Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MODEL , STRATEGI DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINS UNTUK ANAK


USIA DINI

Dosen pengampu :
Luluk Iffatur Rocmah ,SS.M.Pd
Di susun oleh :
Kelompok 5
1.Mauliddia Dwin Kurnia ( 198620700003 )
2. Muyasaroh ( 198620700007 )
3. Anggita Beauty Rani ( 198620700027 )
4. Alfa Ni’mah ( 198620700043 )

PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas segala karunia-Nya dan nikmat-
Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang
berjudul “Model , Strategi dan Pendekatan Pembelajaran Sains untuk Anak Usia Dini ” disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Pembelajaran Sains Anak Usia Dini yang
diberikan oleh Ibu Luluk Iffatur Rocmah ,SS.M.Pd
Pada kesempatan ini kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan baik
dalam perangkaian kata-kata maupun penyempurnaan tata bahasa yang digunakan. Untuk itu
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Sidoarjo, 4 April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan Makalah................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2

2.1 Model model pembelajaran sains pada anak usia dini......................................................2


2.2 Strategi pembelajaran sains pada anak usia dini .............................................................4
2.3 Apa saja pendekatan pembelajaran sains anak usia dini...................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................................8

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................8
3.2 Saran.................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan
usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia
prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50 %
menjadi 80 %.
Diperkirakan bahwa anak-anak yang mengulang kelas adalah anak-anak yang tidak
masuk pendidikan prasekolah sebelum masuk SD. Mereka adalah anak yang belum siap dan
tidak dipersiapkan oleh orang tua nya memasuki SD. Adanya perbedaan yang besar antara
pola pendidikan disekolah dan dirumah menyebabkan anak yang tidak masuk pendidikan
taman kanak-kanak (prasekolah) mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok sekolah atau
tidak mampu menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini
menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak usia prasekolah
Usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima
berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh
lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin,
kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan
stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak
tercapai secara optimal.
Peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya
pengembangan potensi anak 4-6 tahun. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan
melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja model model pembelajaran sains pada anak usia dini ?
2. Apa saja strategi pembelajaran sains pada anak usia dini ?
3. Apa saja pendekatan pembelajaran sains pada anak usia dini ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui model , strategi dan pendekatan pembelajaran sains untuk anak usia dini

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran


1. Model Pembelajaran High Scope
Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa
dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michigan (Amalia, 2017). Pada tahun 1962, David
P. Weikart, direktur pelayanan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan
Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High Scope Preschool Project).
Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada
murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak-anak
secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam tes kecerdasan dan tes prestasi
akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan
penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh
terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena
kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulkan bahwa pencapaian siswa yang
rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaannya di sekolah dasar. Weikart
kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3–4 tahun, dengan
tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar bisa
sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta izin untuk
menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi di sebuah pusat
komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart
meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High Scope Educational Research
Foundation. Kelompok program prasekolah High/Scope Perry (Schweinhart dkk., 2005)
dan kelompok High/Scope Penelitian Pembanding Kurikulum (Schweinhart & Weikart,
1997) dinilai berhasil karena keduanya menerapkan elemen penting model High/Scope
dan konsisten mempertahankan kebijakan program yang memungkinkan model ini
berjalan dengan efektif. Program pendidikan High Scope merupakan salah satu model
pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget. Pendekatan ini menekankan identifikasi
terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada
pemenuhan kekuatannya. Proyek High Scope memandang jarn dalam kemampuan dan
ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya sebagai keterlambatan
perkembangan, bukan sebagai penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam
2
tujuan ini, guru kemudian berinisiatif menggunakan pendekatan yang sesuai dengan
perkembangan (DAP = Developmentally Appropriate Practice) dalam pembelajaran
dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah
untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam
kegiatan seni dan gerak; untuk mengembangkan kemampuan.
2. Model Pembelajaran Montessori
Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan
Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle, sebuah
provinsi kecil di Ancona, Italia pada tahun 1870 (Faryadi, 2017). Reputasinya di bidang
pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran dan mulai
bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaan tersebut membuat
Montessori sering berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental. Montessori
meyakini bahwa definisi mental lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan
medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut
dapat terbantu. Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan
sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki
cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan
dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-daerah kumuh
Roma pada tahun 1907. Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan
sudah dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan
pemikiran bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai “sensitive periods”
(masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi
yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan
tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang tepat pada
waktunya.
3. Model pembelajaran Bermain Kreatif
Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di
University of Tennessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan
konstruktivis (Ibda, 2015). Model pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan
pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori
perkembangan anak di mana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan

3
konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep
model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk
anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan
kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung
perkembangan anak. Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar
dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung,
interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata
sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif pada anak
dapat terjadi.
4. Model Pembelajaran Reggio Emilia
Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak
usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi (New, 2009). Model pembelajaran
Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun konstruksi
pembelajaran mereka sendiri, di mana anakanak dapat belajar sesuai dengan tingkatan
usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang ekspresif, komunikatif dan
ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang
mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model
pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan
pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi
anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa
minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep
nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha
meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
dan kemampuan negosiasi-sosial.
2.2 Strategi pembelajaran sains pada anak usia dini
A. Strategi atau metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain:
1. Pembuatan permainan yang menggambarkan tentang terjadinya peristiwa sains yang
dilihatnya sehari hari, bisa dengan alat peraga atau hanya dengan gerakan gerakan
tubuh
2. Pembuatan video permainan tentang terjadinya peristiwa sains
3. Pembuatan alat peraga bermain sains

4
4. Pengadaan poster-poster yang ditempatkan di beberapa ruang sekolah
5. Diskusi ringan tentang hubungan peristiwa sains dengan sang Pencipta yang
diterangkan oleh ayat ayat suci Al Quran
6. Pembuatan cerita anak tentang terjadinya peristiwa alam
B. Adapun materi-materi yang dapat diberikan sangat tergantung dari metode yang dimiliki
oleh seorang pendidik, antara lain:
1. Istilah benda adalah sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai berat (massa)
2. Wujud atau bentuk padat, cair dan gas
3. jarak
4. bentuk, rasa, warna, bau dan sifat-sifat lainnya yang tidak tampak indera
5. Materi dapat dihubungkan dengan materi lain nya untuk menghasilkan hal yang baru,
6. Hakikat materi terkecil atau partikel terkecil yang disebut molekul Molekul terbuat
dari partikel terkecil disebut atom
7. Energi
8. Cahaya, panas, suara, listrik, energi gerak dan energi nuklir.
9. Jumlah minyak tanah dalam bumi bersifat terbatas
10. manfaat energi
11. Ilmu tentang terjadinya Bumi, angin dan warna pelangi
2.3 Pendektan pembelajaran sains pada anak usia dini
Pendekatan Pembelajaran Sains. Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran atau kurikulum
yang dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan program pembelajaran sains pada anak
usia dini. Hasil kajian Ali Nugraha (2000), dan Dawson (2004), dapat dirumuskan sekurang-
kurangnya terdapat tiga pendekatan utama dalam pengembangan kurikulum sains pada
jenjang pendidikan usia dini, yaitu:
1. Pendekatan yang bersifat situasional
maksudnya pembahasan tentang sains akan dielaborasi (diulas) secara luas dan mendalam
jika dalam pembelajaran muncul ‘fenomena’ yang terkait dengan tuntutan pembahasan
konsep dan pengalaman sains pada sasaran belajar. Jadi pendekatan ini sangat ditentukan
oleh muncul atau tidaknya konteks sains dalam pembelajaran yang sedang dilakukan.
Jika muncul, maka pembelajaran akan segera disesuaikan dengan dan diarahkan pada
pembahasan sains; tetapi jika tidak muncul fenomena sains, maka pembelajaran akan

5
dilanjutkan sebagaimana mestinya. Dengan kata lain pendekatan ini dapat dikatakan
sebagai program pengembangan pembelajaran sains yang berdasarkan situasi spontanitas
(spontanous based treatment) sebagai titik awal atau tantangan awal (exellent starting
point) untuk menjelaskan sains pada anak, Harlen and Jelly (1989) dan Dawson (2004)
menyebutnya sebagai pendekatan yang bersifat sensitif (sensitivity approach) yaitu
strategi pengembangan pembelajaran sains yang didasarkan atas kepekaan terhadap
situasi kelas atau pembelajaran yang terjadi.
2. Pendekatan yang bersifat terpisah atau tersendiri.
Maksudnya program pengembangan pembelajaran sains dikemas secara khusus dan
tersendiri. Pembelajaran sains diberikan waktu tersendiri sebagaimana bidang
pengembangan lainnya dalam pendidikan anak usia dini, pembelajaran sains di setting
(dirancang) secara khusus sesuai dengan karakteristik pembelajaran sains yang khas serta
karakteristik anak yang sesuai (relevant) dengan tuntutan penguasaan sains. Jadi
pengembangan pembelajaran sains bersifat regular karena memiliki waktu dan tempat
khusus dalam program (kurikulum) pendidikan usia dini yang ada. Program sains tidak
tergantung program lainnya; walaupun tetap prinsipprinsip pengembangannya harus
mengacu pada landasan pengembangan program (kurikulum) pada umumnya, misalnya
saja prinsip keluwesan (flexibility). Jadi program pengembangan pembelajaran sains
sederajat dan berdampingan dengan program pengembangan lainnya dalam sistem
pendidikan yang ada. Harlen dan Jelly dalam Dawson (2004) untuk model
pengembangan kurikulum pembelajaran sains seperti ini, menyebutnya dengan istilah
separate lessons, maksudnya adalah program sains direncanakan secara mandiri dan
terpisah, dengan alokasi waktu dan jam belajar tersendiri.
3. Pendekatan yang bersifat merger atau terintegrasi dengan disiplin lain atau bidang
pengembangan lain.
Dalam pendekatan ini, program sains dikembangkan dengan cara digabungkan secara
formal dan sistematis dengan bidang pengembangan atau disiplin ilmu lainnya. Sehingga
dalam program, pengembangan pembelajaran sains merupakan bagian dari suatu program
kurikulum yang lebih luas dan terpadu sifatnya. Jadi dalam pengorganisasiannya, para
pengembang program harus mampu melihat secara seksama karakteristik dari setiap
bidang yang diintegrasikan dengan bidang sains tersebut. Disiplin atau bidang

6
pengembangan lain yang diintegrasikan dapat bersifat terbatas, maupun terbuka secara
luas dan tanpa dibatasi secara khusus. Contoh pengintegrasian program sains yang dilihat
berdasarkan isi bahan kajian misalkan: penggabungan sains dan matematika,
penggabungan sains dan sejarah, penggabungan sains dan olah raga, dan sebagainya.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada beberapa macam model pembelajaran sains yang bisa digunakan untuk
mengajar yaitu hight scoope, montessori dan bermain kreatif. Untuk strategi
pembelajaran bisa menggunakan video, alat peraga, poster dna lain lain yang di sesuaikan
dengan materi yang akan disampaikan. Terkahir adalah pendekatan pembelajaran sains
untuk anak usia dini yang bersifat situasional, terpisah atau tersendiri dan terintegrasi
dengan disiplin lain.

3.2 Saran

Pembelajaran sains pada program pendidikan anak usia dini, sampai saat ini
belum diimplementasikan secara utuh dan menyeluruh oleh para pengelola/tutor PAUD
sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan kontribusi pemikiran dan
kebijakan pihak-pihak terkait yang berwenang dengan pengembangan pembelajaran sains
pada pendidikan anak usia dini

8
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, L. (2017). Model Pembelajaran High (Scope) dalam Pelaksanaan PAUD. As Sibyan,
Vol. 2, No. 2, Hlm. 117-124.

Scheinhart, L. J., & Weikart, D. P. (1997). Lifetime differences: The High/Scope Preschoo
model comparison Study through age 30. Ypsilanti, MI:High/Scope Press.

Schweinhart, L. J., Montie, J., Xiang, Z., Barnett, W, S., Belfield, C, R., & Nores, M. (2005).
Lifetime effect: The High/Scope Perry Preschoo; Study through age 40. Ypsilanti,
MI:High/Scope Press.

JURNAL MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN SAINS BAGI GURU-GURU


PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI HIMPAUDI CAKUNG JAKARTA TIMUR,
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaskat/article/view/5425

JURNAL PEMBELAJARAN SAINS PADA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI,


diakses pada tanggal 04 April 2022 pada, https://jurnalteknodik.kemendikbud.go.id

Anda mungkin juga menyukai