Anda di halaman 1dari 135

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini kita hidup di zaman modern yang serba mudah, zaman dimana

banyak akses untuk mendapatkan apa yang kita inginkan sehingga banyak

mengalami perubahan pola hidup di masyarakat. Perubahan pola hidup

tersebut yang telah membawa dampak buruk bagi masalah kesehatan di

dunia.Salah satu dampak yang telah dirasakan akibat perubahan pola hidup

tersebut ialah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan

sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar

glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja

insulin, atau keduanya (Smeltzer, 2018).

Jumlah penderita diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-6 didunia dengan

diabetes mellitus terbanyak setelah China, India, USA, Brazil, Mexico yaitu

10,3 juta orang setelah proyeksi tersebut diprediksi meningkat mencapai 16,7

juta pada 2045 (IDF, 2017). Angka kejadian diabetes mellitus di Indonesia

pada tahun 2018 mengalami peningkatan dari 6,9 pada tahun 2013 meningkat

menjadi 8,5 pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018).

Di Sumatera Barat tahun 2018 berada diurutan ke 22 dari 33 provinsi

dengan prevalensi total penderita diabetes mellitus yang mengalami

peningkatan dari tahun 2013, yaitu sebanyak 1,3% di tahun 2013 dan

sebanyak 1,7% di tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Menurut Laporan Dinas


2

Kesehatan Kota Padang (2017) diabetes mellitus menempati posisi ke-6 pada

tahun 2016 setelah infeksi akut saluran pernafasan atas, hipertensi, gastritis,

penyakit radang sendi, penyakit kulit infeksi yaitu dengan jumlah 22.523

kasus. Datadari RSUP Dr.M.Djamil menunjukan angka penderita

Diabetes Melitus tipe 2 pada tahun 2017 berjumlah 6221 orang, sedangkan

pada tahun 2018 terjadinya peningkatan menjadi 7021 orang.

Upaya yang telahdilakukan oleh RSUP Dr.M.Djamil Padang berupa

pemberian edukasi terhadap keluarga pasien, terapi obat, dankonseling agar

angka kematian akibat penyakit diabetes mellitus tipe II berkurang.Tenaga

kesehatan yang ada mampu memberikan pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan untuk mengurangi atau mengobati masalah kesehatan yang

muncul.

Diabetes melitus tipe II adalah penyakit yang terjadi akibat insulin yang

ada tidak dapat bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel

berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil

masuk ke sel hal ini yang disebut dengan resistensi insulin (Nixson, 2018).

Resistensi insulin yang terjadi pada diabetes mellitus tipe II mengakibatkan

pengaturan glukosa yang tidak terkontrol sehingga terjadi peningkatan kadar

glukosa darah atau hiperglikemia (IDF, 2016). Keluhan khas diabetes mellitus

tipe II yaitu poliuria, polidipsi, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan

tanpa sebab. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus

tipe II adalah faktor usia, obesitas dan genetik (Manurung, 2018). Penderita

diabetes mellitus tipe II memiliki kerentanan terhadap terjadinya infeksi


3

karena diabetes mellitus tipe II merupakan faktor predisposisi terhadap

terjadinya infeksi (WHO, 2016).

Diabetes mellitus tipe II 10 kali lebih sering ditemukan dibandingkan

dengan diabetes mellitus tipe I. Terjadi peningkatan prevalensi diabetes

mellitus tipe II sebesar 61% yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1991

dan 2001 (Stephen & William, 2012). Prevelensi kejadian diabetes mellitus

tipe II mencapai 90-95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus

(ADA)2017).WHO memperkirakan jumlah penderita diabetes mellitus tipe II

di Indonesia meningkat 3 kali lipat dalam 10 tahun. Pada tahun 2000

penderita diabetes mellitus tipe II hanya 8,4 juta orang dan meningkat pada

tahun 2010 mencapai 21,3 juta orang, (Susilo dan Wulandari, 2011).

Diabetes mellitus tipe II apabila tidak ditangani dengan baik dan benar

akan dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, baik komplikasi akut

maupun komplikasi kronis. Komplikasi kronis pada diabetes mellitus tipe II

adalah komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.Komplikasi

makrovaskuler adalah penyebab utama kematian penderita diabetes mellitus

tipe II.Komplikasi ini melibatkan pembuluh darah besar yaitu pembuluh

darah koroner, kemudian pembuluh darah otak, dan juga pembuluh darah

perifer.Mikrovaskuler merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang

ateriola retina dan kapiler (retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nefropati

diabetic), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetic) (Price & Wilson, 2006).

Modifikasi gaya hidup meliputi menurunkan berat badan, latihan fisik

dan mengurangi konsumsi lemak kalori merupakan keharusan yang perlu


4

dilakukan untuk menghindari terjadinya diabetes mellitus (IP.Suiraoka,

2012). Terpenting lagi aktivitas olahraga, manajemen setres,pengelolaan

makan yang tepat dan kontrol gula darah yang selalu harus dilakukan

untuk semua jenis diabetes melitus tipe II untuk mencegah terjadinya

komplikasi selain itu pendidikan manajement diri diabetes mellitus tipe II

juga perlu ditingkatkan. Ketidakstabilan gula darah, kerusakan integritas

kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan

perfusi jaringan perifer, Intoleransi aktivitas merupakan sebagian masalah

yang muncul pada penderita diabetes mellitus tipe II. Penatalaksanaan yang

dapat dilakukan seperti cek kadar gula darah, perawatan luka, monitor

perifer, kaji kelemahan, kaji penyebab, ajarkan cara perawatan kaki, ajarkan

diit yang baik bagi penderita diabetes mellitus tipe II, peningkatan latian

kekuatan, terapi oksigen, bantuan perawatan diri, dan terapi latihan (NIC,

2015), terapi dan pendidikan kesehatan (Padila, 2012).

Survey awal yang telah dilakukan di ruang interne Interne RSUP Dr. M.

Djamil Padang didapatkan bahwa pada ruangan interne pria kasus diabetes

mellitus tipe 2 berjumlah 7 orang dan pada ruangan interne wanita berjumlah

14 orang.Pada ruang interne wanita, Hasil wawancara pada 12 pasien

didapatkan 66% mengatakan lama diabetes mellitus tipe 2 terjadi sudah 3-10

tahun, dan 17% mengatakan lama diabetes mellitus terjadi lebih dari 10

tahun , dan 17% mengatakan baru mengetahui penyakit diabetes melitusnya

setelah masuk dirumah sakit. Hasil wawancara pada 12 orang, 83%

mengatakan memiliki manajemen atau pola hidup yang buruk.


5

Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil telah menerapkan asuhan

keperawatan sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar

Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Perawat di Ruang Interne RSUP Dr.

M. Djamilsudah melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien dengan

baik yaitu tahap pengkajian keperawatan yang telah dilaksanakan, tahap

diagnosa keperawatan, tahap perencanaan keperawatan, tahap implementasi

keperawatanyang telah dilaksanakan, dan tahap evaluasi keperawatan yang

dapat dilihat dari dokumentasi atau status pasien yang terisi dengan jelas.

Melihat data diatas maka penulis tertarik menyusun laporan kasus

berjudul ”Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan diabetes mellitustipe II di

Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2019”.


6

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada

pasien diabetes mellitustipe IIberdasarkan data dan keluhan-keluhan yang

di dapat dari pasien.

b. Tujuan Khusus

a) Dapat mengetahui konsep dasar tentang diabetes mellitustipe II.

b) Melaksanakan pengkajian dan analisis data pada Ny.L dengan

diabetes mellitustipe II di Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang

tahun 2019.

c) Merumuskan diagnosa atau masalah aktual pada Ny.Ldengan

diabetes mellitustipe IIdi Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang

tahun 2019.

d) Menetapkan rencana tindakan asuhan keperawatan pada Ny.Ldengan

diabetes mellitustipe IIdi Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang

tahun 2019.

e) Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan yang telah disusun pada

Ny.Ldengan diabetes mellitustipe IIdi Ruang Interne RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2019.

f) Mengevaluasi tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny.Ldiabetes

mellitustipe II di Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun

2019.
7

g) Mendokumentasikan semua temuan dan tindakan yang telah

diberikan pada Ny.Ldiabetes mellitustipe IIdi Ruang Interne RSUP

Dr. M. Djamil Padang tahun 2019.

C. MANFAAT

a. Manfaat Keilmuan

Untuk menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

keperawatan medikal bedah diabetes mellitustipe II.

b. Manfaat bagi institusi pendidikan

Bagi instutisi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan

dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya

mahasiswa keperawatan dalam hal penambahan pengetahuan dan

perkembangan tentangdiabetes mellitustipe II.

c. Manfaat bagi penulis

Untuk mengetahui lebih luas dan dalam tentang pelaksanaa

intervensi keperawatandiabetes mellitustipe II.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DIABETES MELLITUSTIPE II


1. Definisi

Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat

kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Smeltzer,

2018). Suatu keadaan hiperglikemia disebabkan oleh penurunan kecepatan

insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans dalam pankreas (Guyton & Hall,

2014).

Diabetes mellitus tipe II adalah tipe yang paling umum, pada diabetes ini

hiperglikemia adalah hasil dari produksi yang tidak memadai insulin dan

ketidakmampuan tubuh untuk merespon sepenuhnya insulin, didefinisikan

sebagai resistensi insulin.Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak

aktif dan karena itu awalnya meminta peningkatan produksi insulin untuk

mengurangi peningkatan glukosa tetapi seiring waktu keadaan relatif tidak

memadai produksi insulin dapat berkembang (International Diabetes

Federation, 2017).

2. Anatomi Fisiologi

1) Pancreas

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada

duodenum dan terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau

Langerhans. Dalam pulau langerhans jumlah sel beta normal pada

manusia antara 60% - 80% dari populasi sel Pulau Langerhans. Pankreas
9

berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar

majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin.

Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti amylase,

peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan hormon-

hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik &

Stozer, 2015).

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik

& Stozer, 2015) :

a. Sel Alfa untuk sekresi glucagon

b. Sel Beta untuk sekresi insulin

c. Sel Delta untuk sekresi somatostatin

d. Sel Pankreatik Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada

pada pulau Langerhans menyebabkan pengaturan secara

langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang lain. Terdapat

hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi

gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan


10

tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada sel beta.

Kadar gula darah akan dipertahankan pada nilai normal oleh

peran antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon

somatostatin menghambat sekresi keduanya (Dolensek, Rupnik &

Stozer, 2015).

2) Insulin

Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di

pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon

yang terdiri dari 2 rantai polipeptida yang mengatur metabolisme

karbohidrat (glukosa untuk glikogen). Dua rantai dihubungkan oleh

ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di

rantai B (Guyton & Hall, 2012).

3) Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin

Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan

menimbulkan respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin. Bila

sejumlah besar insulin disekresikan oleh pankreas, kecepatan

pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat sampai

10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya

sekresi insulin. Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke

sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk

menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme

energi pada keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel

otak (Guyton & Hall, 2012).


11

Gambar Mekanisme Insulin Dalam Menyimpan Glukosa Darah ke

Dalam Sel

Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml,

kecepatan sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg

berat badan. Namun ketika glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali

dari kadar normal maka sekresi insulin akan meningkat yang

berlangsung melalui 2 tahap (Guyton & Hall, 2012) :

1. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit

kadar insulin plasama akan meningkat 10 kali lipat karena

sekresi insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel

beta pulau langerhans. Namun, pada menit ke 5-10 kecepatan

sekresi insulin mulai menurun sampai kira-kira setengah dari nilai

normalnya.
12

2. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat

kembali untuk kedua kalinya yang disebabkan adanya tambahan

pelepasan insulin yang sudah lebih dulu terbentuk oleh adanya

aktivasi beberapa sistem enzim yang mensintesis dan melepaskan

insulin baru dari sel beta.

3. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2010) Diabetes mellitus tipe II disebabkan

karena, yaitu :

a. Kegagalan relative sel β

Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin

sepenuhnya, artinya terjadi defesiensi relative insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin

pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa,

maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang

sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitas

terhadap glukosa.

b. Resistensi insulin

Resistensi insulin ialah berkurangnya kemampuan insulin

dalam merangsang produksi dan pengambilan glukosa oleh

jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh

hati.DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin

melainkan disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak


13

mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim

disebut sebagai resistensi insulin (Teixeria, 2011).

Resistensi insulin terjadi akibat faktor genetik dan

lingkungan seperti obesitas, diet tinggi lemak, rendah serat, dan

kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe II

dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan

namun tidak terjadi kerusakan sel-sel beta langerhans secara

autoimun. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe II

hanya bersifat relatif dan tidak absolut (Fatimah 2015).

4. Faktor Resiko

Menurut Ria (2017), faktor resiko diabetes militus bisa dikelompokkan

antara lain:

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

Adapun beberapa faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

yaitu:

1) Ras etnik

2) Umur

3) Jenis kelamin

4) Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus

5) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan> 4000 gram

6) Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah< 2500 gram.

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi (perilaku hidup yang kurang

sehat)
14

Adapun beberapa fakto resiko yang dapat dimodifikasi yaitu:

1) Berat badan lebih

2) Obesitas abdominal/sentral

3) Kurang aktifitas fisik

4) Diet tidak sehat/ tidak seimbang

5) Merokok.

5. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2017) ada 4, yaitu

1) Diabetes mellitus tipe 1 yang disebabkan karena kerusakan sel β,

tipe ini biasanya menyebabkan defisiensi insulin absolut. Diabetes

mellitus tipe I ini dimulai dari adanya penyakitautoimun dimana

system imun tubuh diserang yang kemudian berdampak pada

produksi sel pankreas. Akibat menurunnya insulin menyebabkan

ikatan karbohidarat dalam darah terganggu.

2) Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan karena sekretorik insulin cacat

genetik secara progresif dari latar belakang insulin yang resisten.

Menurut Hudak dan Gallow (2010), diabetes mellitus tipe 2

merupakan dampak dari ketidakseimbangan insulin dalam tubuh

akibat obesitas, gaya hidup, dan pola makan. Konsumsi karbohidrat

yang berlebih menyebabkan ketidakseimbangan ikatan insulin dan

karbohidrat dalam darah.

3) Diabetes tipe lain disebabkan karena penyebab dari penyakit lain,

misalnya cacat genetik pada fungsi sel β, cacat genetik pada kerja
15

insulin, penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosis kistik serta dampak

penyakit dan obat-obatan kimia seperti dalam pengobatan HIV /

AIDS atau setelah transplantasi organ.

4) Klasifikasi yang terakhir adalah diabetes mellitus kehamilan,

tingginya gula darah hanya terjadi pada masa kehamilan dan akan

hilang sendiri setelah melahirkan.

6. Manifestasi Klinis

Pasien diabetes mellitus tipe II sama sekali tidak memperlihatkan gejala

apapun dan didiagnosis dibuat hanya berdasarkan tes pemeriksaan glukosa

darah dan tes toleransi glukosa. pada hiperglikemia yang berat, pasien

tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen.

Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis (Smeltzer, 2018).

Gejala akut Diabetes mellitus tipe II berdasarkan trias DM yaitu :

a. Poliuria (Urinasi yang sering)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam

24 jam akan meningkat melebihi normal. Poliuria timbul sebagai

gejala DM tipe II dikarenakan kadar glukosa dalam tubuh cukup

tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan

berusaha untuk segera mengeluarkannya melalui urin. Gejala

tersebut lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang

dikeluarkan mengandung glukosa. (PERKENI, 2011)

b. Polifagia (Meningkatnya hasrat untuk makan)


16

Pasien diabetes mellitus tipe II akan merasa cepat lapar dan

lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh yang

semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi

(PERKENI, 2011)

c. Polidipsi (Banyak minum)

Rasa haus yang berlebihan akibat glukosa terbawa oleh

urin sehingga tubuh akan berespon untuk meningkatkan cairan di

dalam tubuh (PERKENI, 2011). Glukosa yang hilang bersama

urin maka pasien juga akan merasakan keluhan yang lain seperti,

keletihan, kelemahan, tiba tiba terjadi perubahan pandangan,

kebas pada tangan dan kaki, kulit kering, luka yang sukar sembuh

dan sering muncul infeksi ( Price& Wilson, 2012; Smeltzer &

Bare, 2018).

Gejala kronik diabetes mellitus tipe II menurut Retyana (2015) adalah

sebagai berikut :

1) Kesemutan

2) kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum

3) rasa kebas di kulit

4) kram

5) kelelahan

6) mudah mengantuk

7) pandangan mulai kabur

8) gigi mudah goyah dan mudah lepas


17

9) kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi

impotensi

10) pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin

dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

7. Komplikasi

Komplikasi dari diabetes mellitus tipe II menurut (Smeltzer, 2018) di

bagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi

karena intoleransi kadar glukosa dalam darah yang berlangsung dalam jangka

yang pendek yang mencakup hal berikut ini :

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah

mengalami penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL yang disertai

dengan gejala pusing, gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat

dingin, serta penurunan kesadaran.

b. Ketoasidosis diabetes (KAD)

KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis

metabolik akibat pembentukan keton yang berlebih.Menurut ADA

(2017) ketoasidosis diabetik terjadi akibat tubuh yang kurang

memecah lemak menjadi tenaga, dan hal ini terjadi karena tubuh

yang kekurangan glukosa atau sumber tenaga akibat insulin yang

kurang. Menurut PERKENI (2011) KAD ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi yaitu 300-600

mg/dL, disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan


18

plasma keton yang positif kuat. Osmolaritas plasma meningklat

yaitu 300-320 mOs/mL dan terjadi peningkatan anion gap.

c. Sindrom Nonketotik Hiperosmolar Hiperglikemik (SNHH)

Suatu keadaan koma dimana yang terjadi gangguan

metabolisme yang menyebabkan kadar glukosa darah yang sangat

tinggi, sehingga menyebabkan dehidrasi hipertronik tanpa disertai

dengan ketosis serum.menurut ADA (2017) Hiperosmolar

hiperglikemik ditandai dengan kadar glukosa darah lebih dari

600mg/dL.

Komplikasi kronik biasanya terjadi pada pasien yang telah

menderita diabetes mellitus tipe II selama lebih dari 10-15 tahun.

Komplikasi yang mencakup hal tersebut yaitu :

a. Penyakit makrovaskuler ( pembuluh darah besar)

Biasanya penyakit ini mempengaruhi sirkulasi koroner,

pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah di otak. Menurut

(Bare, BG; Smeltzer, SC, 2010) pembuluh darah besar pada

penyandang diabetes mellitus tipe II mengalami perubahan akibat

aterosklerosis, trombosit, sel darah merah, dan faktor pembekuan

yang tidak normal serta adanya perubahan dinding arteri.

Faktor resiko lain yaitu hipertensi, hiperlipidmia, merokok,

dan obesitas. Hal tersebut melibatkan kelainan struktur di

membrane basalis pembuluh darah kecil dan kapiler dan


19

akanmempengaruhi semua jaringan tubuh tetapi paling utama

dijumpai pada mata dan ginjal(Bare, BG; Smeltzer, SC, 2010).

Kekurangan insulin akan mengganggu jalur poliol

(glukosa, sorbitol, fruktosa), yang menyebabkan penimbunan

sorbitol. Pada jaringan saraf penimbunan sorbitol, fruktosa dan

penurunan kadar mioniositol berefek pada kondisi neuropati.

Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial, atau saraf

otonom.Akibatnya kerusakan terjadi pada pembuluh darah besar

ataumakroangiopati.Makroangiopatiini dapat mengakibatkan

penyumbatan vaskuler pada arteri perifer yang menimbulkan

insufiensi vaskuler perifer disertai klaudikasio intermiten, dan

gangren ekstermitas (Price & Wilson, 2006).

b. Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil).

Biasanya penyakit ini mempengaruhi mata (retinopati) dan

ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk menunda

atau untuk mencegah komplikasi mikrovaskular maupun

makrovaskular.

c. Panyakit neuropati

Komplikasi ini akan mempengaruhi saraf sensori motorik

dan otonom yang akan mengakibatkan beberapa masalah anatara

lain : impotensi dan ulkus diabetikum. Menurut PERKENI (2011)

komplikasi yang paling sering terjadi dan yang paling penting

ialah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal dan


20

biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian tangan.

Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ampurtasi dan ulkus

kaki diabetikum.Gejala yang sering dirasakan adalah kaki yang

terasa seperti terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit

jika di malam hari.

8. Patofisiologi

Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang

lambung.Didalamnya terdapat sekumpulan sel yang berbentuk seperti pulau

dalam peta, sehingga disebut pulau Langerhans pankreas. Pulau pulau ini

berisi sel alpa yang menghasilkan hormone glukagon sel β yang

menghasilkan insulin. Kedua hormon ini akan bekerja secara berlawanan,

glukagon akan meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja

menurunkan kadar glukosa darah (Price & Wilson, 2006).

Diabetes mellitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan

karakteristik utama ialah kejadian glukosa dalam darah yang semakin

meningkat atau hiperglikemia kronik.Meskipun pola pewarisannya belum

jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam

munculnya DM tipe II. Faktor genetik akan berinteraksi dengan faktor faktor

lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, aktivitas fisik yang rendah, diet, dan

juga tingginya kadar asam lemak bebas (Bare, BG; Smeltzer, SC, 2010).

Mekanisme terjadinya diabetes mellitus tipe II umumnya disebabkan

karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
21

metabolism glukosa dalam sel. Reaksi dari adanya resistensi indsulin tersebut

akan mengakibatkan juga penurunan dari reaksi intrasel tersebut. Dengan

demikian insulin akan menjadi tidak efektif dalam menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Dan untuk mengatasi resistensi insulin

tersebut dan juga untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

adanya peningkatan jumlah insulin yang akan di sekresikan (Bare, BG;

Smeltzer, SC, 2010).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi karena

adanya sekresi insulin yang berlebih dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel sel β tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka dengan demikian

kadar glukosa juga akan meningkat dan terjadilah diabetes mellitus tipe II.

Meskipun terjadi gangguan dari sekresi insulin yang merupakan ciri khas

diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat

dalam mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya. Diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol juga akan

menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik

Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK) (Bare, BG; Smeltzer, SC, 2010).

Akibat dari adanya intoleransi glukosa yang berlangsung lama (selama

bertahun tahun) dan secara progresif, maka penyakit diabetes mellitus akan

berjalan tanpa terdeteksi sebelumnya. Jika ada gejalanya yang dialami

pasien, gejala tersebut hanya bersifat ringan, seperti kelelahan, iritabilitas,

poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang sukar sembuh, infeksi atau
22

pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu

konsekuensi yang diakibatkan jika tidak terdeteksinya penyakit diabetes

mellitus tipe II selama bertahun-tahun ialah akan terjadinya komplikasi

diabetes melitus jangka panjang seperti, kelainan mata, neuropati perifer,

kelainan vaskuler perifer hal tersebut mungkin sudah terjadi sebelum

diagnosis ditegakkan (Bare, BG; Smeltzer, SC, 2010).


23

9. WOC
24

10. Penatalaksanaan

Menurut PERKENI 2015 dalam penatalaksanaan pengendalian kadar

gula darah meliputi 4 (empat) pilar yaitu pengetahuan, diit (terapi nutrisi

medis), obat farmakologis (intervensi farmakologis dan olahraga):

a. Edukasi

DM Tipe II umumnya terjadi dikarenakan adanya pola gaya

hidup dan perilaku yang sudah terbentuk secara mapan. Untuk

menuju adanya perubahan perilaku diperlukan partisipasi aktif

pasien, keluarga, lingkungan (Perkumpulan Endokrin, 2015).

b. Terapi Gizi Medis

Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total.Agar dapat berhasil terapi gizi medis

memerlukan keterlibatan menyeluruh dari anggota (dokter, ahli gizi,

petugas kesehatan, dan pasien itu sendiri).Setiap penderita diabetes

sebaiknya mendapat terapi gizi medis sesuai dengan kebutuhan agar

sasaran terapi dapat tercapai.Pada penyandang diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu

makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-

masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan.Komposisi makanan yang dianjurkan


25

terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-

20%.Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

c. Latihan jasmani

Latihan fisik dilakukan untuk menjaga kebugaran, menurunkan

berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga dapat

memperbaiki kadar gula darah. Latihan fisik hendaknya disesuaikan

dengan umur dan kesehatan fisik.Pasien DM tipe II diharapkan

mampu meningkatkan latihan fisik, kecuali bagi mereka yang sudah

mengalami komplikasi.

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama

kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous,

rhytmical, interval, progressive).Sedapat mungkin mencapai zona

sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan

dengan kemampuan dan kondisi penyakit penderita.

d. Intervensi Farmakologis

Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah

belum tercapai dengan target gizi medis dan latihan jasmani. Terapi

farmakologis yang biasa digunakan untuk penderita DM adalah:

1.) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Obat hipoglikemi oral (OHO) bersifat antidiabetik.

2.) Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang

cepat, hiperglikemi yang berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,


26

hiperglikemia hyperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan

asidosis laktat.

11. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Smelzer dan Bare (2010), adapun pemeriksaan penunjang untuk

penderita diabetes melitus antara lain :

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya

(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).

2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah --pecah , pucat, kering yang

tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa

jugaterapa lembek.

3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah

terjadinya ulkus

2. Pemeriksaan Vaskuler

Penilaian vaskuler pada ekstremitas bawah harus dinilai dengan

seksama. Pemeriksaan vaskuler dimulai dari pemeriksaan refilling

kapiler, palpasi arteri ekstremitas bawah, dan lebih lanjut dilakukan

penilaian ankle brachial index(ABI) dengan nilai normal 0,9-1,3. Bila

riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik curiga iskemia pada tungkai atau

bila ulkus tidak sembuh-sembuh, maka dilakukan pemeriksaan tekanan

darah pada ujung jari. Bila tekanan darah ujung jari kurang dari 40

mmHg, atau transcutaneous oxygen tension (TcPO) dengan nilai kurang


27

dari 30 2mmHg karena gangguan perfusi arteri akan menyebabkan

gangguan penyembuhan luka (ADA, 2017).

1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda

asing, osteomelietus.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu),

GDP (Gula Darah Puasa)

b) Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya

kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan

dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah

pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang

ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).

c) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman

yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana

tindakan selanjutnya.

d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan

pembedahan
28

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. PENGKAJIAN
a. Identitas

1) Jenis kelamin :

Perempuan lebih banyak yang mengalami DM dibanding laki-

laki.Perempuan lebih berisiko mengidap diabetes karena secara

fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh

dan obesitas sentral yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan

(premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat

distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses

hormonal tersebut. Estrogen dan reseptornya sangat penting

dalam regulasi berat badan dan sensitivitas insulinsehingga

wanita berisiko menderita DM (Chen , 2013).

2) Umur :

Ditemukan bahwa kelompok umur mempunyai hubungan

dengan kejadian DM. Seiring dengan per tambahan umur,

insiden DM juga semakin meningkat. Hal ini disebabkan

karena dengan semakin bertambah umur semakin besar risiko

terjadinya hiperglikemia akibat penurunan kerja dari pankreas

dalam memproduksi insulin (Smeltzer & Bare, 2018). Hasil ini

sesuai dengan hasil Riskesdas 2013 dan penelitian di Spanyol

bahwa umur berhubungan secara signifikan dengan kejadian

DM, di mana semakin bertambah umur semakin meningkat pula

risikonya (Sorigere e t a l, 2012).


29

b. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II akan

mengeluhkan (Smeltzer & Bare, 2018) (Retyana, 2015):

 Polifagia (Meningkatnya hasrat untuk makan)


 Polidipsi (Banyak minum)
 Poliuria (Urinasi yang sering)
 Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
 Rasa kebas di kulit
 Kesemutan
 Luka yang sukar sembuh dan sering muncul infeksi
 Kram
 Kelelahan
 Mudah mengantuk
 Pandangan mulai kabur
 Gigi mudah goyah dan mudah lepas
 Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi
impotensi
 pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih
dari 4kg.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II pernah

memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, riwayat merokok,

riwayat pola hidup yang kurang baik, riwayat obesitas (Smeltzer

& Bare, 2010) (Ria, 2017).


30

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II memiliki

keluarga dengan penyakit infeksi pada pankreas, tumor pada

pankreas, hipertensi, riwayat diabetes mellitus sebelumnya

(Guyton & Hall, 2012).

c. Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II yang ingin cepat

sembuh akan mentaati diit dan penanganan yang dapat menurunkan

kadar gula darah yang terkontrol. Dalam menangani dan mencegah

komplikasi diabetes mellitus tipe II penderita akan mencoba berbagai

hal(Retyana, 2015).

d. Pola Nutrisi/Metabolisme

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II akan terganggu pola

nutrisi dikarenakan akan merasakan mual dan muntah, nafsu makan

juga menurun, tidak mengikuti diit, peningkatan masukan

glukosa/karbohidat, penurunan berat badan, haus, penggunaan

diuretic (tiazid), bau keton/ manis, bau nafas acetone(Guyton & Hall,

2012).

e. Pola Eliminasi

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II akan terganggu pola

eliminasi dikarenakan akan mengalami perubahan pola berkemih

(poliuria), nokturia, rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih

(infeksi) (PERKENI, 2011).


31

f. Pola Aktivitas /Latihan

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II akan terganggu pola

aktifitas dikarenakan akan merasakan lemah, letih, sulit bergerak /

berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur / istirahat

(PERKENI, 2011).

g. Pola Istirahat Tidur

Biasanya pada penderita diabetes mellitus tipe II akan terganggu pola

aktifitas dikarenakan penderita akan merasakan pusing/ pening, sakit

kepala, abdomen yang tegang/ nyeri, gatal, luka ulkus, stress,

tergantung orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan

kondisi atau penyembuhan yang lama (Smeltzer & Bare, 2010).

h. Pola Kognitif –Persepsi

Biasanya klien tidak mengalami gangguan penginderaan

(penglihatan, pendenagran, penciuman, perabaan, dan pembauan)

dan proses kognitif (berpikir, mengambil keputusan)(PERKENI,

2011).

i. Pola Peran Hubungan

Biasanya klien tidak mampu menjalankan perannya khususnya di

keluarga.Klien juga mengalami gangguan interaksi social dengan

sesama(Retyana, 2015).

j. Pola Seksualitas/Reproduksi
32

Biasanya klien mengalami gangguan seksualitas akibat kondisi klien

yang lemah sehingga terjadi penurunan hubungan seksualitas

(Smeltzer & Bare, 2010).

k. Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri

Biasanya klien tidak begitu mengalami gangguan dalam konsep

dirinya. Ketika ditanyakan mengenai penyakitnya,klien hanya

menjawab seperlunya saja. Tanyakan pandangan klien terhadap

dirinya(Retyana, 2015).

l. Pola Koping-Toleransi Stres

Biasanya pada kasus didapatkan bahwa klien masih mampu mencari

pengobatan terdekat (PUSKESMAS). Biasanya klien mampu untuk

mengatasi stress akibat penyakit denagn cara sering

bertanyaRetyana, 2015).

m. Pola Keyakinan Nilai

Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk

kesembuhan penyakit.Perlu dikaji juga bagaimana pendekatan

spiritual klien (Guyton & Hall, 2012).

n. Pemeriksaan Fisik

Berikut adalah pemeriksaan fisik menurut (Retyana, 2015) (Smelzer

& Bare, 2018) (Guyton & Hall, 2012) adalah sebagai berikut :

Gambaran

Tanda Vital TD : biasanya meningkat


33

N :biasanya menurun atau normal

S : biasanya meningkat atau normal

R :biasanya meningkat

Hidung

Inspeksi : biasanya tidak ada nafas cuping hidung,bentuk simetris

Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi : gigi kadang goyah, ada karies, gusi mudah berdarah

Nafas bau aceton, mukosa bibir kering, kondisi gigi karies atau tidak, tidak ada

stomatitis

Lidah

Inspeksi : lidah sering terasa tebal

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Sinus paranalis

Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Leher

Inspeksi :bentuk simetris atau tidak,bersih atau kotor, tidak adanya bendungan,
34

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak adanya pembesaran kelenjar

Wajah

Inspeksi : konjungtiva anemis, pucat

Dada

Inspeksi : dada terlihat simetris

Palpasi : normal (sonor)

Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 tunggal, aritmia

Abdomen

Inspeksi : peningkatan lingkar abdomen

Perkusi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada asites

Palpasi : ada nyeri tekan pada abdomen

Auskultasi : bising usus menurun

Genetalia eksternal

Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi maupun varises

Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan

Kandung kemih
35

Inspeksi : tidak ada benjolan, dan tidak ada pembesaran

Palpasi : ada nyeri tekan

Ginjal :

Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang

Palpasi : ada nyeri tekan.

Otot

kram otot, tonus otot menurun

Persendian

Inspeksi : adanya kelemahan pada sendi

Kulit

turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban

dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,kemerahan pada kulit sekitar

luka, tekstur rambut dan kuku.

o. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 2 (Smeltzer &

Bare, 2010) :

1) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL

2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat


36

4) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330

mOsm/l

5) Elektrolit : · Natrium : mungkin normal, meningkat, atau

menurun · Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan

seluler), selanjutnya akan menurun. ·

6) Fosfor : lebih sering menurun

7) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari

normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4

bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat

bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak

adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,

ISK baru)

8) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan

penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi

alkalosis respiratorik.

9) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ;

leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap

stress atau infeksi.

10) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/

penurunan fungsi ginjal)

11) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan

adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.


37

12) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada

( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang

mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia

b) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer

c) Ketidakstabilan kadar glukosa darah diabetes melitus

berhubungan dengan resistensi insulin

d) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan

gangguan mekanisme regulasi


38

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa SIKI SLKI


Keperawatan
1 Perfusi perifer Status Sirkulasi Terapi oksigen
1) Wajah pucat (3/5) Aktivitas :
tidak efektif b.d
2) Saturasi oksigen (3/5) 1. Bersihkan mulut,hidung,dan sekresi trakea dengan tepat
hiperglikemia
Integritas jaringan Kulit 2. Batasi aktivitas merokok
1) Suhu kulit (3/5) 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2) Keringat (3/5) 4. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier
3) Perfusi jaringan 5. Berikan oksgen tambahan seperti yang diperintahkan
Perfusi perifer 6. Monitor aliran oksigen
1) Denyut nadi perifer (3/5) 7. Monitor posisi perangkat
2) Penyembuhan luka (2/5) 8. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir perangkatan
3) Sensasi (3/5) oksigen ketika makan
4) Warna kulit pucat (3/5) 9. Amati tanda tanda hipoventilasi induksi oksigen
5) Edema perifer (3/5) 10. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut
6) Parestesisa (3/5) tidak mengganggu upaya pasien untuk bernafas
7) Kram otot (3/5) 11. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa atau dipindahkan
12. Anjurkan pasien untuk mendapatkan oksigen tambahan sebelum
39

8) Nekrosis (3/5) perjalanan udara atau perjalanan ke daratan tinggi dengan cara
yang tepat
Management sensasi perifer
1) Monitor sensasi tumpul atau tajam dan panas dan dingin (yang
dirasakan pasien)
2) Dorong pasien menggunakan pasien tubuh yang tidak terganggu
untuk mengetahui suhu makanan, cairan, air mandi, dan lain-lain
3) Dorong pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang tidak
terganggu dalam rangka mengetahui tempat dan permukaan suatu
benda
4) Instruksikan pasien dan keluarga untuk menjaga posisi tubuh
ketika sedang mandi, duduk, berbaring, atau merubah posisi.
5) Lindungi tubuh terhadap perubahan suhu yang ekstrim
2 Gangguan  Integritas Jaringan Kulit dan Pengecekan Kulit
membran mukosa 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan,
integritas kulit b.d
Kriteria Hasil : kehangatan ekstrim, edema, atau drainase.
neuropati perifer
1) Suhu kulit (3/5) 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema dan
2) Sensasi (3/5) ulserasi pada ekstremitas
3) elastisitas (3/5) 3. Priksa kondisi luka operasi, dengan tepat
4. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang
40

4) hidrasi (3/5) berisiko mengalami kerusakan kulit (misalnya, skala braden)


5) keringat (3/5) 5. Monitor warna dan suhu kulit
6) tekstur ketebalan (3/5) 6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan warna,
7) perfusi jaringan (3/5) memar, dan pecah
8) integritas kulit (3/5) 7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
9) pigmentasi abnormal (3/5) 8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
10) lesi pada kulit (3/5) kelembaban
11) lesi mukosa membran (3/5) 9. Monitor sumber tekanan dan gesekan
12) wajah pucat (3/5) 10. Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
13) Nekrosis (3/5) 11. Periksa pakaian yang terlalu ketat
14) Integritas kulit yang baik bisa 12. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
dipertahankan (3/5) 13. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
(misalnya, melapisisi kasur, menjadwalkan reposisi)
14. Ajarkan anggota keluarga / pemberi asuhan mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit dengan tepat.
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
41

4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali


5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

3 Ketidakstabilan Keparahan hiperglikemia Manajemen hiperglikemi


Indikator: Aktivitas:
kadar glukosa
1. Peningkatan urin output (3/5) 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
darah diabetes
2. Peningkatan suhu (3/5)
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
melitus 3. Lapar berlebihan (3/5)
meningkat
4. Malaise (3/5)
berhubungan
5. Kelelahan (3/5) 3. Monitor kadar glukosa darah
dengan resistensi
6. Sakit kepala (3/5)
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia( poliuri, polidipsi,
insulin 7. Pandangan kabur (3/5)
polifagi, kelaamahan, malaise, mata kabur)
8. Kehilangan berat badan (3/5)
9. Kehilangan nafsu makan (3/5) 5. Monitor intake dan output cairan
10. Mual (3/5)
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, TD
42

11. Mulut kering (3/5) ortostatik dan frekuensi nadi


12. Nafas bau buah (3/5)
7. Berikan asupan cairan oral
13. Infeksi jamur( yeast) (3/5)
14. Gangguan elektrolit (3/5) 8. Konsultasi dengan medis tanda dan gejala hiperglikemia tetap
15. Gangguan konsentrasi (3/5) atau memburuk
16. Perubahan status mental (3/5)
9. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
17. Peningkatan glukosa darah (3/5)
10. Kolaborasi pemberian insulin, jka perlu

11. Kolaborasi pemberian cairan IV

12. Kolaborasi pemberian kalium

13. Berikan karbohidrat sederhana

14. Berikan karbohidrat sederhana

15. Berikan glukagon

16. Berikan karbohidrat sederhana

17. Berikan glukagon


43

18. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet

19. Pertahankan kepatenan jalan nafas

20. Pertahankan akses IV

21. Anjurkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia

22. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia

23. Kolanorasi pemberikan dekstore

24. Kolaborasi pemberian glukagon

25. Anjurkan monitor kadar glukosa darah

4 Resiko Keseimbangan elektrolit Manajemen elektrolit


Indikator: Aktivitas:
ketidakseimbanga
1. Penurunanserum sodium (3/5) 1. Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal
n elektrolit
2. Peningkatan serum sodium (3/5)
2. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
berhubungan 3. Penurunan serum potasium (3/5)
4. Peningkatan serum potasium (3/5) 3. Pertahankan kepatenan akses IV
dengan gangguan
5. Penurunan serum klorida (3/5)
mekanisme
44

regulasi 6. Peningkatan serum klorida (3/5) 4. Berikan cairan sesua resep


7. Penurunan serum kalsium (3/5)
5. Pertahankan pencacatan asupan dan haluaran yang akurat
8. Pengingkatan serum kalsium (3/5)
9. Penurunan serum manesium (3/5) 6. Pertahankan pemberian cairan intraveous berisi elektrolit dengan
10. Peningkatan serum magnesium laju yang lambat
(3/5)
7. Berikan suplemen elektrolit
11. Penurunan serum fosfor (3/5)
12. Peningkatan serum fosfor (3/5) 8. Monitor kehilangan cairan yang kaya elektrolit

9. Lakukan pengukuran untuk mengontrol kehilangan elektrolit


yang berlebihan

10. Instruksikan klien dan keluarga mengebai modifikasi diet secara


spesifik

11. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang


diresepkan

Sumber :
45

TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I). Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan(1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
46
47

BAB III
LAPORAN KASUS
Kelompok : H1

Ruang Praktek : Interne

Minggu ke - : 3 dan 4

Tanggal Pengkajian :2 Desember 2019

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas Pasien

Nama : Ny. L No.Rek.Medis : 01068952 19

Umur : 57 Tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : tidak ada

Agama : Islam

Status perkawinan : Cerai

Alamat : Jl.indarung RT 002 RW 009 No.5 Lubuk Kilangan

Tanggal masuk : 27 November 2019

Yang mengirim : RS Unand

Cara masuk RS : melalui IGD

Diagnosa medis : Diabetes Melitus Tipe II + Acute Limb Iskemic G. II


48

Identitas Penanggung Jawab

Nama : Linda Munir

Umur : 50 Tahun

Hub dengan pasien : Kakak

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat :Jl. Raya Indarung RT 002 RW 009 No. 5 Lubuk


Kilangan

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utamasaat masuk rumah sakit

Ny.L dirujuk dari RS Unand ke RSUP Dr.MDjamil Padang pada


tanggal 27 November 2019. Ny.L masuk melalui IGD dengan keluhan
nyeri di kaki kiri meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
kepalanya pusing dan kakinya membiru sejak 6 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya Ny.L merupakan pindahan dari ruang bedah
setelah Ny. L melakukan post operasi amputasi above knee pada
tanggal 30 November 2019 pukul 10.00 WIB. Ny.L dipindahkan pada
tanggal 1 Desember 2019 karena kadar gula darah Ny.L yang tidak
terkontrol. Ny. L tampak pucat dan lemah, perban luka post operasi
Ny. L tampak kering dan bersih.

keluhan saat ini

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 2 desember 2019, Ny.L


mengatakan bahwa kepalanya masih pusing dan badan terasa lemah,
selalu merasa ingin kencing dan kencing yang tidak tertahan, sesak
ada, Ny.L mengatakan nafsu makannya menurun. Ny.L mengatakan
tidak ada mual dan muntah.Pada saat pengkajian luka post op pada
kaki Ny.L tampak kering, luka bersih dengan diameter 10 cm masih
49

terpasang perban pada hari kedua post op. Sedangkan pada kaki
sebelah kanan atau kaki yang tidak di amputasi, Ny.L mengeluhkan
sering merasa kesemutan dan kebas.

Alasan masuk rumah sakit

Ny.L masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri di kaki kiri meningkat
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, kepalanya pusing dan sering
kesemutan pada bagian kaki sejak 1 minggu yang lalu, kakinya
membiru sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Ny.L dirujuk dari
RS Unand dikarenakan Ny.L direncanakan untuk melakukan tindakan
amputasi.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Ny. L sebelum masuk ke rumah sakit RSUP Dr.Mdjamil Padang, Ny.L


pernah di rawat di Rumah Sakit Unand Padang.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Ny.L mengalami penyakit diabetes melitus sudah 4 tahun yang lalu,
tetapi Ny.L jarang dan tidak teratur minum obat. Ny.L mengatakan
bahwa tidak ada memiliki riwayat Hipertensi, Ny.L mengatakan bahwa
tidak ada mengalami penyakit lain seperti jantung dan lain-lain.
Keluarga Ny.L mengatakan Ny.L memiliki riwayat kolesterol tinggi
dan suka makan makanan yang bersantan. Sebelum sakit Ny.L
memiliki gaya hidup yang buruk seperti pola makan Ny.L sering
makan pada malam hari biasanya pada pukul 09.00 malam. Ny. L
mengatakan ia adalah pecinta kopi, dalam sehari Ny.L bisa
mengkonsumsi 6-8 kali. Pola tidur Ny.L juga tidak seperti orang
biasanya yaitu keluarga Ny.L mengatakan Ny.L tidur pada pukul 04.00
atau 05.00 subuh dan bangun pukul 12.00 siang yang ia lakukan
hampir setiap hari. Keluarga Ny.L mengatakan Ny.L hampir tidak
pernah melakukan olahraga. Ny.L memiliki riwayat merokok saat
masih umur 25 tahun sampai ia menikah.
50

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit yang sama seperti yang dirasakan oleh Ny.L pada
saat ini. Keluarga Ny.L juga mengatakan bahwa tidak ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, jantung, DM dan
lain – lain.

3. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN


Persepsi terhadap penyakit :

Ny.L mengatakan lemas dengan penyakitnya, Ny.L mengatakan


bahwa Ny.L khawatir jika penyakit tidak sembuh, Ny.L mengikuti aturan
yang ada di RS.Ny.L mengatakan bahwa Ny.L selalu optimis dan selalu
semangat dalam menghadapi penyakitnya.

PENGGUNAAN :

Tembakau: Ny.L mengatakan bahwa iamengkonsumsi tembakau pada saat


masih muda dalam 2 hari ia menhabiskan 1 bungkus rokok.

Alkohol : Ny.L mengatakan tidak ada mengkonsumsi alkohol

Obat lain : Ny.L mengatakan tidak ada mengkonsumsi obat lain. Ny.L hanya
mengkonsumsi obat diabetes melitus yang didapatkan dari puskesmas dekat
rumahnya tetapi dikonsumsi tidak pernah teratur.

Alergi (obat-obatan, makanan, plester, zat warna):

Ny.L mengatakan bahwa tidak ada alergi obat-obatan, makanan dan zat
warna.

Obat-obatan warung/tanpa resep dokter :

Ny.L mengatakan bahwa tidak ada mengkonsumsi obat-obatan warung atau


obat tanpa resep dokter.
51

Kepatuhan terhadap terapi pengobatan :

Sebelum masuk Rumah Sakit Ny.L tidak teratur dalam mengkonsumsi obat
gula, namun setelah masuk RS dan kakinya di amputasi Ny.L mengatakan
ingin patuh dalam therapy pengobatan yang diberikan oleh dokter di RS.

Upaya adaptasi terhadap perubahan status kesehatan :

Ny.L mengatakan bahwa upaya yang ia lakukan dalam beradaptasi terhadap


perubahan kesehatannya ialah dengan selalu bersyukur dengan apa yang telah
terjadi. Ia mengatakan akan menerima terhadap fisik yang ia punya saat ini.

Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan :

Ny.L mengatakan saat dirumah sakit dan saat sakit ia sudah mulai
menyesuaikan gaya hidupnya yaitu dari yang suka minum kopi sekarang
sangat dikurangi bahkan tidak pernah dikonsumsi lagi. Pola tidur Ny.L juga
sudah diperbaiki dari yang tidur dengan jam yang salah menjadi pola tidur
orang pada umumnya. Kemudian untuk konsumsi makanan Ny.L hanya
mengkonsumsi makanan yang diberikan dari rumah sakit. Sesekali Ny.L
pernah meminta untuk makanan dari luar namun, keluarga tidak menuruti
keinginan Ny.L.

4. POLA NUTRISI/METABOLISME
BB : 58 kg

TB : 155 cm

BB 58 58
IMT : = = =24 , 1 ( Status gizi baik atau normal )
( TB ) (1, 55) 2 , 4
2 2

Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : tidak ada terjadi penurunan berat


badan

Pola Makan

Di rumah
52

Frekuensi : 2-3 kali/hari

Makan Pagi :jarang makan pagi, saat makan Ny.L makan lontong 1 porsi
habis

Makan Siang : Makan Nasi, lauk, sayur. Habis 1 porsi +-2000 kkal

Makan Malam : Makan NasiMakan Nasi, lauk, sayur. Habis 1 porsi +-2000
kkal

Pantangan/Alergi : Tidak Ada alergi

Makanan yang disukai : gulai ikan yang bersantan

Di rumah sakit

Jenis diet dan jumlah kalori : diet saat ini yaitu diit DM dengan 1670 kalori.

Nafsu Makan: Ny.L mengatakan bahwa selama di rumah sakit nafsu


makannya menurun.

Jumlah diet yang dihabiskan : Ny.L mendapatkan makanan 1 porsi, namun


Ny.L hanya menghabiskan ½ porsi dari
makanannya.

Keluhan mual / muntah : Ny.L mengatakan tidak ada mual dan muntah

Penggunaan NGT : Ny.L tidak terpasang NGT

Kesulitan Menelan (Disfagia): Ny.L tidak ada kesulitan dalam


menelan

Skrining Nutrisi

Indikator Penilaian Malnutrisi Skor

0 1 2 Nilai

1. Nilai IMT 18,5- 17-18,4 / <17 / 1


22,9 23-24,9 >23
53

2. Apakah pasien kehilangan <5% 5-10% >10% 0


BB dalam waktu 3 bulan
terakhir?
3. Apakah pasien dengan baik Kurang Sangat 1
asupan makanan kurang kurang
lebih dari 5 hari?
4. Adanya kondisi penyakit tidak Ya 2
pasien yang mempunyai
resiko masalah nutrisi
5. Pasien sedang mendapat tidak Ya 1
diet makanan tertentu
TOTAL SKOR Resiko Tinggi (5)

Jika total skor :

0 = risiko rendah

1 = risiko sedang

>2 = risiko tinggi

Pola Minum

Di rumah Di rumah sakit

Frekuensi :6– 8 gelas / hari Frekuensi : 2-4 gelas / hari

Jenis :air putih, kopi Jenis : air putih, susu

Jumlah : 2500-3000 ml/24 Jumlah : 1250 ml/24 jam


jam

Pantangan :Tidak Ada Pembatasan cairan : Tidak Ada

Minuman : kopi 6 gelas/hari


disukai

Intake cairan 24 jam (uraikan apa saja intake pasien):

Oral : 1250 ml

Parental : Infus Nacl 0,9% / 8 jam = 3 x 500 = 1500 cc

Air metabolisme : 5cc x BB = 5x58 = 290


54

Total : 3.040 cc

Ouput Cairan 24 jam (uraikan apa saja ouput pasien) :

Pengeluaran cairan urine

Urin : 1500 cc

Muntah : -

IWL : 12 X BB = 12 X 58 = 870 cc / 24 jam

IWL : 870 cc / 24 Jam

Total :2.870

Perhitungan Balance Cairan :

Intake – output = 3.040 cc – 2.870 cc = 160 cc

Perubahan pada kulit

Keluhan pasien terkait masalah kulit (misalnya kering, gatal, adanya lesi) :

Kulit Ny.L tampak agak sedikit kering, tidak ada gatal dan tidak ada lesi pada
kulit Ny.L. Pada ekstremitas tampak udem.

Faktor resiko luka tekan :

Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton

Yang dinilai 4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk

Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor

Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Di tempat


bantuan tidur

Mobilitas Bebas Gerak terbatas Sangat Tidak


bergerak terbatas bergerak
55

Inkontinensia Kontinen Kadang Selalu Inkontinen


inkontinen kontinen urin dan alvi

Total skor Rentan beresiko (14)

Kriteria penilaian :

16 – 20 = tidak beresiko

12 – 15 = rentan resiko

< 12 = resiko tinggi

Pengkajian adanya luka/ulcer

Ukuran luka :terdapat luka post amputasi di ekstremitas bawah bagian kiri.
Hari ke 2 post amputasi.

Kondisi luka :luka tampak bersih dan kering. Luka masih terbalut perban.

Gambar luka : luka amputasi bagian bawah lutut kiri

5. POLA ELIMINASI
a. BAB
Di rumah Di rumah
sakit
Frekuensi : 1-2 kali / hari Frekuensi :1 kali / 2 hari
Konsistensi : Padat Konsistensi : Lembek
Warna :Kuning Warna :kuning agak
kecoklatan
Tgl defekasi terakhir 2 Desember 2019

Masalah di rumah sakit : masalah di rumah sakit yaitu jarang BAB.

Kolostomi : Ny.L tidak ada pemasangan kolostomi

Output kolostomi berupa : Tidak Ada

Keluhan pasien terkait kolostomi : Tidak ada keluhan pada kolostomi


56

b. BAK
Di rumah Di rumah
sakit

Frekuensi : 7-10 kali / hari Frekuensi :sering

Jumlah : 3000 ml /24 jam Jumlah : 1500 ml/ 24 jam

Warna : kuning Warna : kuning pekat

Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi


( )

Inkontinensia : Ny.L inkontinensia urine sebelumnya

Kateter : Ny. L terpasang kateter

6. POLA AKTIVITAS /LATIHAN


a. Kemampuan Perawatan Diri:
Instrumen Penilaian Indeks Skala Barthel

No Aktivitas yang Dinilai 0 5 10

1 Makan √

2 Berubah sikap dari berbaring ke duduk/dari √


kursi roda ke tempat tidur

3 Mandi √

4 Berpakaian √

5 Membersihkan diri √

6 Berpindah/berjalan √

7 Masuk keluar toilet sendiri √

8 Naik turun tangga √

9 Mengendalikan buang air kecil √

10 Mengendalikan buang air besar √

TOTAL SKOR Ketergantungan sebagian


57

Keterangan :

Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu
melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri

Interpretasi skor total :

0 – 20 = ketergantungan total

√21 – 99 = ketergantungan sebagian

100 = mandiri

b. Kebersihan diri (x/hari)


Di rumah Di rumah
sakit

Mandi :2 kali / hari Mandi :1 kali sehari

Gosok gigi : 2 kali / hari Gosok gigi : 1 kali sehari

Keramas : 1 kali / hari Keramas : Tidak Ada

Potong kuku :1 kali / minggu Potong kuku :Tidak Ada

c. Alat bantu: Ny.L tidak memakai alat bantu, segala aktivitas dibantu oleh
keluarga.
d. Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan
Ny.L tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari karena Ny.L mengatakan
badannya lemas untuk beraktivitas.

e. Olah raga : selama di rumah sakit, Ny.L tidak ada olahraga, hanya berbaring
ditempat tidur.

7. POLA ISTIRAHAT TIDUR


Di rumah Di rumah
58

sakit

Waktu tidur : Ny.L tidur dari pukul 4-5 Waktu tidur : Siang+- 3 jam /
sampai pukul 12 siang. Kira hari
kira dalam sehari Ny.L tidur
8 jam/hari.

Jam tidur Ny.R tidak seperti :Malam+- 4-6 jam /


jam tidur pada umumnya hari

Jumlah jam : 6-8 jam Jumlah jam : 7-9 jam


tidur tidur

Masalah di RS : Ny.L mengatakan sering terbangun ketika ia tidur

Merasa segar setelah tidur : Ny.L mengatakan merasa tidak segar setelah
bangun tidur

8. POLA KOGNITIF –PERSEPSI


Status mental: Ny.L sadar

Bicara: Ny.L bicaranya normal

Bahasa sehari-hari : Ny.L menggunakan bahasa daerah

Kemampuan membaca : Ny.L bisa membaca

Kemampuan berkomunikasi: Ny.L mampu berkomunikasi dengan keluarga,


perawat dan orang disekitarnya

Kemampuan memahami : Ny.L mampu memahami sesuatu yang disampaikan


kepadanya

Tingkat Ansietas: ringan, Ny.L cemas penyakitnya tida dapat sembuh kembali

Pendengaran: pendengaran Ny.L baik

Penglihatan: Tidak ada gangguan pada penglihatan Ny.L


59

Vertigo: Ny.L tidak mengalami vertigo

Ketidaknyamanan/Nyeri: Tidak ada nyeri

Deskripsi : P : -

Q:-

R:-

S:-

T:-

Penatalaksanaan nyeri: -

9. POLA PERAN HUBUNGAN


Pekerjaan : Ny.L mengatakan bahwa ia adalah seorang ibu rumah tangga

Status Pekerjaan: Tidak Bekerja

Sistem pendukung: keluarga

Keluarga serumah saudaranya keluarga tinggal berjauhan saudara / family

Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit:

Kelsuarga Ny.L mengatakan tidak ada masalah keluarga berkenan dengan


perawatan dirumah sakit

Kegiatan sosial : Ny.L mengatakan semasa belum sakit, Ny.L mengikuti kegiatan
sosial yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.

10. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI


Tanggal Menstruasi Akhir(TMA) :Ny.L tidak lagi menstruasi karena Ny.L
sudah monopouse

Masalah Menstruasi: Tidak ada masalah menstruasi


60

Pap Smear Terakhir: Ny.L tidak ada melakukan pemeriksaan pap smear

Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: Tidak Ada

Masalah Seksual berhubungan dengan penyakit: Tidak ada masalah

11. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI


a. Body image/gambaran diri
( √ ) cacat fisik

( ) perubahan ukuran fisik

( √ ) fungsi alat tubuh terganggu

( ) keluhan karena kondisi tubuh

( ) transplantasi alat tubuh

( ) pernah operasi

( ) proses patologi penyakit

( ) kegagalan fungsi tubuh

( ) gangguan struktur tubuh

( ) menolak berkaca

( √ ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh

( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang

Jelaskan :Ny.L mengatakan bahwa badannya lemas, Ny.L mengatakan


bahwa fungsi tubuhnya terganggu karena dilakukannya
operasi amputasi.

a. Role/peran
( ) overload peran

( ) konflik peran

( √ ) perubahan peran

( ) keraguan peran

( ) transisi peran karena sakit


61

( ) overload peran

( ) konflik peran

( ) perubahan peran

( ) keraguan peran

( ) transisi peran karena sakit

( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh

( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang

Jelaskan :Ny.L mengatakan bahwa badannya lemas, Ny.L mengatakan


bahwa fungsi tubuhnya terganggu

b. Role/peran
( ) overload peran

( ) konflik peran

( √ ) perubahan peran

( ) keraguan peran

( ) transisi peran karena sakit

Jelaskan :Ny.L mengatakan saat ini tidak dapat menjalankan


perannya sebagai ibu rumah tangga

c. Identity/identitas diri
( ) kurang percaya diri

( ) merasa terkekang

( ) tidak mampu menerima perubahan

( ) merasa kurang memiliki potensi

( ) kurang mampu menentukan pilihan

( ) menolak menjadi tua

Jelaskan :Ny.L mengatakan bahwa dirinya adalah seorang perempuan

d. Self esteem/harga diri


( ) mengkritik diri sendiri dan orang lain
62

( ) merasa jadi orang penting

( ) menunda tugas

( ) merusak diri

( ) menyangkal kemampuan pribadi

( ) rasa bersalah

( ) menyangkal kepuasan diri

( ) polarisasi pandangan hidup

( ) mencemooh diri

( ) mengecilkan diri

( ) keluhan fisik

( ) menyalahgunakan zat

Jelaskan :Ny. L mengatakan bahwa tidak ada masalsh dengan harga


dirinya, ia mengatakan tidak malu dengan kondisinya
seperti ini

e. Self ideal/ideal diri


( ) masa depan suram

( √ ) terserah pada nasib

( ) merasa tidak memiliki kemampuan

( ) tidak memiliki harapan

( ) tidak ingin berusaha

( ) tidak memiliki cita-cita

( ) merasa tidak berdaya

( ) enggan membicarakan masa depan

Jelaskan :Ny.L mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa pulang ke


rumah, sehingga dapat kembali berkumpul dengan
keluarganya. Ny.L merasa tidak berdaya dengan penyakit
yang dialaminya.
63

12. POLA KOPING-TOLERANSI STRES


a. Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial, perawatan diri)
Ny.L mengatakan tidak ada masalah selama Ny.L dirawat di RS

b. Kehilangan/perubahan besar di masa lalu:


Tidak Ada

c. Hal yang dilakukan saat ada masalah:


Ny.L mengatakan apabila ada masalah, Ny.L menyelesaikan dengan
musyawarah bersama keluarga dan saudaranya.

d. Penggunaan obat untuk menghilangkan stress:


Ny.L tidak ada mengkonsumsi obat-obatan untuk menghilangkan
stress

e. Keadaan emosi dalam sehari-hari: Ny.L santai


13. POLA KEYAKINAN NILAI
Agama: Ny.L beragama islam

Pantangan Keagamaan: Ny.L tidak ada pantangan terhadap keagamaan

Pengaruh agama dalam kehidupan: Ny.L selalu beribadah dan berdoa kepada
tuhan agar dapat menyembuhkan penyakitnya.

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini: Ny.L dapat kunjungan


rohaniawan

14. PEMERIKSAAN FISIK


Gambaran

Tanda Vital Suhu :370C Lokasi : Axilla

Nadi :58 x/i Irama : reguler pulsasi teratur

TD : 114/87 mmHg Lokasi : Arteri Radialis

RR : 25 x/i Irama : Irreguler


64

Tinggi badan 155 cm

Berat badan sebelum masuk RS : 53 kg, rumah sakit : 53 kg

LILA Normal

Kepala :

Rambut Rambut bersih dan sedikit beruban

Mata Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis,


pupil isokor
Hidung
Tidak ada pembengkakan, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada polip
Mulut Tidak ada sianosis, mukosa mulut kering
Telinga Tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran

Leher

Trakea Normal, Tidak ada deviasi trakea

JVP JVP 5-2 cmH2O

Tiroid Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Nodus Limfe Tidak ada pembesaran nodus limfe

Dada I : simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding


dada
Paru
P : fremitus kanan dan kiri sama

P :sonor

A : vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan

Jantung I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus cordis teraba 3 jari medial lateral


midclavikula sinistra RIC V

P : batas jantung, atas : RIC II, kiri : 3 jari medial


lateral midclavikula sinistra RIC V, kanan : lateral
midclavikula dextra
65

A : regular, tidak ada bunyi tambahan, S1 dan S2


normal

Abdomen I : tidak ada lesi dan tidak ada bekas operasi pada
abdomen, tidak ada asites, tidak ada distensi abdomen

A : bising usus normal (12 x/menit)

P : tidak teraba pembesaran hepar, limfe, dan tidak


ada nyeri tekan, tidak ada nyeri spontan

P : Tympani

Ekstremitas Kekuatan otot : lemah

Muskuloskeletal/Sendi Inspeksi : kaki sebelah kiri telah dilakukan post


amputasi, ekstremitas tampak udem

Palpasi :pitting udem, derajat 2 (ditekan lalu kembali


dalam waktu 5 detik). Lokasinya di kaki.

Vaskular Perifer : CRT >3 detik

Ankle Brachial Index : 0,60

Integumen Inspeksi : kulit sedikit kering, tidak ada lesi

Palpasi : akral teraba dingin, turgor kulit jelek, pucat

Neurologi

Status mental/GCS GCS 15 E4M6V5 : compos mentis

Saraf cranial Tidak ada saraf cranial yang terganggu

Tidak ada defisit sensori dan parises

Reflek fisiologi Reflek fisiologis normal

Reflek patologis Reflek patologis normal

Payudara Tidak ada kelainan pada payudara, payudara simetris


kiri dan kanan, tidak ada benjolan, tidak ada masa

Genitalia Tidak ada kelainan pada genitalia

Rectal Tidak ada kelainan pada rectal


66

15. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnostik
USG vascular :Ditemukan adanya nekrotik dan injuri di kaki sebelah kiri

Laboratorium

Tanggal 1 Desember 2019

o Hb : 10,4 gr/dl (N =12-14)


o Leukosit : 4.250/mm₃ (N =5000-10000)
o Ht : 31% (N =40-48)
o Trombosit : 387.000/mm₃ (N =150.000-400.000)
o Ureum darah : 11,8mg/dl (N =10.0-50.0)
o Kalsium :8,9 mg/dl (N =8,1-10,4)
o Natrium :138Mmol/L (N =16-145)
o Kalium :3,8Mmol/L (N =3,5-5,1)
o Klorida serum : 111Mmol/L (N =97-111)
o Albumin : 2,5 g/dL (N =3,8-5,0)
o Globulin : 1,8 g/dL (N =1,3-2,7)
o Hemostasis PT : 10,8 detik (N =8,5-11,5)

Tanggal 3 Desember 2019

o Hb : 11,2 gr/dl (N =12-14)


o Leukosit : 4.770/mm₃ (N =5000-10000)
o Ht : 42% (N =40-48)
o Trombosit : 288.000/mm₃ (N =150.000-400.000)
o Eritrosit : 4,81 106/uL (N =4,00-4,50)
o Limfosit : 11 % (N =20-40)
67

16. TERAPI
Tanggal Terapi yang Didapat Orderan

2 desember 2019 IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf

Novorapid 6 unit

Nebu (combivent) / 8 jam

Paracetamol 3 x 500mg

Injeksi lasik 1 x 20 (IV)

Ceftriaxone 3 x 1g (IV)

Bisoprolol 1x2,5 mg

PERENCANAAN PEMULANGAN

Rencana Tindak Lanjut:


68

B. ANALISA DATA
No Data Penunjang Masalah Etiolog WOC
Keperawatan i

DS: Ketidakstabila Resiste Resistensi


n kadar gula nsi insulin
1. - Pasien mengatakan darah insulin
ada riwayat DM
sejak 4 tahun lalu

- Pasien mengatakan Gula darah


tidak teratur minum tidak dapat
obat
- Pasien mengatakan diserap oleh
sudah mengikuti tubuh
peraturan makan
dari rumah sakit
- Pasien mengeluh
lemah dan lesu,
badannya seperti Gula darah
malas untuk tidak dapat
digerakkan. Ia
hanya ingin terkontrol
berbaring. dalam darah

DO:

- Kulit tampak pucat Peningkatan


- Kaki tampak sulit kadar gula
digerakan darah
- Peningkatan jumlah
urin 24 jam : 1.500
ml
- GDS pasien 2 Gula darah
oktober 2019
tidak stabil
 Pukul 06.30 :
308 mg/dl
 Pukul 12.30 :
MK: Resiko
69

197 mg/dl ketidakstabilan


 Pukul 14.30 : gula darah
216 mg/dl
- TD : 114/87 mmhg perfusi Hipergl
jaringan ikemia
2. DS: perifer tidak
efektif
- Pasien mengatakan
kaki sering
kesemutan Penurunan
- Pasien mengatakan
pemakaian
kaki yang kebas
sebelah kanan, glukosa
terutama telapak
kaki
- Pasien mengatakan
kaki kebas sudah hiperglikemia
dirasakan sebelum
masuk rumah sakit,
bersamaan dengan
viskositas darah
kebas kaki kiri
yang diamputasi meningkat
namun tidak
separah dan
membiru seperti
kaki kiri. aliran dalam
darah melambat
DO:

- Akral teraba dingin


dan kulit tampak
pucat iskemik
- Saat dipalpasi jaringan
terdapat pitting
udem, derajat 2
(ditekan lalu
kembali dalam
waktu 5 detik). MK:Ketidakef
- Kulit sedikit kering, ektifan perfusi
tidak ada lesi jaringan
- Saat dilakukan perifer
palpasi, akral teraba
dingin, turgor kulit
70

jelek
- CRT >3 detik
- Nilai ABI : 0,6
- GDS pasien 2
oktober 2019
 Pukul 06.30 :
308 mg/dl
 Pukul 12.30 :
197 mg/dl
 Pukul 14.30 :
216 mg/dl

- Konjungtiva
anemis
- TD : 114/87 mmhg,
nadi : 58 x/i, suhu :
370c
- Hb : 10,4
gr/dl

3. S: Intoleransi kelema kelemahan


aktifitas han
- pasien mengatakan
lemah
kelemahan oto-
- pasien mengatakan
otot
sesak napas
bertambah jika
beraktifitas
- pasien mengatakan kelemahan fisik
kaki kebas dan sulit
untuk beraktivitas
- pasien mengatakan keterbatasan
sulit beraktifitas fisik
dengan kaki yang
hanya satu
- pasien mengatakan MK:
kakinya diamputasi intoleransi
pada tanggal 30 aktivitas
November 2019
71

DO:

- CRT > 3 dtk


- Pasien tampak
lemah
- TD : 114/87 mmHg
- TD saat aktivitas :
132/94 mmHg
- Pernafasan : 25 x/i.
- Pernafasan saat
beraktivitas : 28
x/i.
- Nadi : 58 x/i
- Nadisaat
beraktivitas : 92x/i
- Hb : 10,4
gr/dl

4. DS: Resiko infeksi Efek diabetes melitus


prosedu
- Klien mengatakan r
demam tidak ada invasif kerusakan
- Klien mengatakan
lemah pembuluh
- Klien mengatakan kapiler
pada luka post
operasi tidak terasa
nyeri dan panas penurunan
suplai O2 dan
DO: nutrisi ke
jaringan
- Klien tampak
lemah
- Leukosit :
4.250/mm₃ iskemik
- Suhu : 37 oC
- Luka post
amputasi hari ke 6 gangren
- Kondisi luka
72

amputasi balutan
bersih dan kering
nekrotik
- Luka tertutup
perban

amputasi/

prosedur invasif

MK: resiko
infeksi

5 DS: Manajemen Kurang Kurang terpapar


. kesehatan terpapa informasi
- Ny.L mengatakan tidak efektif r
tidak pernah informa
terpapar informasi si
dalam perawatan kurang
diabetes mellitus informasi
- Ny.L mengatakan
memiliki gaya
hidup yang buruk. manajemen
- Ny.L mengatakan kesehatan buruk
mengetahui
penyakit diabetes
mellitus tipe 2 MK:
sudah 4 tahun ini Manajemen
- Ny.L mengatakan kesehatan
tidak teratur dalam tidak efektif
kontrol penyakitnya
- Ny.L mengatakan
tidak teratur minum
obat

DO:

- Ny.L memiliki
riwayat merokok
saat masih umur 25
tahun sampai ia
73

menikah.
- Ny.L tidak
melakukan
tindakan seperti
mengubah pola
hidupnya untuk
mengurangi resiko
penyakitnya
- Aktifitas hidup
sehatri-hari Ny.L
tidak efektif untuk
memenuhi
kesehatannya

C. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tgl Tanda Tgl Tanda


keperawatan ditegakka tangan teratasi tangan
n

1. Ketidakstabilan kadar 2-12-2019 MHS 8-12- MHS


gula darah b.d 2019
resistensi insulin

2 Perfusi jaringan perifer 2-12-2019 MHS 8-12- MHS


tidak efektif b.d 2019
diabetes mellitus

3 Intoleransi aktivitas b.d 2-12-2019 MHS 8-12- MHS


kelemahan 2019

4 Resiko infeksi b.d efek 6-12-2019 MHS 8-12- MHS


prosedur invasi 2019

5. Manajemen kesehatan 8-12-2019 MHS 8-12- MHS


tidak efektif b.d 2019
Kurang terpapar
74

informasi
75

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa SLKI SIKI

Kep

1 Ketidakstabilan Kestabilan kadar gula darah Manajemen hiperglikemi


kadar gula darah Indikator: Aktivitas:
b.d resistensi
insulin - Kesadaran (4/5) - Monitor kadar glukosa darah, sesuai
- Mengantuk (4/5) indikasimonitor tanda dan gejala hierglikemi,
- Pusing (2/5) poliuria, polifagi, kelemahan, alergi, malaise,

- Lelah/lesu (2/5) pandangan kabur, atau sakit kepala

- Keluhan lapar (4/5) - Monito AGD, elektrolit, dan kadar

- Berkeringat (3/5) betahidroksibutirat

- Rasa haus (2/5) - Monitor nada dan tekanan darah

- Kadar glukosa dalam darah (2/5) - Dorong asupan cairan oral.

- Kadar glukosa dalam urin (2/5) - Monitor status cairan (termasuk inpit dan output

Kontrol risiko - Identifikasi kemungkinan penyebab


76

Indikator: hiperglikemi
- kemampuan mencari informasi tentang - Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah
risiko (3/5) - Instruksikan pasien mengenai penggunan obat
- kemampuan melakukan strategi kontrol untuk mengurani prelood
resiko (3/5) - Tinggikan kepala tempat tidur dan memperbaiki
- kemampuan mengubah gaya hidup (2/5) ventilasi, sesuai kebutuhan
- kemampuan mengenali perubahan status Pemantauan nutrisi
kesehatan(3/5) Aktivitas :
- penggunanaan fasilitas kesehatan(3/5) - Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan
- pemantauan perubahan status kesehatan gizi
(3/5) - Identifikasi perubahan BB
- Identifikasi kelainan kulit, kuku, rambut, rongga
mulut dan konjungtiva
- Timbang BB
- Hitung perubahan BB
- Atur pemberian nutrisi
- Jelaskan tujuan pemantauan nutrisi
77

2 Perfusi jaringan Perfusi perifer Perawatan sirkulasi


perifer tidak Indikator : Aktivitas :
efektif b.d - penyembuhan luka (3/5) - Periksa sirkulasi perifer ( nadi, edema, kapiler,
diabetes mellitus warna, suhu, ABI)
- sensasi (3/5)
- Monitor panas, kemerahan, atau bengkak
- Warna kulit pucat(4/5) ektremitas
- Lakukan pencegahan infeksi
- Edema perifer (3/5)
- Lakukan perawatan kuku dan kaki
- Nyeri ekstremitas (3/5)
- Lakukan hidrasi

- Kelemahan otot (2/5) - Anjurkan mengikuti perawatan di rumah sakit


- Anjurkan program diet untuk memperbaiki
- nekrosis (3/5)
sirkulasi
- pengisian kapiler (3/5) - Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan control nadi dan tekanan darah rutin
- akral(3/5)
Manajemen sensasi perifer :
- turgor kulit (3/5) Aktivitas:
78

- monitor sensas tumpul atau tajam dan panas


ataudingin (yang dirasakan pasien)
- dorong pasien menggunakan bagian tubuh ang
tidak terganggu untuk mengetahui suhu
makanan,cairan, air mandi, dan lain-lain
- instruksikan pasien dan keluarga untuk
memeriksa adanya kerusakan kulit setiap
harinya
- dorong penggunaan sarung tangan atau alat
pelindung lain pada bagian tubuh yang
terganggusaat harus bersentuhan dengan benda-
benda yang panas, permukaan berbahaya, atau
enda lain yang berpotensi menyebabkan kerusan
- letakan bantalan pada bagian tubuh yang
terganggu untuk melindungi area tersebut
- instruksikan pasien ntuk menggunakan waktu
sebagai penanda untuk merubah posisi bukan
79

berdasarkan kenyamanan pasien


- imobilisasaikan kepala, leher, dan punggung
dengan tepat
- instrusikan pasien untuk selalu mengamatai
posisi tubuh jika propriosepsi terganggu

3 Intoleransi Toleransi aktivitas Manajemen energy


aktivitas b.d Indikator: Aktivitas :
kelemahan - frekuensi nadi (4/5) - identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- saturasi oksigen (5/5)
- monitor kelelahan
- kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari- - monitor pola tidur dan jam tidur
hari (2/5) - memonitor lokasi ketidaknyamanan selama

- kecepatan berjalan (2/5) aktivitas


- sediakan lingkungan nyaman dan rendah
-kekuatan tubuh bagian atas (3/5)
stimulus (cahaya, suara, kebisingan)

- kekuatan tubuh bagian bawah (2/5) - anjurkan tirah baring


- anjurkan lakukan aktifitas bertahap
80

- keluhan lelah (2/5) - anjurkan strategi koping untuk mengurangi


kelelahan
-perasaan lemah (2/5)
- kolaborasi dengan ahli gizi
- sianosis (3/5) Terapi aktivitas
Aktivitas:
- warna kulit (3/5)
- pertimbangkan kemampuan klien dalam
beraisipasi melalui aktivitas spesifik
- pertimbangkan komitmen klien untuk
meningkatkan frekuesi dan jarak aktivitas
- bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang diinginkan
- bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi
kelemahan dalam level aktivitas tertentu
- bantu dengan aktivitas fisik secara teratur
(misalnya ambulasi, berpindah, berputar, dan
kebersihan diri)
- sarankan metode-metode untuk meningkatkan
81

aktivitas fsik yang tepat


- berikan kesempatan keluarga untuk terlibat
dalam aktivitas, dengan cara yang tepat
- bantu klien untuk meningkatkan motivasi diri
dan penguatan
- Bantu klien dan keluarga memantau
perkembangan klien terhadap pencapaian tujuan
yang dharapkan

4 Resiko infeksi b.d Kontrol risiko Manajemen lingkungan


efek tindakan Indikator: Aktivitas:
invasif - kemampuan mencari informasi tentang - Identifikasi keamanan dan kenyaman lingkungan
risiko (3/5) - Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang
- kemampuan mengidentifikasi faktor bersih dan nyaman
resiko (3/5) - Ganti pakaian secara berkala
- kemampuan melakukan strategi kontrol - Hindari paparan langsung dengan cahay
resiko (3/5) matahari
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang upaya
82

- kemampuan mengubah perilaku (3/5) pencegahan infeksi


- komitmen terhadap strategi(3/5)
Perawatan amputasi
- kemampuan modifikasi gaya hidup (3/5)
Aktivitas:
- kemampuan menghindari faktor resiko
- Monitor adanya edeman pada stump
(3/5)
- Monitor prostesis secara teratur (mis. Stabilitas,
- kemampuan mengenali perubahan status
kemudahan, pergerakan, efisiensi energi,
kesehatan (3/5)
tampilan saat berjalan)
- kemampuan berpatisipasi dalam skrining
- Monitor penyembuhan luka area insisi
risiko (3/5)
- Posisikan stump (puntung/ujung bagian yang
- penggunaan fasilitas kesehatan(3/5)
diamputasi) pada kesejajaran tubuh yang benar
- penggunaan sistem pendukung (3/5)
- Hindari meletakkan stump pada posisi
- pemantauan perubahan status kesehatan menggantung untuk menurunkan edema dan
(3/5) stasis vaskuler
- Anjurkan perawatab diri setelah pulang dari
rumah sakit
- Ajarkan tanda dan gejala untuk dilaporkan ke
fasilitas layanan kesehatan (mis.sakit kronis,
83

kerusakan kulit, kesemutan, denyut nadi tidak


teraba, suhu kulit yang dingin)

5. Manajemen Manajemen kesehatan Edukasi kesehatan


kesehatan tidak Indikator : Aktivitas :
efektif b.d - Melakukan tindakan untuk mengurangi - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Kurang terpapar factor resiko informasi
informasi - Menerapkan program perawatan - Sediakan materi dan media pendidikan
- Akivitas hidup sehari-hari kesehatan
- Verbalisasi kesulitan dalamn menjalani - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
program pengobatan kesepakatan bersama pasien
- Beri kesempatan klien dan keluarga bertanya
- Jelaskan factor resiko yang memperburuk
kesehatan
- Ajarkan prilaku hidup bersih dan sehat
Pelibatan keluarga
Aktivitas :
- Identifikasi kesiapan keluarga untuk terlibat
84

dalam perawatan
- Ciptkan hubungan terapeutik
- Diskusikan perawatan dirumah
- Jelaskan kondisi pasien kepada keluarga
- Informasikan tingkat ketergantungan keluarga
- Motivbasi keluarga dalam bersikap asertif
dalama rencana keperawatan
85

E. CATATAN PERKEMBANGAN
N DIAGNOSA IMPLEMENTASI TANGGAL EVALUASI TTD
O
1 Ketidakstabilan a. Memantau peningkatan gula 2/12/19 S: MHS
kadar gula darah 22.00 -Klien mengatakan masih sering kencing, lemah, pusing
darah b. Memantau gejala hiperglikemia, dan haus-haus
poliuria, polidipsi, poliphagi, dan - Klien mengatakan hanya mekan dari makanan rumah
2/12/19 kelelahan. sakit dan sesuai dengan jam yang diberikan
21.30 c. Memberikan insulin yang sesuai (
novorapid 6 iu) O:
d. Memantau status cairan GDS
e. Memberikan cairan IV (Nacl  Pukul 06.30 : 298 mg/dl
0,9%/ 12 jam)  Pukul 12.30 : 177 mg/dl
f. Identifikasi pola makan  Pukul 14.30 : 223 mg/dl

-Klien nampak mengkonsumsi makanan yang


86

disediakan rumah sakit


-Klien makan 3x sehari dengan 1670 kkal.
-Jumlah makanan yang dihabiskan hanya ½ dari porsi
yang disediakan
-Balance cairan = 160 cc
A : Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah belum
teratasi

P: Intervensi lanjutkan
- Manajemen Hiperglikemia
- Pemberian insulin
- Pemberian cairan IV
- Monitor hasil labor
- Pemantauan nutrisi
2 Perfusi a. Memantau ekstremitas 3/12/19 S: MHS
jaringan perifer b. Memantau CRT 06.00 - Klien mengatakan masih sering kesemutan
tidak efektif c. Memantau kelemahan otot - Klien mengatakan masih lemah dan letih
d. Mengajarkan untuk ROM
87

3/12/19 aktif - Klien mengatakan kaki sedikit membengkak


05.30 e. Mengatur posisi 30-40 derajat
f. Mengkaji TTV O:
g. mengubah posisi klien - klien tampak lemas
minimal tiap 2 jam - Klien tampak pucat
h. mengajarkan untuk miring - CRT >3 detik
kiri dan kanan dengan 5 - Kaki tampak udem
bantal
- S: 36,7o c N : 90x/mnt
- T : 120/70mmHg RR: 24x/mnt

A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


belum teratasi

P: Intervensi lanjutkan
- Memantau kelemahan otot
- Mengajarkan untuk ROM aktif
- Mengatur posuisi
88

- Mengkaji TTV
- mengubah posisi klien minimal tiap 2 jam
- mengajarkan untuk miring kiri dan kanan dengan
5 bantal

3 Intoleransi a. Mengobservasi kehilangan/ 3/12/19 S ; klien mengatakan badannya masih lemas, kepala MHS
aktifitas gangguan keseimbangan gaya 07.00 pusing.
jalan dan kelemahan otot. O:
3/12/19 b. Mengobservasi TTV - Ku lemah
06.00 c. Memberikan lingkungan tenang - Kurang minum/cairan
batasi pengunjung dan kurangi - Pergerakan sendi masih terbatas
suara bising, pertahankan tirah - Hannya berbaring ditempat tdur
baring bila di indikasikan. - TTV
d. Menganjurkan klien istirahat S: 36,7o c N : 90x/mnt
bila terjadi kelelahan dan T : 120/70mmHg RR: 24x/mnt
kelemahan,anjurkan pasien A : masalah intoleransi aktifitas belum teratasi
melakukan aktivitas P : lanjutkan intervensi.
semampunya. - Observasi kehilangan/ gangguan
89

e. Memberikan terapi infuse, keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot.


Infuse Nacl 0,9 % 20 tpm - Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
- Memberikan lingkungan tenang batasi
pengunjung dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
- Menganjurkan klien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan,anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya

4 Ketidakstabilan a. Memantau peningkatan gula 4/12/19 S: MHS


kadar gula darah 07.00 - Klien mengatakan masih sering pusing, badan
darah b. Memantau gejala terasa lemah, dan haus-haus
hiperglikemia, poliuria, - Klien mengatakan hanya makan makanan dari RS
4/12/19 polidipsi, poliphagi, dan
06.00 kelelahan. O:
c. Memberikan insulin yang - klien tampak lemas
sesuai novorapid (6 iu) - Klien tampak pucat
90

d. Memantau status cairan - GDS :

 Pukul 06.30 : 259mg/dl


 Pukul 12.30 : 167 mg/dl
 Pukul 14.30 : 185 mg/dL

- Balance cairan = 220


A : Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah belum
teratasi

P: Intervensi lanjutkan
- Manajemen Hiperglikemia
- Mengatur posisi
- Memberikan insulin
- Memberikan cairan
- Pemantauan nutrisi
- Pemantauan diit
91

5 Perfusi a. Memantau ekstremitas 4/12/19 S: MHS


jaringan perifer b. Memantau CRT 06.00 - Klien mengatakan masih sering kesemutan
tidak efektif c. Memantau kelemahan otot - Klien mengatakan masih lemah dan letih
4/12/19 d. Mengajarkan untuk ROM - Klien mengatakan kaki sedikit membengkak
05.30 aktif
e. Mengatur posisi 30-40 derajat O : klien tampak lemas
f. Mengkaji TTV Klien tampak pucat
g. mengubah posisi klien CRT >3 detik
minimal tiap 2 jam Kaki tampak udem
h. mengajarkan untuk miring S: 36,8o c N : 94x/mnt
kiri dan kanan dengan 5 T : 110/80mmHg RR: 24x/mnt
bantal

A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


belum teratasi

P: Intervensi lanjutkan
92

- Memantau kelemahan otot


- Mengajarkan untuk ROM aktif
- Mengatur posuisi
- Mengkaji TTV
- mengubah posisi klien minimal tiap 2 jam
- mengajarkan untuk miring kiri dan kanan dengan
5 bantal

6 Intoleransi a. Mengobservasi kehilangan/ 4/12/19 S ; klien mengatakan badannya masih lemas, kepala MHS
aktifitas gangguan keseimbangan 07.00 pusing.
gayajalan dan kelemahan O:
4/12/19 otot. - Ku lemah
06.00 b. Mengobservasi TTV - Kurang minum/cairan
c. Memberikan lingkungan - Pergerakan sendi masih terbatas
tenang batasi pengunjung dan - Hannya berbaring ditempat tidur
kurangi suara bising, - Tidur hanya 5-6 jam dan sering
pertahankan tirah baring bila terbangun pada tengah malam
di indikasikan.
93

d. Menganjurkan klien istirahat - TTV


e. Monitor pola tidur dan jam S: 36,8o c N : 94x/mnt
tidur T : 110/80mmHg RR: 24x/mnt
f. Monitor lokasi A : masalah intoleransi aktifitas belum teratasi
ketidaknyamanan P : lanjutkan intervensi.
g. Sediakan lingkungan yang - Observasikehilangan/ gangguan keseimbangan
nyaman dari stimulus gaya jalan dan kelemahan otot.
(kebisingan, cahaya dan - Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas
suara) - Menganjurkan klien istirahat
- Monitor pola tidur dan jam tidur
- Monitor lokasi ketidaknyamanan
- Sediakan lingkungan yang nyaman dari
stimulus (kebisingan, cahaya dan suara)
7 Ketidakstabilan a. Memantau peningkatan gula 9/12/19 S: MHS
kadar gula darah 09.00 - Klien mengatakan masih sering pusing, badan
darah b. Memantau gejala terasa lemah, dan haus-haus
hiperglikemia, poliuria, - Klien mengatakan hanya makan makanan dari RS
polidipsi, poliphagi, dan
94

6/12/19 kelelahan. O:
08.30 c. Memberikan insulin yang - klien tampak lemas
sesuai (novorapid 6 iu) - Klien tampak pucat
d. Memantau status cairan - Klien tampak tidak bersemangat
e. Memberikan pendidikan - Balance cairan =120 cc
kesehatan GDS :
f. Menganjurkan untuk - Pukul 06.30 : 209mg/dl
mengahabiskan diit
- Pukul 12.30 : 157 mg/dl
- Pukul 14.30 : 255 mg/dL

A : Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah belum


teratasi

P: Intervensi lanjutkan
- Manajemen Hiperglikemia
- Memberikan pendidikan kesehatan
- Memantau status cairan
95

- Memberikan pendidikan kesehatan


8 Perfusi a. Memantau ekstremitas 6/12/19 S: MHS
jaringan perifer b. Memantau CRT 11.00 - Klien mengatakan masih sering kesemutan
tidak efektif c. Memantau kelemahan - Klien mengatakan masih lemah dan letih
6/12/19 otot - Klien mengatakan kaki sedikit membengkak
10.30 d. Mengajarkan untuk ROM O:
aktif - klien tampak lemas
e. Mengatur posuisi - Klien tampak pucat
f. Mengkaji TTV
- CRT >3 detik
g. mengubah posisi klien
- Kaki tampak udem
dengan 30-40 derajat
S: 37,1o c N : 92x/mnt
h. mengajarkan untuk miring
T : 120/70mmHg RR: 22x/mnt
kiri dan kanan dengan 5
A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
bantal minimal tiap 2 jam
belum teratasi
i. mengajarkan cara rendam
P: Intervensi lanjutkan
kaki dengan air hangat
- Memantau kelemahan otot
- Mengajarkan untuk ROM aktif
96

- Mengatur posuisi
- Mengkaji TTV
- mengubah posisi klien minimal tiap 2 jam
- mengajarkan untuk miring kiri dan kanan dengan
5 bantal
- mengajarkan cara rendam kaki dengan air hangat
9 Intoleransi a. Mengobservasi kehilangan/ 6/12/19 S; MHS
aktifitas gangguan keseimbangan gaya 13.00 - klien mengatakan badannya masih lemas, kepala
jalan dan kelemahan otot. pusing.
6/12/19 b. Mengobservasi TTV - Klien mengatakan sesak jika beraktifitas
12.00 c. Memberikan lingkungan O:
tenang batasi pengunjung dan - Ku lemah
kurangi suara bising, - Kurang minum/cairan
pertahankan tirah baring bila - Pergerakan sendi masih terbatas
di indikasikan. - Hannya berbaring ditempat tdur
d. Menganjurkan klien istirahat - TTV
bila terjadi kelelahan dan S: 37,2o c N : 88x/mnt
kelemahan,anjurkan pasien
97

melakukan aktivitas T : 110/70mmHg RR: 24x/mnt


semampunya. A : masalah intoleransi aktifitas belum teratasi
e. Memberikan terapi infuse, P : lanjutkan intervensi.
Infuse Nacl 0,9% 20 tpm - Observasikehilangan/ gangguan keseimbangan
gaya jalan dan kelemahan otot.
- Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
- Memberikan lingkungan tenang batasi
pengunjung dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
- Menganjurkan klien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan,anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya

10 Resiko infeksi a. Mengidentifikasi keamanan 6/12/19 S: MHS


b.d tindakan dan kenyaman lingkungan 13.30 - klien mengatakan tidak ada demam
invasif b. Menyediakan tempat tidur - Klien mengatakan mengganti pakaian 1x sehari
dan lingkungan yang bersih - Klien mengatakan tidak ada nyeri di luka
dan nyaman
98

6/12/19 c. Mengganti pakaian secara amputasi


12.45 berkala - Klien mengatakan luka amputasi kering dan tidak
d. Mengajarkan pasien dan merembes
keluarga tentang upaya O:
pencegahan infeksi seperti - Klien tampak lemah
cuci tangan - Luka klien tampak bersih
e. Memonitor adanya edema - Luka tampak kering
pada stump - Luka diameter 10cm
f. Memonitor penyembuhan
- Luka hari ke 6
luka area insisi
- TTV
g. Memposisikan stump (ujung
S: 37,1o c N : 92x/mnt
bagian yang diamputasi) pada
T : 120/70mmHg RR: 22x/mnt
kesejajaran tubuh yang benar
A : masalah resiko infeksi belum teratasi
h. Menghindari meletakkan
P : lanjutkan intervensi.
stump pada posisi
- Tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
menggantung untuk
nyaman
menurunkan edema dan stasis
- Ganti pakaian secara berkala
vaskuler
99

- Mengajarkan cuci tangan


- Monitor adanya edema pada stump
- Monitor penyembuhan luka area insisi
- Posisikan stump (ujung bagian yang
diamputasi) pada kesejajaran tubuh yang benar
- Hindari meletakkan stump pada posisi
menggantung untuk menurunkan edema dan
stasis vaskuler
11 Ketidakstabilan a. Memantau peningkatan gula 7/12/19 S: MHS
kadar gula darah 10.30 - Klien mengatakan lemah sudah mulai berkurang,
darah b. Memantau gejala dan haus-haus masih sering
hiperglikemia, poliuria, - Klien mengatakan hanya makan makanan dari RS
7/12/19 polidipsi, poliphagi, dan O:
09.30 kelelahan. - Lemah klien tampak berkurang
c. Memberikan insulin yang - Klien tampak pucat
sesuai ( novrapid 6 iu) - Balance cairan = 130 cc
d. Memantau status cairan GDS :
100

e. Memberikan pendidikan - Pukul 06.30 :163mg/dl


kesehatan - Pukul 12.30 : 149 mg/dl
- Pukul 14.30 : 195 mg/dL

A : Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi


sebagian
P: Intervensi lanjutkan
- Manajemen Hiperglikemia
- Memberikan pendidikan kesehatan
- Memantau status cairan
- Memberikan pendidikan kesehatan
12 Perfusi a. Memantau ekstremitas 6/12/19 S: MHS
jaringan perifer b. Memantau CRT 12.00 - Klien mengatakan kesemutan sudah jarang
tidak efektif c. Memantau kelemahan - Klien mengatakan masih lemah dan letih
7/12/19 otot terkadang
11.30 d. Mengajarkan untuk ROM - Klien mengatakan kaki membengkak
aktif O:
e. Mengatur posisi 30-40
101

derajat - klien tampak lemas


f. Mengkaji TTV - Klien tampak pucat
g. mengubah posisi klien - CRT >3 detik
minimal tiap 2 jam - Kaki tampak udem
h. mengajarkan untuk miring S: 36,7o c N : 72x/mnt
kiri dan kanan dengan 5 T : 120/70mmHg RR: 22x/mnt
bantal A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
i. mengajarkan cara rendam teratasi sebagian
kaki dengan air hangat P: Intervensi lanjutkan
- Memantau kelemahan otot
- Mengajarkan untuk ROM aktif
- Mengatur posuisi
- Mengkaji TTV
- mengubah posisi klien minimal tiap 2 jam
- mengajarkan untuk miring kiri dan kanan dengan
5 bantal
- mengajarkan cara rendam kaki dengan air hangat
102

13 Intoleransi a. Mengobservasi kehilangan/ 7/12/19 S; MHS


aktifitas gangguan keseimbangan gaya 13.00 - klien mengatakan badannya masih lemas tapi
jalan dan kelemahan otot. sudah kurang dari sebelumnya
7/12/19 b. Mengobservasi TTV - Klien mengatakan sesak jika hanya beraktifitas
12.00 c. Memberikan lingkungan O:
tenang batasi pengunjung dan - Pergerakan sendi masih terbatas
kurangi suara bising, - Hannya berbaring ditempat tdur
pertahankan tirah baring bila - TTV
di indikasikan. S: 36,7o c N : 72x/mnt
d. Menganjurkan klien istirahat T : 120/70mmHg RR: 22x/mnt
bila terjadi kelelahan dan A : masalah intoleransi aktifitas teratasi sebagian
kelemahan,anjurkan pasien P : lanjutkan intervensi.
melakukan aktivitas - Observasikehilangan/ gangguan keseimbangan
semampunya. gaya jalan dan kelemahan otot.
e. Berkolaborasi dengan tim - Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
medis dalam pemberian terapi - Memberikan lingkungan tenang batasi
infuse, Infuse Nacl 0,9% 20 pengunjung dan kurangi suara bising,
tpm
103

pertahankan tirah baring bila di indikasikan.


- Menganjurkan klien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan,anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya

14 Resiko infeksi a. Mengidentifikasi 6/12/19 S: MHS


b.d tindakan keamanan dan kenyaman 14.30 - klien mengatakan tidak ada demam
invasif lingkungan - Klien mengatakan mengganti pakaian 1x sehari
b. Menyediakan tempat tidur - Klien mengatakan tidak ada nyeri di luka
7/12/19 dan lingkungan yang amputasi
13.45 bersih dan nyaman - Klien mengatakan luka amputasi kering dan tidak
c. Mengganti pakaian secara merembes
berkala O:
d. Mengajarkan pasien dan - Lemah tampak berkurang
keluarga tentang upaya - Luka klien tampak bersih
pencegahan infeksi seperti
- Luka tampak kering
cuci tangan
104

e. Memonitor adanya edema - Luka diameter 10cm


pada stump - Luka hari ke 6
f. Memonitor penyembuhan - TTV
luka area insisi S: 36,7o c N : 72x/mnt
g. Memposisikan stump T : 120/70mmHg RR: 22x/mnt
(ujung bagian yang A : masalah resiko infeksi teratasi sebagian
diamputasi) pada P : lanjutkan intervensi.
kesejajaran tubuh yang - Tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
benar nyaman
h. Menghindari meletakkan - Ganti pakaian secara berkala
stump pada posisi
- Mengajarkan cuci tangan
menggantung untuk
- Monitor adanya edema pada stump
menurunkan edema dan
- Monitor penyembuhan luka area insisi
stasis vaskuler
- Posisikan stump (ujung bagian yang
diamputasi) pada kesejajaran tubuh yang benar
- Hindari meletakkan stump pada posisi
menggantung untuk menurunkan edema dan
105

stasis vaskuler
15 Ketidakstabilan a. Memantau peningkatan gula 8/12/19 S: MHS
kadar gula darah 07.30 - Klien mengatakan lemah sudah mulai berkurang
darah b.d b. Memantau gejala dan haus haus juga berkurang
resistensi hiperglikemia, poliuria, - Klien mengatakan hanya makan makanan dari RS
insulin polidipsi, poliphagi, dan - Klien mengatakan nafsu makan sudah mulai
kelelahan. membaik dari sebelumnya
8/12/19 c. Memberikan insulin yang O:
07.00 sesuai ( novrapid 6 iu) - Lemah klien tampak berkurang
d. Memantau status cairan - Klien masih tampak pucat
e. Memantau nutrisi - Balance cairan = 120 cc
f. Memntau pola makan
- Porsi makan kadang habis kadang hanya ½ porsi
GDS :
- Pukul 06.30 :153mg/dl
- Pukul 12.30 : 190 mg/dl
- Pukul 14.30 : 134 mg/dL
106

A : Masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi


sebagian
P: Intervensi dihentikan
 Menjelaskan cara perawatan dirumah
 Menjelaskan pentingnya kontrol kesehatan,
mengetahui dimana dan siapa yang dapat
dihubungi untuk membantu perawatan dan
pengobatannya
 Mendeskripsikan tujuan pemberian diet,
merencanakan jenis - jenis menu yang sesuai
dengan dietnya.
16 Perfusi a. Memantau ekstremitas 8/12/19 S: MHS
jaringan perifer b. Memantau CRT 09.30 - Klien mengatakan kesemutan sudah jarang
tidak efektif c. Memantau kelemahan - Klien mengatakan lemah berkurang
b.d diabetes otot - Klien mengatakan kaki masih membengkak
mellitus d. Mengajarkan untuk ROM O:
aktif - klien tampak lemas
8/12/19 e. Mengatur posisi 30-40
107

09.00 derajat - Klien tampak pucat


f. Mengkaji TTV - CRT >3 detik
g. mengubah posisi klien - Kaki tampak udem
minimal tiap 2 jam S: 36,8 o c N : 82x/mnt
h. mengajarkan untuk miring T : 130/70mmHg RR: 21x/mnt
kiri dan kanan dengan 5 A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
bantal teratasi
i. mengajarkan cara rendam P: Intervensi dihentikan
kaki dengan air hangat  Menjelaskan ketrampilan penting yang
diperlukan di rumah, investigasi dan koreksi
berbagai bahaya di lingkungan rumah, support
emosional yang adekuat, investigasi sumber-
sumber dukungan ekonomi, investigasi
transportasi yang akan digunakan klien
17 Intoleransi a. Mengobservasi kehilangan/ 8/12/19 S; MHS
aktivitas b.d gangguan keseimbangan gaya 12.00 - klien mengatakan lemah sudah berkurang
kelemahan jalan dan kelemahan otot. - Klien mengatakan sesak juga sudah berkurang
108

8/12/19 b. Mengobservasi TTV - Klien mengatakan tidak sesak saat mika-miki


11.00 c. Memberikan lingkungan O:
tenang batasi pengunjung dan - Pergerakan sendi sudah mulai bebas
kurangi suara bising, - sudah mampu merubah posisi sendiri
pertahankan tirah baring bila - TTV
di indikasikan. S: 36,8 o c N : 82x/mnt
d. Menganjurkan klien istirahat T : 130/70mmHg RR: 21x/mnt
bila terjadi kelelahan dan A : masalah intoleransi aktifitas teratasi
kelemahan. P : lanjutkan dihentikan.
 Menjelaskan ketrampilan penting yang
diperlukan di rumah, investigasi dan koreksi
berbagai bahaya di lingkungan rumah, support
emosional yang adekuat, investigasi sumber-
sumber dukungan ekonomi, investigasi
transportasi yang akan digunakan klien

18 Resiko infeksi a. Mengidentifikasi 8/12/19 S: MHS


109

b.d efek keamanan dan kenyaman 13.00 - klien mengatakan tidak ada demam
prosedur invasi lingkungan - Klien mengatakan mengganti pakaian 1x sehari
8/12/19 b. Menyediakan tempat tidur - Klien mengatakan tidak ada nyeri di luka
12.30 dan lingkungan yang amputasi
bersih dan nyaman - Klien mengatakan luka amputasi kering dan tidak
c. Mengganti pakaian secara merembes
berkala O:
d. Mengajarkan pasien dan - Lemah tampak berkurang
keluarga tentang upaya - Luka klien tampak bersih
pencegahan infeksi seperti
- Luka tampak kering
cuci tangan
- Luka diameter 10cm
e. Memonitor adanya edema
- Luka hari ke 6
pada stump
- TTV
f. Memonitor penyembuhan
S: 36,7o c N : 72x/mnt
luka area insisi
T : 120/70mmHg RR: 22x/mnt
g. Memposisikan stump
A : masalah resiko infeksi teratasi
(ujung bagian yang
P : intervensi dihentikan
diamputasi) pada
110

kesejajaran tubuh yang  Memberi penjelasan tentang nama obat, dosis


benar yang harus di komsumsi, waktu
h. Menghindari meletakkan pemberiannya, tujuan penggunaan obat, efek
stump pada posisi obat, gejala yang mungkin menyimpang dari
menggantung untuk efek obat dan hal-hal spesifik lain yang perlu
menurunkan edema dan dilaporkan.
stasis vaskuler  Menjelaskan cara perawatan dirumah
 Mendeskripsikan bagaimana penyakitnya
atau kondisinya yang terkait dengan fungsi tubuh
19 Manajemen a. Memberikan materi 8/12/2019 S: MHS
kesehatan tidak pendidikan kesehatan 14.30 - Klien mengatakan tau tentang penyakitnya
efektif b.d tentang penyakitnya - Klien mengatakan tau apa factor yang
Kurang b. Memberikan kesempatan memperburuk konsisinya
terpapar klien dan keluarga - Keluarga mengatakan akan memotivasi klien dalam
informasi bertanya perawatan dan pengobatan klien dirumah sakit dan
c. Menjelaskan factor resiko dirumah
8/12/2019 yang memperburuk - Klien mengatakan akan semangat dalam
14.00 kesehatan
111

d. Mengajarkan prilaku menerapkan program perawatan dan pengobatannya


hidup sehat dengan - Klien mengatakan akan mulai merubah pola
mejelaskan makanan yang hidupnya menjadi baik
boleh dan tidak boleh O:
dikonsumsi - Klien dan keluarga tampak mengerti
e. Mendiskusikan perawatan - Klien dan keluarga banyak bertanya
dirumah (cara merawat A: Manajemen kesehatan tidak efektif teratasi
luka amputasi) P: intervensi dihentikan
f. Menjelaskan kondisi  Memberi penjelasan tentang nama obat, dosis
pasien kepada keluarga yang harus di komsumsi, waktu
g. Menginformasikan pemberiannya, tujuan penggunaan obat, efek
tingkat ketergantungan obat, gejala yang mungkin menyimpang dari
keluarga efek obat dan hal-hal spesifik lain yang perlu
dilaporkan.
 Menjelaskan ketrampilan penting yang
diperlukan di rumah, investigasi dan koreksi
berbagai bahaya di lingkungan rumah, support
emosional yang adekuat, investigasi sumber-
112

sumber dukungan ekonomi, investigasi


transportasi yang akan digunakan klien
 Menjelaskan cara perawatan dirumah
 Mendeskripsikan bagaimana penyakitnya
atau kondisinya yang terkait dengan fungsi tubuh
 Mengetahui waktu dan tempat untuk kontrol
kesehatan, mengetahui dimana dan siapa
yang dapat dihubungi untuk membantu
perawatan dan pengobatannya
 Mendeskripsikan tujuan pemberian diet,
merencanakan jenis - jenis menu yang sesuai
dengan dietnya
113

BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini akanmembahas asuhan keperawatan pada ny.ldengan diabetes

mellitus tipe ii di ruang interne RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Selama melakukan

asuhan keperawatan, penulis berusaha menetapkan proses asuhan keperawatan

mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Disampingitu, penulis akan

membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis temukan

selama praktik di RSUP. DR. M. Jamil Padang.

1. Pengkajian

A. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Secara teori pengkajian pada pasien diabetes mellitus tipe II

didapatkan data yaitu biasanya akan mengeluhkan polifagia

(meningkatnya hasrat untuk makan), polidipsi (banyak minum),

poliuria (urinasi yang sering), kulit terasa panas atau seperti tertusuk

tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kesemutan, luka yang sukar sembuh

dan sering muncul infeksi, kram, kelelahan, mudah mengantuk,

pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,

kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi

impotensi (Smeltzer & Bare, 2018;Retyana, 2015).

Dan pada pengkajian didapatkan pasien telahmelakukan post

operasi amputasi above knee pada tanggal 30 November 2019 pukul


114

10.00 WIB. Ny.L dipindahkan pada tanggal 1 Desember 2019

karena kadar gula darah Ny.L yang tidak terkontrol. Ny. L tampak

pucat dan lemah, perban luka post operasi Ny. L tampak kering dan

bersih.Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 2 desember

2019, Ny.L mengatakan bahwa kepalanya masih pusing dan badan

terasa lemah.Batuk tidak ada, nyeri dada tidak ada, Ny.L tidak

demam, Ny.L mengatakan nafsu makannya menurun.Ny.L

mengatakan tidak ada mual dan muntah. Pada saat pengkajian luka

post op pada kaki Ny.L tampak kering, luka bersih dengan diameter

10 cm masih terpasang perban pada hari kedua post op. Sedangkan

pada kaki sebelah kanan atau kaki yang tidak di amputasi, Ny.L

mengeluhkan sering merasa kesemutan dan kebas. Didapatkan nilai

ABI yaitu 0,60. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 2

desember 2019, didapatkan bahwa tanda – tanda vital Ny.L yaitu :

TD : 114/87 mmHg, Nadi : 58 x/i, suhu : 370C, pernafasan : 25 x/i.

Hal di atas seperti riwayat, menifestasi yang terdapat dan di

ungkapkan oleh pasien sesuai dengan teori yang ada tentang

Diabetes Mellitus Tipe II, meski tidak semuanya yang dialami

pasien namun hampir sebagian besar dari teori terdapat dan terjadi

pada pasien.Diabetes mellitus tipe II adalah tipe yang paling umum,

pada diabetes ini hiperglikemia adalah hasil dari produksi yang tidak

memadai insulin dan ketidakmampuan tubuh untuk merespon

sepenuhnya insulin, didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama

keadaan resistensi insulin, insulin tidak aktif dan karena itu awalnya
115

meminta peningkatan produksi insulin untuk mengurangi

peningkatan glukosa tetapi seiring waktu keadaan relatif tidak

memadai produksi insulin dapat berkembang (International Diabetes

Federation, 2017).

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Menurut teori pada penderita diabetes mellitus tipe II pernah

memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung, riwayat merokok,

riwayat pola hidup yang kurang baik, riwayat obesitas (Smeltzer &

Bare, 2010; Ria, 2017). Sesuai dengan kasus Ny.L mengalami

penyakit diabetes melitus sudah 4 tahun yang lalu, tetapi Ny.L

jarang dan tidak teratur minum obat. Ny.L mengatakan bahwa tidak

ada memiliki riwayat Hipertensi, Ny.L mengatakan bahwa tidak ada

mengalami penyakit lain seperti jantung dan lain-lain. Keluarga

Ny.L mengatakan Ny.L memiliki riwayat kolesterol tinggi dan suka

makan makanan yang bersantan. Sebelum sakit Ny.L memiliki gaya

hidup yang buruk seperti pola makan, pola tidur dan Ny.L hampir

tidak pernah melakukan olahraga. Ny.L memiliki riwayat merokok

saat masih umur 25 tahun sampai ia menikah.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Menurut teori padapenderita diabetes mellitus tipe II memiliki

keluarga dengan penyakit infeksi pada pankreas, tumor pada

pankreas, hipertensi, riwayat diabetes mellitus sebelumnya (Guyton

& Hall, 2012). Berbeeda dengan kasus Ny.L karena keluarga

mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami


116

penyakit yang sama seperti yang dirasakan oleh Ny.L pada saat ini.

Keluarga Ny.L juga mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga

yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, jantung, DM dan lain –

lain.

B. Pola Kesehatan

1) Pola Nutrisi/Metabolisme

Menurut teori pada penderita diabetes mellitus tipe II akan

terganggu pola nutrisi dikarenakan akan merasakan mual dan

muntah, nafsu makan juga menurun, tidak mengikuti diit,

peningkatan masukan glukosa/karbohidat, penurunan berat badan,

haus, penggunaan diuretic (tiazid), bau keton/ manis, bau nafas

acetone (Guyton & Hall, 2012). Sesuai dengan kasus Ny.L

mengatakan bahwa selama di rumah sakit nafsu makannya menurun,

diet saat ini yaitu diit DM dengan 1670 kalori,Ny.L mendapatkan

makanan 1 porsi, namun Ny.L hanya menghabiskan ½ porsi dari

makanannya.

2) Pola Eliminasi

Menurut teori pada penderita diabetes mellitus tipe II akan

terganggu pola eliminasi dikarenakan akan mengalami perubahan

pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri / terbakar, kesulitan

berkemih (infeksi) (PERKENI, 2011).Seperti kasus Ny.L

inkontinensia urine sebelumnya, Ny. L terpasang kateter, jarang

BAB.

3) Pola Aktivitas /Latihan


117

Menurut teori pada penderita diabetes mellitus tipe II akan

terganggu pola aktifitas dikarenakan akan merasakan lemah, letih,

sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan

tidur / istirahat (PERKENI, 2011). Sesuai dengan kasus Ny.L tidak

memakai alat bantu, segala aktivitas dibantu oleh keluarga. Ny.L

tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari karena Ny.L mengatakan

badannya lemas untuk beraktivitas, selama di rumah sakit, Ny.L

tidak ada olahraga, hanya berbaring ditempat tidur.

4) Pola Istirahat Tidur

Menurut teori pada penderita diabetes mellitus tipe II akan

terganggu pola aktifitas dikarenakan penderita akan merasakan

pusing/ pening, sakit kepala, abdomen yang tegang/ nyeri, gatal, luka

ulkus, stress, tergantung orang lain, masalah finansial yang

berhubungan dengan kondisi atau penyembuhan yang lama (Smeltzer

& Bare, 2010). Seperti kasus Ny.L Ny.L mengatakan sering

terbangun ketika ia tidur, Ny.L mengatakan merasa tidak segar

setelah bangun tidur.

5) Pola Kognitif –Persepsi

Menurut teori pada klien tidak mengalami gangguan

penginderaan (penglihatan, pendenagran, penciuman, perabaan, dan

pembauan) dan proses kognitif (berpikir, mengambil keputusan)

(PERKENI, 2011). Pada kasus didapatkan Ny.L tidak mengalami

gangguan penginderaan (penglihatan, pendenagran, penciuman,

perabaan, dan pembauan) dan proses kognitif


118

6) Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri

Menurut teori pada klien tidak begitu mengalami gangguan

dalam konsep dirinya. Ketika ditanyakan mengenai

penyakitnya,klien hanya menjawab seperlunya saja. Tanyakan

pandangan klien terhadap dirinya(Retyana, 2015). Pada kasus klien

akan berusaha agar cepat sembuh dari penyakitnya.

7) Pola Koping-Toleransi Stres

Menurut teori pada kasus didapatkan bahwa klien masih mampu

mencari pengobatan terdekat (PUSKESMAS). Biasanya klien

mampu untuk mengatasi stress akibat penyakit denagn cara sering

bertanyaRetyana, 2015). Pada kasus klien mampu untuk mengatasi

stress akibat penyakit denagn cara sering bertanya

8) Pola Keyakinan Nilai

Menurut teori pada klien lebih mendekatkan diri pada Yang

Maha Kuasa untuk kesembuhan penyakit. Perlu dikaji juga

bagaimana pendekatan spiritual klien (Guyton & Hall, 2012). Pada

kasus klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk

kesembuhan penyakit

C. Pemeriksaan Fisik

Menurut teori pada klien akan terjadi peningkatan tekanan darah,

suhu, nadi dan pernapasan. Berbeda dengan kasus hanya suhu dan

pernapasan yang mengalami peningkatan, tekanan darah dan nadi akan


119

meningkat apabila melakukan aktifitas. Pada teori akan terjadi kram

otot, tonus otot menurun, adanya kelemahan pada sendi, turgor kulit

menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban

dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,kemerahan pada kulit

sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. Pada kasus didapatkan Kekuatan

otot lemah, kaki sebelah kiri telah dilakukan post amputasi, ekstremitas

tampak udempitting udem, derajat 2 (ditekan lalu kembali dalam waktu

5 detik). Lokasinya di kaki, Vaskular Perifer : CRT >3 detik, Ankle

Brachial Index : 0,60, kulit sedikit kering, tidak ada lesi,akral teraba

dingin, turgor kulit jelek, pucat.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dan individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehata menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2011)

Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan DM tipe II

adalah :

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer

3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi

insulin
120

4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gangguan

mekanisme regulasi

Diagnosa keperawatan hanya ada 3 diagnosa yang muncul. Hal ini disesuaikan

dengan hasil pengkajian, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium

terhadap Ny.L di ruang interne RSUP drM. Jamil Padang, yaitu :

1. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi insulin

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes

mellitus

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

5. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Alasan penulis mengangkat limadiagnosa karena :

1. Penulis mengangkat resiko ketidakstabilan gula darah berhubungan

dengan resistensi insulin.

Resistensi insulin akan mengakibatkan gula darah tidak dapat terkontrol

di dalam darah, dikarenakan gula darah tidak terkontrol akan

meningkatkan kadar gula darah dan gula darah menjadi tidak stabil.

Saat pengkajian didapatkan data subyektif yaitu Pasien mengatakan ada

riwayat DM sejak 4 tahun lalu, pasien mengatakan tidak teratur minum

obat, pasien mengatakan sudah mengikuti peraturan makan dari rumah

sakit. data objektif didapatkan adalah pasien tampak lemah, kulit kering,
121

kulit tampak pucat, kaki tampak sulit digerakan, GDS pasien 2 Oktober

2019Pukul 06.30 : 308 mg/dl, Pukul 12.30 : 197 mg/dl, Pukul 14.30 : 216

mg/dl, TD : 114/87 mmHg, Nadi : 58 x/i, suhu : 370C, pernafasan : 25 x/i.

2. Penulis mengangkat ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan diabetes mellitus.

Diabetes melitus tipe II akan mengakibatkan penurunan pemakaian

glukosa sehingga akan terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia akan

mengakibatkan viskositas atau kekentalan darah meningkat. Ddarah yang

mengental akan menghambat aliran darah sehingga akan menjai lambat

dan akan mengakibatkan iskemia jaringan.

Saat pengkajian didapatkan data subyektif yaitu pasien mengatakan

lemas, nafsu makan berkurang, pasien mengatakan kaki sering kesemutan.

Data objektif didapatkan yaitu akral pucat dan dingin, konjungtiva anemis,

TD : 114/87 mmHg, Nadi : 58 x/i, suhu : 370C, pernafasan : 25 x/I, Hb :

10,4 gr/dl

3. Penulis mengangkat Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

Kelemahan akan mengakibatkan lemah pada bagian otot-otot sehingga

akan mengakibatkan kelemahan fisik yang akan menjadi keterbatasan

seseorang dalam melakukan segala kegiatan aktivitasnya.

Saat pengkajian didapatkan data subyektif yaitupasien mengatakan

lemah, sesak bertambah jika beraktifitas, pasien mengatakan pusing. Data

objektif didapatkan yaitu CRT > 3 dtk, Pasien tampak lemah, TD : 114/87

mmHg, Nadi : 58 x/i, suhu : 37 0C, pernafasan : 25 x/I, Nadi saat

beraktivitas : 92x/I, Hb : 10,4 gr/dl.


122

4. Penulis mengangkat resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasi

Diabetes melitus tipe II akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh

darah kapiler. Dikarenakan adanya kerusakan pembuluh darah kapiler,

penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan juga akan menurun sehingga

akan terjadinya iskemik. Iskemik akan mengakibatkan adanya ganggren

yang akan berkomplikasi menjadi nekrotik atau jaringan mati. Langkah

akhir yang diambil apabila sudah banyak nekrotik jaringan yaitu akan

dilakukan amputasi atau operasi.

Saat pengkajian didapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan

demam tidak ada, klien mengatakan lemah. Data objektif didapatkan yaitu

klien tampak lemah, Leukosit : 4.250/mm₃, Hb : 11,4 gr/dl, Ht: 31%,

Trombosit : 387.000/mm₃ .

5. Penulis mengangkat manajemen kesehatan tidak efektif b.d kurang

terpapar informasi

Seseorang yang kurang terpapar informasi akan berakibat kurang nya

informasi yang ia dapatkan tentang penyakitnya sehingga kurangnya

kesadaran dan pengetahuan untuk mencegah serta mengobati penyakitnya

tersebut, dikarenakan kurangnya informasi akan berakibat manajemen

kesehatan tidak efektif.

Saat pengkajian Ny.L mengatakan Ny.L tidak pernah terpapar dengan

penyakit diabetes mellitus tipe II. Ny.L tidak teratur dalam mengkonsumsi

obat gula. Ny.L memiliki riwayat kolesterol tinggi dan suka makan

makanan yang bersantan. Sebelum sakit Ny.L memiliki gaya hidup yang
123

buruk seperti pola makan Ny.L sering makan pada malam hari biasanya

pada pukul 09.00 malam. Ny. L mengatakan ia adalah pecinta kopi, dalam

sehari Ny.L bisa mengkonsumsi 6-8 kali. Pola tidur Ny.L juga tidak

seperti orang biasanya yaitu keluarga Ny.L mengatakan Ny.L tidur pada

pukul 04.00 atau 05.00 subuh dan bangun pukul 12.00 siang yang ia

lakukan hampir setiap hari. Keluarga Ny.L mengatakan Ny.L hampir tidak

pernah melakukan olahraga. Ny.L memiliki riwayat merokok saat masih

umur 25 tahun sampai ia menikah.

2. Intervensi Keperawatan

Pada tahap perencanaan Asuhan Keperawatan Ny.L dengan Diabetes

melitus tipe II di ruang interne RSUP Dr M.Djamil Padang, penulis

menggunakan hierarki maslow yaitu dengan melihat kebutuhan dasar

manusia. Pada penentuan penulis menggunakan batasan waktu yang jelas, hal

ini dimaksudkan untuk memudahkan kapan evaluasi proses dan hasil akan

dilakukan. Pada kasus Ny.L, penulis menentukan semua rencana tindakan, hal

ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan tindakan jelas tujuannya.Adapun

prioritas masalah dalam studi kasus ini adalah resiko ketidakstabilan gula

darah berhubungan denganresistensi insulin, ketidakefektifan perfusi jaringan

perifer berhubungan dengan diabetes mellitus, intoleransi aktivitas

berhubungan dengan imobilitas, resiko infeksiberhubungan dengan prosedur

invasi. Tujuan ditulis terdiri atas subyek, predikat kriteria, dan kondisi

kriteria yang ditulis berupa kriteria waktu maupun kriteria hasil sehingga

mudah dicapai pada waktu evaluasi.Rencana keperawatan untuk masing-

masing diagnosa pada kasus ini disusun mengacu pada masalah atau respon
124

utama pasien dengan tidak mengesampingkan perkembangan keadaan

pasien.Perencanaan keperawatan yang muncul pada Ny.L sesuai dengan

teori dengan melihat (NIC & NOC, 2015) terdapat diagnosa yaitu:

1. Resiko ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin

Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan dari diagnosa Nyeri akut

semua tindakan dapat dilaksanakan sesuai rencana yaitu selama 1 hari

lebih 10 jam.Semua rencana yang dapat dilaksanakan yaitu memantau

peningkatan gula darah, memantau gejala hiperglikemia, poliuria,

polidipsi, poliphagi, dan kelelahan, memberikan insulin yang sesuai

novrapid, memantau status cairan, memberikan pendidikan kesehatan dan

memberikan pendidikan kesehatan.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes

mellitus

Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan dari diagnosa Nyeri akut

semua tindakan dapat dilaksanakan sesuai rencana yaitu selama 1 hari

lebih 10 jam. Semua rencana yang dapat dilaksanakan yaitu memantau

ekstremitas, memantau crt, memantau kelemahan otot, mengajarkan untuk

ROM aktif, mengatur posuisi, mengkaji TTV, mengubah posisi klien

minimal tiap 2 jam, dan mengajarkan untuk miring kiri dan kanan dengan

5 bantal.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan dari diagnosa Nyeri akut

semua tindakan dapat dilaksanakan sesuai rencana yaitu selama 1 hari

lebih 10 jam. Semua rencana yang dapat dilaksanakan yaituMengobservasi


125

kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot,

Mengobservasi TTV , memberikan lingkungan tenang batasi pengunjung

dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan,

menganjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan

kelemahan,anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya, dan

berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi infuse, infuse ps

20 tpm.

4. Resiko infeksiberhubungan dengan prosedur invasi

Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan dari diagnosa resiko infeksi

semua tindakan dapat dilaksanakan sesuai rencana yaitu selama 1 hari

lebih 10 jam. Semua rencana yang dapat dilaksanakan yaitu

mengidentifikasi keamanan dan kenyaman lingkungan, menyediakan

tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman, mengganti pakaian

secara berkala, mengajarkan pasien dan keluarga tentang upaya

pencegahan infeksi seperti cuci tangan, memonitor adanya edema pada

stump, emonitor penyembuhan luka area insisi, memposisikan stump

(ujung bagian yang diamputasi) pada kesejajaran tubuh yang benar, dan

menghindari meletakkan stump pada posisi menggantung untuk

menurunkan edema dan stasis vaskuler.

5. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar

informasi Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan dari diagnosa

manajemen kesehatan tidak efektif semua tindakan dapat dilaksanakan

sesuai rencana. Semua rencana yang dapat dilaksanakan yaitu

mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,


126

menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan, menjadwalkan

pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan bersama pasien, memberi

kesempatan klien dan keluarga bertanya, menjelaskan factor resiko yang

memperburuk kesehatan, mengajarkan prilaku hidup bersih dan sehat,

mengidentifikasi kesiapan keluarga untuk terlibat dalam perawatan,

menciptkan hubungan terapeutik, mendiiskusikan perawatan dirumah,

menjelaskan kondisi pasien kepada keluarga.

3. Implementasi Keperawatan

Dalam tahap pelaksanaan, tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan pada pasien

didokumentasikan kedalam catatan perkembangan.Pelaksanaan tindakan

dilakukan mulai tanggal 2 Desember 2019. Penulis tidak menemukan

hambatan dalam pelaksaan karena tindakan keperawatan yang dilakuakn

diruangan tersebut sebelumnya telah mendekati teori yang ada sehingga

penulis dapat menyelesaikan tindakan keperawatan yang baik maka penulis

dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes melitus

tipe II sebagai berikut:

Diagnosa pertama Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan

resistensi insulin. Untuk diagnosa ini penulis melakukan implementasi

keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah

disususun.implementasi yang dilakukan yaitu untuk memantau peningkatan

gula darah, memantau gejala hiperglikemia, poliuria, polidipsi, poliphagi, dan

kelelahan, memberikan insulin yang sesuai ( Novorapid 6 iu), memantau


127

status cairan, memberikan cairan iv (Nacl 0,9%/ 12 jam), mengidentifikasi

pola makan.

Diagnosa kedua Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan

dengan diabetes mellitus.Untuk diagnosa ini penulis melakukan implementasi

keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah

disususun. Implementasi yang dilakukan yaitu untuk memantau ekstremitas,

memantau CRT, memantau kelemahan otot, mengajarkan untuk ROM aktif,

mengatur posisi 30-40 derajat, mengkaji TTV, mengubah posisi klien

minimal tiap 2 jam, mengajarkan untuk miring kiri dan kanan dengan 5

bantal.

Diagnosa ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan.Untuk diagnosa ini penulis melakukan implementasi keperawatan

dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah disususun.

Implementasi yang dilakukan yaitu mengobservasi kehilangan/ gangguan

keseimbangan gaya jalan dan kelemahan otot, mengobservasi ttv,

memberikan lingkungan tenang batasi pengunjung dan kurangi suara bising,

pertahankan tirah baring bila di indikasikan, menganjurkan klien istirahat bila

terjadi kelelahan dan kelemahan,anjurkan pasien melakukan aktivitas

semampunya, memberikan terapi infuse, infuse nacl 0,9 % 20 tpm.

Diagnosa keempat yaitu Resiko infeksiberhubungan dengan efek

prosedur invasi.Untuk diagnosa ini penulis melakukan implementasi

keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah

disususun. Implementasi yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi

keamanan dan kenyaman lingkungan, menyediakan tempat tidur dan


128

lingkungan yang bersih dan nyaman, mengganti pakaian secara berkala,

mengajarkan pasien dan keluarga tentang upaya pencegahan infeksi seperti

cuci tangan, memonitor adanya edema pada stump, memonitor penyembuhan

luka area insisi, memposisikan stump (ujung bagian yang diamputasi) pada

kesejajaran tubuh yang benar, menghindari meletakkan stump pada posisi

menggantung untuk menurunkan edema dan stasis vaskuler.

Diagnosa kelima yaitu manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan

dengan Kurang terpapar informasi.Untuk diagnosa ini penulis melakukan

implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan

yang telah disususun. Implementasi yang dilakukan adalah memberikan

materi pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, memberikan kesempatan

klien dan keluarga bertanya, menjelaskan factor resiko yang memperburuk

kesehatan, mengajarkan prilaku hidup sehat dengan mejelaskan makanan

yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, mendiskusikan perawatan dirumah

(cara merawat luka amputasi), menjelaskan kondisi pasien kepada keluarga,

menginformasikan tingkat ketergantungan keluarga.

4. Evaluasi Keperawatan

Pada kasus nyata evaluasi yang digunakan adalah evaluasi proses

(formatif). Alasannya evaluasi yang dilakukan setiap dilakukan tindakan

berorientasi pada etiologi di lakukan secara terus menerus sampai tujuan yang

ditentukan tercapai.

Diagnosa pertama Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan

dengan resistensi insulin. Untuk diagnosa ini, penulis melakukan intervensi

keperawatan selama 5 hari yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 2


129

Desember.Dari catatan perkembangan,secara subjektif klien mengatakan

lemah sudah mulai berkurang dan haus haus juga berkurang, klien

mengatakan hanya makan makanan dari RS, Klien mengatakan nafsu makan

sudah mulai membaik dari sebelumnya. Secara objektif

didapatkan,lemahklien tampak berkurang, klien masih tampak pucat, balance

cairan = 120 cc, porsi makan kadang habis kadang hanya ½ porsi, GDS

didapatkan pukul 06.30 :153mg/dl, pukul 12.30 : 190 mg/dl, pukul 14.30 :

134 mg/dl

Diagnosa kedua Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan

dengan diabetes mellitus.Untuk diagnosa ini, penulis melakukan intervensi

keperawatan selama 5 hari yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 3

Desember.Dari catatan perkembangan, secara subjektif klien mengatakan

kesemutan sudah jarang, klien mengatakan lemah berkurang, klien

mengatakan kaki masih membengkak. Dan secara objektif didapatkan klien

tampak lemas, Klien tampak pucat, CRT >3 detik, kaki tampak udem, S: 36,8

o c N : 82x/mnt,

T : 130/70mmHg RR: 21x/mnt

Diagnosa ketiga Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan.Untuk diagnosa ini, penulis melakukan intervensi keperawatan

selama 5 hari yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 3 Desember.Dari catatan

perkembangan, secara subjektif klien mengatakan lemah sudah berkurang,

klien mengatakan sesak juga sudah berkurang, klien mengatakan tidak sesak

saat mika-miki. Dan secara objektif didapatkan pergerakan sendi sudah mulai
130

bebas,sudah mampu merubah posisi sendiri,TTVS: 36,8 o c N : 82x/mntT :

130/70mmHg RR: 21x/mnt.

Diagnosa keempat yaitu Resiko infeksiberhubungan dengan efek

prosedur invasi.Untuk diagnosa ini, penulis melakukan intervensi

keperawatan selama 3 hari yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 6

Desember.Dari catatan perkembangan,secara subjektif klien mengatakan tidak

ada demam, Klien mengatakan mengganti pakaian 1x sehari, Klien

mengatakan tidak ada nyeri di luka amputasi, Klien mengatakan luka

amputasi kering dan tidak merembes. dan secara objektif didapatkan lemah

tampak berkurang, luka klien tampak bersih, luka tampak kering, luka

diameter 10cm, luka hari ke 6, TTVS: 36,7o c N : 72x/mntT : 120/70mmHg

RR: 22x/mnt.

Diagnosa kelima yaitu manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan

dengan Kurang terpapar informasi.Untuk diagnosa ini, penulis melakukan

intervensi keperawatan selama 1 hari yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 8

Desember.Dari catatan perkembangan,secara subjektif klien mengatakan tau

tentang penyakitnya, klien mengatakan tau apa factor yang memperburuk

konsisinya, keluarga mengatakan akan memotivasi klien dalam perawatan dan

pengobatan klien dirumah sakit dan dirumah, klien mengatakan akan

semangat dalam menerapkan program perawatan dan pengobatannya, klien

mengatakan akan mulai merubah pola hidupnya menjadi baik. dan data

objektif didapatkan klien dan keluarga tampak mengerti dan klien dan

keluarga banyak bertanya.


131

BAB V

PENUTUP

Setelah melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny.L dengan gangguan

sistem endokrin “Diabetes Melitus Tipe II” di Ruang Interne RSUP Dr. M. Djamil

Padang dari tanggal 2 Desember sampai dengan 8 Desember 2019, maka penulis

membuat kesimpulan dan saran sesuai dengan proses keperawatan yang penulis

lakukan, adapun kesimpulan dan saran dari penyusunan laporan kasus ini adalah :

A. KESIMPULAN

1. Pada tahap pengkajian, penulis tidak mendapat kesulitan untuk

mengumpulkan data pasien, dimana pasien dan keluarganya bekerjasama

untuk memperoleh data yang diperlukan.

2. Pada tahap perumusan diagnosa keperawatan yang dilakukan penulis

adalah berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan pada pasien.

Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien Ny.L yaitu

ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi insulin.

3. Pada tahap perencanaan keperawatan, penulis memfokuskan sesuai

dengan masalah dan keadaan pasien secara holistik, dengan adanya

kerjasama antara perawat, klien dan keluarga.


132

4. Pada tahap pelaksanaan keperawatan, keberhasilan asuhan keperawatan

dapat mendukung proses penyembuhan pasien dengan kolaborasi tim

kesehatan lainnya.

5. Pada tahap evaluasi tidak semua hasil yang diharapkan dapat teratasi.

B. SARAN
1. Bagi Perawat

a) Diharapkan perawat dapat mempertahankan asuhan keperawatan

yang berkualitas disemua aspek dalam memberikan perawatan pada

pasien secara komprehensif untuk mencapai tujuan yang optimal.

b) Dalam menerapkan aspek diharapkan perawat untuk menjalin

hubungan kerjasama yang baik antara sesama perawat, dokter, tim

kesehatan dan juga keluarga serta dengan klien sendiri guna

mempermudah keberhasilan perawatan.

2. Klien

a) Disarankan kepada pasien agar minum obat secara teratur, control

gula darah teratur dan memperbaiki pola hidup menjadi lebih baik

b) Disarankan kepada pasien agar menjaga pola makan, menjauhi

makanan yang dilarang bagi penderita DM II.

c) Disarankan kepada pasien agar rajin melakukan kegiatan jasmani

seperti olahraga

d) Dukungan keluarga sangat penting untuk keberhasilan pengobatan

selalu mengingatkan pasien untuk berobat secara teratur.


133

e) Diharapkan pada pasien untuk selalu kontrol ulang ketempat

pelayanan kesehatan terdekat mengenai kondisi penyakit sesuai

instruksi dokter.

3. Institusi Pendidikan

Supaya terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pada mahasiswa

dalam pembekalan, pengetahuan dan keterampilan terutama dalam

pemberian askep kepada klien dengan gangguan system endokrin yaitu

“Diabetes Melitus Tipe II”.


134

DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association). 2017. Standards of Medical Care in.


Diabetes 2017. Diabetes Care
Bare BG., Smeltzer SC. (2010).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :
EGC. Hal : 45-47.
Black & Hawk. (2014). Medikal Surgical Nursing Clinical Management for
Positive outcomes (Ed. 7). St. Louis : Missouri Elsevier Saunders.
Elsevier 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil yang
Diharapkan.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi
12.Jakarta : EGC, 1022
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mutaqqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20052006.


Jakarta: Prima Medika
135

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-
ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan(1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai