Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


(GIZI BURUK)

Disusun Oleh:
FITRI HIDAYATUL AZIZAH, S. Kep
216410020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2022
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN………………………………………….
DENGAN DIAGNOSA………………………………………………………………….
DI RUANG………………………………………….

KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh:
FITRI HIDAYATUL AZIZAH, S. Kep
216410020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Anak dengan diagnosa medis Gizi Buruk di ruang Srikandi
RSUD Jombang untuk memenuhi tugas individu Program Studi Profesi Ners STIKES ICME
JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

( )

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )
Kepala Ruangan

( )
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Anak dengan diagnosa medis Gizi Buruk di ruang Srikandi
RSUD Jombang untuk memenuhi tugas individu Program Studi Profesi Ners STIKES ICME
JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

( )

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )
Kepala Ruangan

( )
KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. Perkembangan Anak
a. Psycosexual
1. Fase Oral (Lahir-18 bulan):
Kesenangan bayi berpusat pada mulut
2. Tahap Anal (1,5 tahun-3 tahun) :
Kesenangan anak berfokus pada anus
3. Tahap Phallic (3-6 tahun) :
Kesenangan anak berpusat pada kelamin
4. Tahap Laten ( 6tahun-masa puber) :
Anak menekan keinginan seksual dan mengembangkan ketrampilan sosial dan
intelektual
5. Tahap genital (masa puber, dan seterusnya) :
Saat kebangkitan seksual, sumber kesenjangan seksual menjadi sesorang diluar
keluarga
b. Psikososial:
1. Trust vs mistrust (lahir-18 bulan):
Tahap ini terjadi pada masa awal pertumbuhan seseorang dimulai. Pada tahap ini
seorang anak akan mulai belajar untuk beradaptasi dengan sekitarnya. Hal pertama
yang akan dipelajari oleh seorang anak adalah rasa percaya. Percaya pada orang-orang
yang berada di sekitarnya. Seorang ibu atau pengasuh biasanya adalah orang penting
pertama yang ada dalam dunia si anak. Jika ibu memperhatikan kebutuhan si anak
seperti makan maupun kasih sayang, maka anak akan merasa aman dan percaya untuk
menyerahkan atau menggantungkan kebutuhannya kepada ibunya. Namun, bila ibu
tidak memberikan apa yang harusnya diberikan kepada si anak, maka secara tidak
langsung itu dapat membentuk anak menjadi seorang yang penuh kecurigaan, sebab ia
merasa tidak aman untuk hidup di dunia (Slavin, 2006).
Shaffer (2005: 135) menyatakan bahwa pengasuh yang konsisten dalam merespon
kebutuhan anak akan menumbuhkan rasa percaya anak kepada orang lain, sedangkan
pengasuh yang tidak responsif atau tidak konsisten akan membentuk anak menjadi
seorang yang penuh kecurigaan. Anak-anak yang telah belajar untuk tidak
mempercayai pengasuh selama masa bayinya mungkin akan menghindari atau tetap
skeptis untuk membangun hubungan berdasarkan rasa saling percaya sepanjang
hidupnya.
2. Autonomy vs. Doubt ( 18 bulan-3 tahun)
Pada tahap ini anak sudah memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa
kegiatan secara mandiri seperti makan, berjalan atau memakai sandal. Kepercayaan
orang tua kepada anak pada usia ini untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat
dilakukannya secara mandiri dan memberikan bimbingan kepadanya akan membentuk
anak menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri. Sementara orang tua yang
membatasi dan berlaku keras pada anaknya, akan membentuk anak tersebut menjadi
orang yang lemah dan tidak kompeten yang dapat menyebabkan malu dan ragu-ragu
terhadap kemampuannya
3. Initiative vs Guilt ( 3 tahun-6 tahun)
Pada tahap ini, kemampuan motorik dan bahasa anak mulai matang, sehingga
memungkinkan mereka untuk lebih agresif dalam mengeksplor lingkungan mereka
baik secara fisik maupun sosial. Pada usia-usia ini anak sudah mulai memiliki inisiatif
dalam melakukan suatu tindakan misalnya berlari, bermain, melompat dan melempar.
Orang tua yang suka memberikan hukuman terhadap upaya anaknya dalam mengambil
inisiatif akan membuat anak merasa bersalah tentang dorongan alaminya untuk
melakukan sesuatu selama fase ini maupun fase selanjutnya.
Pada masa ini anak telah memasuki tahapan prasekolah. Ia sudah memiliki
beberapa kecakapan dalam mengolah kemampuan motorik dan bahasa. Dengan
kecakapan-kecakapan tersebut, dia terdorong melakukan beberapa kegiatan. Namun,
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah. Peran orang tua untuk membimbing dan memotivasi anak sangat dibutuhkan
ketika anak mengalami kegagalan. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat melewati
tahap ini dengan baik.
Erikson (dalam Shaffer, 2005) mengusulkan bahwa anak usia 2-3 tahun berjuang
untuk menjadi seorang yang independen atau mandiri dengan mencoba melakukan
hal-hal yang mereka butuhkan secara mandiri seperti makan dan berjalan. Sementara
anak usia 4-5 tahun yang telah mencapai rasa otonomi, sekarang mereka memperoleh
keterampilan baru, mencapai tujuan penting, dan merasa bangga dalam prestasi yang
mereka capai. Anak-anak usia prasekolah sebagian besar mendefinisikan diri mereka
dalam hal kegiatan dan kemampuan fisik seperti “aku bisa berlari dengan cepat, aku
bisa memanjat tangga, aku bisa menggambar bunga”. Hal ini mencerminkan rasa
inisiatif mereka untuk melakukan suatu kegiatan, dan rasa inisiatif ini sangat
dibutuhkan oleh seorang anak dalam menghadapi pelajaran-pelajaran baru yang akan
ia pelajari di sekolah.
Sesuatu yang berlebihan maupun kekurangan itu tidaklah baik. Dalam hal ini, bila
seorang memiliki sikap inisiatif yang berlebihan atau juga terlalu kurang, maka dapat
menimbulkan suatu rasa ketidakpedulian (ruthlessness). Anak yang terlalu berinisiatif,
maka ia tidak akan memperdulikan bimbingan orang tua yang diberikan kepadanya.
Sebaliknya, anak yang terlalu merasa bersalah, maka ia akan bersikap tidak peduli,
dalam arti tidak melakukan usaha untuk berbuat sesuatu, agar ia terhindar dari berbuat
kesalahan. Oleh sebab itu, hendaknya orang tua dapat bersikap bijak dalam
menanggapi setiap perbuatan yang dilakukan oleh anak
4. Industry vs Inferiority (6-12 tahun)
Pada tahap ini, anak sudah memasuki usia sekolah, kemampuan akademiknya
mulai berkembang. Selain itu, kemampuan sosial anak untuk berinteraksi di luar
anggota keluarganya juga mulai berkembang. Anak akan belajar berinteraksi dengan
teman-temannya maupun dengan gurunya. Jika cukup rajin, anak-anak akan
memperoleh keterampilan sosial dan akademik untuk merasa percaya diri. Kegagalan
untuk memperoleh prestasi-prestasi penting menyebabkan anak untuk menciptakan
citra diri yang negatif. Hal ini dapat membawa kepada perasaan rendah diri yang dapat
menghambat pembelajaran di masa depan
Pada tahap ini anak juga akan membandingkan dirinya dengan teman-temannya.
Shaffer (2005) mengatakan pada usia 9 tahun hubungan teman sebaya menjadi sangat
penting untuk anak-anak sekolah. Mereka peduli pada sikap-sikap maupun
penampilan yang akan memperkuat posisi mereka dengan teman sebayanya.
Sedangkan pada anak yang berusia 11,5 tahun, anak semakin membandingkan diri
mereka dengan orang lain dan mengakui bahwa ada dimensi di mana mereka mungkin
kurang dalam perbandingan tersebut, seperti “aku tidak cantik, aku biasa-biasa saja
dalam hal prestasi”. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru hendaknya dapat
memberikan motivasi pada anak-anak yang belum berhasil dalam mencapai prestasi
mereka agar anak tidak memiliki sifat yang rendah diri. Guru dapat mencari momen-
momen penting ketika di sekolah untuk memberikan penghargaan pada seluruh anak-
anak, sehingga anak akan merasa bangga dan percaya diri terhadap pencapaian yang
mereka peroleh
5. Indentify vs role confussion (12-18 tahun)
Pada tahap ini anak sudah memasuki usia remaja dan mulai mencari jati dirinya.
Masa ini adalah masa peralihan antara dunia anak-anak dan dewasa. Secara biologis
anak pada tahap ini sudah mulai memasuki tahap dewasa, namun secara psikis usia
remaja masih belum bisa diberi tanggung jawab yang berat layaknya orang dewasa.
Pertanyaan “Siapa Aku?” menjadi penting pada tahapan ini. Pada tahap ini, seorang
remaja akan mencoba banyak hal untuk mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya.
Biasanya mereka akan melaluinya dengan teman-teman yang mempunyai kesamaan
komitmen dalam sebuah kelompok. Hubungan mereka dalam kelompok tersebut
sangat erat, sehingga mereka memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama anggota
kelompok.
Erikson (dalam Shaffer, 2005) percaya bahwa individu tanpa identitas yang jelas
akhirnya akan menjadi tertekan dan kurang percaya diri ketika mereka tidak memiliki
tujuan, atau bahkan mereka mungkin sungguh-sungguh menerima bila dicap sebagai
orang yang memiliki identitas negatif, seperti menjadi kambing hitam, nakal, atau
pecundang. Alasan mereka melakukan ini karena mereka lebih baik menjadi seseorang
yang dicap sebagai orang yang memiliki identitas negatif daripada tidak memiliki
identitas sama sekali.
Harter (dalam Shaffer, 2005) mengatakan bahwa remaja yang terlalu kecewa atas
penggambaran diri mereka yang tidak konsisten akan bertindak keluar dari karakter
dalam upaya untuk meningkatkan citra mereka atau mendapat pengakuan dari orang
tua atau teman sebaya. Anak pada usia ini rawan untuk melakukan beberapa hal negatif
dalam rangka pencarian jati diri mereka. Bimbingan dan pengarahan baik dari orang
tua maupun guru juga diperlukan bagi anak pada tahap ini, agar mereka dapat
menemukan jati diri mereka sebenarnya.
c. Kognitif
1. Sensorimotorik ( 0-2 tahun)
Bayi membangun pemahaman mengenai dengan dunia dengan mengkoordinasikan
pengalaman sensoris dengan Tindakan fisik. Bayi mengalami kemajuan dari Tindakan
refleks sampai mulai menggunakan pikiran simbolis hingga akhir tahap
2. Praoperasional ( 2-7tahun)
Anak mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata dan gambar. Kata-kata dan
gambar ini mencerminkan meningkatkan pemikiran simbolis dan melampaui
hubungan informasi sensori dan Tindakan fisik
3. Operasional konkret ( 7-11 tahun)
Anak sekarang dapat menalar dengan logis mengenai kejadian konkret dan
menggolongkan benda ke dalam kelompok yang berbeda-beda
4. Format operation (11 tahun-dewasa)
Remaja melakukan penalaran dengan cara yag lebih abstrak, idealis dan logis
B. Refleks
1. Refleks Fisiologis
a. Refleks Bisep
Refleks bisep adalah tes dengan mengetuk tendon otot bisep. Biasanya ada kontraksi
dari otot-otot bisep disertai dengan kedutan lengan bawah. Pada lesi traksi
kortikospinalis, ada refleks yang berlebihan. Pada lesi arkus refleks perifer atau
kerusakan pada segmen traksi C5-C6 di sisi yang diuji, respon tertahan atau tidak ada.
b. Refleks Trisep
Refleks trisep adalah pengujian untuk lesi di tingkat C6-C7 di mana pasien menekuk
lengannya atau menempatkannya di pinggul. Tendon pendek di atas siku diperhatikan
untuk respon refleks pada otot trisep.
c. Refleks Stapping
Refleks ini juga dikenal dengan istilah walking atau dance reflex, karena gerakannya
menyerupai orang yang sedang berjalan atau menari. Refleks ini terjadi ketika tubuh
bayi diangkat dan kakinya menyentuh permukaan padat, seperti tanah atau lantai.
Refleks ini akan menghilang setelah Si Kecil berusia 3 bulan.
d. Refleks Moro
Refleks Moro sering disebut dengan refleks kejut sebab biasanya akan muncul ketika
bayi merasa terkejut. Saat terkejut karena suatu hal, misalnya karena suara yang keras
atau gerakan yang tiba-tiba, bayi akan merentangkan kedua tangannya dengan telapak
tangan menghadap ke atas, lalu menariknya kembali. Terkadang, bayi juga akan
menangis.
e. Refleks Plantar
Refleks primitif pada bayi berupa gerakan jari – jari mencengkram ketika bagian
bawah kaki diusap, indikasi syaraf berkembang dengan normal. Hilang di usia 4 bulan.
f. Refleks Startle
Refleks startle sering disebut dengan refleks kejut sebab biasanya akan muncul ketika
bayi merasa terkejut. Saat terkejut karena suatu hal, misalnya karena suara yang keras
atau gerakan yang tiba-tiba, bayi akan merentangkan kedua tangannya dengan telapak
tangan menghadap ke atas, lalu menariknya kembali. Terkadang, bayi juga akan
menangis.
g. Refleks Rooting
Rooting reflex terjadi ketika pipi bayi diusap ( dibelai ) atau di sentuh bagian pinggir
mulutnya. Sebagai respons, bayi itu memalingkan kepalanya ke arah benda yang
menyentuhnya, dalam upaya menemukan sesuatu yang dapat dihisap. Refleks
menghisap dan mencari menghilang setelah bayi berusia sekitar 3 hingga 4
bulan.Refleks digantikan dengan makan secara sukarela. Refleks menghisap dan
mencari adalah upaya untuk mempertahankan hidup bagi bayi mamalia atau binatang
menyusui yang baru lahir, karena dengan begitu dia begitu dia dapat menentukan susu
ibu untuk meperoleh makanan.
h. Refleks Sucking
Bayi akan melakukan gerakan menghisap ketika anda menyentuhkan puting susu ke
ujung mulut bayi. Refleks menghisap terjadi ketika bayi yang baru lahir secara
otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refelks menghisap
memudahkan bayi yang baru lahir untuk memperoleh makanan sebelum mereka
mengasosiasikan puting susu dengan makanan. Menghisap adalah refleks yang sangat
penting pada bayi. Refleks ini merupakan rute bayi menuju pengenalan akan makanan.
Kemampuan menghisap bayi yang baru lahir berbeda-beda. Sebagian bayi yang baru
lahir menghisap dengan efisien dan bertenaga untuk memperoleh susu
i. Refleks Galant
Refleks Galant merupakan jenis refleks yang dapat terjadi ketika bayi dalam posisi
prone lying dan ibu menyentuh salah satusisi spine bayi. Reaksi normal yang muncul
adalah panggul bayi akan fleksi kearah yang distimulasi, tangan dan lutut menekuk
dan kepala terangkat.
2. Refleks Patologis
a. Refleks Brudzinski
• Pasien dalam posisi terlentang. Posisikan satu tangan pemeriksa di bawah
kepala pasien dan tangan lain di atas dada. Kemudian, fleksikan kepala pasien
ke arah dada secara pasif. Apabila kedua tungkai bawah fleksi pada sendi
panggul dan sendi lutut saat kepala difleksikan, maka tanda Brudzinski I
dinyatakan positif.
• Pasien dalam posisi terlentang. Tungkai kiri dalam keadaan lurus. Kemudian,
fleksikan tungkai kanan secara pasif pada sendi panggul. Apabila diikuti oleh
fleksi tungkai kiri, tanda Brudzinski II dinyatakan positif.
b. Refleks Babinski
Refleks Babinski adalah tindakan refleks jari-jari kaki, yang normal selama masa bayi
tetapi abnormal setelah usia 12 sampai 18 bulan. Setelah itu, refleks ini merupakan
indikasi kelainan pada jalur kontrol motorik utama dari korteks serebral dan secara
luas digunakan sebagai alat bantu diagnostik pada gangguan sistem saraf pusat. Tes
refleks Babinski ditimbulkan dengan stimulus gesekan pada telapak kaki, yang
menghasilkan dorsofleksi jari besar dan pengembangan jari-jari yang lebih kecil.
Biasanya stimulus semacam itu menyebabkan semua jari-jari kaki menekuk ke bawah.
Disebut juga Babinski’s toe sign.
c. Refleks Kernig
Pasien dalam posisi terlentang. Fleksikan tungkai bawah pada sendi panggul hingga
90 derajat (tegak lurus). Kemudian, ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut.
Dalam keadaan normal, sendi lutut dapat diekstensikan hingga sebesar 135˚. Apabila
saat ekstensi sendi lutut terdapat hambatan dan menyebabkan nyeri, tanda Kernig
dinyatakan positif.
d. Refleks Kaku Kuduk
Pasien dalam posisi terlentang. Posisikan satu tangan pemeriksa di bawah kepala
pasien dan tangan lain di atas dada. Lakukan fleksi pada leher pasien ke arah dada
secara pasif. Apabila terdapat tahanan sehingga dagu tidak menempel pada dada, maka
kaku kuduk dinyatakan positif.
KONSEP DASAR GIZI BURUK
A. Definisi
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan
energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau
menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB
terhadap TB ) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor
atau marasmik kwashiorkor (Supriyatno Edi, 2012).
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan
protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus),
dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima
tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Zat gizi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi
kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah stand ar disebut bergizi kurang yang
bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk
adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
B. Etiologi
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada
dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan
dan diare.
C. Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin
C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senj a terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan
cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi
ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi
rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein,
maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL.
Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-
jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor
adalah pitting edema. Pitting edem a adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti
semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh.
Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien.
Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi
oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel
yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori
protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat
seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan
orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,
deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI
kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia,
lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang
akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,
meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari
tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis
akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
E. Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-
masing tipe yang berbeda-beda.
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerah an, gangguan kulit,
gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, kare na masih merasa lapar. Berikut
adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan oto t-ototnya,
tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema
pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan ter asa kenyal
pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menja di coklat
kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. System kekebalan tubuh yang rendah
4. Kulit kering dan bersisik
5. Gusi mudah berdarah
6. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7. Berat badan kurang
8. Pertumbuhan yang lambat
9. Kelemahan otot
10. Perut kembung
11. Tulang mudah patah
12. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
G. Komplikasi
1. Hipotermi
Penyebab Hipotermi : tidak/kurang/jarang diberi makan
2. Hipoglikemi
Penyebab Hipoglikemi : tidak dapat/kurang/jarang dapat makan
3. Infeksi
4. Diare dan Dehidrasi
5. Syok
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Antropometri
Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui
ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan alat ukur tertentu, seperti
timbangan dan pita pengukur (meteran).Ukuran antropometri dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu :
a. Tergantung umur, yaitu hasil pengukuran disbanding dengan umur. Misalnya, BB
terhadap usia atau TB terhadap usia. Dengan demikian, dapat diketahui apakah ukuran
yang dimaksud tersebut tergolong normal untuk anak seusianya.
b. Tidak tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan pengukuran
lainnya tanpa memperhatikan berapa umur anak yang diukur. Misalnya berat badan
terhadap umur. Dari beberapa ukuran antropometri, yang paling sering digunakan
untuk menentukkan keadaan pertumbuhan pada masa balita adalah :
c. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang terpenting
karena dipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Pada
usia beberapa hari, berat badan akan mengalami penurunan yang sifatnya normal, yaitu
sekitar !0% dari berat badan lahir. Hal ini disebabkan karena keluarnya mekonium dan
air seni yang belum diimbangi asupan yang mencukupimisalnya produksi ASI yang
belum lancar. Umumnya berat badan akan kembali mencapai berat badan lahir pada
hari kesepuluh. Pada bayi sehat, kenaikkan berat badan normal pada triwulan I adalah
sekitar 700 –1000 gram/bulan, pada triwulan II sekitar 500 – 600 gram/bulan, pada
triwulan III sekitar 350 – 450 gram/bulan dan pada triwulan IV sekitar 250 – 350
gram/bulan. Dari perkiraan tersebut, dapat diketahui bahwa pada usia 6 bulan pertama
berat badan akan bertambah sekitar 1 kg/bulan, sementara pada 6 bulanberikutnya
hanya + 0,5 kg/bulan. Pada tahun kedua, kenaikannya adalah + 0,25 kg/bulan. Setelah
2 tahun, kenaikkan berat badan tidak tentu, yaitu sekitar 2,3 kg/tahun. Pada tahap
adolesensia(remaja) akan terjadi pertambahan berat badan secara cepat ( growth spurt).
Selain perkiraan tersebut, berat badan juga dapat diperkirakan dengan menggunakan
rumus atau pedoman dari Behrman yaitu :
• Berat badan lahir rata-rata : 3,25 kg
• Berat badan usia 3 – 12 bulan, menggunakan rumus : Umur (bulan) + 9 = n +
9=22
• Berat badan usia 1 – 6 tahun, menggunakan rumus : ( Umur(tahun) X 2) + 8 =
2n + 8 Keterangan : n adalah usia anak
• Berat badan usia 6 – 12 tahun , menggunakan rumus : Umur (tahun) X 7 – 5

Cara pengukuran berat badan anak adalah :

• Lepas pakaian yang tebal pada bayi dan anak saat pengukuran. Apabila perlu,
cukup pakaian dalam saja.
• Tidurkan bayi pada meja timbangan. Apabila menggunakan timbangan dacin,
masukkan anak dalam gendongan, lalu kaitkan gendongan ke timbangan.
Sedangkan apabila dengan berdiri, ajak anak untuk berdiri diatas timbangan
injak tanpa dipegangi.
• Ketika minmbang berat badan bayi, tempatkan tangan petugas diatas tubuh
bayi (tidak menempel) untuk mencegah bayi jatuh saat ditimbang.
• Apabila anak tidak mau ditimbang, ibu disarankan untuk menimbang berat
badannya lebih dulu, kemudian anak digendong oleh ibu dan ditimbang. Selisih
antara berat badan ibu bersama anak dan berat badan ibu sendiri menjadi berat
badan anak. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat rumus berikut : BB anak =
(Berat badan ibu dan anak) – BB ibu
• Tentukan hasil timbangan sesuai dengan jarum penunjuk pada timbangan.
• Selanjutnya, tentukan posisi berat badan anak sesuai dengan standar yang
berlaku, yaitu apakah status gizi anak normal, kurang atau buruk. Untuk
menentukan berat badan ini juga dapat dilakukan dengan melihat pada kurva
KMS, apakah berada berat badan anak berada pada kurva berwarna hijau,
kuning atau merah.
2. Tinggi Badan ( Panjang badan) Tinggi badan untuk anak kurang dari 2 tahun sering
disebut dengan panjang badan. Pada bayi baru lahir, panjang badan rata-rata adalah
sebesar + 50 cm. Pada tahun pertama, pertambahannya adalah 1,25 cm/bulan ( 1,5 X
panjang badan lahir). Penambahan tersebut akan berangsur-angsur berkurang sampai usia
9 tahun, yaitu hanya sekitar 5 cm/tahun. Baru pada masa pubertas ada peningkatan
pertumbuhan tinggi badan yang cukup pesat, yaitu 5 – 25 cm/tahun pada wanita,
sedangkan pada laki-laki peningkatannya sekitar 10 –30 cm/tahun. Pertambahan tinggi
badan akan berhenti pada usia 18 – 20 tahun. Seperti halnya berat badan, tinggi badan juga
dapat diperkirakan berdasarkan rumus dari Behram yaitu :
a. Perkiraan panjang lahir : 50 cm
b. Perkiraan panjang badan usia 1 tahun = 1,5 Panjang Badan Lahir
c. Perkiraan panjang badan usia 4 tahun = 2 x panjang badan lahir
d. Perkiraan panjang badan usia 6 tahun = 1,5 x panjang badan usia 1 tahun
e. Usia 13 tahun = 3 x panjang badan lahir
f. Dewasa = 3,5 x panjang badan lahir atau 2 x panjang badan 2 tahun

Cara pengukuran tinggi badan anak adalah :

a. Usia kurang dari 2 tahun :


• Siapkan papan atau meja pengukur. Apabila tidak ada, dapat digunakan pita
pengukur (meteran)
• Baringkan anak telentang tanpa bantal (supinasi), luruskan lutut sampai
menempel pada meja (posisi ekstensi)
• Luruskan bagian puncak kepala dan bagian bawah kaki (telapak kaki tegak
lurus dengan meja pengukur) lalu ukur sesuai dengan skala yang tertera.
• Apabila tidak ada papan pengukur, hal ini dapat dilakukan dengan cara
memberi tanda pada tempat tidur (tempat tidur harus rata/datar) berupa garis
atau titik pada bagian puncak kepala dan bagian tumit kaki bayi. Lalu ukur
jarak antara kedua tanda tersebut dengan pita pengukur. Untuk lebih jelasnya.
b. Usia 2 tahun atau lebih :
• Tinggi badan diukur dengan posisi berdiri tegak, sehingga tumit rapat,
sedangkan bokong, punggung dan bagian belakang kepala berada dalam satu
garis vertikal dan menempel pada alat pengukur.
• Tentukan bagian atas kepala dan bagian kaki menggunakan sebilah papan
dengan posisi horizontal dengan bagian kaki, lalu ukur sesuai dengan skala
yang tertera.
3. Lingkar kepala Secara normal, pertambahan ukuran lingkar pada setiap tahap relatif
konstan dan tidak dipengaruhi oleh factor ras, bangsa dan letak geografis. Saat lahir,
ukuran lingkar kepala normalnya adalah 34-35 cm. Kemudian akan bertambah sebesar +
0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi + 44 cm. Pada 6 bulan pertama ini,
pertumbuhan kepala paling cepat dibandingkan dengan tahap berikutnya, kemudian tahun-
tahun pertama lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun, setelah itu sampai
usia 18 tahun lingkar kepala hanya bertambah + 10 cm Adapun cara pengukuran lingkar
kepala adalah :
a. Siapkan pita pengukur (meteran)
b. Lingkarkan pita pengukur pada daerah glabella (frontalis) atau supra orbita bagian
anterior menuju oksiput pada bagian posterior.
c. Cantumkan hasil pengukuran pada kurva lingkar kepala
d. Lingkar Lengan Atas (Lila) Pertambahan lingkar lengan atas ini relatif lambat. Saat
lahir, lingkar lengan atas sekitar 11 cm dan pada tahun pertama, lingkar lengan atas
menjadi 16 cm. Selanjutnya ukuran tersebut tidak banyak berubah sampai usia 3 tahun.
Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan otot yang
tidak berpengaruh oleh keadaan cairan tubuh dan berguna untuk menilai keadaan gizi
dan pertumbuhan anak prasekolah. Cara pengukuran lingkar lengan atas sebagai
berikut :
• Tentukan lokasi lengan yang diukur. Pengukuran dilakukan pada lengan
bagian kiri, yaitu pertengahan pangkal lengan dan siku. Pemilihan lengan kiri
tersebut dengan pertimbangan bahwa aktivitas lengan kiri lebih pasif
dibandingkan dengan lengan kanan sehingga ukurannya lebih stabil.
• Lingkarkan alar pengukur pada lengan bagian atas seperti pada gambar ( dapat
digunakan pita pengukur). Hindari penekanan pada lengan yang diukur saat
pengukuran.
• Tentukan besar lingkar lengan sesuai dengan angka yang tertera pada pita
pengukur
• Catat hasil pada KMS
4. Lingkar Dada Sebagaimana lingkar lengan atas, pengukuran lingkar dada
jarangdilakukan. Pengukurannya dilakukan pada saat bernapas biasa ( mid respirasi ) pada
tulang Xifoidius( insicura substernalis). Pengukuran lingkar dada ini dilakukan dengan
posisi berdiri pada anak yang lebih besar, sedangkan pada bayi dengan posisi berbaring.
Cara pengukuran lingkar dada adalah :
a. Siapkan pita pengukur
b. Lingkarkan pita pengukur pada daerah dada
c. Catat hasil pengukuran pada KMS
I. Penatalaksanaan
10 langkah utama tatalaksana gizi buruk, yaitu :
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglekimia adalah bila anak sadar berikan makanan
saring/cair 2-3 jam sekali, atau larutan air gula dengan sendok bila anak tidak dapat makan.
Jika terdapat gangguan kesadaran diberikan infuse cairan glukosa dan segera dirujuk ke
RSU kabupaten.
2. Pengobatanh dan pencegahan hypothermia adalah menghangatkan anak dengan mendekap
anak di dada ibu/ orang dewasa lainnya dan ditutupi selimut atau membungkus anak
dengan selimut tebal dan meletakkna lampu di dekatnya. Pada masa ini dilakukan
pengukuran suhu anak pada dubur setiap setengah jam sekali.
3. Pengobatan dan pencegahan kekurangan cairan adalah dengan tetap memberikan ASI
setiap setengah jam sekali jika anak masih menyusui dan memberikan minum 3 sendok
makan setiap 30 menit, jika anak tidak dapat minum diberikan infuse cairan ringer
lactate/glukosa 5% NaCl dengan perbandingan 1:1.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit dengan memberikan makanan
tanpa garam/rendah garam dan bila balita bisa makan maka diberikan makanan banyak
mengandung mineral dalam bentuk lunak.
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi, yaitu pada KEP berat/gizi buruk, umunya
menunjukkan adanya infeksi seperti demam, oleh karena itu pada semua KEP berat/ gizi
buruk secara rutin diberikan antibiotik, serta vaksinasi campak bila anak belum di
imunisasi dan umur sudah mencapai > 9 bulan.
6. Pemberian makanan balita KEP berat/gizi buruk dibagi atas tiga fase, yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Pada awal fase stabilisasi perlu dilakukan pendekatan
yang sangat hati-hati, disebabkan keadaan faal anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita yang meliputi dua fase, yaitu fase transisi dan fase
rehabilitasi.
8. Penanggulangan kekurangan zat gizi mikro dilakukan dengan hati-hati, jangan
memberikan zat besi pada masa stabilisasi karena dapat memperburuk keadaan infeksi,
berikan pada saat anak sudah mau makan dan berat badannya sudah mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2).
9. Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional, yaitu berupa kasih sayang,
ciptakan lingkungan yang menyenangkan, berikan terapi bermain terstruktur selama 15-
30 menit/hari, rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh meningkatkan keterlibatan
ibu.
10. Tindak lanjut perawatan dirumah dilakukan bila berat badan anak sudah berada di garis
warna kuning dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien
dipulangkan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari
etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk:
a. Riwayat persalinan sebelumnya
b. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
c. Kenaikan berat badan selama hamil
d. Aktivitas
e. Penyakit yang diderita selama hamil
f. Obat-obatan yang diminum selama hamil
g. Pemberian nutrisi pada bayi
h. Kenaikan berat badan bayi dan tinggi badan
2. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda anatomis
1. Berat badan kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang dari 45 cm
3. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
4. Lingkar dada kurang dari 30 cm
5. Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan
sedikit (tipis)
6. Tanda fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis,
bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi. Penyebabnya adalah :
• Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
• Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat
terjadinya perubahan suhu.
c. Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pemenuhan nutrisi kurang daari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat.
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Pemenuhan nutrisi 1. Klien tidak muntah 1. Jelaskan kepada keluarga tentang
kurang daari lagi. penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
kebuituhan tubuh pemulihan, susunan menu dan
b.d intake nutrisi 2. Nafsu makan pengolahan makanan sehat seimbang,
tidak adekuat. kembali normal tunjukkan contoh jenis sumber makanan
3. Edema Berkurang ekonomis sesuai status sosial ekonomi
/Hilang klien
4. BB sesuai dengan 2. Tunjukkan cara pemberian makanan per
umur sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.
3. Laksanakan pemberian roborans sesuai
program terapi.
4. Timbang berat badan, ukur lingkar
lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap
pagi. R/ Menilai perkembangan masalah
klien.
Kerusakan 1. Gatal 1. Anjurkan pada keluarga tentang
integritas kulit b.d hilang/berkurang pentingnya merubah posisi sesering
perubahan nutrisi, 2. kulit kembali mungkin.
dehidrasi. halus, kenyal dan 2. Anjurkan keluarga lebih sering
utuh. mengganti pakaian anak bila basah atau
kotor dan kulit anak tetap kering.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk
pengobatan lebih lanjut.
D. Implementasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya
dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa keperawatan.
Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal dengan
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi pasien
mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas kesehatan seperti pelayanan
kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya. Implementasi juga mencakup
pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan, membanduingkan hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah diberikan
implementasi keperawatan.
O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.
A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi masalah teratasi
(perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian yang
sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian (perubahan dan perkembangan kesehatan hanya
sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali
tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul
masalah baru).
P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
DAFTAR PUSTAKA

Lynda, Juall C. (2006). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC: Jakarta.

Marilyn E. Doenges. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta. Moehji, S. (2003).

Ilmu Kesehatan Gizi. EGC: Jakarta. Sunita, Almatsier. (2009). Kebutuhan dan Masukan Nutrient.

Salemba Medika: Jakarta. Supariasa. (2001). Penyakit Pada Anak. Bina Aksara: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai