PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (Hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya. Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes
mellitus di klasifikasikan sebagai komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek, komplikasi
kronik biasanya terjadi 10-15 tahun komplikasinya mencakup Penyakit
Makrovaskuler yaitu mempengaruhi sirkulasi koroner, Penyakit Mikrovaskuler yaitu
retinopati dan nefropatik, dan penyakit neuropatik mempengaruhi saraf sensori
motorik dan otonom serta berperan memunculkan sejumlah masalah seperti ulkus
diabetikum (Smeltzer & Bare, 2016). Kondisi hiperglikemia yang lama pada pasien
diabetes melitus menyebabkan arteroskelosis, penebalan membrane basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya ulkus diabetikum
(Handayani, 2016).
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran yang menghasilkan
hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-
organ lain yang terdiri dari beberapa kelenjar diantaranya adalah hipotalamus, gonad,
adrenal, hipofise, tyroid, parathyroid, dan pankreas (Manurung, Magdalena, &
Nixson, 2017). Santosa (2012) dalam simposium ilmiah perkembangan endokrin,
diagnosa dan terapi menyebutkan gangguan endokrin terbanyak terjadi di kelenjar
pankreas yang memunculkan penyakit diabetes, dimana diabetes merupakan 75%
penyakit dari gangguan endokrin secara keseluruhan. Gangguan lainnya terjadi pada
kelenjar tiroid, yaitu penyakit gondok sebanyak 15-20%. Sisanya gangguan pada
kelenjar lain yang memunculkan berbagai penyakit, seperti disfungsi ereksi, gangguan
hormonal, gangguan hipofisis, bahkan kanker.
Profil kesehatan kota Padang 2017 menyatakan bahwa pada tahun 2016 diabetes
mellitus menempati urutan ke enam dari sepuluh penyakit terbanyak di kota Padang,
yaitu sebanyak 22.523 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 Diabetes Mellitus tanpa
komplikasi menempati urutan ke 7 Dari sepuluh penyakit terbanyak di kota Padang
yaitu sebanyak 13.795 kasus. Sedangkan menurut profil Kesehatann kota Padang
Tahun 2019 mengatakan penemuan kasus dari 171.594 orang penduduk berusia ≥ 15
tahun pada tahun 2019, ditemukan penderita Diabetes Melitus sebanyak 17.017 orang.
Penderita yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar sebanyak 15.017
orang atau sebanyak 91,6%. Pelayanan kesehatan sesuai standar yang didapatkan
berupa pengukuran gula darah yang dilakukan minimal satu kali sebulan di fasilitas
pelayanan kesehatan, edukasi perubahan gaya hidup dan nutrisi serta melakukan
rujukan jika diperlukan.
Price and Wilson (2011), menyatakan diabetes melitus tipe II berdampak terhadap
permasalahan seperti masalah fisiologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Adapun
dampak komplikasi diabetes melitus akut dan kronis adalah Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek, sedangkan
komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan diabetes melitus
Komplikasi (Smeltzer & Bare 2013). Komplikasi akut dari DM tipe II antara lain
terjadinya hipoglikemia dan koma asidosis Dampak fisiologis diabetaes mellitus tipe
II yang mengalami perubahan fisik terdiri dari sering buang air, merasa lapar, merasa
haus, dimana menurut Infodatin, (2014) 0,6% penduduk usia 15 tahun keatas
merasakan gejala tersebut namun belum dipastikan apakah menderita DM atau tidak.
Selain itu pasien DM juga mengalami gejala hipoglikemia ringan seperti berkeringat
dingin, gemetaran dan pusing. Komplikasi kronik diabetes melitus tipe II terjadi pada
semua organ tubuh dimana 50% mengakibatkan penyakit jantung koroner dan 30%
mengakibatkan gagal ginjal. Selain kematian, DM tipe II juga dapat menyebabkan
kecacatan. Sebanyak 3% pasien DM tipe II mengalami kebutaan akibat komplikasi
retinopati dan 10% mengalami amputasi tungkai kaki (Mashudi dalam Dalimunthe &
Nasution, 2016)
Sementara itu dampak psikologis yang muncul akibat diabetes mellitus tipe II berupa
beban psikologis (stress) bagi klien maupun keluarga. Hasil penelitian Sari, (2018)
menyebutkan dari 37 pasien DM 46% mengalami stress ringan, 10,8% mengalami
stress sedang, 35,1% mengalami stress yang sangat berat dan 8,1% mengalami stress
berat. Respon emosional negatif terhadap diagnosis penyakit diabetes mellitus tipe II
dapat berupa penolakan atau tidak mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa
berdosa dan depresi. Masalah sosial yang muncul akibat diabetes mellitus tipe II yaitu
berkurangnya intekrasi sosial dan hubungan interpersonal terganggu akibat perasaan
putus asa yang dialami oleh klien akibat penyakit yang dideritanya. Sedangkan
masalah ekonomi yang muncul dapat berupa penurunan produktifitas akibat kerja
yang akan berdampak terhadap pendapatan selain itu pengendalian diabetes mellitus
tipe II dilakukan dalam jangka panjang waktu lama dan kompleks sehingga
membutuhkan biaya yang besar dan berdampak pada ekonomi keluarga.
Peran perawat untuk pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe II dengan melakukan
asuhan keperawatan yaitu pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa
keperawatan, membuat perencanaan keperawatan melakukan implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Penetalaksanaan Daibetes Melitus Tipe II
yaitu: manajemen diet, latihan fisik, pengelolaan farmakologi, monitoring glukosa
darah, dan penyuluhan (Smeltzer & Bare, 2016)
Berdasarkan data yang didapatkan pada salah satu rumah sakit di kota Padang. Pada
tahun 2018, penyakit DM sebanyak 533 kasus, kasus terbanyak pada bulan September
yaitu 60 kasus yang menempati nomor urut 2 dari 10 penyakit yang menonjol. Pada
tahun 2019, penyakit DM sebanyak 660 kasus dan kasus terbanyak pada bulan
November yaitu 73 kasus yang DM menempati nomor urut 2 dari 10 penyakit yang
menonjol. Sedangkan pada tahun 2020 kasus DM sebanyak 526 kasus dimana kasus
terbanyak pada bulan Februari yaitu sebanyak 80 kasus yang menempati nomor urut 2
dari 10 penyakit.
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis membuat makalah
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes Melitus Tipe II”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang rumusan masalah yaitu “Bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Melitus Tipe II”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien Diabetes Melitus Tipe II.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus Tipe II.
d. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus Tipe II.
e. Mendeskripsikan evaluasi pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe
II.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis terutama mengenai asuhan
keperawatan pada pasien Hepatitis tipe II.
2. Bagi instansi (Rumah sakit/Puskesmas)
Menjadi acuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien Hepatitis
tipe II.
3. Bagi tenaga kesehatan
Memberikan sumbangan pikiran dan digunakan sebagai referensi sehingga
dapat meningkatkan keilmuan pada pasien dengan Hepatitis tipe II.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2016) dan Hans Tandra (2017)
mengklasifikasikan Diabetes Melitus menjadi:
5. Patofisiologi
Pada DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Faktor genetik dikatakan
memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor
genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya
hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam
lemak bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Diabetes melitus tipe II sebelumnya
disebut sebagai non insulin-dependent atau adult-onset diabetes, ditandai
dengan resistensi insulin, peningkatan pelepasan glukosa hati, rusaknya
penyimpanan glukosa, dan defisiensi insulin. Tujuan jangka pendek dari
manajemen diabetes yaitu untuk menyeimbangkan asupan makanan dengan
pengeluaran energi dan memastikan jumlah insulin yang cukup (endogen
atau eksogen) untuk mempertankan kadar glukosa darah mendekati normal.
Mekanisme terjadinya DM tipe II umumnya disebabkan karena resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena
itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II. Diabetes melitus tipe II
disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan berlangsung perlahan dan
mengakibatkan hiperglikemia jangka panjang, dan berperan menyebabkan
komplikasi mikrovaskular kronik seperti penyakit mata, neuropati dan penyakit
ginjal. Diabetes juga dikaitkan dengan peningkatan insidensi penyakit
makrovaskular seperti penyakit arterisklerosis, penyakit serebrovaskular (stroke) dan
luka ganggren. Komplikasi ini dapat muncul sebelum diagnosis ditegakkan.
Diagnosa keperawatan yang diangkat saat pasien mengalami ulkus adalah resiko
infeksi. (Smeltzer & Bare, 2015).
6. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak
dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes
Melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika
hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang ginjal
untuk ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnya rasa haus
(polidipsia). Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe II akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzer dan Bare, 2015, PERKENI, 2015).
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),
disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton
(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan
terjadi peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
c. Hipoglikemia
1) Komplikasi makrovaskular
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penderita diabetes melitus. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid (mengukur
kadar lemak dalam darah), melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah. Pada pasien DM tipe II biasanya meningkat 100-200
mg/dl, atau lebih. Pemeriksaan gula darah terdiri dari:
1) Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (FBS)
Pasien dalam keadaan puasa selama 12 jam, diperbolehkan
minum. Darah diambil dari pembuluh darah vena. Hasil normal
gulah darah puasa adalah 80-120 mg/100 ml serum. Pada pasien
DM tipe II biasanya meningkat 100- 200 mg/dl, atau lebih
2) Pemeriksaan gula darah postprandial
Bertujuan untuk menentukan gula darah setelah makan. Pasien
diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam kemudian
diambil darah venanya. Nilai normal gula darah postprandial
adalah kurang dari 120 mg/100 ml serum
3) Pemeriksaan gula darah sewaktu bisa delakukan kapan saja, nilai
normalnya adalah 70 – 200 mg/dl.
4) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan bebam glukosa 75 gram.
b. Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-
Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
c. Aseton plasma (keton) didapat hasil positif secara menyolok.
d. Asam lemak bebas didapat kadar lipid dan kolestrol meningkat,
karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
e. Osmolitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L
f. Natrium mungkin normal, meningkat atau menurun tergantung pada
jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
g. Kalium normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun Hemoglobin dan hematokrit menurun
disebabkan oleh kegagalan ginjal untuk melaksanakan fungsinya,
salah satu nya adalah menghasilkan eritropoetin, fungsi eritropoetin
adalah penghasil eritrosit. Hal ini mengakibatkan anemia sehingga
kadar hematokrit dan hemaglobin menurun
h. Amilase darah. Mungkinn meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari Diabetes melitus (Diabetik
Ketodasidosis).
i. Pemeriksaan fungsi tiroid. peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
j. Pemeriksaan glukosa urin. Adanya glukosauria menunjukkan bahwa
ambang gilnjal terhadap glukosa terganggu. Biasanya didapat hasil
urine gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat
k. Kultur dan sensitivitas, kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
infeksi pernafasan, dan infeksi pada luka
(PERKENI, 2015, Tarwoto, 2012 dan Sari, 2013)
m) Sistem neurologis
Biasanya terjadi penurunan sensoris, sakit kepala , latergi, mengantuk, reflek
lambat, dan disorientasi. Pemeriksaan penunjang
Terapeutik :
1. Berikan asupan cairan
oral
2. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau buruk
Edukasi :
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
4. Ajarkan pengelolan
diabetes, Mis :
penggunaan insulin,
obat oral
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan
dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda
gejala yang spesifik.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn.M
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Belakang balok
2. Keluhan utama
i. Kulit
Tidak terdapat edema, tidak terdapat lesi, akral teraba hangat, kulit tampak kering
j. Ekstremitas
Atas : Terpasang infus RL 8 jam/kolf di tangan kanan, CRT <2 Detik
Bawah : Tidak terdapat edema, tidak terdapat lesi, CRT <2 detik dan akral teraba hangat
7. Kebutuhan dasar
a. Makan
Sehat : Makan 2-3x/hari dengan porsi nasi, lauk dan terkadang sayur, jarang mengkonsumsi buah-
buahan. Klien rutin makan sebelum tidur.
Sakit : Klien hanya menghabiskan ¼ porsi diet rumah sakit MBDD 1700 kkal dengan nasi, lauk, sayur dan
buah.
b. Minum
Sehat : Klien setiap pagi rutin minum teh kadang susu 1 gelas/hari, minum air putih ±3500 cc / hari.
Sakit : Klien minum air putih sekitar ±1800 cc setiap hari dan masih sering merasa haus.
c. Tidur
Sakit : Klien mengatakan tidur siang ±4 jam/hari dan tidur malam ±9 jam/hari.
d. Mandi
Sehat : Klien biasanya BAB 1x/hari dengan konsistensi padat, BAK 5- 6x/hari warna bening
kekuningan
f. Aktifitas pasien
8. Data Psikologis
Status emosional : Emosional klien tampak stabil, klien menerima keadaan nya saat ini
Pola koping : Baik, klien mengatakan sering berdoa setelah sholat dan yakin akan sembuh dari penyakitnya.
Gaya komunikasi : Klien berkomunikasi menggunakan bahasa minang
ANALISA DATA
Ds :
a. Klien mengatakan
nafsu makan menurun
b. Klien mengeluh badan
lemah.
Do : Ketidakmampuan Defisit Nutrisi
a. Membran mukosa klien mengabsorbsi
tampak pucat dan kering nutrien
b. Konjungtiva klien
tampak anemis
c. IMT klien berada dalam
kategori kurus (18,1)
dengan TB/BB = 165
cm/49kg mengalami
penurunan berat badan
dari 58kg menjadi 49kg
sejak tiga bulan terakhir.
d. Klien mengalami
penurunan BB dari 58kg
menjadi 49kg dalam tiga
bulan terakhir.
e. GDR : 424 mg/dl
Ds :
a. Klien mengatakan badan
terasa lemah dan letih.
Do : Kondisi Fisiologis : Keletihan
Penyakit kronis
a. Klien tampak lemas
b. Klien tampak
mengantuk
c. Aktivitas klien
tampak dibantu
keluarga
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan hiperglikemia:resistensi insulin.
2. Defisit mutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien.
3. Keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis:penyakit kronis.
C. Intervensi keperawatan
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Terapeutik :
1. Berikan asupan
cairan oral
2. Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
Edukasi :
1. Anjurkan
menghindari
olahraga saar
kadar glukosa
darah lebih dari
250 mg/dl.
2. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian insulin,
Jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian cairan
IV, Jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrien
yang dibutuhkan,
Jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
2. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
D. Implementasi keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah
dilakukan dengan manajemen hiperglikemia yaitu dengan memonitor ttv 2x/hari, memonitor
kadar glukosa darah 3x/hari, memberikan terapi insulin novorapid 8 unit kepada pasien sesuai
anjuran dokter , memonitor tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria, polidipsi, polifagi, dan
kelemahan, memberikan obat ceftriaxone 2x1 gr secara iv.
Implementasi yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa defisit nutrisi dilakukan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien yaitu dengan mengidentifikasi perubahan berat badan
pasien : BB = 49kg, mengetahui kesukaan pasien mengkonsumsi makanan dari luar rumah
sakit, memonitor warna konjungtiva pasien : anemis, memonitor hasil laboratorium pasien
penurunan hemoglobin = 10,8, dan hematokrit = 42%, memberikan obat ranitidine 2x1 amp
secara iv, menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit, pastikan
diet yang mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi.
Impelementasi yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa keletihan dilakukan dengan
kondisi psikologis yaitu mengkaji status fisiologis pasien, menganjurkan pasien untuk
melakukan latihan jasmani secara bertahap dan teratur, berjalan – jalan di sekitar ruangan,
memonitor intake asupan nutrisi pasien
E. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan intervensi pada pasien dengan diagnosa keperawatan ketidakstabilan kadar
glukosa darah didapatkan evaluasi yaitu pada hari kelima masalah mulai teratasi dan intervensi
dilanjutkan, ditandai dengan pasien mengatakan letih berkurang, pasien mengatakan haus mulai
berkurang, pasien mengatakan BAK 7-8x/hari, pasien tampak mulai segar, TD : 133/80 mmHg,
Nadi : 80x/i, pusingnya sudah berkurang. membutuhkan pelayanan kesehatan Pernapasan :
20x/i, GDR 202 mg/dl.
Pada diagnosa keperawatan defisit nutrisi didapatkan evaluasi yaitu pada hari kelima masalah
teratasi dan intervensi dihentikan, ditandai dengan pasien mengatakan mulai bertenaga, pasien
mengatakan nafsu makan membaik, pasien tampak menghabiskan diit yang diberikan rumah
sakit.
Pada diagnosa keperawatan keletihan didapatkan evaluasi yaitu hari kelima masalah teratasi
intervensi dihentikan, ditandai dengan pasien mengatakan letih mulai berkurang, pasien
mengatakan nafsu makan mulai meningkat, pasien mulai bertenaga, pasien tampak sudah
melakukan beraktivitas secara mandiri.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
keluhan utama pada pasien yaitu badan terasa lemas, kepala terasa pusing, gemetaran
serta berkeringat dingin, GDR pasien = 424 mg/dl.
B. Diagnosa keperawatan.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan pada diagnosis ketidakstabilan kadar glukosa
darah berhubungan dengan hiperglikemia dapat mengidentiikasi factor
resiko, dengan kriteria hasil kestabilan kadar glukosa darah: tidak ada
mengantuk, tidak ada pusing, tidak ada lesu/lelah, tidak ada keluhan
lapar, tidak ada keluhan haus, kadar glukosa dalam darah dalam rentang
normal kadar, kadar glukosa dalam urine dalam rentang normal dan
palpitasi membaik .Kontrol resiko : menunjukkan kemampuan
mengidentifikasi faktor resiko meningkat, kemampuan melakukan
strategi control resiko meningkat, kemampuan modifikasi gaya hidup
meningkat, kemampuan menghindari factor resiko meningkat, dan
adanya penggunaan fasilitas kesehatan. Kontrol resiko : menunjukkan
kemampuan mengidentifikasi faktor resiko meningkat, kemampuan
melakukan strategi control resiko meningkat, kemampuan modifikasi
gaya hidup meningkat, kemampuan menghindari factor resiko
meningkat, dan adanya penggunaan fasilitas kesehatan.
Rencana tindakan meliputi manajemen hiperglikemi yaitu observasi :
identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi, monitor kadar
glukosa darah monitor tanda dan gejala hiperglikemi, kadar glukosa
darah, elektorlit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi. Terapeutik :
berikan asupan cairan oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk. Edukasi : anjurkan
menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl,
anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga, ajarkan pengelolaan
diabetes. kolaborasi: kolaborasi pemberian insulin, kolaborasi
pemberian cairan. Identifikasi resiko yaitu observasi: identifikasi resiko
biologis, lingkungan maupun perilaku, dan identifikasi risiko secara
berkala. Terapeutik: tentukan metode pengobatan resiko yang baik dan
ekonomis, dan lakukan pengelolaan resiko secara efektif
Penelitian yang dilakukan oleh (Derek, Rottie & Kallo 2017) stress dapat memicu kadar
darah dalam tubuh yang semakin meningkat sehingga semakin tinggi stress yang
dialami oleh penderita diabetes mellitus maka diabetes yang dialami akan semakin
tambah buruk, maka diperlukan manajemen relaksasi penurun stress. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh (Labindjang, Kadir & Salamanja 2015) Kondisi yang
relaks dapat mengembalikan kotra-regulasi hormone stress dan memungkinkan tubuh
untuk menggunakan insulin lebih efektif.
E. Evaluasi Keperawatan
Intervensi dilanjutkan untuk diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia antara lain, pasien mengatakan badan
masih terasa letih, pasien mengatakan masih sering BAK : 8-9x/hari,
pasien mengatakan sering merasa haus, pasien masih tampak lemah, TD :
144 / 87 mmHg, nadi : 82x/i, pernapasan : 20x/i, GDR : 424 mg/dl. Pada
hari ke lima pasien mengatakan letih berkurang, pasien mengatakan haus
mulai berkurang, pasien mengatakan BAK 7-8x/hari, pasien tampak mulai
segar, tanda-tanda vital : TD : 133/80 mmHg, nadi : 80x/i, pernapasan :
20x/i. GDR : 202 mg/dl
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien
dengan defisit nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien didapatkan evaluasi yaitu pada hari kelima masalah
teratasi dan intervensi dihentikan, pasien mengatakan mulai bertenaga,
pasien mengatakan nafsu makan membaik, pasien tampak menghabiskan
diit yang diberikan rumah sakit.
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien
dengan diagnosa keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis hari
pertama sampai hari keempat dengan masalah teratasi dan intervensi
dihentikan, pasien mengatakan letih mulai berkurang, pasien mengatakan
nafsu makan mulai meningkat, pasien tampak mulai bertenaga, pasien
tampak beraktivitas secara mandiri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian yang didapatkan badan pasien terasa lemah, kepala
terasa pusing, gemetaran serta berkeringat dingin, GDR pasien = 424
mg/dl, sering BAK, nafsu makan menurun, pasien memiliki riwayat
keluarga yang mengalami diabetes mellitus.
2. Diagnosis keperawatan yang muncul pada penelitian ini yaitu
ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia,
defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien, keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis.
3. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan
yang ditemukan dan sesuai dengan SDKI, SIKI-SLKI, diantaranya
manajemen hiperglikemia, manajemen nutrisi, manajemen energi.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan kepada pasien sesuai dengan
rencana tindakan yang telah disusun : mengidentifikasi penyebab
hiperglikemia, memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda dan
gejala hiperglikemia, mengidentifikasi perubahan berat badan,
mengidentifikasi pola makan, memonitor tanda tanda vital,
mengidentifikasi fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama lima hari dalam bentuk SOAP
terhadap tiga diagnosis keperawatan didapatkan hasil, diagnosis defisit
nutrisi teratasi pada hari kelima dengan tanda nafsu makan membaik,
pasien menghabiskan diit yang diberikan rumah sakit. Diagnosis
keletihan teratasi pada hari kelima dengan tanda letih mulai berkurang,
pasien tampak bertenaga, pasien mengatakan letih mulai berkurang, dan
diagnosis ketidakstabilan kadar glukosa darah mulai teratasi dan
intervensi dilanjutkan dengan pasien mengatakan letih berkurang,
pasien mengatakan haus berkurang, GDR : 202 mg/dl, TD : 133/80
mmHg
.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Puskesmas/rumah sakit
Hasil dari studi kasus ini dapat dipergunakan sebagai tambahan informasi
dan meningkatkan kualitas pemberian asuhan keperawatan kepada pasien
dengan Diabetes melitus tipe II
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat sebagai tambahan informasi dan dapat
dijadikan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan pada
pasien Diabetes melitus tipe II
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Bagi penulis selanjutnya bisa dijadikan data pembanding dalam penerapan
asuhan keperawatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Febty, I. K. A., Chiptarini, D., Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran, F.,
Ilmu D. A N., Jakarta, H. (2014). Penatalaksanaan Dm Pada Pasien
Dm Di Puskesmas.
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan masalah....................................................................................
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................
D. Manfaat penulisan....................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
1. Pengkajian Keperawatan..................................................................
2. Diagnosis Keperawatan...................................................................
3. Intervensi Keperawatan...................................................................
4. Implementasi Keperawatan.............................................................
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
.
.