Anda di halaman 1dari 47

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah anak sudah
mencapai umur 10-18 tahun, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun
1979 mengenai Kesejahteraan Anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21
tahun dan belum menikah (Soetijiningsih, 2012). Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang berusia 12-19 tahun dan masih
mengikuti jenjang pendidikan atau sekolah.

Menurut Smeltzer dan Bare (2012), remaja dengan masalah kesehatan berisiko
besar untuk mengalami pencapaian yang rendah, masalah kesehatan utama pada
remaja seperti merokok, penggunaan alkohol, penggunaan narkoba, seks pra nikah,
cedera olahraga, tawuran, pembunuhan, kebut-kebutan di jalan, masalah mental dan
emosional. Remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungannya. Lingkungan
sosial budaya yang tidak positif merupakan faktor risiko bagi remaja dalam perilaku
yang tidak sehat (Tarwoto, 2012).

Perilaku kesehatan merupakan kenyataan tindakan yang tidak bisa lepas dari
unsur-unsur pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma (kebudayaan yang lahir,
berkembang atau hidup dalam organisasi sosial dan yang diwarnai oleh kepribadian
individu-individunya, yang mencakup tiga hal atau aspek yaitu kognitif (kesadaran
dan pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotorik (gerakan/tindakan) atau dalam
istilah umum disebut dengan pengetahuan, sikap dan perilaku (Tjitarsa, 2011).

Perilaku adalah suatu bentuk organisme atau seseorang terhadap rangsangan


(stimulus) dari luar objek tersebut (Notoatmodjo, 2013). Perilaku manusia adalah
aktivitas yang timbul karena adanya respon serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung (Sunaryo, 2014). Aktifitas yang secara langsung dapat diamati
pada remaja laki – laki adalah perilaku merokok. Perilaku merokok adalah perilaku
yang dinilai sangat merugikan dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri
sendiri maupun orang lain disekitarnya (Aula, 2010).

1
Data WHO (2008), menempatkan Indonesia sebanyak 4,8% sebagai negara
dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia sesudah Cina sebanyak 30% dan
India sebanyak 11,2%. Data WHO (2011) di Indonesia menunjukkan remaja di
Indonesia yang merokok pertama kali pada usia 15 tahun sebanyak 67%. Survei
Indonesia Kesehatan Nasional (Sirkesnas) 2016 menunjukkan prevalensi perokok usia
anak (di bawah usia 19 tahun) meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 8,8% pada
2016. Berdasarkan data Riskesdas (2013) Provinsi Sumatera Barat menempati urutan
ke 6 perokok terbanyak di Indonesia mencapai 30,3%. Usia pertama kali merokok
tertinggi di Sumatera Barat ditempati pada usia 15-19 tahun yaitu sebesar 42,1%.
Persentase tertinggi berdasarkan usia pertama kali merokok di Kota Padang, juga
terdapat pada kelompok usia 15-19 tahun yaitu sebesar 46,3%. Dari data diatas,
perokok di Indonesia rata-rata mulai merokok pada usia 15-19 tahun, dimana pada
usia tersebut merupakan usia remaja.

Menurut Parrot (2013), pengaruh nikotin dalam rokok dapat membuat


seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang sudah
kecanduan merokok tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka
cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin. Kandungan nikotin yang terdapat dalam
rokok dapat memberikan rasa nikmat bagi penggunanya dan menimbulkan ketagihan.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari ketagihan merokok bagi remaja adalah
mencoba hal-hal negatif yang dapat memberikan kenikmatan seperti alkohol, narkoba,
psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya (Gunawan, 2012)

Gambaran negatif yang ada dipikiran masyarakat mengenai perilaku remaja


mempengaruhi cara remaja berinteraksi, sehingga membuat remaja merasa takut
dalam menjalankan perannya dan malu untuk meminta bantuan orang tua atau guru,
maka dari itu perlu adanya peran teman sebaya dalam pergaulan remaja yang dapat
memberikan informasi (Iskandarsyah, 2014).

Salah satu upaya untuk memberikan informasi tentang bahaya merokok pada
remaja adalah melalui teman sebaya (peer group). Dalam peer group, individu
menemukan dirinya serta dapat mengembangkan rasa sosialnya sejalan dengan
perkembangan kepribadiannya. Menurut Aricipta (2013), terdapat sebuah metode
yaitu metode peer education yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok,

2
yang diutamakan dalam pemberian informasi kesehatan adalah antar kelompok
sebaya. Menurut Lundy dan Janes (2011), motode peer education menunjukkan
sumber umum untuk pemberian informasi. Dalam motode ini, remaja dilatih untuk
memimpin program pencegahan dalam kelompok sebaya.

Blankhardt (dalam Kusumawati, Astuti, Darnoto, Wijayanti dan Setiyadi,


2015) menyatakan bahwa peer education merupakan metode pendidikan yang lebih
bermanfaat karena dapat merubah perilaku secara baik karena alih pengetahuan
dilakukan antar kelompok sebaya yang mempunyai hubungan lebih akrab,
penggunaan bahasa yang sama, serta dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
dengan cara penyampaian yang santai.

Menurut Nurhayati (2014), remaja memiliki kecenderungan yang sangat


intensif dengan teman sebayanya daripada dengan orang tuanya. Remaja melakukan
sesuatu secara bersama-sama dengan temannya daripada melakukannya sendiri
dengan kelompok teman sebayanya. Proses pertemanan dalam kelompok sebaya
menciptakan remaja merasa dirinya dibutuhkan. Sehingga pemberian informasi
kesehatan kepada kelompok sebaya dapat lebih mudah diterima oleh remaja.

Berdasarkan penelitian Tarwoto (2012), tentang pengaruh peer education


terhadap perilaku merokok pada remaja di SMAN “X” Denpasar. Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata sebelum diberikan peer education pada pengetahuan 64,83%,
sikap 69,97%, psikomotor 64,47%. Rata-rata setelah diberikan peer education pada
pengetahuan 84,33%, sikap 84,28%, psikomotor 87,22%. Dapat disimpulkan terdapat
perbedaan yang signifikan pengetahuan, sikap dan psikomotor remaja sebelum dan
setelah diberikan peer education di SMAN “X” Denpasar.

Hasil studi pendahuluan penelitian (2016) di SMP Ma’arif Gamping Sleman


Yogyakarta terhadap 20 siswa kelas VII menemukan bahwa 10 dari 20 siswa pernah
mencoba merokok meskipun tidak merokok. Dari sebanyak 10 siswa yang pernah
mencoba merokok hanya 3 siswa saja yang dapat menyebutkan setidaknya 10 dampak
rokok dan 7 sisanya hanya dapat menyebutkan kurang dari 5 dampak rokok. Adapun
dari 10 siswa yang tidak pernah mencoba merokok, hanya sebanyak 5 siswa saja yang

3
dapat menyebutkan setidaknya 10 dampak rokok dan 5 sisanya hanya dapat
menyebutkan kurang dari 5 dampak rokok. Akan tetapi sebanyak 6 dari 10 siswa yang
tidak pernah mencoba merokok mengatakan bahwa iklan rokok sangat menarik dan
keren.

Menurut data Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, perilaku


mencoba merokok meskipun bukan perokok sebagaimana ditampilkan responden
studi pendahuluan tersebut merupakan langkah awal remaja menjadi pecandu rokok.
Sekitar 1 dari 3 remaja ditemukan mencoba merokok untuk pertama kalinya sebelum
sebelum benar-benar menjadi pecandu rokok. Usia pertama kali mencoba rokok
tersebut berkisar pada usia 10 sampai 18 tahun (Reimondos dkk., 2010). Atas dasar
tersebut maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode peer group terhadap sikap remaja
tentang bahaya merokok pada siswa kelas VIII dan IX di SMP Ma’arif Gamping
Sleman Yogyakarta.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 22 Januari 2018 di


dapatkan data seluruh siswa di SMK Taman Siswa Padang sebanyak 94 orang,
dilakukan wawancara terhadap 13 orang siswa laki-laki di SMK Taman Siswa Padang
tersebut, 4 orang yang tidak merokok dan 9 orang diantaranya alasan yang mereka
kemukakan kenapa mereka merokok adalah karena ikutan teman sebaya sebanyak 8
orang, untuk tampil jantan dan gagah sebanyak 1 orang. Mereka mengatakan sering
merokok di warung sekitar sekolah pada saat istirahat atau saat pulang sekolah
berkumpul di warung sekitar sekolah, sehingga mereka lebih leluasa saat merokok.
Berdasarkan hasil observasi pada saat survei awal ditemukan bungkus rokok di
belakang kelas SMK Taman Siswa tersebut yang menandakan bahwa banyak siswa
yang merokok saat diluar sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara guru Bimbingan Konseling di SMK Taman


Siswa Padang tersebut mengatakan di SMK Taman Siswa tidak pernah mendapatkan
Pendidikan Kesehatan tentang merokok pada remaja. Dan usaha yang di lakukan
sekolah untuk merubah perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMK Taman Siswa
Padang ini adalah apabila ada anak ketahuan merokok di lingkungan sekolah yang

4
pertama kali di kasih teguran. Dan apabila tidak ada perubahan perilaku akan
dilakukan pemanggilan orang tua pada siswa tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang penulis tertarik untuk melakukan penelitian


tentang “Pengaruh Peer Group Education Terhadap Perilaku Merokok Pada Remaja
Di SMK TAMAN SISWA Padang Tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada pengaruh Peer Group Education terhadap perilaku merokok pada
remaja di SMK TAMAN SISWA Padang tahun 2018?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Peer Group Education terhadap perilaku
merokok pada remaja di SMK TAMAN SISWA Padang tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui rata-rata pengetahuan remaja di SMK Taman Siswa Padang
sebelum diberikan intervensi peer group education terhadap perilaku
merokok tahun 2018.
b. Diketahui rata-rata pengetahuan remaja di SMK Taman Siswa Padang
sesudah diberikan intervensi peer group education terhadap perilaku
merokok tahun 2018.
c. Diketahui rata-rata sikap remaja di SMK Taman Siswa Padang
sebelum diberikan intervensi peer group education terhadap perilaku
merokok tahun 2018.
d. Diketahui rata-rata sikap remaja di SMK Taman Siswa Padang sesudah
diberikan intervensi peer group education terhadap perilaku merokok
tahun 2018.
e. Diketahui rata-rata tindakan remaja di SMK Taman Siswa Padang
sebelum diberikan intervensi peer group education terhadap perilaku
merokok tahun 2018.

5
f. Diketahui rata-rata tindakan remaja di SMK Taman Siswa Padang
sesudah diberikan intervensi peer group education terhadap perilaku
merokok tahun 2018.
g. Diketahui perbedaan rata-rata nilai pengetahuan remaja di SMK
Taman Siswa Padang sebelum dan sesudah diberikan intervensi peer
group education terhadap perilaku merokok tahun 2018.
h. Diketahui perbedaan rata-rata nilai sikap remaja di SMK Taman Siswa
Padang sebelum dan sesudah diberikan intervensi peer group
education terhadap perilaku merokok tahun 2018.
i. Diketahui perbedaan rata-rata nilai tindakan remaja di SMK Taman
Siswa Padang sebelum dan sesudah diberikan intervensi peer group
education terhadap perilaku merokok tahun 2018.

D. Target Luaran Penelitian


Dengan adanya penelitian ini maka remaja dapat menambah pengetahuannya
tentang merokok dan dapat juga meningkatkan motivasi untuk dapat berhenti dalam
mengkonsumsi rokok. Hasil penelitian ini dapat menambahkan pengetahuan dan
wawasan keilmuan dan menambah pengalaman peneliti dalam melaksanakan
penelitian serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya tentang pengaruh
Peer Group Education terhadap perilaku merokok pada remaja.

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP REMAJA

1. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan individu dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa tersebut terjadi perkembangan dan
perubahan yang sangat pesat baik fisik, psikologis dan sosial (Potter & Perry, 2005).
Papalia, etc (2008) menyebutkan masa remaja merupakan masa transisi antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan besar baik secara
fisik, kognitif maupun psikososial. Masa remaja dimulai dengan pubertas, yaitu
proses yang mengarah kepada kematangan seksual atau fertilitas (kemampuan untuk
berproduksi).
Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu
masa remaja awal 10-13 tahun, masa remaja tengah 14-16 tahun, dan masa remaja
akhir 17-19 tahun (Sarwono, 2006).

2. Karakteristik Remaja
Ciri khas remaja sering disebut “strom and stress”, remaja sangat peka, sering
berubah sikap atau haluan. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, karena
pada periode ini terjadi perubahan fisik dan perkembangan psikososial yang pesat,
sehingga masa ini sering disertai dengan gejala dan permasalahan baik fisiologis dan
psikologis. Masa remaja seringkali dikenal dengan nama mencari jati diri atau
disebut dengan identitas ego. Karakteristik yang sering terjadi pada remaja seperti :
kegelisahan, pertentangan, mengkhayal, aktivitas kelompok, keinginan mencoba
sesuatu (Aat Sriati, 2008).

3. Tugas Perkembangan Remaja


Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Muhammad Ali,
2008) adalah mampu menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami
peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok
yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian
ekonomi, mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat, memahami dan
menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua, mengembangkan

7
perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa,
mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan, memahami dan mempersiapkan
berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

4. Masalah Tugas Perkembangan Remaja


Menurut Syamsul Arifin (2008), dalam memenuhi tugas perkembangannya,
remaja memiliki beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum
remaja, antara lain :
a. Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan
mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya, periang
berseri-seri dan yakin. Perilaku yang sukar ditebak dan berubah-ubah ini
bukanlah abnormal. Itu hanya perlu di prihatinkan bila ia terjerumus dalam
kesulitan, kesulitan disekolah atau kesulitan dengan teman-temannya.
b. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini mormal dan sehat. Rasa ingin
tahu seksual dan bangkitnya birahi adalah normal dan sehat. Ingat, bahwa
perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan ciri yang normal pada
perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas
menimbulkan bentuk-bentuk perilaku seksual.
c. Membolos
d. Perilaku anti sosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan agresif.
Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya.
Akan tetapi, penyebab yang mendasar adalah pengaruh buruk teman, dan
kedisiplinan yang salah dari orang tua terutama bila terlalu keras atau terlalu
lunak dan sering tidak ada sama sekali.
e. Penyalahgunaan obat bius.
f. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang adalah skizofrenia.

5. Ciri-ciri Pekembangan Pada Remaja


a. Perkembangan Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa
pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial.
Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan
jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan
tinggi). selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan

8
haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual
sekunder yang tumbuh. Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh
kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing
menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas
serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja (Sarwono, 2006).
b. Perkembangan kognitif
Pada usia remaja, anak berada pada tahap operasional formal. Tahap
operasional formal. Tahap operasional formal dicirikan dengan kemampuan
penalaran anak berubah dari penalaran secara naluriah menjadi lebih logis dan
ilmiah. Mereka mulai melihat dirinya sebahai individu yang berbeda, unik dan
terpisah dari individu lain. Pola berfikir remaja juga mengalami perkembangan
yang dicerminkan dalam pola pikir yang sistematis ketika mereka memecahkan
suatu masalah dengan menghubungkan sebab dan akibat yang terjadi. Remaja
dapat memandang masalah dari beberapa sudut pandang dan menyelesaikannya
dengan melakukan banyak pertimbangan ( Potter & Perry, 2005).
c. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial remaja merupakan kelanjutan dari perkembangan
sosial pada tahap perkembangan sebelumnya. Pada tahap remaja, perkembangan
sosial terlihat jelas dari aktivitas dalam membentuk kelompok seusianya.
Karakteristik lain dari perkembangan sosial remaja adalah pada umumnya
remaja memiliki dorongan untuk dapat berdiri sendiri dan cenderung ingin
memisahkan diri dari orangtua serta lebih suka berkumpul dengan kelompoknya
(Winkelstein & Schwartz, 2009).

B. KONSEP PERILAKU
1. Pengertian Perilaku
Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau
makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari segi biologis, semua makhluk
hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-
masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan
yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukan manusia tersebut antara lain :
berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan seterusnya. Secara
singkat manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu a) aktivitas-aktivitas yang
dapat diamati oleh orang lain, misalnya : berjalan, bernyanyi, tertawa, dan

9
sebagainya. b) aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya :
berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).

2. Domain Perilaku Sehat


Perilaku seseorang adalah sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang
sangat luas. Beyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2014) seorang ahli psikologi
pendidikan membedakan adanya tiga area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini,
yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor).
Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan
kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif) dan karsa (psikomotor) atau pericipta,
perirasa dan peritindak. Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian
domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan
menjadi tiga tingkat ranah perilaku sebagai berikut :
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah pengindraan manusia terhadap objek melalui panca
indra yang dimilikinya berupa mata, hidung, telinga dan sebagainya. Sebagian
besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran seperti
telinga dan indra penglihatan seperti mata. Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan yakni :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah meningkat kembali recall
atau memanggil sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima berupa memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu contohnya : tahu bahwa buah tomat banyak
mengandung vitamin C. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang
tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Oleh sebab itu tahu
ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat
menyebutkan, dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai mengerti terhadap suatu objek yang
diketahui. Memahami suatu objek bukan berarti sekedar tahu terhadap

10
onjek dan tidak sekedar meyebutukan, tetapi orang tersebut dapat
menjelaskan secara benar tentang objek atau materi yang diketahui tersebut.

3) Aplikasi (application)
Aplikasi suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi diartikan
apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah
apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram atau bagan terhadap pengetahuan atas
objek tersebut.

5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
dalam satu hubungan yang sesuai dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki.

6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
suatu penilaian terhadap suatu objek. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri yang berlaku
dimasyarakat.

7) Cara pengukuran pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan cara wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

11
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tertentu

b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan seperti senang, tidak
senang, setuju, tidak setuju, baik, tidak baik dan sebagainya. Newcomb dalam
Notoatmodjo (2014) salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
(tindakan) atau reaksi tertutup. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2014)
sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya bagaimana
penilaian (terkandung didalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak artinya sikap merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah merupan ancang-
ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya sebagai berikut :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
2) Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi
3) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan sebagai subjek atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang

12
lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespon.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Seseorang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang yang
mencemoohkan atau adanya resiko lain.
5) Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung,
secara langsung dapat dinyatakan dengan mengemukakan bagaimana pendapat
atau pernyataan responden terhadap suatu objek, sedangkan secara tidak
langsung dapat dengan menggunakan kuesioner (Notoatmodjo, 2012).
Pengukuran sikap dengan menggunakan skala likert. Indikator ini akan
dijadikan titik tolak untuk membuat aitem instrumen yang berupa pertanyaan
positif dan negatif yang akan dijawab oleh responden yaitu jika sangat setuju
(SS) nilainya 4, setuju (S) nilainya 3, Tidak Setuju (TS) nilainya 2, dan Sangat
Tidak Setuju (STS) nilainya 1. Sebaliknya untuk yang aitem yang negatif
nilainya 1 Sangat Setuju (SS), 2 Setuju (S), 3 Tidak Setuju (TS), dan 4 Sangat
Tidak Setuju (STS).
c. Tindakan atau praktik (practice)
Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
mewujudkan tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas, sarana dan
prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan
menurut kualitasnya, yakni :
1) Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan
2) Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau memperaktikan sesuatu
hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis

13
3) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang artinya apa
yang dilakukan tindakan sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi atau tindakan perilaku yang berkualitas.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,
hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara
langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Pengukuran praktik (overt behavior) juga dapat diukur dari hasil perilaku
tersebut. Dari sekema tersebut dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali
dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar
orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik. Kemudian
pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan
sebagainya sehingga menimbulkan motivasi niat untuk bertindak dan akhirnya
terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


Didalam proses pembentukan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara
lain : susunan saraf pusat, persepsi, motovasi, dan belajar.
a. Susunan saraf pusat memang peranan penting dalam perilaku manusia, karena
perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk ke
rangsangan yang dihasilkan. Perpindahan ini dihasilkan oleh susunan saraf pusat
dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron
b. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui
persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra penglihatan,
pendengaran, penciuman dan sebagainya. Setiap orang memiliki persepsi yang
berbeda meskipun objeknya sama.
c. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk
perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi, aspek psikologis yang
mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani. Sedangkan
keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), dalam proses pencapaian
kedewasaan pada manusia semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan

14
emosi akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan. Oleh karena itu
perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.
d. Belajar diartikan sebagai sutau perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik-
praktik dalam lingkungan kehidupan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu
proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Faktor-faktor yang memang peranan didalam pembentukan perilaku dapat dibedakan
menjadi dua faktor yaitu interen dan eksteren. Faktor interen berupa kecerdasan,
persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah perubahan-
perubahan dari luar.
Faktor eksteren meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang
dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua faktor tersebut akan
dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku
yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu
yang bersangkutan. Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit dan faktor-
faktor yang mempengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan,
minuman, dan pelayanan kesehatan.
Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan
seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
(Notoatmodjo, 2014)

C. PERILAKU PEROKOK REMAJA


1. Pengertian
Rokok dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti gulungan tembakau
sebesar kelingking yang dibungkus daun nipah atau kertas (Kompasiana, 2015).
Menurut Aula (2010) perilaku merokok merupakan fenomena yang muncul
dalam lingkungan masyarakat, dimana kebanyakan dari masyarakat sudah mengetahui
dampak negatif dari merokok.
Perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktifitas membakar rokok
kemudian menghisapnya dan menghembuskanya kembali dan dapat menimbulkan
asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya (Aryanai, 2012).

15
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok dibagi menjadi beberapa
sebab, yaitu (Komalasari, 2006):
1) Kebiasaan
Kebisaan merokok adalah kegiatan mengisap rokok yang dilakukan secara
berulang-ulang, teratur dan sulit dilepaskan. Telah biasa artinya tidak memerlukan
sesuatu yang lebih untuk melakukannya. Kebiasaan adalah sesuatu yang sudah
mendarah daging. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi
rutinitas. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan
suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa
disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-
benar habis.

2) Reaksi Emosi
Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa
senang, relaksasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan
kejantanan atau kebanggaan diri dan menunjukkan kedewasaan. Merokok
ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun kecemasan
yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain.

3) Lingkungan Sosial
Kebanyakan remaja memulai kebiasaan merokok karena ikut-ikutan teman,
selain itu juga karena terpengaruh oleh image yang diciptakan oleh produsen
rokok misalnya dengan menggunakan idola remaja sebagai bintang iklan. Faktor
sosial lain yang berpengaruh terhadap perilaku merokok remaja adalah faktor
keluarga. Dalam kaitannya dengan perilaku merokok remaja keluarga menjadi
determinan kedua setelah teman sebaya. Keluarga dapat menjadi sumber
dukungan dan pemenuhan kebutuhan bagi remaja, tetapi juga merupakan sumber
bagi remaja untuk belajar norma-norma dan perilaku termasuk perilaku merokok.

4) Biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada didalam rokok yang
dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok. Secara biologis

16
nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi beracun.
Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat adiktif, dan mempengaruhi
otak/susunan saraf. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan
otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan
kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan
ketagihannya.

D. KONSEP PEER GROUP EDUKASI


1. Definisi Peer Group Education
Peer atau teman sebaya merupakan individu yang memiliki kedekatan dan tingkat
kedewasaan yang sama baik sumber rasa kasih sayang, simpati, pemahaman dan
panduan moral serta setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang
tua (Santrock, 2008)
Peer group atau kelompok teman sebaya merupakan suatu bentuk hubungan sosial
yang dibangun dan bersumber dari teman sebaya, mereka akan menawarkan dan
memberikan bantuan kepada teman lainnya ketika teman sebayanya tersebut
mengalami kesulitan (Kunjoro, 2002).
Hubungan di dalam teman sebaya dapat berupa pemberian informasi, bantuan,
atau materi. Dukungan teman sebaya membuat anak merasa diperhatikan, dihargai,
dicintai, dibantu, didorong, dan diterima ketika dalam kesulitan (Iriani, 2016)
Peer group education adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi
yang dilakukan dan untuk kalangan sebaya yaitu satu kelompok diantaranya
kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan profesi, ataupun
disesuaikan berdasar jenis kelamin (Santrock, 2008)
Menurut Romlah (2001), peer group education merupakan upaya perubahan
perilaku kesehatan melalui kelompok sebaya yang menekankan pada perubahan
perilaku kelompok sebaya dimana mereka akan berinteraksi dalam kelompok,
individu akan merasa ada kesamaan satu dengan yang lain, dan individu akan
mengembangkan rasa sosial sesuai dengan perkembangan kepribadian. Pendidik
sebaya menggunakan bahasa yang kurang lebih sama dengan teman sebayanya
sehingga informasi mudah dipahami oleh teman sebayanya. Melalui peer education
pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan santai (Depkes RI,
2000)

17
Kegiatan yang dapat dilakukan oleh pendidik sebaya dengan anggota
kelompoknya antara lain mengadakan diskusi perorangan, diskusi kelompok kecil
maupun besar, memberikan motivasi kepada perorangan maupun kelompok,
membagi, menggunakan, membahas bahan-bahan pendidikan dan dapat bersama-
sama membuat bahan pendidikan (Arnawa, 2006).
2. Fungsi Peer Group
Fungsi dari peer group menurut Santoso (2004), antara lain :
a. Mengajarkan kebudayaan (mengajarkan kebudayaan yang ada di tempat tinggal).
b. Mengajarkan mobilitas sosial, perubahan status.
c. Membantu peranan sosial yang baru, peer group memberi kesempatan bagi
anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru.
d. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk
masyarakat.
e. Dalam peer group individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
f. Peer group mengajarkan moral orang dewasa.
g. Dalam peer group individu dapat mencapai kebebasan sendiri.

3. Keuntungan Peer Group Edukasi


Pendidikan kelompok teman sebaya dipandang sangat efektif dalam
pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE) karena penjelasan yang diberikan
oleh teman sebayanya sendiri akan lebih mudah dipahami. Pendidikan yang diberikan
lebih bermanfaat dilaksanakan antar kelompok sebaya mereka sehingga komunikasi
menjadi lebih terbuka. Hal-hal yang tidak dapat dibicarakan bersama orang lain
termasuk yang sifatnya sensitif dapat didiskusikan secara terbuka dan dapat
diselesaikan bersama sehingga hasilnya lebih baik (Arnawa, 2006).
Pendidikan kelompok teman sebaya biasanya digunakan untuk mengubah
perilaku individu dengan cara memodifikasi pengetahuan, sikap, atau perilaku
seseorang serta dapat mempengaruhi perubahan di tingkat kelompok atau masyarakat
dengan memodifikasi norma-norma. Menurut Lakey & Cohen (2003) pendidik
kelompok teman sebaya atau peer group edukasi dapat mempengaruhi seseorang dari
tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Aspek Kognitif
Dalam hal ini, dukungan dari lingkungan teman sebaya akan mempengaruhi
pola berpikir dari seseorang. Informasi, pengetahuan dan pengalaman dari teman

18
sebaya akan membuat seseorang melihat suatu masalah dari dua sudut pandang.
Apabila informasi dan pengalaman dari teman sebaya dirasa positif dan cukup
menguntungkan, maka akan dapat dijadikan bahan acuan sebelum melakukan
suatu tindakan. Peer edukasi dilakukan dengan mencoba mengubah pengetahuan,
sikap dan tindakan seseorang. Aktivitas pendidikan ini juga disebut dengan
aktivitas komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang berperanan besar dalam
upaya sosialisasi dan memberikan pengetahuan dasar. Melalui pendidik sebaya,
supaya lebih terbuka dan berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan
dengan pendekatan bersahabat yang tidak bersifat menggurui atau menghakimi.
b. Aspek Afektif
Dukungan informasi yang datang dari orang yang dianggap berpengaruh oleh
seseorang akan membuat seseorang merasa lebih nyaman. Dari segi emosional,
seseorang yang mendapat dukungan dari teman sebaya akan merasa dihargai,
dicintai dan rasa saling memiliki. Karena dalam kelompok sebaya, pada masing-
masing anggotanya akan terjalin hubungan pribadi yang erat sehingga akan lebih
terbuka kepada teman sebayanya tentang segala masalah yang dihadapinya.
c. Aspek Psikomotor
Setelah dukungan dari teman sebaya dapat memberi manfaat pada aspek
pengetahuan dan sikap, maka akan berpengaruh pula terhadap perilaku atau
psikomotor dari individu. Dukungan informasi dari teman sebaya akan membantu
seseorang dalam mengambil keputusan dan tindakan dalam pemecahan suatu
masalah yang dihadapinya. Dengan adanya dukungan dari lingkungan teman
sebaya akan membuat individu lebih bertanggung jawab dengan tindakannya
sebagai sebuah bentuk tanggung jawab sosial (Desmita, 2012).
4. Ciri-ciri Peer Group
Adapun ciri-ciri dari peer group menurut Musliha dan Fatmawati (2010), adalah :
a. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group terbentuk secara
spontan. Antar anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada
satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Semua
anggota beranggapan bahwa yang memang pantas dijadikan sebagai pemimpin
biasanya anak yang mempunyai nilai rata-rata yang baik dalam kelompok itu.
b. Bersifat sementara, karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, maka
kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, jika yang menjadi keinginan
masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena keadaan yang

19
memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah. Yang terpenting
dalam peer group adalah mutu hubungan yang bersifat sementara.
c. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Misalnya teman
sebaya di sekolah, pada umumnya terdiri dari individu yang lingkungannya
berbeda, di mana mempunyai aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang
berbeda pula. Lalu memasukkannya dalam peer group, sehingga mereka saling
belajar secara tidak langsung tentang kebiasaan-kebiasaan itu dan dipilih sesuai
dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.

20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Pre Eksperimental dengan rancangan One Group

Pretest – Postest Design. Pada awal penelitian akan dilakukan Pretest lalu dikenakan

perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan Postest dengan instrumen

yang sama (Notoatmodjo, 2012). Yang mana sebelum diberikan peer group education

peneliti melakukan pretest dengan menggunakan lembar kuesioner kemudian setelah

diberikan peer group education akan dilakukan perhitungan kembali postest dengan

menggunakan lembar kuesioner untuk mengetahui pengaruh peer group education

terhadap perilaku merokok pada remaja.

Pretest Intervensi Postest


O1 X O2

Gambar 4.1 Desain Penelitian


Keterangan :
O1 : Perilaku merokok pada remaja sebelum diberikan Peer
Group Education
X : Peer Group Education
O2 : Perilaku merokok pada remaja setelah diberikan Peer
Group Education
O1-O2 : Pengaruh Peer Group Education terhadap perilaku merokok
pada remaja

B. Tempat dan waktu


Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai bulan Mei
2018 dengan survei awal dilakukan pada tanggal 22 Januari 2018 sedangkan
pengumpulan data dilakukan pada tanggal 2,3,4,7,8,9, 11 dan 14 Mei 2018 di SMK
Taman Siswa Padang.

C. Populasi dan Sampel

21
1) Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah kelas X dan kelas XI keseluruhan
berjumlah 60 orang yang mana kelas X terdapat 25 orang dan kelas XI 35
orang siswa di SMK Taman Siswa Padang.
2) Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas X dan
kelas XI di SMK Taman Siswa Padang yang sesuai dengan kriteria inklusi yan
g telah ditetapkan peneliti berjumlah 24 orang siswa. Sampel nanti akan dibagi
menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok akan di pandu oleh peer.
Dua kelompok di kelas X sebanyak 12 orang dan kelas XI sebanyak 12 orang.
3) Kriteria sampel
a. Kriteria inklusi
1. Bersedia menjadi sampel dengan menandatangani surat pernyataan
kesediaan menjadi sampel.
2. Merupakan siswa yang belajar dan terdaftar di SMK Taman Siswa
Padang.
3. Siswa kelas X dan XI di SMK Taman Siswa Padang
4. Siswa yang mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.
b. Kriteria ekslusi
1. Siswa yang tidak masuk sekolah.
2. siswa laki-laki yang sakit.
4) Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah dengan random sampling
yaitu suatu teknik sampling yang dipilih secara acak, cara ini dapat diambil
bila analisa penelitian cenderung bersifat deskriptif atau bersifat umum. Setiap
unsur populasi harus memilih kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi
sampel.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mendata semua responden
yaitu siswa yang ada di setiap kelas X sebanyak 25 orang dan kelas XI
sebanyak 35 orang di SMK Taman Siswa Padang. Peneliti membuat lot dalam
bentuk angka untuk setiap kelas menggunakan kertas berdasarkan absen siswa
yang telah diberikan oleh guru Bimbingan Konseling, kemudian peneliti
memastikan keberadaan responden di setiap kelas dan mendata ulang
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi sampel

22
dan menandatangani surat pernyataan menjadi sampel, merupakan siswa yang
belajar dan terdaftar di SMK Taman Siswa Padang, siswa kelas X dan XI di
SMK Taman Siswa Padang, siswa yang mengikuti kegiatan dari awal sampai
akhir. Setelah itu peneliti mencabut lot sebanyak jumlah responden 24 orang
yang diperlukan di kelas tersebut. Nomor yang keluar sesuai nomor ganda
yang dipilih peneliti sesuai dengan kriteria inklusi dan dialah yang akan
menjadi sampel dalam penelitian.

D. Variabel dan Defenisi Operasional


1. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi, dalam penelitian ini
variabel yang mempengaruhi adalah peer group education yaitu yang memberikan
pendidikan kesehatan terkait perilaku merokok kepada teman sebayanya. Variabel
dependen yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah perilaku merokok pada
remaja.
Pada tahap pertama peneliti melakukan pretest dengan menggunakan lembar
kuesioner setelah itu peneliti memilih peer sesuai dengan kriteria peer yang telah
ditetapkan peneliti, lalu melatihnya terkait tentang perilaku merokok pada remaja
dalam waktu tiga hari pada tanggal 2,3,4 Mei 2018 masing-masing pertemuan
dilakukan selama 25 menit, yang dilaksanakan di ruangan kelas SMK Taman Siswa
Padang. Untuk empat hari berikutnya peer berkumpul dan membentuk group pada
teman sebayanya untuk membicarakan atau berdiskusi terkait dengan perilaku
merokok pada remaja dalam waktu 15 menit selama 4 hari pada tanggal 7,8,9,11
Mei 2018. Selama kegiatan berlangsung peneliti memantau kegiatan yang dilakukan.
Selanjutnya peneliti melakukan post test dengan menggunakan lembar kuesioner
yang sama.

Alat Sekala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur

23
1 Pengetahuan Pengetahuan Lembar Mengisi lembar Skor Ratio
merupakan kuesioner kuesioner minimal 0
pemahaman dan menggunakan skala Skor
kemampuan remaja Guttman dengan 20 maksimal
mengingat kembali pertanyaan masing- 20
apa yang diketahui masing diberi nilai
tentang perilaku untuk jawaban benar
merokok pada remaja dengan nilai 1 dan
salah dengan nilai 0
2 Sikap Sikap merupakan Lembar Mengisi lembar Skor Ratio
respon yang berupa kuesioner kuesioner minimal 15
tanggapan dan menggunakan skala
Skor
menimbulkan reaksi likert dengan 15
maksimal
yang masih tertutup pertanyaan masing-
60
tentang perilaku masing diberi nilai
merokok pada remaja untuk pertanyaan
Positif : SS : nilai 4, S
: nilai 3, KS : nilai 2,
TS : nilai 1.
Negatif : SS : nilai 1,
S : nilai 2, KS : nilai
3, TS: nilai 4.

3 Tindakan Tindakan atau Lembar Mengisi lembar Skor Ratio


aktifitas menghisap Kuesioner kuesioner minimal 0
rokok yang dilakukan menggunakan skala
Skor
oleh responden Guttman dengan 10
maksimal 10
minimal 1 batang pertanyaan masing-
setiap harinya sampai masing diberi nilai
saat penelitian untuk jawaban benar
dilakukan. dengan nilai 1 dan
salah dengan nilai 0

24
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian pengaruh peer group education
terhadap perilaku merokok pada remaja ini dengan menggunakan lembar kuesioner.
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis dalam rangka
pengumpulan data. Pada penelitian ini instrumen penelitian terdiri dari 2 bagian yaiu:

1. Bagian A adalah karakteristik responden berupa identitas yang terdiri dari nama,
usia, jenis kelamin, kelas.
2. Bagian B adalah instrumen untuk mengukur variabel dependen yang terdapat dua
bagian pertanyaan berupa :
A. Pengetahuan yang memiliki 20 item pertanyaan dengan cara mengisi lembar
kuesioner dengan skala Guttman 20 pertanyaan masing-masing diberi nilai
untuk jawaban benar dengan nilai 1 dan salah dengan nilai 0
B. Sikap yang memiliki 15 item pertanyaan dengan cara Mengisi lembar
kuesioner menggunakan skala likert dengan 15 pertanyaan masing-masing
diberi nilai untuk pertanyaan positif : Sangat Setuju (SS) nilai 4, Setuju (S)
nilai 3, Kurang Setuju (KS) nilai 2, Tidak Setuju (TS) nilai 1 dan pertanyaan
Negatif : Sangat Setuju (SS) nilai 1, Setuju (S) nilai 2, Kurang Setuju (KS)
nilai 3, Tidak Setuju (TS) nilai 4.
C. Tindakan yang memiliki 10 item pertanyaan dengan cara mengisi lembar
kuesioner dengan skala Guttman 10 pertanyaan masing-masing diberi nilai
untuk jawaban benar dengan nilai 1 dan salah dengan nilai 0.

F. Etika Penelitian
Menurut Nursalam, (2013) masalah etika penelitian keperawatan merupakan
masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan
berhubungan langsung dengan manusia, masalah etika dalam penelitian yang harus
diperhatikan adalah:
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan. Tujuan dari informed
consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek
bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

25
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Memberikan jaminan kepada subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur atau hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan (Condidentiality)
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. semua informasi yang sudah terkumpul dijamin kerahasiannya oleh
peneliti, hanya kelompok tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
4. Fair Treatment
Merupakan jaminan yang diberikan kepada subjek agar diperlakukan secara adil
sebelum, selama, dan sudah ikut sertaannya dalam penelitian tanpa adanya
deskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
5. Privacy
Semua subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama dan rahasia.
6. Self Determination
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak untuk
memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya
sansi apapun.

G. Jenis Data dan Teknik Pengambilan Data


1. Jenis data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
komunikasi melalui kuesioner, dengan sumber datanya adalah data primer. Data
primer didapat secara langsung melalui pembagian kuesioner yang berisi pernyataan
yang harus diisi oleh responden. Kuesioner pertama (preteset) diberikan sebelum
diberikan peer group education pada tiap-tiap siswa kelas X dan kelas XI. Setelah
semua pernyataan diisi oleh responden, kuesioner dikumpulkan kembali, setelah itu
peneliti memilih peer sesuai dengan kriteria peer lalu melatihnya terkait tentang
perilaku merokok pada remaja dalam waktu tiga hari selama 25 menit, yang dilakukan

26
di ruangan kelas SMK Taman Siswa Padang. Untuk empat hari berikutnya peer
berkumpul dan membentuk group pada teman sebayanya untuk membicarakan atau
berdiskusi terkait dengan perilaku merokok pada remaja selama 15 menit dalam
waktu 4 hari. Selama kegiatan berlangsung peneliti memantau kegiatan yang
dilakukan. Kemudian kuesioner kedua (posttest) dengan pernyataan yang sama
diberikan kembali kepada responden, setelah itu responden diberi leafleat untuk
dibawa pulang sebagai bahan bacaan.
2. Langkah-langkah pengumpulan data
a. Persiapan peneliti
1) Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi
pendidikan STIKes Mercubaktijaya Padang
2) Peneliti memasukan surat pengantar ke Dinas Pendidikan Provinsi
Sumatera Barat untuk melakukan penelitian.
3) Peneliti mengantarkan surat pengantar dari Dinas Pendidikan Provinsi
Sumatera Barat ke SMK Taman Siswa Padang.
4) Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah SMK Taman Siswa Padang
untuk mengambil data dan melakukan penelitian.
5) Setelah mendapat izin penelitian, peneliti duduk bersama dengan
enumerator untuk menyamakan peresepsi.
6) Peneliti menemui guru Bimbingan Konseling SMK Taman Siswa Padang
untuk berkonsultasi.
7) Peneliti memilih responden dan peneliti mengambil sampel kelas X dan
kelas XI sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan.
8) Peneliti memulai dengan memperkenalkan diri dan menjalin hubungan
saling percaya dengan responden yang telah ditentukan untuk penelitian.
9) Peneliti meminta persetujuan kepada siswa untuk kesediaannya menjadi
responden dan meminta responden untuk menandatangani lembar
persetujuan menjadi responden yang telah peneliti siapkan.
b. Pretest
1) Peneliti mengumpulkan responden diruangan kelas SMK Taman Siswa
Padang pada tanggal 2 Mei 2018.
2) Peneliti melakukan tes awal (pretest) dengan memberikan pernyataan
menggunakan kuesioner kepada responden untuk mengukur pengetahuan,

27
sikap dan tindakan perilaku merokok pada siswa kelas X dan XI SMK
Taman Siswa Padang.
c. Intervensi (peer group education / pendidikan kelompok teman sebaya)
1) Peneliti memilih peer sebanyak 4 orang sesuai dengan kriteria peer yaitu
peer adalah kelas X dan kelas XI, bersedia menjadi peer, mempunyai nilai
rata-rata yang baik, mempunyai interpersonal yang baik, mempunyai
sosialisasi dan komunikasi yang baik dengan teman-temannya. Peneliti
memilih kelas X dua orang peer dan kelas XI dua orang peer, lalu peneliti
memberikan pendidikan kesehatan terkait dengan perilaku merokok pada
remaja pada peer dalam waktu 3 hari pada tanggal 2,3,4 Mei 2018 masing-
masing pertemuan dilakukan selama 25 menit, yang dilaksanakan di
ruangan kelas SMK Taman Siswa.
2) Untuk empat hari berikutnya peer berkumpul dan membentuk group pada
teman sebayanya untuk membicarakan atau berdiskusi terkait dengan
perilaku merokok pada remaja selama 4 hari pada tanggal 7,8,9,11 Mei
2018 dalam waktu 15 menit di dampingi oleh peneliti. Satu orang peer
terdapat 5-6 orang anggota, selama kegiatan berlangsung peneliti akan
memantau kegiatan yang dilakukan.
d. Postest
1) Setelah diberikan peer group education peneliti membagikan kuesioner
untuk posttest pernyataan kepada responden pada tanggal 14 Mei 2018
dengan kuesioner yang sama..
2) Saat kuesioner sudah terisi maka peneliti mengakhiri pertemuan dan memba
gikan leaflet kepada responden.
3) Peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden.

H. Teknik Pengolahan data


1. Pemeriksaan data (editing)
Setelah semua kuesioner diisi sebanyak 24 orang, kemudian peneliti memeriksa
kembali isian kuesioner dan semua kuesioner telah lengkap terisi.
2. Mengkode Data (coding)
Selanjutnya peneliti memberi kode pada masing-masing variabel yaitu pada
variabel pengetahuan jika benar diberi kode 1 dan jika salah diberi kode 0, pada

28
variabel sikap jika positif diberi kode SS 4, ST 3, TS 2, STS 1 jika negatif diberi
kode SS 1, ST 2, TS 3, STS 4, pada variabel tindakan jika benar diberi kode 1 jika
salah diberi kode 0.
3. Memasukan data (entry)
Setalah semua data diberi kode, kemudian peneliti memasukkan data tersebut ke
dalam master tabel atau data base komputer.
4. Tabulasi (tabulating)
Memproses data agar dapat dianalisa. Pemprosesan dilakukan dengan cara
memindahkan data dari kuesioner kedalam master tabel yang disiapkan
5. Membersihkan data (cleaning)
Sebelum pengolahan data dilakukan, peneliti memeriksa kembali guna
memastikan tidak ada lagi kesalahan yang terjadi pada data tersebut.

I. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat digunakan untuk mendapatkan rerata perilaku merokok pada
remaja sebelum dan sesudah diberikan intervensi peer group education.

2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu
melihat pengaruh peer group education terhadap perilaku merokok pada remaja di
SMK Taman Siswa Padang. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan uji statistik parametrik yaitu paired T-test yang digunakan untuk uji
pada variabel dengan kelompok yang sama secara komputerisasi dengan p = value
0,000. Bila analisa diperoleh p < 0,05 maka Ha diterima dan sedangkan p ≥ 0,05 Ha
ditolak.
Berdasarkan hasil uji normalitas data yang didapatkan hasil bahwa data
berdistribusi normal, maka untuk melihat pengaruh peer group education terhadap
perilaku merokok pada remaja, peneliti menggunakan Uji paired sampel T-test untuk
membandingkan pengetahuan, sikap, dan tindakan sebelum dan sesudah dilakukan
peer group education. Di dapatkan nilai p value 0,000, dengan demikian nilai p value
0,000, maka disimpulkan ada pengaruh peer group education terhadap perilaku
merokok pada remaja.

29
BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Biaya Kegiatan

No Uraian Biaya
1 Honorarium Pelaksana Rp. 700.000
2 Bahan habis pakai dan peralatan Rp. 800.000
3 Perjalanan Rp. 2.400.000
4 Lain - lain Rp. 350.000
Total Rp. 4.250.000

30
B. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Jadwal Pelaksanaan


Hari I Hari II Hari III Hari IV
1 Persiapan
2 Pelaksanaan
3 Evaluasi

Lampiran 1. Justifikasi Anggaran Pengabdian Masyarakat

1.Honorariu Pelaksanaan
m
Honor Honor / Jam Waktu Hari Honor (Rp)
(Rp) (jam/hari)
Ketua dan 35.000 5 jam/hari 4 700.000
anggota
SUB TOTAL ( Rp ) 700.000

2.Bahan habis Pakai dan peralatan


Materi Justifikasi Kuantitas Harga satuan Biaya (Rp)
pemakaian (Rp)
Alat Tulis Alat bantu 1 paket 100.000 100.000
untuk

31
pembuatan
proposal,
penyuluhan
dan lain-lain.
Konsumsi Asupan 10 orang x 4 15.000 600.000
nutrisi hari
Sewa laptop dan Kelengkapan 1 paket 100.000 100.000
LCD media
penyuluhan
SUB TOTAL (Rp) 800.000

3.Perjalanan
Materi Justifikasi Kuantitas Harga satuan Biaya (Rp)
pemakaian (Rp)
Perjalanan ke 5 orang x 2 30 hari 8.000 2.400.000
tempat kali/kunjungan
pengabdian
SUB TOTAL (Rp) 2.400.000

4.Lain-lain
Materi Justifikasi Kuantitas Harga satuan Biaya (Rp)
pemakaian (Rp)
Lain – lain 350.000
(administrasi,
laporan serta
lainnya)
SUB TOTAL (Rp) 350.000

32
BAB V HASIL YANG DIDAPATKAN
A. Analisis Univariat
Gambaran rata-rata pengetahuan, sikap dan tindakan remaja sebelum dan
sesudah mendapatkan intervensi peer group education pada remaja di SMK TAMAN
SISWA Padang tahun 2018 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
1.Pengetahuan Remaja Sebelum Mendapatkan Intervensi Peer Group Education

Tabel 5.1
Nilai Rata-Rata Pengetahuan Sebelum Mendapatkan Intervensi Peer Group Education
Pada Remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
Tahun 2018

Pengetahuan N Mean Std.Deviasi Min Max

Sebelum 24 6,21 1,532 4 10

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil rata-rata pengetahuan remaja sebelum


mendapatkan intervensi peer group education adalah 6,21 dengan standart deviasi
1,532, dengan skor jawaban terendah 4 dan skor jawaban tertinggi 10.

33
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lina, dkk
(2014) tentang pengaruh pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang
bahaya merokok pada siswa kelas VII di SMPN 4 Bekasi diperoleh hasil rata-rata
pengetahuan siswa sebelum dilakukan pendidikan sebaya adalah 6,46. Hal ini
menunjukan bahwa adanya kesamaan dari hasil penelitian bahwa pengetahuan
remaja lebih rendah sebelum dilakukan peer education.

Menurut Effendi (2009) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil dari


tahu dan pengetahuan terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap
objek tertentu. Pengindraan dilakukan melalui panca indera manusia yang terdiri
atas indera penglihatan (mata), pendengaran (telinga), penciuman (hidung), perasa
(lidah) dan peraba (kulit). Panca indera diperoleh untuk memperoleh pengetahuan.
Namun, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan
dan pendengaran. Pengetahuan atau kognitif merupakan tujuan yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Tanpa pengetahuan yang
cukup, tindakan yang dilakukan seseorang, biasanya berdampak buruk.

Hasil penelitian yang menunjukan rata-rata pengetahuan siswa 6,12 sebelum


dilakukan peer education, hal 55
tersebut juga dibuktikan dari jawaban kuesioner
sebanyak 66,7% remaja tidak tahu bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit
kanker, tekanan darah tinggi, stroke, dan jantung koroner, sebanyak 87,5% remaja
tidak tahu bahwa tar dalam rokok akan menimbulkan iritasi pada saluran nafas,
menyebabkan bronkitis, kanker nasofaring, dan kanker paru, sebanyak 87,5% remaja
tidak tahu bahwa zat dalam rokok menghalangi kerja enzim dalam tubuh dan
sebanyak 83,3% remaja tidak tahu bahwa perokok pasif mungkin terkena penyakit
seperti perokok aktif.

Banyaknya siswa dengan pengetahuan yang rendah sebelum mendapatkan


intervensi peer group education. Hal ini terkait dengan usia siswa rata-rata 18 tahun.
Menurut Stavrou dkk., (2003) fokus dalam model proses keputusan merokok pada
remaja 12 sampai 18 tahun karena usia yang paling penting bagi seseorang untuk
mulai merokok, serta untuk menjadi seorang perokok.

Menurut analisa peneliti terhadap hasil penelitian bahwa rata-rata


pengetahuan remaja 6,12 Hal ini mengindikasikan bahwa remaja dalam hal ini
memerlukan informasi dan edukasi dari orang-orang disekeliling mereka tentang

34
bahaya merokok termasuk informasi tersebut dari teman sebaya. Dengan informasi
yang positif mereka terima semakin meningkatkan pengetahuan mereka tentang
bahaya merokok.

2.Pengetahuan Remaja Sesudah Mendapatkan Intervensi Peer Group


Education

Tabel 5.2
Nilai Rata-Rata Pengetahuan Sesudah Mendapatkan Intervensi Peer Group Education
Pada Remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
Tahun 2018

Pengetahuan N Mean Std.Deviasi Min Max

Sesudah 24 14,54 2,284 9


18

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh hasil rata-rata pengetahuan remaja sesudah


mendapatkan intervensi peer group education adalah 14,54 dengan standart deviasi
2,284, dengan skor jawaban terendah 9 dan skor jawaban tertinggi 18.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lina, dkk
(2014) tentang pengaruh pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang
bahaya merokok pada siswa kelas VII di SMPN 4 Bekasi diperoleh hasil rata-rata
pengetahuan siswa sesudah dilakukan pendidikan sebaya adalah 8,45. Hasil ini
menunjukan kesamaan dengan hasil penelitian bahwa sesudah dilakukan peer
education.

Hal ini membuktikan bahwa salah satu upaya untuk memberikan informasi
tentang bahaya merokok pada remaja adalah melalui teman sebaya (peer group).
Dalam peer group, individu menemukan dirinya serta dapat mengembangkan rasa
sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya. Menurut Aricipta (2013),

35
terdapat sebuah metode yaitu metode peer education yang dapat dijadikan sebagai
bahan diskusi kelompok, yang diutamakan dalam pemberian informasi kesehatan
adalah antar kelompok sebaya. Menurut Lundy dan Janes (2009), motode peer
education menunjukkan sumber umum untuk pemberian informasi. Dalam motode
ini, remaja dilatih untuk memimpin program pencegahan dalam kelompok sebaya.

Hasil penelitian yang menunjukan rata-rata pengetahuan siswa lebih tinggi


sesudah dilakukan peer education, hal tersebut juga dibuktikan dari jawaban
kuesioner sebanyak 83,3% remaja sudah mengetahui bahwa Rokok mengandung
nikotin, tar, karbon monoksida, amoniak, cadmium, formaldehid, arsenic, dan bahan
kimia lainnya, sebanyak 91,7% remaja tidak tahu bahwa rokok dapat
membahayakan kesehatan tubuh, tidak hanya bagi perokok aktif, tetapi juga perokok
pasif. Sebanyak 95,8% remaja sudah mengetahui bahwa perokok pasif mungkin
terkena penyakit seperti perokok aktif dan 79,2% remaja sudah mengetahui bahwa
bahaya yang ditanggung perokok pasif dapat tiga kali lipat dari bahaya perokok
aktif.

Menurut analisa peneliti terhadap hasil penelitian bahwa rata-rata


pengetahuan remaja lebih tinggih dibandingkan dengan rata-rata sebelum diberikan
peer education. Hal ini mengindikasikan bahwa peer eduacation efektif untuk
meningkatkan pengethauan remaja tentang bahaya merokok. Remaja lebih
mengetahui bahwa kandungan di dalam satu batang rokok memiliki banyak zat-zat
yang sangat membahayakan bukan saja bagi tubuh mereka akan tetapi juga bagi
orang lain yang ikut menghirup asap rokok tersebut.

3.Sikap Remaja Sebelum Mendapatkan Intervensi Peer Group Education

Tabel 5.3
Nilai Rata-Rata Sikap Sebelum Mendapatkan Intervensi Peer Group Education Pada
Remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
Tahun 2018

Sikap N Mean Std.Deviasi Min Max

36
Sebelum 24 34,88 3,710 28
41

Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh hasil rata-rata sikap remaja sebelum


mendapatkan intervensi peer group education adalah 34,88 dengan standart deviasi
3,710, dengan skor jawaban terendah 28 dan skor jawaban tertinggi 41.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lina, dkk
(2014) tentang pengaruh pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang
bahaya merokok pada siswa kelas VII di SMPN 4 Bekasi diperoleh hasil sebelum
dilakukan penndidikan sebaya rata-rata sikap remaja siswa adalah 42,33. Hasil ini
memiliki kesamaan dengan hasil penelitian si peneliti karena rata-rata sikap sama-
sama rendah sebelum dilakukan peer education.

Sifat masa remaja mengadopsi sistem peer indentity yang dicirikan dengan
adanya kelompok-kelompok pertemanan yang mendasarkan pada popularitas,
kekuatan, kepandaian dan kesetiaan. Remaja yang pintar menjadi bagian dari
remaja-remaja yang popular dan memiliki peer effect bagi teman-temannya karena
dipandang sebagai role model. Dengan memilih remaja yang memiliki posisi role
model sebagai peer educator maka sesuai dengan sifat peer indentity maka remaja
lainnya akan cenderung melakukan value imitating atau imitasi nilai yang berakhir
pada imitasi sikap dan perilaku (Adler dan Adler, 2008).

Hasil penelitian yang menunjukan rata-rata sikap siswa 34,88 sebelum


dilakukan peer group education, hal tersebut juga dibuktikan dari jawaban kuesioner
sebanyak 45,8% remaja tidak setuju bahwa jika mereka merokok, teman akan
menesehati, sebanyak 20,8% remaja tidak setuju bahwa orang yang mulai merokok
akan sulit untuk berhenti merokok dan sebanyak 16,7% remaja tidak setuju bahwa
perlu adanya peraturan yang mewajibkan pencantuman label peringatan bahaya
merokok di setiap bungkus rokok.

Menurut analisa peneliti terhadap hasil penelitian bahwa sikap siswa sebelum
dilakukan peer eduaction dengan rata-rata 34,88. Hal ini terlihat dari ketidak

37
setujuan siswa untuk dinasehati oleh teman jika dilarang merokok dan juga sulit
untuk berhenti merokok.

4.Sikap Remaja Sesudah Mendapatkan Intervensi Peer Group Education

Tabel 5.4
Nilai Rata-Rata Sikap Sesudah Mendapatkan Intervensi Peer Group Education Pada
Remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
Tahun 2018

Sikap N Mean Std.Deviasi Min Max

Sesudah 24 52,25 2,893 47


57

Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh hasil rata-rata sikap remaja sesudah


mendapatkan intervensi peer group education adalah 52,25 dengan standart deviasi
2,893, dengan skor jawaban terendah 47 dan skor jawaban tertinggi 57.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lina, dkk
(2014) tentang pengaruh pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang
bahaya merokok pada siswa kelas VII di SMPN 4 Bekasi diperoleh hasil sesudah
dilakukan pendidikan sebaya rata-rata sikap siswa adalah 43,56. Hasil ini memiliki
kesamaan dengan hasil penelitian si peneliti karena rata-rata sikap sama-sama tinggi
sesudah dilakukan peer education.

Hasil penelitian yang menunjukan rata-rata sikap siswa lebih tinggi sesudah
dilakukan peer group education, hal tersebut juga dibuktikan dari jawaban kuesioner
sebanyak 58,3% remaja ssangat setuju bahwa merokok dapat menimbulkan
kecanduan, sebanyak 70,8% remaja sangat setuju bahwa perlu adanya peraturan
yang mewajibkan pencantuman label peringatan bahaya merokok di setiap bungkus
rokok dan sebanyak 79,2% remaja tidak setuju bahwa mereka akan tetap merokok
walaupun ada orang yang terganggu dengan asap rokok mereka.

38
Menurut analisa peneliti terhadap hasil penelitian bahwa rata-rata sikap
remaja lebih tinggih dibandingkan dengan rata-rata sebelum diberikan peer group
education. Hal ini terlihat sudah adanya perubahan sikap remaja dari yang sebelunya
tidak setuju dengan beberapa item pernyatan dan berubah menjadi sanga setuju
seperti perlu adanya peraturan yang mewajibkan pencantuman label peringatan
bahaya merokok di setiap bungkus rokok dan hasil ini membuktikan bahwa metode
peer group education efektif dalam merubah sikap remaja tentang bahaya merokok.

5.Tindakan Remaja Sebelum Mendapatkan Intervensi Peer Group


Education

Tabel 5.5
Nilai Rata-Rata Tindakan Sebelum Mendapatkan Intervensi Peer Group Education
Pada Remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
Tahun 2018

Tindakan N Mean Std.Deviasi Min Max

Sebelum 24 3,33 1,659 1


8

Berdasarkan tabel 5.5 diperoleh hasil rata-rata tindakan remaja sebelum


mendapatkan intervensi peer group education adalah 3,33 dengan standart deviasi
1,659, dengan skor jawaban terendah 1 dan skor jawaban tertinggi 8.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan


oleh Tarwoto (2012), tentang pengaruh peer education terhadap perilaku merokok
pada remaja di SMAN “X” Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
sebelum diberikan peer education pada psikomotor 64,47.

Blankhardt (dalam Kusumawati, Astuti, Darnoto, Wijayanti dan Setiyadi,


2015) menyatakan bahwa peer education merupakan metode pendidikan yang
lebih bermanfaat karena dapat merubah perilaku secara baik karena alih

39
pengetahuan dilakukan antar kelompok sebaya yang mempunyai hubungan lebih
akrab, penggunaan bahasa yang sama, serta dapat dilakukan di mana saja dan
kapan saja dengan cara penyampaian yang santai. Sasaran belajar lebih nyaman
berdiskusi tentang permasalahan yang dihadapi termasuk masalah yang sensitif.
Sharing untuk berhenti merokok diberikan oleh teman sebaya yang bertindak
sebagai fasilitator untuk menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri terhadap
kemampuan teman-temannya untuk merubah perilakunya mengurangi frekuensi
merokok.

Hasil penelitian yang menunjukan rata-rata tindakan remaja sebelum


dilakukan peer group education, hal tersebut juga dibuktikan dari jawaban
kuesioner sebanyak 75% remaja menghisap rokok 1-5 batang/hari, sebanyak 79,2%
remaja mengatakan bahwa dari batang rokok pertama ke batang rokok kedua,
mereka memerlukan waktu antara >60 menit dan sebanyak 79,2% remaja
mengatakan bahwa teman mereka pernah mengajak mereka untuk merokok.

Menurut analisa peneliti terhadap hasil penelitian bahwa rata-rata tindakan


remaja sebelum dilakukan peer group education. Hal ini mengindikasikan bahwa
tindakan yang cenderung tidak baik tidak terlepas dari pengetahuan yang kurang
tentang bahaya merokok dan juga pengaruh dari teman sebaya yang juga merokok
dan mengajak mereka untuk ikut merokok dan frekuensi kejadian tersebut
berlangsung hampir setiap hari sehingga para remaja tersebut memilih untuk
merokok dengan jumlah yang cukup banyak setiap harinya .

6.Tindakan Remaja Sesudah Mendapatkan Intervensi Peer Group Education

Tabel 5.6
Nilai Rata-Rata Tindakan Sesudah Mendapatkan Intervensi Peer Group Education
Pada Remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
Tahun 2018

Tindakan N Mean Std.Deviasi Min Max

40
Sesudah 24 8,12 1,918 2
10

Berdasarkan tabel 5.6 diperoleh hasil rata-rata tindakan remaja sesudah


mendapatkan intervensi peer group education adalah 8,12 dengan standart deviasi
1,918, dengan skor jawaban terendah 2 dan skor jawaban tertinggi 10.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tarwoto (2012), tentang


pengaruh peer education terhadap perilaku merokok pada remaja di SMAN “X”
Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata sesudah diberikan peer
education pada psikomotor 87,22.

Keberhasilan penyampaian informasi dalam penelitian ini mampu merubah


perilaku merokok pada remaja karena cara penyampaian informasi peer educator
yang bagus dan mampu menguasai materi saat memberikan pendidikan kesehatan
kepada teman-temannya. Selain itu, cara komunikasi peer educator pada saat
pemberian materi dan sharing memiliki peranan dalam mendukung perubahan
pada teman-temannya. Role play yang dilakukan oleh peer education saat pelatihan
digunakan untuk menjelaskan sikap dan konsep; rencana dan menguji penyelesaian
masalah remaja; membantu peer education dalam menyiapkan situasi nyata dan
memahami situasi sosial secara lebih mendalam (Mulyatiningsih, 2010).

Berdasarkan jawaban kuesioner terlihat bahwa sebanyak 87.5% remaja


tidak menghisap rokok > 12 batang/hari, sebanyak 100% siswa menyatakan bahwa
dari batang rokok pertama ke batang rokok kedua, mereka tidak memerlukan
waktu antara 5-60 menit dan sebanyak 87,5% remaja tidak pernah mengajak teman
untuk merokok.

Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian bahwa rata-rata tindakan remaja


lebih baik sesudah dilakukan peer group education. Hal ini terbukti dari perubahan
tindakan yang dilakukan remaja dari sebelum dengan sesudah dilakukan peer
group education, dimana salah satunya mereka tidak mau lagi mengajak teman
untuk merokok dan bahkan siswa tersebut sudah mengurangi jumlah batang rokok
yang mereka biasa konsumsi setiap hari.

41
A. Analisa Bivariat
1. Perbedaan Rata-Rata Nilai Pengetahuan Remaja Di SMK Taman Siswa Padang
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Intervensi Peer Group Education Terhadap
Perilaku Merokok.

Tabel 5.7
Perbedaan Rata-Rata Nilai Pengetahuan Remaja Di SMK Taman Siswa Padang
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Intervensi Peer Group Education Terhadap
Perilaku Merokok
Tahun 2018

Pengetahu Std. Err p value


N Mean
an

Sebelum 6,21 0,313


24 0,000
Sesudah 14,54 0,466

Berdasarkan tabel 5.7 diperoleh hasil rata-rata pengetahuan remaja sebelum


mendapatkan intervensi peer group education adalah 6,21 dan sesudah mendapatkan
intervensi peer group education rata-rata pengetahuan siswa naik menjadi 14,54.
Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Paired Sample T-Test didapat nilai p
=0,000 (p<0,05) maka terdapat perbedaan pengetahuan tentang merokok sebelum dan
sesudah mendapatkan intervensi peer group education pada remaja di SMK TAMAN
SISWA Padang tahun 2018.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manurung (2005),
menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan
peer group setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan bahaya rokok
oleh peer education dan penelitian ini juga didukung oleh Lina, dkk (2014) tentang
pengaruh pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang bahaya merokok
pada siswa kelas VII di SMPN 4 Bekasi diperoleh terdapat perbedaan pengetahuan
sebelum dan sesudah dilakukan peer education.
Menurut Sumardiawati (dalam Husodo dan Widagdo, 2008), terdapat
perubahan pengetahuan setelah sasaran mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan.

42
Dalam menyampaikan informasi, seorang edukator mempunyai peranan penting
dalam meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga educator diharapkan mampu
menguasai materi, mampu memahami kematangan dan tingkat perkembangan pola
pikir remaja sehingga remaja mampu mengekspresikan persepsi atau pendapatnya
sesuai dengan pemahaman pengetahuan yang diperoleh khususnya tentang rokok
(Insanuddin, 2006).
Menurut Nurhayati (2008), remaja memiliki kecenderungan yang sangat
intensif dengan teman sebayanya daripada dengan orang tuanya. Remaja melakukan
sesuatu secara bersama-sama dengan temannya daripada melakukannya sendiri
dengan kelompok teman sebayanya. Proses pertemanan dalam kelompok sebaya
menciptakan remaja merasa dirinya dibutuhkan. Sehingga pemberian informasi
kesehatan kepada kelompok sebaya dapat lebih mudah diterima oleh remaja.
Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh pemberian
peer group education tentnag merokok terhadap peningkatakan pengetahuan siswa,
dimana dari peer group yang telah dilaksanakan siswa mendapat banyak informasi
dari teman hasil diskusi terkait tentang merokok seperti bahaya merokok, kandungan
dari rokok yang bisa merusak organ tubuh serta dampak terhadap diri sndiri dan orang
lain, sehingga hal tersebut membuat para siswa mampu meningkatkan pengetahuan
mereka tentang merokok.

2. Perbedaan Rata-Rata Nilai Sikap Remaja Di SMK Taman Siswa Padang


Sebelum Dan Sesudah Diberikan Intervensi Peer Group Education Terhadap
Perilaku Merokok.

Tabel 5.8
Perbedaan Rata-Rata Nilai Sikap Remaja Di SMK Taman Siswa Padang Sebelum
Dan Sesudah Diberikan Intervensi Peer Group Education Terhadap Perilaku
Merokok
Tahun 2018

Sikap N Mean Std. Err p value

Sebelum 34,88 0,757


24 0,000
Sesudah 52,25 0,591

43
Berdasarkan tabel 5.8 diperoleh hasil rata-rata sikap remaja sebelum
mendapatkan intervensi peer group education adalah 34,88 dan sesudah
mendapatkan intervensi peer group education rata-rata sikap siswa naik menjadi
52,25. Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Paired Sample T-Test didapat
nilai p =0,000 (p<0,05) maka terdapat perbedaan sikap tentang merokok sebelum
dan sesudah mendapatkan intervensi peer group education pada remaja di SMK
TAMAN SISWA Padang tahun 2018.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anto, Umboh,
Joseph dan Ratag (2012), menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan
tindakan merokok pada remaja. Agar sikap individu terwujud dalam perilaku nyata
diperlukan adanya faktor pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004) dan penelitian
Lina, dkk (2014) tentang pengaruh pendidikan sebaya terhadap pengetahuan dan
sikap tentang bahaya merokok pada siswa kelas VII di SMPN 4 Bekasi diperoleh
terdapat perbedaan sikap sebelum dan sesudah dilakukan peer education
Menurut Sumardiawati (dalam Husodo dan Widagdo, 2008), terdapat
perubahan sikap setelah sasaran mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan. Menurut
Suryani (2008), salah satu faktor yang mempengaruhi sikap individu yaitu melalui
teman sebaya. Teman sebaya mempunyai tenaga yang cukup besar terutama remaja
dalam pembentukan sikap. Adanya kecenderungan untuk mendapatkan penerimaan
dari teman-teman sebayanya, mendorong para remaja sangat mudah dipengaruhi
oleh kelompoknya.
Role play yang dilakukan oleh peer education saat pelatihan digunakan untuk
menjelaskan sikap dan konsep; rencana dan menguji penyelesaian masalah remaja;
membantu peer education dalam menyiapkan situasi nyata dan memahami situasi
sosial secara lebih mendalam (Mulyatiningsih, 2010).
Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh
pemberian peer group education tentang merokok terhadap perubahan sikap siswa,
dimana dari peer group yang telah dilaksanakan siswa sudah bisa menyatakan sikap
bahwa merokok berbahaya tidak saja bagi diri mereka sendiri akan tetapi juga baik
perokok pasif yang terhirup asap rokok dan juga adanya sikap yang baik dari siswa
bahwa mendukung tentang perlu adanya peraturan yang mewajibkan pencantuman
label peringatan bahaya merokok di setiap bungkus rokok . perubahan sikap tersebut
tidak terlepas antusianya para siswa mengikuti peer group education tentang
merokok tersebut.

44
3. Perbedaan Rata-Rata Nilai Tindakan Remaja Di SMK Taman Siswa Padang
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Intervensi Peer Group Education Terhadap
Perilaku Merokok Tahun 2018.

Tabel 5.9
Perbedaan Rata-Rata Nilai Tindakan Remaja Di SMK Taman Siswa Padang
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Intervensi Peer Group Education Terhadap
Perilaku Merokok
Tahun 2018

Tindaka Std. Err p value


N Mean
n

Sebelum 3,33 0,339


24 0,000
Sesudah 8,12 0,392

Berdasarkan tabel 5.9 diperoleh hasil rata-rata tindakan remaja sebelum


mendapatkan intervensi peer group education adalah 3,33 dan sesudah mendapatkan
intervensi peer group education rata-rata sikap siswa naik menjadi 8,12. Hasil uji
statistik dengan menggunakan Uji Paired Sample T-Test didapat nilai p =0,000
(p<0,05) maka terdapat perbedaan tindakan tentang merokok sebelum dan sesudah
mendapatkan intervensi peer group education pada remaja di SMK TAMAN
SISWA Padang tahun 2018.
Mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manurung (2005),
menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap perubaan tindakan peer
group setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan bahaya rokok
oleh peer education dan penelitian Anto, Umboh, Joseph dan Ratag (2012),
menyatakan bahwa ada hubungan tindakan merokok pada remaja.
Blankhardt (dalam Kusumawati, Astuti, Darnoto, Wijayanti dan Setiyadi,
2015) menyatakan bahwa peer education merupakan metode pendidikan yang lebih
bermanfaat karena dapat merubah perilaku secara baik karena alih pengetahuan
dilakukan antarkelompok sebaya yang mempunyai hubungan lebih akrab,
penggunaan bahasa yang sama, serta dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja
dengan cara penyampaian yang santai. Sasaran belajar lebih nyaman berdiskusi

45
tentang permasalahan yang dihadapi termasuk masalah yang sensitif. Sharing untuk
berhenti merokok diberikan oleh teman sebaya yang bertindak sebagai fasilitator
untuk menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri terhadap kemampuan teman-
temannya untuk merubah perilakunya mengurangi frekuensi merokok.
Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian bahwa keberhasilan penyampaian
informasi dalam penelitian ini mampu merubah perilaku merokok pada remaja
karena cara penyampaian informasi peer educator yang bagus dan mampu
menguasai materi saat memberikan pendidikan kesehatan kepada teman-temannya.
Selain itu, cara komunikasi peer educator pada saat pemberian materi dan sharing
memiliki peranan dalam mendukung perubahan pada teman-temannya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh Peer Group
Education terhadap perilaku merokok pada remaja di SMK TAMAN SISWA Padang
tahun 2018, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata pengetahuan remaja sebelum mendapatkan intervensi peer group
education adalah 6,21.
2. Rata-rata pengetahuan remaja sesudah mendapatkan intervensi peer group
education adalah 14,54.
3. Rata-rata sikap remaja sebelum mendapatkan intervensi peer group education
adalah 34,88.
4. Rata-rata sikap remaja sesudah mendapatkan intervensi peer group education
adalah 52,25.
5. Rata-rata tindakan remaja sebelum mendapatkan intervensi peer group education
adalah 3,33.
6. Rata-rata tindakan remaja sesudah mendapatkan intervensi peer group education
adalah 8,12.
7. Terdapat perbedaan pengetahuan tentang merokok sebelum dan sesudah
mendapatkan intervensi peer group education.
8. Terdapat perbedaan sikap tentang merokok sebelum dan sesudah mendapatkan
intervensi peer group education.

46
Terdapat perbedaan tindakan tentang merokok sebelum dan sesudah
mendapatkan intervensi peer group education

47

Anda mungkin juga menyukai