Anda di halaman 1dari 19

PERKEMBANGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kuliah

Bimbingan konseling anak dan remaja

Dosen pengampu mata kuliah :

UMI AISYAH M.Pd.I

Disusun oleh : kelompok 1

Afni Nurul Izzah (19410400010)

Eni Puji Rahayu (1941040050)

Muftihatul Qoyimah (1941040089)

Ria Anggara (1941040120)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “ PERKEMBANGAN ANAK DAN PERSPEKTIF
PSIKOLOGI” Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil jerih payah kami sendiri,
melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menghaturkan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

2
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN..........................................................................................................1

KATA PENGANTAR........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4

Latar Belakang.....................................................................................................................5

Rumusan Masalah................................................................................................................5

Tujuan Penulisan..................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................6

Perkembangan fisik..............................................................................................................6

Perkembangan emosi...........................................................................................................8

Perkembangan intelegensi.................................................................................................11

Perkembangan social.........................................................................................................14

BAB III PENUTUP..........................................................................................................18

Kesimpulan.......................................................................................................................18

Saran.................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Dalam Psikologi Anak, anak usia 3.0 – 5.0 tahun dikenal dengan masa “Kanak-kanak” (early
childhood), karena itu sekolah untuk mereka sering disebut “Taman Kanak-kanak (TK)”, yang
dalam bahasa Arab disebut dengan Raudhatul Athfal (RA) atau Bustanul Athfal, atau dalam
bahasa Belanda disebut Kindergarten. Disebut “Taman” karena sekolah mereka harus merupakan
Taman yang “menyenangkan” untuk belajar, sebagai persiapan bersekolah, karena itu disebut
“prasekolah”. Itulah yang mengantarkan Piaget pada suatu kesimpulan bahwa masa anak
prasekolah sebagai persiapan untuk tahapan berikutnya,Jadi tugas lembaga prasekolah untuk
mempersiapkan anak-anak kelak dapat bersekolah “yang sebenarnya”, mencakup: persiapan
fisik, kognitif, dan psikososialnya. Sebagai periode persiapan, maka pelbagai macam kegiatan
dan bahan pelajaran dalam pendidikan prasekolah sifatnya terbatas pada aspek pengenalan dan
persiapan, bukan pada hasil yang ditargetkan. Memahami tumbuh kembang anak prasekolah
merupakan keniscayaan, terutama bagi para orangtua/calon orangtua dan guru/calon guru
TK/RA. Pemahaman terhadap tumbuh kembang anak prasekolah bertujuan untuk membantu
menumbuh-kembangkan anak-anaksecara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Keniscayaan tersebut disebabkan anak usia prasekolah sedang berada pada masa emas (golden
age) dalam rentang kehidupan (lifespan) manusia. Disebut masa emas, karena pada masa itulah
dasar-dasar kepribadian diletakkan untuk kehidupan berikutnya di masa dewasa kelak. Menurut
Freud, anak usia lima tahun pertama pada masa kanak-kanak sebagai masa terbentuknya
kepribadian dasar individu. Kepribadian orang dewasa, ditentukan oleh cara-cara pemecahan
konflik antara sumber-sumber kesenangan awal dengan tuntutan realita pada masa kanak-kanak.
Pada masa ini penuh dengan kejadian-kejadian yang penting dan unik yang meletakkan dasar
bagi kehidupan seseorang di masa dewasa. Freud meyakini pengalaman awal tidak akan pernah
tergantikan oleh pengalaman-pengalaman berikutnya, kecuali dimodifikasi. Sampai abad 18
masih berkembang anggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil, terutama di
Eropa di mana kondisi ekonomi di sana memungkinkan agar anak tidak terlalu lama tergantung
kepada orangtua. Implikasi dari anggapan tersebut, perlakuan dan harapan orangtua terhadap
anak sama dengan perlakuan dan harapan terhadap orang dewasa. Hal ini terlihat misalnya dalam

4
memberi perhatian, memenuhi kebutuhan pokok, atau menargetkan kepandaian yang sama dari
anak kecil dan orang dewasa. Perlakuan dan harapan terhadap anak seperti itu karena kesalahan
memahami perkembangan anak, yang akan menimbulkan masalah psikologis di kemudian hari
pada perkembangan emosi, sosial, moral, dan kognitif anak. Oleh karena itu, anak harus
dipandang sebagai individu yang berbeda dengan orang dewasa. Anak bukan orang dewasa kecil,
karena anak memiliki kemampuan, kekuatan, pengalaman, minat, dan penghayatan sendiri yang
berbeda dengan orang dewasa dalam memandang dunia. Anak memiliki dunia sendiri yang
berbeda dengan dunia orang dewasa. Dari sisi Ilmu Pendidikan, menurut Biechler dan Snowman,
anak prasekolah usia 3.0 – 6.0 umumnya mereka mengikuti program Penitipan Anak (Day Care)
usia 0.3 - 3.0, Kelompok Bermain (Play Groups) usia 3.0 – 4.0, dan Taman Kanak-kanak
(Kindergarten) usia 4.0 -6.0.

2. Rumusan Masalah

a). Bagaimanakah perkembangan fisik pada anak?

b). Bagaimanakah perkembangan emosi pada anak?

c). Bagaimanakah perkembangan intelegensi pada anak?

d). Bagaimanakah perkembangan social pada anak?

3. Tujuan Penulisan
a). Untuk mengetahui perkembangan fisik pada anak.
b). Untuk mengetahui perkembangan emosi pada anak.
c). Untuk mengetahui perkembangan intelegensi pada anak.
d). Untuk mengetahui perkembangan social pada anak.

BAB II

5
PEMBAHASAN

A. Perkembangan fisik

1
Perkembangan fisik bayi dalam dua tahun pertama kehidupan sangatlah ekstensif. Pada saat
lahir, bayi memiliki kepala yang sangat besar bila dibandingkan dengan bagian tubuh yang
lain(1:3). Kepala ini bergerak terus menerus karena refleks. Selain refleks pada kepala, bayi juga
memiliki refleks-refleks lain, seperti: refleks mencari (rooting reflex), refleks menghisap
(sucking-reflex), refleks peluk (moro-reflex), refleks menggenggam (grasping-reflex), dan
refleks genggam kaki (babinski-reflex). Refleks-refleks tersebut sangat penting karena
merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Biasanya refleks-refleks tersebut akan menghilang
ketika bayi berusia antara 3 – 4 bulan.Berat dan panjang badan bayi ketika dilahirkan berkisar
antara 2,5-4,0 kg dan 45-55cm. Perkembangan fisik mempunyai pengaruh langsung terhadap
anak, karena menentukan hal-hal yang dapat/tidak dapat dilakukan oleh anak. Perkembangan
fisik yang normal memungkinkan anak mengadakan penyesuaian diri pada situasi yang
ada,sedangkan perkembangan fisik yang menyimpang akan menghambat penyesuaian diri anak
tersebut.perkembangan fisik meliputi penambahan tinggi dan berat badan, peningkatan
kemampuan psikomotorik, pertumbuhan otot-otot dan lemak tubuh. Perkembangan fisik ini akan
berpengaruh pada penampilan, koordinasi motorik, kualitas tingkah laku, dan status kematangan
anak. Kerusakan fisik yang dialami anak akan mempengaruhi penyesuaian dirinya. Anak akan
mengalami gangguan dalam bertingkah laku, mendapatkan reaksi yang berbeda dari masyarakat
sekitar, sehingga anak merasa berbeda dengan anak-anak lain yang ada di
sekitarnya.Perkembangan fisik motorik memiliki peranan sama penting dengan aspek
perkembanganyang lain, perkembangan motorik dapat dijadikan sebagai tolak ukur pertama
untuk mengetahuitumbuh kembang anak. Hal ini disebabkan perkembangan fisik motorik dapat
diamati denganmudah melalui panca indera, seperti perubahan ukuran pada tubuh anak.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengikuti prinsip sefalokaudal dan proximodistal.
Menurut prinsip sefalokaudal, pertumbuhan terjadi dari atas ke bawah, karenaotak tumbuh
dengan cepat sebelum lahir, kepala bayi yang baru lahir adalah disproporsi besar.Menurut prinsip
proximodistal pertumbuhan dan perkembangan motorik dari dalam ke luar, dalam rahim kepala

1
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya. 2007. Hlm 80-83
6
dan badan berkembang sebelum lengan dan kaki,kemudian tangan dan kaki, dan jari tangan dan
kaki. Anggota badan terus tumbuh lebih cepat daripada tangan dan kaki pada anak usia dini.

Perkembangan motorik meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.


Motorik kasar melibatkan otot-otot besar dan motorik halus melibatkan otot-otot kecil. Gerakan-
gerakanyang dilakukan oleh anak melibatkan otot dan anak pada masa tataran usia dini lebih
cenderung aktif/lebih senang bergerak, lebih senang melakukan percobaan atau praktik, lebih
senang bermain baik permainan yang membutuhan banyak energi maupun permainan yang
hanya menampakkan sedikit gerakan. Sedikit ataupun banyak gerakan yang dilakukan tetap
melibatkanotot, sehingga perkembangan motorik sangat menunjang aspek perkembangan yang
lain. Motorik kasar merupakan aktivitas fisik yang memerlukan koordinasi seperti berbagai jenis
olah raga atau tugas-tugassederhana seperti gerakan melompat. Motorik kasar merupakan
gerakan tubuh dengan menggunakan otot-otot besar ataupun sebagian besar otot yang ada dalam
tubuh maupun seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan diri.

Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anak terbagi dalam gerakan besar dan gerakan
kecil. Gerakan besar melibatkan otot-otot besar tentunya membutuhkan banyak energi, begitu
juga sebaliknya. Kegiatan ini dilakukan oleh anak dengan dasar kesenangan. Bermain aktif
mempraktikkan gerakan berlari, melompat, melempar, dan gerakan yang lain adalah
gerakanyang dilakukan baik terlibat dalam permainan dengan aturan maupun bermain bebas.
Lolita Indraswari menjelaskan kegiatan motorik halus memerlukan koordinasi tangan dan mata
seperti menggambar, menulis, menggunting. Semakin banyak gerakan motorik halus dapat
membuat anak berkreasi seperti menggunting kertas dengan hasil yang lurus, menggambar
bermakna danbisa mewarnai dengan rapi, menjahit, menganyam, dan sebagainya. keterampilan
motorik kasar anak pada usia 3 tahun menikmati gerakan-gerakan sederhana, seperti meloncat,
melompat, dan beralari bolak balikyang dilakukan oleh anak hanya karena senang melakukan
aktivitas tersebut. Anak merasa cukup bangga menunjukkan kemampuannya dalam berlari dan
melompat. Usia 4 tahun, anak masih menikmati jenis aktivitas yang sama, tetapi menjadi lebih
senang berpetualang, anak dapat merangkak rendah, menaiki tangga dan turun dengan cara yang
sama yaitu anak masih sering kembali menjejakkan kaki pada setiap anak tangga. Anak berusia 5
tahun senang berpetualang dan dapat berlari cepat satu sama lain. Sedangkan pada keterampilan
motorik halus anak padausia 3 tahun anak menunujukkan kemampuan yang lebih matang untuk

7
mencari dan menangani sesuatu dibandingkan ketika anak masih bayi. Meskipun untuk beberapa
waktu anak mampu memungut objek terkecil dengan ibu jari dan jari telunjuk, anak masih
canggung dengan hal tersebut. Anak juga dapat membangun sebuah menara balok yang sangat
tinggi, tetapi tidak sepenuhnya dalam garis lurus. Ketika bermain puzzle anak agak kasar
menempatkan potongan-potongan puzzle, bahkan ketika mengenali lokasi yang cocok,
penempatan potongan puzzle belum begitu tepat. Anak sering mencoba memaksakan potongan
tersebut pada tempatnya atau menepuknya dengan keras.Perkembangan motorik anak usia dini
yang baik dapat menyimpulkan bahwa anak memiliki kesehatan yang baik.

B. Perkembangan Emosi

2
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang begejolak dalam diri individu yang
sifatnya didasari. Emosi sebagai sesuatu kegiatan atau pergolakan pikiran, prasaan, nafsu
atau setiap keadaan mental yang hebat.Selain itu,emosi sebagai sesuatu yang merujuk pada
suatu prasaan dan pikiran-pikiran khasnya, sesuatu keadaan biologis dan psikologis, serta
serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Emosi dapat dikelompokkan sebagai suatu rasa
marah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel atau malu.Istilah emosi
berasal dari kata “emotus”atau “emovere”atau “mencerca”(to stir up) yang berarti sesuatu
yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau
perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal
dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu. Jadi emosi adalah pengalaman
afektif yang disertai penyesuaian diri dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik
dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang
disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan
berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi sering didefinisikan dalam istilah
perasaan (feeling), misalnya pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah
terkerjut, bahagia, sedih dan jijik. Emosi juga sering berhubungan dengan ekspresi tingkah
laku dan respon-respon fidiologis.

Jenis Emosi pada Anak Usia Dini yaitu,


2
Monks, F.J., Knoerrs, A.M.P., Haditono, S.R. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya.

Yogyakarta: UGM Press. 2020. Hlm 40-42

8
a. Gembira

Setiap orang dari berbagai usia mulai dari jenjang bayi hingga dewasa di seluruh bumi ini
mengenal danmemiliki pengalaman dalam mengekspresikan rasa kebahagiaan yang
dirasakannya. Misal, jika anak mampu mengerjakan tugasnya dengan baik dan guru
memberikan hadiah baik lisan maupun benda, anak akan kegirangan dan berteriak “hore
aku dapat hadiah dari bu guru”. Begitu pula seorang istri yang mendapat karangan bunga
dari suami dihari ulang tahunnya, istri akan tersenyum bahagia.

b. Marah

Rasa marah yang dirasakan manusia terpicunya karena tidak terpenuhinya sesuatu
sesuai keinginan atau harapannya. Rasa marah dilampiaskan dengan berbagai cara
misalnya orang yang ditendang akan baik menendang lebih keras dibarengi dengan
tenaga atau dorongan yang lebih keras.

Masa anak usia dini disebut juga sebagai masa awal kanak-kanak yang memliki
berbagai karakter atau ciri-ciri. Usia lima tahun pertama adalah masa emas untuk
perkembangan anak. Karena pada usia ini anak mengalami masa peka dan kritis. Emosi yang
berasal dari bahasa latin movere, berarti menggerakkan atau bergerak, dari asal kata tersebut
emosi dapat diartikan sebagai dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada suatu
perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, emosi dapat berupa perasaan amarah, ketakutan,
kebahagiaan, cinta, rasa terkejut, jijik, dan rasa sedih.Uraian mengenai karakteristik
perkembangan emosi anak usia dini memberi gambaran lebih utuh tentang karakter emosi anak,
karakter emosi anak usia dini sangat kuat pada usia 2,5-3,5 tahun dan 5,5-6,5 tahun.

Beberapa ciri utama reaksi emosi pada anak usia dini antara lain:

 reaksi emosi anak sangat kuat, anak akan merespons suatu peristiwa dengan kadar
kondisi emosi yang sama. Semakin bertambah usia anak, anak akan semakin mampu
memilih kadar keterlibatan emosinya.
 reaksi emosi sering kali muncul pada setiap peristiwa dengan cara yang
diinginkannya. Anak dapat bereaksi emosi kapan saja mereka menginginkannya.
Kadang tiba-tiba anak menangis saat bosan atau karena suatu kondisi yang tidak jelas.

9
Semakin bertambah usia anak, kematangan emosi anak semakin bertambah sehingga
mereka mampu mengontrol dan memilih reaksi emosi yang dapat diterima lingkungan.
 reaksi emosi anak mudah berubah dari satu kondisi ke kondisi lain. Bagi
seseorang anak sangat mungkin sehabis menangis akan langsung tertawa keras
melihat kejadian yang menurutnya lucu. Reaksi ini menunjukkan spontanitas pada diri
anak dan menunjukkan kondisi asli dimana anak sangat terbuka dengan pengalaman-
pengalaman hatinya.
 reaksi emosi bersifat individual, artinya meskipun peristiwa pencetus emosi sama
namun reaksi emosinya dapat berbeda-beda. Hal ini terkait dengan berbagai faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi terutama pengalaman-pengalamn dari
lingkungan yang dialami anak.
 keadaan emosi anak dapat dikenali melalui gejala tingkah laku yang ditampilkan.

Karakteristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik yang terjadi pada orang
dewasa, dimana karakteristik emosi pada anak itu antara lain:

 berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba,


 terlihat lebih hebat atau kuat.
 bersifat sementara atau dangkal.
 lebih sering terjadi.
 dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
 reaksi mencerminkan individualitas.

Emosi memiki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia
prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh
terhadap perilaku anak. anak memiliki kebutuhan emosional, seperti ingin dicintai,
dihargai,rasa aman, merasa kompeten dan mengoptimalkan kompetensinya. Terdapat beberapa
hal penting dalam perkembangan emosional anak yang perlu dipahami meliputi:

a) usia berpengaruh pada perbedaan perkembangan emosi,


b) perubahan ekspresi wajah terhadap emosi,
c) menunjukkan emosi yang kompleks,
d) bahasa tubuh.

10
e) suara dan kata.
f) representasi simbolik.
g) pengetahuan emosi.
h) perubahan usia dalam regulasi emosi.
i) respons pada perasaan lainnya.
j) ikatan emosional dengan yang lain.
k) tahap-tahap perkembangan emosional.

Perkembangan ciri khas emosi pada anak adalah emosinya kuat, emosi sering kali
tampak, emosinya bersifat sementara lainil, dan emosi dapat diketahui melalui perilaku
anak. Para psikolog mengemukakan karakteristik perkembangan sosio emosional bahwa
terdapat tiga tipe tempramen anak, yaitu: Pertama, anak yang mudah diatur mudah beradaptasi
dengan pengalaman baru, senang bermain dengan mainan baru, tidur dan makan secara
teratur dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan di sekitarnya. Kedua,anak yang sulit
diatur seperti sering menolak rutinitas sehari-hari, sering menangis, butuh waktu lama untuk
menghabiskan makanan dan gelisah saat tidur. Ketiga, anak yang membutuhkan waktu
pemanasan yang lama, umumnya terlihat agak malas dan pasif, jarang berpatisipasi secara
aktif dan seringkali menunggu semua hal diserahkan kepadanya.Dari pendapat diatas diketahui
bahwa kepribadian dan kemampuan anak berempati dengan orang lain merupakan kombinasi
antara bawaan dengan pola asuh ketika ia masih anak-anak

C. Perkembangan Intelegensi

3
Orang berfikir menggunakan pikiran atau inteleknya, cepat tidaknya dan terpecahkan
atau tidaknya suatu masalah tergantung pada kemampuan Inteligensinya. Dilihat dari
inteligensinya, maka kita dapat mengatakan seseorang itu pandai atau bodoh.Sehingga dapat
diartikan Inteigensi ialah kemampuan seseorang yang dibawa sejak lahir, yang
memungkinkannya berbuat sesuatu dengan cara tertentu menurut versinya.WilliamStern dalam
Jamal Ma’mur mengemukakan batasan inteligensi tersebut sebagaiberikut,Inteligensi ialah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri pada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa inteligensi sebagian
besar bergantung pada dasar dan turunan. Pendidikan danlingkungan tidak begitu

3
Moeslihatoen,R. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak.( Jakarta: RinekaCipta.1999) hlm. 23

11
berpengaruh pada inteligensi seseorang. Namun demikian Waternik juga menyatakan bahwa
berdasarkan penyeledikannya belum dapat dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau
dilatih. Belajar berfikir memang akan menambah banyaknya pengetahuan. Namun, hal
tesebut bukan berarti akan membuat kekuatan berfikir bertambah baik.Senada dengan pendapat
diatas Desmita dalam bukunya mengatakan “intelegensi merupakan salah satu kemampuan
mental, pikiran atau intelektual dan merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada
tingkatan yang lebih tinggi. Secara umum intelegensi dapat dipahami sebagai kemampuan
beradaptasi dengan situasi yang baru secara cepat dan efektif., kemampuan untuk
menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, serta kemampuan untuk memahami
hubungan dan mempelajarinya dengan cepat”.10Dalam pengertian lain disebutkan bahwa
keahlian bermusik harus dianggap sebagai bagian dari inteligensi. Vigotsky menyatakan
faktor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan individu
yang lebih ahli, sehingga diartikan inteligensi kemampuan berifikir seseorang
dalamupayamemecahkanmasalah yang dihadapi yang dalam pemecahan masalah tersebut
melibatkan pikiran untuk mengambil suatu tindakan dalam melakukan pemecahan yang
dihadapi.

1. Pendapat-pendapat baru membuktikan bahwa inteligensi anak-anak yang


mempunyaipikiranlemahjuga dapat didik dengan cara yang lebih tepat. Kenyataan juga
membuktikan bahwa daya pikir anak-anak yang telah mendapat didikan dari
sekolah, menunjukkan sifat-sifat yanglebihbaik daripadaanak yangtidak bersekolah.
Dari batasan yang dikemukakan diatas, dapat kita ketahui bahwa: Inteligensi adalah
faktor total. Berbagai macam daya jiwa yang ada didalamnya (ingatan, fantasi,
perasaan, minat, dan sebagainya) saling bersangkutan erat.
2. Kita hanya dapat mengetahui inteligensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang
tampak. Inteligensi dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung. Yaitu melalui
kelakuan inteligensinya.
3. Bagi suatu perbuatan, inteligensi bukan hanya kemampuan yang dibawa sejak lahir
saja, namun factor-faktor lingkungan dan pendidikan juga memegang peranan
4. Bahwa manusia itu dalam kehidupan senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan
yang baru dan dapat memikirkan atau menggunakan cara-cara untuk mewujudkan
dan mencapaitujuan itu.

12
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat dijadikan simpulan inteligensi adalah
keahlian atau potensi yang telah dibawa seseorang sejak lahir yang melibatkan keahlian
atau potensi yang telah dibawa seseorang sejak lahir yang melibatkanpikiran dan proses
kognitif yang bertahap untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi sehingga dalam
proses penyelesaiannya membuktikan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
masalah. Pada proses pendidikan di sekolah, inteligensi diyakini sebagai unsur penting
yang sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik.Namun inteligensi merupakan
salah satu aspek perbedaan individual yang perlu dicermati, karena setiap peserta didik
memiliki inteligensi yang berbeda. Ada anak yang memiliki inteligensi yang tinggi, sedangdan
rendah. Untuk mengetahui tinggi rendahnya inteligensi peserta didik, para ahli telah
mengembangkan instrumenyang dikenal dengan “tes inteligensi” yang kemudian lebih popular
dengan istilah Intellegenci Qoutient disingkat IQ. Berdasarkan hasil tes inteligensi ini,
peserta didik dapat diklasifikasikansebagi berikkut:

Anak genius ;IQ diatas 140

Anak pintar ;110-139

Anak norma;l90-129

Anak kurang pintar ; 70-89

Anak debil;50-69

Anak dungu ;29-49

Anak idiot ;IQ dibawah 30

Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase orang yang genius dan
idiot sangat kecil, dan yang terbanyak adalah anak normal. Genius adalah sifat
pembawaan luar biasa yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan
orang-orang biasa dalam bentuk pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pander adalah
penderita lemah otak, yang hanya memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan
kecerdasan anak yang berumur tiga tahun.Adanyaperbedaan individual dalam aspek
inteligensi ini, maka guru disekolah akan mendapati anak dengan kecerdasan yang luar
biasa, anak yang mampu memecahkan masalah dengan cepat, mampu berfikir abstrak dan

13
kreatif. Sebaliknya,guru juga akan menghadapi anak-anak yang kurang cerdas. Sengat
lambat dan bahkan hampir tidak mampu mengatasi suatu masalah yang mudah
sekalipun.Sehingga pada kenyataanya, tes itu harus dilihat untuk mengetahui
kemampuan peserta didik guna mengetahui kemampuan yang dimiliki anak dalam bidang
inteligensi anak.

D. Perkembangan sosial
4
Perkembangan psikososial yang akan dibahas di sini adalah: perkembangan permainan,
emosi, moral, dan sosialisasi dengan lingkungan yang lebih luas. Perkembangan bermain
merupakan aspek penting dalam perkembangan psikososial anak prasekolah. Bermain menurut
Solehuddin dipandang sebagai suatu kegiatan yang bersifat voluntir, spontan, terfokus pada
proses, memperoleh kepuasaan secara intrinsik, 9 menyenangkan, aktif, dan fleksibel. Bermain
bagi anak merupakan suatu aktivitas yang mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain berbagai
keinginannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena
menyenangkan, bukan karena memperoleh hadiah atau pujian. Bermain adalah salah satu alat
utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium anak untuk
mencoba dengan berfantasi secara benar dan aktif. Menurut Semiawan (2003: 16-17) ada
beberapa ciri bermain anak, yaitu:

1. Bermain sifatnya sukarela. Ini berarti bermain dilakukan anak sesuai dengan keinginan
dan kemauan anak.
2. Bermain bersifat spontan. Artinya, aktivitas bermain dilakukan tanpa rencana
sebelumnya., dan dilakukan di saat anak mau melakukannya
3. Aktivitas bermain terarah pada proses bukan hasil. Artinya, yang menjadi tujuan utama
bermain adalah peristiwa atau aktivitas bermain itu sendiri, bukan hasilnya.
4. Aktivitas bermain memiliki intrinsic rewards. Artinya anak yang bermain akan senang
dan bahagia, di saat ia dapat melakukan apa yang ingin ia lakukan. Anak tidak
mengharapkan hadiah, tetapi karena bermain menyenangkan (enjoyable).
5. Aktivitas bermain dapat memberikan suasana afeksi yang menyenangkan selama anak
melakukannya.

4
Miller, P.H. Theories of Developmental Psychology. 3th. Ed.( New York: WH. Freeman and Company.1993) 25-
28

14
6. Ada keterlibatan aktif pada semua anak dalam aktivitas bermain. Artinya dalam aktivitas
bermain, semua anak terlibat secara aktif melakukannya.
7. Aktivitas bermain bersifat fleksibel dan choiceful. Artinya, anak yang bermain memiliki
kesempatan yang bebas memilih bermain apapun yang diinginkan. Dalam hubungan
dengan perkembangan anak, bermain dapat memberikan kontribusi positif terhadap
hampir semua aspek perkembangan, antara lain: membangun pengetahuan baru,
mengembangkan keterampilan sosial, kecakapan untuk mengatasi kesulitan, rasa
memiliki kemampuan, dan keterampilan motorik. Anak yang kurang memiliki teman
bermain, ia akan bermain sendiri dan mungkin aman, tetapi mereka kurang kesempatan
untuk belajar bersikap sosial. Anak yang tidak memiliki teman bermain, sering
menghabiskan waktu di depan layar tv. Alat permainan perlu diperhatikan, karena ada
yang mengandung bahaya, dan ada pula yang tidak mengembangkan kreativitas anak.
Alat permainan yang memicu agresivitas anak, akan mempengaruhi anak berperilaku
agresif yang akan dibawa dalam kehidupan nyata. Bermain mempunyai makna penting
bagi perkembangan anak prasekolah. Frank dan Caplan menjelaskan makna bermain bagi
anak:
 Bermain membantu pertumbuhan anak 10
 Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela
 Bermain memberi kebebasan anak untuk bertindak 4. Bermain memberikan dunia
khayal yang dapat dikuasai
 Bermain meletakkan dasar pengembangan bahasaBermain mempunyai pengaruh unik
dalam pembentukan hubungan antar pribadi
 Bermain memberi kesempatan anak untuk menguasai diri secara fisik 8. Bermain
memperluas minat dan pemusatan perhatian
 Bermain mempunyai unsur berpetualang di dalamnya
 Bermain merupakan cara untuk menyelidiki sesuatu
 Bermain merupakan cara untuk mempelajari peran orang dewasa
 Bermain merupakan cara dinamis untuk belajar
 Bermain menjernihkan pertimbangan anak
 Bermain dapat distruktur secara akademis

15
 Bermain merupakan kekuatan hidup
 Bermain merupakan sesuatu yang esensial bagi kebahagiaan hidup manusia.

5
Perkembangan emosi anak prasekolah merupakan domain dari perkembangan
psikososial. Emosi berfungsi untuk mengkomunikasikan kebutuhan, suasana hati, dan perasaan
kepada orang lain. Melalui ekspresi perasaan, anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial, seperti, menghormati orang lain, memperoleh hubungan dan memelihara hubungan sosial
yang harmonis, dan menenangkan perasaan. Jika perkembangan emosi anak itu baik, mereka
akan belajar bagaimana menggunakan kedalaman perasaan dengan tidak mengekspresikan
berlebihan dan dapat mengikuti perasaan orang lain sehingga menumbuhkan pengertian dan
kerja sama dengan orang lain. Tiap anak mengekspresikan emosi sesuai dengan suasana hati dan
pengaruh lingkungan, terutama pengalaman lekat dengan pengasuh dan temannya.
Perkembangan emosi anak prasekolah sering mengalami ketidak-seimbangan karena anak-anak
“mulai keluar dari fokus” di mana anak mudah terbawa emosi sehingga sulit dibimbing dan
diarahkan. Emosi dapat dipertinggi atau direndahkan. Emosi yang tinggi pada anak prasekolah
biasa diledakkan dalam bentuk marah. Emosi anak prasekolah meninggi biasanya disebabkan
terganggunya fisik atau suasana psikologis, seperti: sakit fisik, tidak mau tidur siang, makan
terlalu sedikit, over protektif, ketakutan yang hebat, atau iri hati meski tidak masuk akal.
Perkembangan emosi anak prasekolah telah lebih kaya dari sebelumnya, antara lain: terpesona,
marah, terkejut, kecewa, sakit, takut, tegang, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan
kasih sayang. Pengaruh emosi anak prasekolah terhadap perilakunya, antara lain:

1. Memperkuat semangat, apabila anak senang atau puas atas hasil yang dicapai.
2. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak
dari keadaan ini adalah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
3. Menghambat konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan dapat
juga menimbulkan sikap gugup dan gagap dalam berbicara.
4. Terganggunya penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
5. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya mempengaruhi
sikapnya di kemudian hari, terhadap dirinya maupun orang lain.

5
IBID ; 30-33

16
Perkembangan moral anak prasekolah berkaitan dengan perkembangan kognitifnya.
Perkembangan kognitif anak prasekolah berada pada tahap preoperational (Piaget),
perkembangan moralnya berada pada tahap prakonvensional (Kohlberg). Tahap ini
mengindikasikan bahwa anak prasekolah belum memiliki kesadaran moral karena perkembangan
berfikirnya masih sangat terbatas. Kalaulah anak usia ini melakukan aturanaturan, hal tersebut
bukan karena mereka faham bahwa aturan tersebut penting baginya, melainkan karena mereka
ingin memperoleh pujian atau menghindari hukuman karena perbuatan tersebut. Moral anak
prasekolah lebih mendasarkan diri pada prinsip meraih kesenangan. Anak prasekolah belum
dapat menangkap ide yang mendasari mengapa aturan tersebut berlaku bagi dirinya. Semakin
anak tersebut berkembang penalarannya, semakin terbukalah pemikirannya untuk menerima
norma. Ini berarti terbentuknya moral seiring dengan berkembangnya pola berfikir mereka,
karena penalaran moral seseorang memacu timbulnya perbuatan moral. Perkembangan sosial
anak akan berjalan seiring dengan pertambahan usia di mana anak mempunyai kebutuhan untuk
bergaul dan berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, yang sebelumnya terbatas dalam tataran
lingkungan keluarga. Untuk keperluan pergaulan ini anak membina hubungan dengan orang
dewasa, membina hubungan dengan anak lain, membina hubungan dengan kelompok sebaya,
dan membina diri sebagai individu. Pengenalan anak terhadap lingkungan di luar rumah akan
membantu anak yang baru memasuki pendidikan prasekolah mampu beradaptasi dengan
lingkungan kehidupan yang beragam. Lingkungan luar rumah memberi pengalaman kepada anak
untuk mengenal aturanaturan yang berbeda dengan lingkungan rumah, menemukan teman yang
tidak memberi perhatian, mengalami sendiri bagaimana harus mengalah kepada orang lain,
mengalami sendiri bagaimana harus mengikuti aturan social.

BAB III

PENUTUP

17
A. Kesimpulan

Memahami tumbuh kembang si kecil yang sedang berada pada masa prasekolah sudah pasti
tidak memadai hanya dengan membaca tulisan sekecil ini. Studi di jurusan khususnya,
diharapkan dapat mengelaborasi pemahaman kita tentangnya. Namun demikian, pasti pula tidak
cukup waktu untuk memahami yang sebenarnya, di samping terjadi karakter variatif tiap anak,
juga ilmunya sangat luas. Tulisan ini sekedar stimulan untuk menyadarkan kita bahwa si kecil
hakikatnya tidak sekecil seperti yang kita kira. Itulah sebabnya, ada jurusan tersendiri untuk
memahami usia prasekolah.

B. Saran

Demikianlah makalah tentang Perkembangan anak dalam prespektif psikologi yang telah
penulis paparkan. Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka dari itu kritik yang
membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan. Harapan pemakalah, semoga
makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

18
Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Praktis Manajemen Mutu GuruPAUD (Yogyakarta : Diva
Press, 2015), hlm. 156
al-‘Abrasyi, Athiyah, At-Tarbiyat al-Islâmiyat wa Falâsatuha, Mesir: Dâral-Fikr, t.t

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya.

Dworetzky, J.F. (1990). Introduction to Child Development. 4th Edition. New York : West
Publishing Company.

Gordon, A.M & Browne, K.W. (1985). Beginning and Beyond: Foundations in Early Childhood

Education. New York: Delmar Publisher, Inc.Hildebrand, V. (1986). Introduction to Early


Childhood Education. 4th. Ed. New York: McMilan Publishing Company.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Grup.

Miller, P.H. (1993). Theories of Developmental Psychology. 3th. Ed. New York: WH. Freeman

and Company.

Moeslihatoen, R. (1999). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: RinekaCipta.

Monks, F.J., Knoerrs, A.M.P., Haditono, S.R. (1994). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam

berbagai bagiannya. Yogyakarta: UGM Press.

Nashih Ulwan, A. (tanpa tahun). Tarbiyah Al-Awlad fi al-Islam. Juz I. Beirut: Daar as-Salam li
alThabaah wa al-Nasyr wa al-Tauzie.

Newman, B.M & Newman, P.R. (1978). Infancy and Childhood. New York: John Wiley & Sons

19

Anda mungkin juga menyukai