gangguan tulang karena osteoposis, sendi dan otot tubuh, penyakit

kardiovaskuler, dan pembuluh darah (Fatimah, 2010)

b. Ketidakseimbangan Tubuh

Masalah yang muncul pada lansia karena menurunnya fungsi organ tubuh

didalam dirinya maupun karena faktor dari luar tubuh, seperti faktor

lingkungan eksternal maupun internal , sehingga menyebabkan lansia akan

mudah jatuh

(Fatimah, 2010)

c. Inkontinence Urin dan Inkontinence Alvi


Inkontinence urin adalah masalah umum yang sering muncul pada lansia yaitu

ketidakmampuan menahan air kencing atau sering disebut dengan beser.

Menimbulkan terjadinya masalah kesehatan yaitu berupa batu ginjal. Dan

untuk mencegahnya biasanya meminimalisir asupan cairan, tanpa disadari itu

akan membuat tubuh mereka menjadi dhidrasi dan berkurangnya kemempuan

kandung kemih. Selain itu masalah yang sering muncul adalah bak disertai

dengan buang air besar atau sering disebut inkontinence alvi yaitu suatu

keadaan feses yang keluar tidak disadari karena ketidakmampuan

mengendalikan fungsi eksketoriknya (Fatimah, 2010)

d. Gangguan Saraf Dan Otot

Ganguan saraf dan otot pada lansia akan menyebabkan gangguan dalam

berkomunikasi secara verbal, gangguan kulit berupa berkurangnya elastisitas

kulit maupun berurangnya hormon kolagen yang menyebabkan kulot kering,

rapuh dan rusak (Fatimah, 2010)

e. Sulit Buang Air Besar (Konstipasi)

Disebabkan karena menurunnya motilitas usus dan disebabkan karen pengaruh

makanan, kurangnya aktivitas, dehidrasi atau karena pengaruh obat (Fatimah,

2010)

f. Penurunan Imunitas Tubuh (Kekebalan Tubuh)

Terjadi karena penurunan fungsi organ tubuh, kekurangan gizi yang seimbang,

penyakit yang menahun, ataupun penggunaan obat (Fatimah, 2010)

g. Impoten

Terjadi karena kurangnya aliran darah kedalam alat kelamin karena kekakuan

dinding pembuluh darah serta berkurangnya kepekaan terhadap rangsangan

dari luar (Fatimah, 2010)

h. Penuaan Kulit

Terjadi karena makin tipisnya kulit disertai makin meningkatnya jumlah umur

serta semakin longgarnya lapisan lemak dibawah kulit (Fatimah, 2010)


a. Mudah Lelah

Disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan, atau depresi),

gangguan organis misalnya anemia, kurang vitamin, perubahan tulang

(osteomalasia), ganguuan pencernaan, kelainan metbolisme (DM, Hipertiroid),

uremia, gangguan hati, darah dan jantung, dan pengaruh dari obat-obatan

(Untari I, 2018)

b. Gangguan Kardiovaskuler

Terjadi seperti nyeri dada, sesak nafas, palpitasi / berdebar-debar.

(Untari I, 2018)

c. Nyeri atau Ketidaknyamanan

Biasanya terjadi nyeri pada pinggang dan punggung akibat gangguan sendi

pinggul, kelainan tulang sendi, kelainan pada saraf punggung.

(Untari I, 2018)

d. Kesemutan Pada Anggota Badan

Disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah lokal, gangguan persarafan umum

(gangguan pada kontrol), gangguan persarafan lokal pada anggota badan

(Untari I, 2018).

B. Konsep penyakit diabetes melitus

1. Definisi

a. Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar gula didalam darah tinggi

karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin.(Khurin In Wahyuni, 2020)

b. Diabetes Mellitus suatu keadaan komplikasi makrovaskular dan

mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh karena

adanya resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular lebih

disebabkan oleh hiperglikemia kronik.(Sriningsih, 2021)


c. Diabetes melitus harus dilakukan dengan rutin kontrol baik kontrol gula

darah,kontrol obat,perencanaan diit, perawatan luka dan lain

sebagainya.penyakit yang diabetes memerlukan menejemen diri yang baik

berupa lima pilar menejement diabetes yaitu melalui edukasi, terapi nutrisi

medis, latihan jasmani, intervensi farmakologis, dan kontrol glukosa darah.

(Faizah, 2020)

d. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis

termaksud heterogen dengan manisfestasi berupa hilangnya toleransi

karbohidrat. (Wati 2013)

2. Etiologi

Diabetes melitus disebabkan adanya perdangan pada sel beta

insulitis.kombinasi faktor genetik,imunologi dan mungkin pula lingkungan

seperti infeksi virus-virus cosksakie,rubella,CMV,herves dan lain-lain.

Diabetes mellitus disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :

a. Keturunan

b. Imunologi

c. Lingkungan

d. Obesitas

e. Usia

( Wati, 2013 )

3. Manifestasi klinis

Manifestasi Klinik Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia,

dan penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM

karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas ginjal

untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa

darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus terganggu

seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia
penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia

berat.(Kurniawan, 2010)

4. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut WHO (World Health Organization) klasifikasi diabetes melitus

sebagai berikut :

1. Tipe 1: Diabetes Mellitus tergantung pada insulin (IDDM)

2.Tipe 2: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

4. Diabetes Mellitus gestasional (GDM) (MELLITUS et al., n.d.)

Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes

Klasifikasi klinis Klasifikasi resiko statistic

Tipe I: IDDM : Destruksi sel beta pulau langerhans Sebelumnya pernah memiliki
akibat proses autoimun kelainan toleransi glukosa

Tipe II: NIDDM: kegagalan reaktif sel beta dan Berpotensi kelainan glukosa
resistensi urin. Retensi urin: menurunnya (memiliki riwayat keluarga
kemampuan urin untuk merangsang pengambilan yang menderita diabetes
glukosa oleh jaringan perifer atau untuk mellitus)
menghambat produksi glukosa dihati

5. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah

satu efek utama akibat akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya

pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya

konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.peningkatan mobilisasi

lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya

metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada

dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan

tubuh.Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puas yang normal atau toleransi

sesudah makan.pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal

normal (konsentrasi gula darah sebesar 160-180 mg/100 ml),akan timbul


glokosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali

semua glukosa.Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang

menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potassium, dan

pospat. Adanya poliuri menyebabkan dihedrasi dan timbul polidpsi. Akibat

glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami

keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi

poligafi. Akibat yang lain yaitu astenia atau kekurangan energi sehingga

pasien menjadi cepet lelah dan mengantuk dan disebabkan oleh berkurangnya

atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat

untuk energy.Hiperglikemia yang lama akan mengakibatkan arterosklerosis,

penebalan membran basalis dan perubahan pada syaraf perifer. Ini akan

mempermudah terjadi gangrene pasien-pasien yang mengalami defisiensi

insulin tidak dapat mempertahankan kadara glukosa yang normal, atau

toleransi glokosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemianya parah dan

melebihi ambanag ginjal, maka timbul glukosoria. Glukosoria ini akan

mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan mengeluarkan kemih

(poliuria) harus testimulasi,akibatnya akan minum dalam jumlah banyak

karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan

kalori negatif dan berat bdan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar

(polifagia) timbul sebagai akibat hilanganya kalori.(MELLITUS et al., n.d.)

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaaan Penunjang Diabetes Mellitus Munurut Wijaya & Putri, 2013.

Pemeriksaan penunjang Diabetes Mellitus sebagai berikut :

1. Kadar glukosa

a. Gula darah sewaktu/random >200mg/dl

b. Gula darah puasa/nucher >140 mg/dl

c. Gula darah 2 jam pp (post prandial) >200mg/dl

2. Aseton plasma: hasil (+) mencolok


3. Aseton lemak bebas: peningkatan lipid dan kolestrol

4. Osmolaritas serum (>330osm/l)

5. Urinalisis:proteuria, ketonuria, glukosoria Apabila terdapat gejala Diabetes

Mellitus + salah satu dari gula darah (puasa >140mg/dl, 2 jam pp

>200mg/dl, random>200mg/dl).Tidak terdapat gejala Diabetes Mellitus

tetapi terdapat 2 hasil dari gula darah (puasa >140mg/dl,2 jam pp

>200mg/dl,random>200mg/dl. (MELLITUS et al., n.d.)

7. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes,yang meliputi:

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas

hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati danmakroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

DM.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa

darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan

pasien secara komprehensif. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:

1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama :

a. Riwayat Penyakit

 Gejala yang dialami oleh pasien.

 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,

obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan

endokrin lain).

 Riwayat penyakit dan pengobatan

 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.


b. Pemeriksaan Fisik.

 Pengukuran tinggi dan berat badan.

 Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru

dan jantung.

 Pemeriksaan kaki secara komprehensif

c. Evaluasi Laboratorium

 HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang

mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil.

dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau

yang tidak mencapai sasaran terapi.

 Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

d. Penapisan Komplikasi

Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru

terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:

 Profil lipid dan kreatinin serum

 Urinalisis dan albumin urin kuantitatif

 Elektrokardiogram.

 Foto sinar-X dada

 Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh

dokter spesialis mata atau optometris.

 Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali

faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh

darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI)

(Eliana et al., 2015)

8. Pathway

Faktor Genetik, Gula dalam darah


Kerusakan
Keseimbangan tidak dapat dibawa
Hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Kerusakan pada antibodi

Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemik

Kekebalan tubuh turun


Koma diabetik
Aliran darah lambat

Iskemik jaringan Resiko Infeksi Neuropati sensori perifer

Klien tidak merasa sakit


Ketidakefektifan
Perfusi jaringan perifer
Kerusakan integritas
jaringan
(Nurarif , nic noc 2015)

C. Konsep asuhan keperawatan pada lansia

A.pengertian

proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang dimaksudkan

untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan, dan

pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan

keluarga, panti wreda, maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk

asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau

petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,diperlukan latihan sebelumnya atau

bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan.(Drs. Sunaryo et

al., n.d.)

B. Tujuan Pemberian Asuhan


1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan melalui jalan perawatan dan

pencegahan.

2. Membantu mempertahankan serta memperbesar semangat hidup klien usila.

3. Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit.

4. Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan proses keperawatan

5. Melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan upaya promotif,

preventif dan rehabilitatif.(Sunaryo et al., 2016)

D. Sasaran

1. Sasaran pembinaan Secara Langsung usia lanjut

a) Kelompok usia menjelang usia lanjut ( 45 -54 tahun ) atau dalam

virilitas dalam keluarga maupun masyarakat luas

b) Kelompok usia lanjut dalam masa prasenium (55 -64tahun) dalam

keluarga, organisasi masyarakat usia lanjut dan masyarakat

umumnya.

c) Kelompok usia lanjut dalam masa senescens (lebih dari 65tahun)

dan usia lanjut dengan resiko tinggi (lebih dari 70 tahun) hidup

sendiri,terpencil, hidup dalam panti,penderita penyakit berat, cacat

dan lain-lain.

2. Sasaran Pembinaan Tidak Langsung

a) Keluarga dimana usia lanjut berada.

b) Organisasi sosial yang bergerak didalam pembinaan kesehatan usia

lanjut.

c) Masyarakat luas.(Pertiwi, 2013)

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kehadiran Lansia

Kesehatan individu dan kesehatan masyarakat dipengaruhi dua faktor yaitu faktor

perilaku dan diluar perilaku yaitu:


a. Faktor pemudah, yang mencakup : pengetahuan, pendidikan, sikap, pekerjaan,

nilai. Keyakinan dan demografi (sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, jumlah

keluarga).

b. Faktor pendukung, yang mencakup : ketersediaan fasilitas kesehatan dan

ketersedian sumberdaya kesehatan.

c. Faktor penguat,yang mencakup:keluarga,sikap petugas kesehatan dan lingkungan

masyarakat. (Pertiwi, 2013)

F. Faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yang berkaitan

dengan kehadiran lansia

a. Pendidikan

Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah

(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama

(SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan

menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah

atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK),

dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.(Pertiwi, 2013)

b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui


mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.(Pertiwi, 2013)

c. Pekerjaan sekarang

Bagi lansia yang bukan pegawai negeri atau karyawan swasta, misalnya

wiraswastawan, pedagang, ulama, guru, swasta dan lain-lain pikiran akan

pensiun mungkin tidak terlintas, mereka umumnya mengurangi

kegiataanya setelah lansia dn semakin tua tugas-tugas tersebut secara

berangsur berkurang sampai suatu saat secara rela dan tulus menghentikan

kegiatannya. Kalau mereka masih mau melakukan kegiataan umumnya

sebatas untuk beramal tau seolah-olah menjadi kegiataan hobby.(Pertiwi,

2013)

d. Keyakinan

Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia

merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai

kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan

seseorang tidak selalu benar atau, keyakinan semata bukanlah jaminan

kebenaran.(Pertiwi, 2013)

e. Dukungan keluarga

Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan

yang dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman.

Dukungan didapatkan dari keluarga yang terdiri dari suami, orang tua,

ataupun keluarga dekat lainnya. Dukungan keluarga dapat mendatangkan

rasa senang, rasa aman, rasa puas, rasa nyaman dan membuat orang yang

bersangkutan merasa mendapat dukungan emosional yang akan

mempengaruhi kesejahteraan jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan

dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis.(Pertiwi,

2013)

f. Kader Posyandu
Subarniati (1999) mendefinisikan masyarakat akan memanfaatkan pelayanan

tergantung pada penilaian tentang pelayanan tersebut. Jika pelayanan kurang

baik atau kurang berkualitas, maka kecenderungan untuk tidak

memanfaatkannyapun akan semakin besar. Persepsi tentang pelayanan selalu

dikaitkan dengan kepuasan dan harapan pengguna layanan. Konsumen

mengatakan mutu pelayanan baik jika harapan dan keinginan sesuai dengan

pengalaman yang diterimanya.(Pertiwi, 2013)

g. Ketersediaan fasilitas kesehatan

Ketersediaan fasilitas pelayanan terhadap lanjut usia yang terbatas di tingkat

masyarakat, peleyanan tingkat dasar, pelayanan tingkat I dan tingkat II, sering

menimbulkan permasalahan bagi para lanjut usia. Demikian pula, lembaga

kesehatan masyarakat dan organisasi sosial dan kemasyarakatan lainnya yang

menaruh minat pada permasalahan ini terbatas jumlahnya. Hal ini

mengakibatkan para lanjut usia tak dapat diberi pelayanan sedini mungkin,

sehingga persoalnnya menjadi berat pada saat diberikan pelayanan.(Pertiwi,

2013)

h. Lingkungan masyarakat

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap

pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah

belajar(Pertiwi, 2013)

i. Kebijakan pemerintah

Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat menyatakan pemerintah telah

merumuskan kebijakan, program dan kegiataan bagi para lanjut usia.(Pertiwi,

2013)

1. Klien.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan:

a. Hereditas.
b. Nutrisi.

c. Status Kesehatan.

d. Pengalaman hidup.

e. Lingkungan.

f. Stress.

Perawat harus menyadari faktor-faktor ini karena kemampuan lansia untuk

mengkomunikasikan semua informasi penting sangat ditentukan oleh kelengkapan

dan kesesuaian wawancara.

J. Proses keperawatan lanjut usia

1. Pengkajian

Proses pengakajian ditandai dengan pengumpulan informasi terus menerus dan

keputusan professional yang mengandung arti terhadap informasi yang

dikumpulkan.Pengumpulan data keluarga ataupun lansia berasal dari berbagai

sumber: wawancara,observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang

dilaporkan anggota keluarga. ilmu yang mempelajari tentang proses penuaan

yang terjadi pada manusia pada umur 60 tahun.Lansia adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi

merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,

merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dari dalam dan luar tubuh.Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan

mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya

merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. Pengkajian

pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga sebagai

orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Sedangkan

pengkajian pada kelompok lansia di Panti ataupun di masyarakat dilakukan

dengan melibatkan penanggungjawab kelompok lansia, kadem kesehatan, tokoh


masyarakat serta petugas kesehatan.Format pengkajian yang digunakan adalah

format pengkajian pada lansia yang dikembangkan sesuai dengan keberadaan

lansia. Format pengkajian yang dikembangkan minimal terdiri dari data dasar

(Identitas, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa), data bio,

psiko, sosial, spiritual, kultural, lingkungan, status fungsional, fasilitas

penunjang kesehatan yang ada serta pemeriksaan fisik(Sumaryati, 2018)

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk

menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa

diagnosis keperawatan individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan

lansia, ataupun diagnosis keperawatan pada kelompok lansia. Masalah

keperawatan yang dijumpai antara lain ketidakseimbangan nutrisi: kurang/

lebih dari kebutuhan tubuh; kerusakan sensori persepsi: penglihatan,

pendengaran; intoleransi aktivitas; risiko cedera; cemas; kerusakan mobilitas

fisik; defisit perawatan diri; inkontinensia urin; gangguan pola tidur; isolasi

sosial; perasaan berduka; harga diri rendah; penguasaan individu tidak efektif.

(Drs. Sunaryo et al., n.d.)

3. Rencana keperawatan

Perawat mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan lansia

dan hal-hal yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan keperawatan

yang digunakan dalam rencana perawatan termasuk di dalamnya kepentingan

terapeutik, promotif , preventif, dan rehabilitatif.Rencana keperawatan

membantu klien memperoleh dan mempertahankan kesehatan pada tingkatan

yang paling tinggi kesejahteraan dan kualitas hidup dapat secara damai.

Rencana tercapai, demikian juga halnya untuk menjelang kematia. dibuat

untuk keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai

dengan respons atau kebutuhan klien. dalam menyusun keperawatan. Hal-hal

yang harus diperhatikan :


a. Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada

pemenuhan kebutuhan dasar.

b. Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan. Kolaborasi dengan

profesi kesehatan yang terkait

c. Tentukan prioritas. Klien mungkin sudah puas dengan kondisinya,

bangkitkan

d. perubahan tetapi jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang

utama

e. sedia waktu yang cukup untuk klien

f. dokumentasi rencana keperawatan yang telah di buat(Drs. Sunaryo et al.,

n.d.)

4. Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan lanjut usia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan

dasar, antara lain pemenuhan kebutuhan nutrisi, keamanan dan keselamatan,

kebersihan diri, memelihara keseimbangan istirahat/tidur, eliminasi, aktivitas,

cairan elektrolit, oksigenisasi, dan meningkatnya hubungan interpersonal

melalui komunikasi terapeutik. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Penyebab

gangguan nutrisi pada lanjut usia, antara lain penurunan fungsi alat penciuman

dan pengecap, pengunyahan kurang sempurna, gizi yang tidak lengkap, rasa

penuh pada perut dan susah buang air besar, dan melemahnya otot-otot

lambung dan usus. Sedangkan masalah gizi yang timbul pada lanjut usia,

antara lain gizi berlebihan, gizi kurang, kekurangan vitamin, dan kelebihan

vitamin, Berkaitan dengan kebutuhan nutrisi pada lanjut usia, berikut

uraiannya:

a. Kalori pada lanjut usia Laki-laki = 2.100 kalori-Perempuan = 1.700 kalori

Dapat dimodifikasi tergantung keadaan lanjut usia, misalnya gemuk/kurus

atau disertai penyakit demam.

b. Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan.


c. Lemak, tidak dianjurkan karena menyebabkan hambatan pencernaan dan

terjadi penyakit, 15-20% dari total kalori yang dibutuhkan.

d. Protein, untuk mengganti sel-sel yang rusak, 20-25% dari total kalori yang

dibutuhkan

e. Vitamin dan mineral kebutuhannya sama dengan usia muda. f. Air, 6-8

gelas per hari.

Rencana makanan untuk lanjut usia meliputi pemberian makanan porsi

kecil tapi sering, banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin,

pemberian makanan yang mengandung serat, pembatasan pemberian

makanan yang tinggi kalori, dan pembatasan minum kopi dan teh. (Drs.

Sunaryo et al., n.d.)

K. Konsep Asuhan Keperawatan dengan penyakit DM Pada Lansia

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial,dan lingkungan fisiologis,

konsep diri,fugsi peran.(Amalia et al., 2021)

Pengumpulan Data

1) Identitas

Indentitas partisipan yang dapat dikaji pada penyakit DM salah satunya

adalah usia, karena dm banyak terjadi pada partisipan yang berusia diatas

60 tahun.

2) Keluhan utama

Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting

yang dirasakan partisipan sampai perlu pertolongan

3) Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara yang

dilakukan perawat untuk menggali permasalahan partisipan dari

timbulnya keluhan utama pada gangguan sistem kardiovaskuler sampai

pada saat pengkajian

4) Riwayat penyakit dahulu

Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami

sebelumnya. Tentang pengobatan lalu dan riwayat alergi, riwayat

keluarga, riwayat pekerjaan dan kebiasaaan, serta status perkawinan dan

kondisi kehidupan

5) Pola kebiasaan sehari-hari

Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa yang bisa dilakukan diantaranya:

pola nutrisi dan cairan, pola eliminasi, kebutuhan rasa aman, pola personal

hygiene, pola istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan, dan pola kebiasaan

yang mempengaruhi kesehatan

a. Pemeriksaan Fisik

1) pemeriksaan umum yang meliputi pemeriksaan kesadaran, dan vital sign

2) pemeriksaan fisik per sistem meliputi periksaan sistem penglihatan, sistem

pendengaran, sistem wicara, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, dan

sistem neurologi

b. Pengkajian khusus apgar gerontik

1) Masalah Kesehatan Kronis

2) Mini Nutrition Assessment (MNA)

Mini Nutritional Assessment (MNA) merupakan salah satu alat ukur yang

digunakan untuk menskrining status gizi pada lansia. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko mengalami

malnutrisi akibat penyakit yang diderita dan atau perawatan di rumah sakit

3) Berg Balance Scale (BBS)


Tes klinis yang banyak digunakan untuk mengukur kemampuan

keseimbangan statis dan dinamis seseorang yang terdiri dari 14 perintah

yang dinilai dengan menggunakan skala ordinal Tujuan Untuk mengukur

keseimbangan baik secara statis maupun dinamis pada lansia dan

menentukan risiko jatuh pada lansia (rendah, sedang, atau tinggi)

4) Morse Fall Scale (MFS)

Morse fall scale (MFS) merupakan salah satu instrument yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko jatuh.

5) Mini mental state exam (MMSE)

Dalam pemeriksaan neuropsikologi pasien, penilaian penurunan derajat

kognitif harus menggunakan test MMSE (Mini Mental State Exam),

dimana test itu memberikan penilaian mental dan perilaku pasien yang

meliputi lima bagian pokok yaitu: 1. Atensi 2. Bahasa 3. Memori 4. Visual

ruang 5. Fungsi eksekutif

Nilai MMSE dipengaruhi dipengaruhi oleh faktor sosio demografi,

behavior dan lingkungan. MMSE menilai fungsi-fungsi kognitif secara

kuantitatif dengan skor maksimal adalah 30.

6) Geriatric Depression Scale (GDS)

Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen yang

paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada usia lanjut.

7) Pengukuran Activity of Daily Living (ADL) dengan Barthel Indeks

Index Brthel adalah suatu index untuk mengukur kualitas hidup seseorang

dilihat dari kemampuan melakukan aktivitas ehidupan sehari-hari (Activity

of Daily Living, ADL) secara mandiri. Index Barthel berfungsi untuk

mengukur kemandirian fungsional dalam perawatan diri dan mobilitas

serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan

fungsional pasien gangguan keseimbangan (Nursalam,2013)

8) Pengukuran Activity of Daily Living (ADL) dengan Kats Indeks


Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Katz untuk aktivitas

kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau

bergantung dari klien dalam hal:

1. makan

2. BAB atau BAK

3. Berpindah

4. ke kamar kecil

5. mandi dan berpakaian.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah hasil pengkajian untuk menentukan masalah

keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan

individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia, ataupun diagnosis

keperawatan kelompok lansia (Tarwoto, 2016)

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada DM diantaranya :

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan

keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani

b. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus)

c. Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah keperifer,

proses penyakit (DM)

e. Resiko Ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan dehidrasi

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana keperawatan adalah rancangan tindakan yang disususn perawat

bersama lansia untuk memcahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang

telah terdiagnosa. Rencana keperawatan membantu partisipan memperoleh

dan mempertahankan kesehatan pada tingkatan yang paling tinggi,

kesejahteraan dan kualitas hidup dapat tercapai, demikian juga halnya untuk

menghadapi kematian secara damai. Recana dibuat untuk keberlangsungan


pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai dengan respon atau

kebutuhan partisipan (Nursalam, 2013)

Tabel 2.3

Rencana Keperawatan Pada Diabetes Melitus

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Katidakseimbangan nutrisi NOC NIC


kurang dari kebutuhan Manajemen nutrisi:
Definisi: asupan nutrisi tidak Setelah dilakukan
cukup untuk memenuhi tindakan keperawatan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan metabolik. diharapkan kebutuhan makanan
Batasan karakteristik: nutrisi adekuat (status 2. Kolaborasi dengan
nutrisi: asupan makanan, ahli gizi untuk
1. Kram abdomen cairan dan zat gizi) mennetukan jumlah
2. Nyeri abdomen adekuat dengan kriteria: kalori dan nutrisi
3. Menghindari makanan yang dibutuhkan
4. Berat badan 20% atau 1. Adanya peningkatan pasien
lebih dibawah berat berat badan sesuai 3. Anjurkan pasien
badan ideal dengan tujuan untuk meningkatkan
5. Kerapuhan kapiler 2. Berat badan ideal intake Fe
6. Diare sesuai dengan tinggi 4. Anjurkan pasien
7. Kehilangan rambut badan untuk meningkatkan
berlebihan 3. Mampu protein dan vitamin
8. Bising usus hiperaktif mengidentifikasi C
9. Kurang makanan kebutuhan nutrisi 5. Beri substansi gula
10. Kurang informasi 4. Tidak ada tanda tanda 6. Yakinkan diet yang
11. Kurang minat pada malnutrisi dimakan
makanan 5. Menunjukan mengandung tinggi
12. Penurunan berat badan peningkatan fungsi serat untuk
dengan asypan makanan pengecapan dari mencegah konstipasi
adekuat menelan 7. Berikan makanan
13. Kesalahan konsepsi 6. Tidak terjadi yang terpilih (sudah
14. Kesalahan informasi penurunan berat badan dikonsultasikan
15. Membrane mukosa pucat yang berarti dengan ahli gizi)
16. Ketidakmampuan makan 8. Ajarkan pasien
makanan bagaimana membuat
17. Tonus otot menurun catatan makanan
18. Mengeluh gangguan harian
sensasi rasa 9. Monitor jumlah
19. Mengeluh asupan nutrisi dan
makanan kurang dari kandungan kalori
RDA (recommended 10. Berikan informasi
daily allowance) tentang kebutuhan
20. Cepat kenyang setelah nutrisi
makan 11. Kaji kemampuan
21. Sariawan rongga mulut pasien untuk
22. Steatorea mendapatkan nutrisi
23. Kelemahan otot yang dibutuhkan
pengunyah Monitor Nutrisi:
24. Kelemahan otot untuk
menelan 1. BB pasien dalam
Faktor- faktor yang batas normal
berhubungan: 2. Monitor adanya
penurunan berat
1. Faktor biologis badan
2. Faktor ekonomi 3. Monitor tipe dan
3. Ketidakmampuan jumlah aktivitas yang
mengabsorbsi nutrient biasa dilakukan
4. Ketidakmampuan untuk 4. Monitor interaksi
mencerna makanan anak atau orangtua
5. Ketidakmampuan menelan selama makan
makanan 5. Monitor lingkungan
6. Faktor psikologis selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan
cavitas oral
16. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
2 Resiko Infeksi NOC NIC
Setelah dilakukan Kontrol infeksi
Definisi: Mengalami tindakan keperawatan
peningkatan resiko terserang diharapkan status imun 1. Bersihkan
organisme patogenik dan resiko kontrol dapat lingkungan setelah
diatasi dengan kriteria dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko: hasil: 2. Pertahankan teknik
isolasi
Penyakit kronis Diabetes 1. Klien bebas dari tanda 3. Batasi pengunjung
melitus dan gejala infeksi bila perlu
2. Mendeskripsikan 4. Instruksikan pada
Obesitas proses penularan pengunjung untuk
penyakit, factor yang mencuci tangan saat
Pengetahuan yang tidak cukup
mempengaruhi berkunjung dan
untuk menghindari pemanjanan
penularan serta setelah berkunjung
patogen
penatalaksanaannya meninggalkan pasien
Pertahanan tubuh primer yang 3. Menunjukkan Gunakan sabun
tidak adekuat kemampuan untuk antimikrobia untuk
mencegah timbulnya cuci tangan
- Gangguan peritalsis infeksi 5. Cuci tangan setiap
- Kerusakan integritas kulit 4. Jumlah leukosit dalam sebelum dan sesudah
(pemasangan kateter batas normal tindakan
intravena, prosedur invasif) 5. Menunjukkan perilaku keperawatan
- Perubahan sekresi pH hidup sehat Gunakan baju,
- Penurunan kerja siliaris sarung tangan
- Pecah ketuban dini sebagai alat
- Pecah ketuban lama pelindung
- Merokok 6. Pertahankan
- Stasis cairan tubuh Trauma lingkungan aseptik
jaringan (mis.,trauma selama pemasangan
destruksi jaringan) alat
Ketidak adekuatan pertahanan 7. Ganti letak IV perifer
sekunder dan line central dan
dressing sesuai
- Penurunan hemoglobin dengan petunjuk
- Imunosupresi (mis.,imunitas umum
didapat tidak adekuat, agen 8. Gunakan kateter
farmaseutikal termasuk intermiten untuk
monoklonal, menurunkan infeksi
imunomudulator) kandung kencing
- imunosupresan, steroid, 9. Tingktkan intake
antibodi nutrisi
- Supresi respon inflamasi 10. Berikan terapi
Vaksinasi tidak adekuat antibiotik bila perlu
Infection Protection
Pemajanan terhadap patogen (proteksi terhadap
lingkungan meningkat infeksi)
11. Monitor tanda dan
Wabah gejala infeksi
sistemik dan lokal
Prosedur invasif
12. Monitor hitung
Malnutris granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
13. Batasi pengunjung
14. Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
15. Partahankan teknik
aspesis pada
pasienyang beresiko
16. Pertahankan teknik
isolasi k/p
17. Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
18. inspeksi kulit
danmembran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
19. Inspeksi kondisi luka
/ insisi bedah
20. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan
cairan
21. Dorong istirahat
22. instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
23. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda gejala
infeksi
24. Ajarkan cara
menghindari infeksi
25. Laporkan kecurigaan
infeksi
26. Laporkan kultur
positif
3 Retensi urine NOC NIC
Setelah dilakukan Perawatan Retensi
Definisi: Pengosongan tindakan keperawatan Urin
kandung kemih tidak komplit diharapkan eliminasi urin
dapat normal dengan 1. Monitor intake dan
Batasan karakteristik kriteria hasil : output
2. Monitor penggunaan
1. Kandung kemih obat antikolionergik
 Tidak ada haluaran urine kosong secara penuh 3. Monitor derajat
 Distensi kandung kemuh 2. Tidak ada residu urin distensi bladder
 Disuria >100-200 cc 4. Instruksikan pada
 Sering berkemih 3. Bebas dari ISK pasien dan keluarga
 Inkontinensia aliran 4. Tidak ada spasme untuk mencatat
berlebih bladder output urine
 Residu urine 5. Balance cairan 5. Sediakan privacy
 Sensasi kandung kemih seimbang untuk eliminasi
penuh 6. Stimulasi refleks
bladder dengan
 Berkemih sedikit
kompres dingin pada
Factor yang berhubungan abdomen
7. Katerisasi jika perlu
 Sumbatan Monitor tanda dan
 Tekanan ureter tinggi. gejala ISK (panas,
 Inhibisi arkus reflex 8. hematuria, perubahan
bau dankonsistensi
 Sfingter kuat
urine)
Manajemen eliminasi
urin
4 Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer Setelah dilakukan Manajemen sensasi
tindakan keperawatan perifer
Definisi Penurunan sirkulasi diharapkan status sirkulasi
darah ke perifer yang dapat dapat normal dengan 1. Monitor adanya
mengganggu kesehatan kriteria hasil : daerah tertentu yang
Mendemonstrasikan hanya peka terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tu
ditandai dengan : mpul
Batasan Karakteristik:
2. Monitor adanya
 Tidak ada nadi  Tekanan systole dan paretese
diastole dalam 3. Instruksikan keluarga
 Perubahan fungsi motorik
rentang yang untuk mengobservasi
 Perubahan karakteristik
diharapkan Tidak ada kulit jika ada Isi atau
kulit (warna, elastisitas,
ortostatik hipertensi laserasi
rambut, kelembapan,
 Tidak ada tanda 4. Gunakan sarung
 kuku, sensasi, suhu) •
tanda peningkatan tangan untuk proteksi
Indek ankle-brakhial <0,90
tekanan intrakranial 5. Batasi gerakan pada
 Perubahan tekanan darah
(tidak lebih dari 15 kepala, leher dan
diekstremita
mmHg) punggung
 Waktu pengisian kapiler >3
Mendemonstrasikan 6. Monitor kemampuan
detik
kemampuan kognitif BAB
 Klaudikasi yang ditandai dengan: 7. Kolaborasi
 Warna tidak kembali pemberian analgetik
ketungkai saat tungkai  Berkomunikasi 8. Monitor adanya
diturunkan dengan jelas dan tromboplebitis
 Kelambatan penyembuhan sesuai dengan 9. Diskusikan mengenai
luka perifer kemampuan penyebab perubahan
 Penurunan nadi  Menunjukkan sensasi
 Edema perhatian,
 Nyeri ekstremitas konsentrasi dan
 Bruit femoral orientasi
 Pemendekan jarak total  Memproses
yang ditempuh dalam uji informasi
berjalan 6 menit  Membuat keputusan
 Pemendekan jarak bebas dengan benar
nyeri yang ditempuh dalam Menunjukkan fungsi
uji berjalan 6 menit • sensori motori cranial
Perestesia yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
 Warna kulit pucat saat
tidak ada gerakan
elevasi gerakan involunter

Faktor yang Berhubungan:

 Kurang pengetahuan
tentang faktor pemberat
(mis.,merokok, gaya hidup
monoton, trauma, obesitas,
asupan garam, imobilitas)
 Kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
(mis.,diabetes,
hiperlipidemia)
 Diabetes melitus
 Hipertensi
 Gaya hidup monoton
 Merokok

4 Perfusi perifer tidak efektif SLKI SIKI


b.d. kurang terpapar informasi Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tentang faktor pemberat/ tindakan keperawatan Observasi
Kurang aktivitas fisik d.d. diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi
Pengisian kapiler >3 detik,Nadi meningkat dengan kriteria perifer (mis. Nadi
perifer menurun atau tidak hasil : perifer, edema,
teraba, Akral teraba dingin, pengisian kapiler,
Warna kulit pucat, Turgor kulit 1. Denyut nadi perifer warna, suhu, ankle-
menurun, Parastesia, Nyeri meningkat.(dari brachialindex).
ekstremitas 3(sedang) ke 4 (cukup 2. Identifikasi faktor
(klaudikasiintermiten), Edema, meningkat )) risiko gangguan
Penyembuhan luka lambat, 2. Kecepatan sirkulasi (mis.
Indeks ankle-brachial<0,90, penyembuhan luka Diabetes Melitus Tipe
Bruit femoral meningkat. .(dari II, perokok, orang tua,
3(sedang) ke 4 (cukup hipertensi dan kadar
meningkat )) kolesterol tinggi).
3. Warna kulit pucat 3. Monitor panas,
menurun. .(dari kemerahan, nyeri/
3(sedang) ke 4 (cukup kesemutan, atau
menurun)) bengkak pada
4. Edema perifer ekstremitas.
menurun. (dari Terapeutik
3(sedang) ke 4 (cukup 1. Hindari
menurun)) pengukuran tekanan
5. Nyeri ekstremitas darah pada
menurun. (dari ekstremitas dengan
3(sedang) ke 4 (cukup keterbatasan perfusi.
menurun)) 2. Hindari penekanan
6. Parastesia menurun. dan pemasangan
(dari 3(sedang) ke 4 tourniquet pada area
(cukup menurun)) yang cedera.
7. Kelemahan otot 3. Lakukan perawatan
menurun. (dari kaki dan kuku.
3(sedang) ke 4 (cukup 4. Lakukan hidrasi.
menurun)) Edukasi
8. Bruit femoralis 1. Anjurkan berhenti
menurun. (dari merokok.
3(sedang) ke 4 (cukup 2. Anjurkan olahraga
menurun)) rutin.
9. Pengisian kapiler 3. Anjurkan
membaik. (dari mengecek air mandi
3(sedang) ke 4 (cukup untuk menghindari
membaik)) kulit terbakar.
10. Turgor kulit 4. Anjurkan
membaik. (dari melakukan perawatan
3(sedang) ke 4 (cukup kulit yang tepat (mis.
membaik)) Melembabkan kulit
kering pada kaki).
Mobilitas fisik 5. Informasikan tanda
dan gejala darurat
1.Pergerakan ekstremitas yang harus dilaporkan
meningkat. (dari (mis. Rasa sakit yang
3(sedang) ke 4 (cukup tidak hilang saat
meningkat )) istirahat, luka tidak
2.Nyeri ekstremitas sembuh, hilangnya
menurun. (dari 3(sedang)
ke 4 (cukup menurun )) Edukasi Latihan
Fisik
Observasi
1. Identifikasi
kesiapan dan
kemampuan
menerima informasi.
Terapeutik
1. Sediakan materi
dan media pendidikan
kesehatan.
2. Jadwalkan
pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan.
3. Berikan
kesempatan untuk
bertanya.
Edukasi
1. Jelaskan manfaat
kesehatan dan efek
fisiologis olahraga.
2.Jelaskan jenis
latihan yang sesuai
dengan kondisi
kesehatan.
3. Jelaskan berapa
kali dilakukan senam
kaki, berapa lama
waktunya dan berapa
kali latihan yang
dilakukan dalam
program pelatihan
senam kaki yang
diinginkan.
4. Ajarkan latihan
pemanasan dan
pendinginan yang
tepat.
5. Ajarkan teknik
pernapasan yang tepat
untuk
memaksimalkan
penyerapan oksigen
selama latihan fisik.

5 Resiko ketidakseimbangan NOC NIC


elektrolit Setelah dilakukan Manajemen Cairan
tindakan keperawatan
Definisi: Berisiko mengalami diharapkan cairan tubuh 1. Timbang
perubahan kadar elektrolit dalam batas normal popok/pembalut jika
serum yang dapat mengganggu dengan kriteria hasil : diperlukan
kesehatan 2. Pertahankan catatan
 Mempertahankan intake dan output
urine output sesuai yang akurat
dengan usia dan BB, 3. Monitor status
Faktor risiko
BJ urine normal, HT hidrasi ( kelembaban
- Defisiensi volume cairan normal membran mukosa,
- Diare  Tekanan darah, nadi, nadi adekuat, tekana
- Disfungsi endokrin suhu tubuh dalam darah ortostatik), jika
- Klebihan volume cairan batas normal diperlukan
- Gangguan mekanisme  Tidak ada tanda 4. Monitor vital sign
regulasi (mis.,diabetes, tanda dehidrasi, 5. Monitor masukan
isipidus, sindrom Elastisitas turgor makanan / cairan dan
ketidaktepatan sekresi kulit baik, membran hitung intake kalori
hormon antidiuretik) mukosa lembab, harian
- Disfungsi ginjal tidak ada rasa haus 6. Kolaborasikan
- Efek samping obat (mis., yang berlebihan pemberian cairan IV
medikasi,drain) 7. Monitor status nutrisi
- Muntah 8. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
12. Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan
tranfusi
15. Persiapan untuk
tranfusi
Manajemen
Hipovolemia

1. Monitor status cairan


termasuk intake dan
ourput cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb
dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor
responpasien
terhadap
penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk
menambah intake
oral
8. Pemberian cairan Iv
monitor adanya tanda
dan gejala
kelebihanvolume
cairan
9. Monitor adanya
tanda gagal ginjal

(Tim pogja SDKI PPNI, SLKI dan SIKI 2018)

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun oleh perawat untuk mengatasi masalah pasien.

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang sudah

disetujui, dengan teknik yang cermat dan efisien pada situasi yang tepat dan

selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai

implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intrevensi yang sudah

dilakukan dan bagaimana respon dari pasien (Bararah & Jauhar, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan

evaluasi ini merupakan membandingkan hasil yang telah dicapai setelah

proses implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam

perencanaan dan kritetia hasil evaluasi yang telah diharapkan dapat tercapai.

Proses evaluasi dalam asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam SOAP

(subyektif, obyektif, assessment, planning). (Bararah & Jauhar, 2013).

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah study kasus

untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus


dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah di UPT Puskesmas Rejosari

Pringsewu. Studi kasus ini merupakan rancangan yang mencakup pengkajian

suatu unit penelitan secara intensif misalnya satu partisipan, keluarga, kelompok,

komunitas atau institusi.(Kristinia, 2019)

B. Batasan istilah

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna pemelitian.

Tabel 3.1 Batasan istilah

Variabel Definisi operasional Cara ukur

Diabetes mellitus Suatu keadaan dimana tubuh tidak Pemeriksaan


mampu menghasilkan atau menggunakan fisik,wawancara,
hormon insulin sebagai pembawa pemeriksaan gula darah
glukosa ke sel-sel dan menyimpannya
sebagai glikogen.

Resiko Resiko terhadap variasi kadar glukosa Wawancara dan


ketidakseimbangan darah dari rentang normal ( SDKI 2016) Pemeriksaan fisik
kadar glukosa
darah

C. Subyek

Pada penelitian ini yang menjadi partisipan peneliti adalah 1 klien Diabetes

Mellitus pada lansia dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah yang

dirawat di UPT Puskesmas Rejosari Pringsewu 2021

D. Lokasi dan waktu

Studi kasus ini dilakukan di UPT Puskesmas Rejosari Pringsewu 2021

E. Pengumpulan data

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus dengan

ketidakstabilan kadar glukosa darah di UPT Puskesmas Rejosari Pringsewu

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara
Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama,riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit keluarga, data psikososial, pola fungsi kesehatan).

Sumber data dari klien, keluarga, dan perawat lainnya.

2. Observasi dan Pemeriksaan fisik

Observasi dilakukan dengan cara memantau tanda dan gejala

hipoglikemi, memantau hasil GDA, memantau asupan makanan dan

olahraga pada klien, serta kepatuhan klien dalam pengobatan Diabetes

Mellitus. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pendekatan inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi pada sistem tubuh klien.

3. Studi Dokumen

Studi dokumen yang digunakan untuk melengkapi hasil penelitian yang

di dapatkan dari list klien diabetes melitus dengan ketidakstabilan kadar

glukosa

F. Uji keabsahan data

Disamping integritas penulis, uji keabsahan data dilakukan dengan cara

menambah sumber informasi yang digunakan menggunakan dari 3 sumber, data

pertama yaitu klien, perawat, dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti.

G. Analisis data

1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dan dokumen. Hasil

ditulis dalam bentuk catatan lapangan kemudian disalin dengan bentuk

transkrip (catatan terstruktur)

2. Mereduksi data

Hasil ditulis dalam catatan kecil kemudian disalin dalam catatan terstruktur

dan dikelompokan dalam data subyektif dan obyektif. Dianalisis dan

dibandingkan dengan hasil normal

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks

naratif

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi, data

yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan, evaluasi.

H. Etik Penelitian

Etik penelitian merupakan norma untuk berperilaku menghormati harkat

kemanusiaan, privasi dan hak objek penelitian, memisahkan apa yang seharusnya

dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan (Suwarjana, 2012).

Etika yang mendasari studi kasus ini terdiri dari:

1. Informant concent

Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden yang akan diteliti dan

memenuhi kriteria inklusif dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut diberi kode.


3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang dilaporkan hasil penelitian


37
38

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/User/Downloads/Infodatin-2020-Diabetes-Melitus%20(6).pdf

https://www.google.co.id/books/edition/
PENCEGAHAN_PENYAKIT_DIABETES_MELITUS_DM/z3cREAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=0&kptab=overview
penerbit NEM . karangan (Nur Baharia Marasabessy,Sitti Johri Nasela, La Syam Abidin
2020) judul buku : MELITUS (DM) TIPE 2
https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/956817
A. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing.
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/282/3/STIKES_Sonya%20Kristinia_Fulltext.pdf

https://www.researchgate.net/profile/Suryadi-Suryadi-8/publication/
346399019_DAMPAK_PENINGKATAN_USIA_HARAPAN_HIDUP_PENDUDUK_INDONESIA
_TERHADAP_STRUKTUR_DEMOGRAFI_DAN_PERAWATAN_LANJUT_USIA/links/
5fbfc3cc458515b797708af9/DAMPAK-PENINGKATAN-USIA-HARAPAN-HIDUP-PENDUDUK-
INDONESIA-TERHADAP-STRUKTUR-DEMOGRAFI-DAN-PERAWATAN-LANJUT-USIA.pdf

http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/548/4/STIKESPW_Sherly%20Zahra
%20Faridah_Manuscript.pdf

(Faridah, 2021) Amalia, A., Sulistyowati, A., Zuhroidah, I., & Diana, M. (2021). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS DI DESA
JATIREJO LEKOK KABUPATEN PASURUAN. Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia.

Drs. Sunaryo, M. K., Hj. Rahayu Wijayanti, S. K. M. K. S. K., Maisje Marlyn Kuhu, S. K. M. M. P.
H., Ns. Taat Sumedi, S. K. M. H., Esti Dwi Widayanti, S. K. N. M. K., Ulfah Agus Sukrillah, S.
K. M. H., Ns. Sugeng Riyadi, S. K. M. S., Ani Kuswati, S. K. N. M. H., & Semarang, P. K.
(n.d.). Asuhan Keperawatan Gerontik. Penerbit Andi. https://books.google.co.id/books?
id=58gFDgAAQBAJ

Eliana, F., SpPD, K., & Yarsi, B. (2015). Penatalaksanaan DM Sesuai Konsensus Perkeni 2015. PB.
Perkeni. Jakarta.

Faizah, N. (2020). Hubungan Tingkat Kepercayaan dan Persepsi dengan Tingkat Kepatuhan Kontrol
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II. STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.

Faridah, S. Z. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2


DENGAN MASALAH KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DI RUANG RAWAT
INAP DEWASA RUMAH SAKIT PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG.

Hermawati, I., & Sos, M. (2015). Kajian tentang kota ramah lanjut usia. Yogyakarta: Badan
Pendidikan Dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS).

Herniwanti, H., Yunita, J., Rahayu, E. P., & Kiswanto, K. (2020). Penyuluhan Personal Higyene pada
Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Husnul Khotimah Kota Pekanbaru. Jurnal
Abdidas, 1(4), 254–260.

Khurin In Wahyuni, S. F. M. F. A. (2020). DIABETES MELLITUS. Jakad Media Publishing.


https://books.google.co.id/books?id=3moPEAAAQBAJ

Kristinia, S. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS DENGAN


39

MASALAH KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DI RUMAH SAKIT


PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG. PENINGGALAN SEJARAH SEBAGAI SUMBER
BELAJAR SEJARAH DALAM PENANAMAN NILAI-NILA KEBANGSAAN PENDAHULUAN
Banyuwangi Merupakan Wilayah Yang Memiliki Beberapa Daerah Yang Berpotensi Memiliki
Situs Peninggalan Sejarah Yang Sampai Saat Ini Masih Ada Namun Kondisi, 1(1), 41–57.
http://www.ghbook.ir/index.php?name= ‫فرهنگ و رسانه های‬
‫&نوین‬option=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chkhashk=ED9C9491
B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component%0Ahttp://www.albayan.ae%0Ahttps://
scholar.google.co.id/scholar?hl=en&q=APLIKASI+PENGENA

Kurniawan, I. (2010). Diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia,
60(12), 576–584.

Kusumadewi, D., Sugijana, R., & Adi, W. S. (2019). The Effect Of Yoga Respiration (Pranayama) on
Stress Reduction in The Elderly. JENDELA NURSING JOURNAL (JNJ), 3(2), 104–113.

Marasabessy, N. B., Nasela, S. J., & Abidin, L. S. (2020). PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES
MELITUS (DM) TIPE 2. Penerbit NEM. https://books.google.co.id/books?id=z3cREAAAQBAJ

MELLITUS, A. K. P. K. D., DARAH, K. G., MASLIKAH, N., & MEDIKA, I. C. (n.d.). KARYA
TULIS ILMIAH: STUDI KASUS.

Pertiwi, H. W. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi kehadiran lanjut usia di
posyandu lansia. Bidan Prada: Jurnal Publikasi Kebidanan STIKes YLPP Purwokerto, 4(01).

Sriningsih, A. (2021). Hubungan Gaya Hidup Dengan Gula Darah Pada Lansia Penderita Diabetes
Mellitus Di Desa Rejoagung Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Universitas
Muhammdiyah Jember.

Sumaryati, M. (2018). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Keluarga Ny” M” Dengan
Hipertensi Dikelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 7(2), 205–209.

Sunaryo, M. K., Rahayu Wijayanti, S. K., Kep, M., Kom, S., Kuhu, M. M., SKM, M. P. H., Sumedi,
N. T., Widayanti, E. D., Sukrillah, U. A., & Riyadi, N. S. (2016). Asuhan keperawatan gerontik.
Penerbit Andi.

Ulhofiyah, S. A., Riesmiyatiningdyah, R., Handayani, D., & Wijayanti, D. P. (2021). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DIDESA KALIPUCANG TUTUR. Politeknik
Kesehatan Kerta Cendekia.

Wahyuni, I. D., Ainy, A., & Rahmiwati, A. (2016). Analisis partisipasi lansia dalam kegiatan
pembinaan kesehatan lansia di wilayah kerja puskesmas sekar jaya Kabupaten Ogan Komering
Ulu. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(2).

WIDIYAWATI, W., & SARI, D. J. E. K. A. (2020). KEPERAWATAN GERONTIK. Literasi


Nusantara. https://books.google.co.id/books?id=o98oEAAAQBAJ

https://www.coursehero.com/file/pt3ee41/1-Pengkajian-Menurut-Nursalam-2013-Pengkajian-
keperawatan-merupakan-tahap-awal/

Tarwoto & Wartonah.(2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.Edisi 4.Jakarta : Salemba Medika.

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional . Jakarta: Prestasi Pustaka.
40

https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20111800001/diabetes-melitus.html

http://www.jurnal.umitra.ac.id/index.php/jikmi/article/download/588/448
41

Anda mungkin juga menyukai