Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas terstruktur

Mata kuliah : Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Dosen pengampu : Anggitiyas Sekarinasih, M. Pd.

Disusun oleh :

1. Adib Aulia Rahman 224110403001


2. Lutfah Nur Azizah 224110403023
3. Maulidia Nur Afifah 224110403025
4. Najwa Zuratul Azkia 224110403030
5. Niko Mimbar 224110403033

PRORAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H .SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan
Anak Dengan Kebutuhan Khusus” untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan Peserta Didik.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Anggitiyas Sekrinasih, M. Pd. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Kami juga berterima kasih
kepada orang tua dan teman-teman yang sudah mendukung kami dalam menyelesaikan tugas
ini.

Karena pembuatan makalah ini terbilang singkat, maka kami menyadari banyaknya
kekeliruan dalam makalah ini. Untuk itu, kami mohon kritik serta saran dari pembaca agar
menjadi masukan bagi pembuatan makalah selanjutnya. Terima kasih.

Purwokerto, 21 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ........................... i

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang..................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 6

C. Tujuan .................................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 7

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ............................................................................ 7

B. Jenis/ Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ................................................................. 7

C. Cara Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus ................................................................... 19

PENUTUP ..................................................................................................................................... 21

Kesimpulan................................................................................................................................ 21

Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 22

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah hak dasar setiap individu, tanpa memandang kondisi atau keadaan
tertentu. Pendidikan inklusif adalah konsep pendidikan yang mendorong kehadiran semua
peserta didik, termasuk anak dengan kebutuhan khusus, di dalam lingkungan pendidikan
formal. Anak-anak dengan kebutuhan khusus mencakup berbagai kondisi, seperti cacat fisik,
gangguan perkembangan, hingga kebutuhan pendidikan khusus lainnya.

Makalah ini akan membahas Psikologi Perkembangan Peserta Didik pada anak
dengan kebutuhan khusus. Penting untuk memahami bahwa setiap anak memiliki potensi
yang unik, dan pendekatan inklusif dalam pendidikan bertujuan untuk memaksimalkan
potensi tersebut. Psikologi perkembangan menjadi landasan penting dalam merancang
strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan individual anak dengan kebutuhan
khusus.

Konteks Pendidikan Inklusif:

1. Pentingnya Pendidikan Inklusif:


Di era sekarang, pendidikan inklusif diakui sebagai landasan penting untuk
menghasilkan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan. Ini bukan hanya tentang
memberikan akses fisik ke sekolah, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan
belajar yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan setiap individu.
2. Kebutuhan Khusus dan Keragaman:
Setiap anak memiliki karakteristik dan kebutuhan khususnya sendiri. Oleh karena itu,
penting untuk memahami dinamika psikologis perkembangan peserta didik dengan
kebutuhan khusus, baik dari segi kognitif, emosional, maupun sosial.

Tantangan dan Peluang:

1. Tantangan Psikologis:
Anak-anak dengan kebutuhan khusus seringkali menghadapi tantangan psikologis
yang kompleks. Hal ini dapat melibatkan perasaan kurang percaya diri, kesulitan
dalam interaksi sosial, atau kecemasan terkait dengan tantangan belajar yang
dihadapi.
2. Peluang Pertumbuhan:

4
Meskipun ada tantangan, pendidikan inklusif juga menciptakan peluang pertumbuhan
yang signifikan. Lingkungan yang mendukung dapat memberikan pengalaman positif,
meningkatkan kemandirian, dan memperkuat keterampilan sosial anak dengan
kebutuhan khusus.

Riset dan Pemahaman Mendalam:

1. Psikologi Perkembangan Sebagai Landasan:


Memahami psikologi perkembangan peserta didik dengan kebutuhan khusus adalah
langkah awal untuk merancang pendekatan pembelajaran yang efektif. Riset dan
pemahaman mendalam tentang tahapan perkembangan, kebutuhan spesifik, dan
strategi intervensi penting untuk memastikan setiap anak dapat mengakses pendidikan
secara optimal.
2. Implementasi Prinsip-Prinsip Inklusif:
Pendidikan inklusif bukan hanya tentang "mendatangkan" anak-anak dengan
kebutuhan khusus ke dalam kelas reguler, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan
yang responsif terhadap keberagaman ini. Prinsip-prinsip psikologi perkembangan
membantu merancang program dan metode pembelajaran yang sesuai.

Pentingnya Kesadaran Masyarakat:

1. Perubahan Paradigma:
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif harus terus
berkembang. Penerimaan terhadap perbedaan dan pengetahuan tentang bagaimana
mendukung anak dengan kebutuhan khusus di dalam lingkungan pendidikan adalah
kunci keberhasilan pendekatan ini.
2. Dampak Positif pada Seluruh Masyarakat:
Pendidikan inklusif tidak hanya memberikan manfaat kepada anak dengan kebutuhan
khusus tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berempati. Ini
membentuk nilai-nilai sosial dan moral yang krusial untuk pembentukan masyarakat
yang adil dan berkelanjutan.

Makalah ini akan membahas dengan lebih mendalam psikologi perkembangan pada anak
dengan kebutuhan khusus, strategi pendekatan inklusif, serta tantangan dan peluang yang
dihadapi dalam konteks pendidikan inklusif. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang
psikologi perkembangan, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan semua peserta didik.

5
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian anak berkebutuhan khusus?


2. Apa saja jenis/ klasifikasi anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana cara mendidik anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian anak berkebutuhan khusus


2. Mengetahui jenis/ klasifikasi anak berkebutuhan khusus
3. Mengetahui cara mendidik anak berkebutuhan khusus

6
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus menjadi fenomena yang menarik perhatian untuk


dipelajari dalam dua dekade terakhir ini hampir di seluruh negara di dunia. Namun demikian,
perhatian yang besar tentang anak berkebutuhan khusus melahirkan beragam sebutan atau
istilah yang seringkali membingungkan jika tidak dipahami dengan tepat. Beberapa istilah
yang sering digunakan dan disamaartikan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus
misalnya: ketuna-an/ cacat, anak dengan hambatan perkembangan, gangguan/ abnormal,
psikopatologi, disabilitas, hingga istilah baru yang kemudian disepakati untuk memberikan
kesan tidak diskriminatif dan positif adalah istilah difabel yang merupakan akronim dari
Different Abled People.1
Anak berkebutuhan khusus adalah kondisi yang membuat individu berbeda dengan
individu yang lain dalam kemampuan/ keberfungsiannya baik secara fisik maupun mental.
Pada pembicaraan dan pembahasan berikutnya kita akan menggunakan istilah anak
berkebutuhan khusus secara konsisten untuk merujuk kondisi individu yang berbeda dengan
individu yang lain dalam kemampuan/ keberfungsiannya baik secara fisik maupun mental,
karena dalam buku ini kita juga akan memperbincangkan bentuk pelayanan (intervensi) yang
bisa diberikan pada individu-individu tersebut salah satunya dalam seting pendidikan. 2

B. Jenis/ Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Gangguan Pengelihatan (Tunanetra)


a. Pengertian
Ciri utama dari anak yang mengalami gangguan penglihatan/tunanetra yaitu
adanya penglihatan yang tidak normal seperti manusia pada umunnya. Bentuk-
bentuk ketidaknormalan gangguan tersebut, antara lain: 1.) Penglihatan samar-
samar untuk jarak dekat atau jauh. Hal ini banyak dijumpai pada kasus myopia,
hyperopia, atau astigmatismus. Semua ini masih dapat diatasi dengan
menggunakan kacamata maupun lensa kontak. 2.) Medan penglihatan yang
terbatas. Misalnya: hanya jelas melihat tepi/perifer atau sentral. Dapat terjadi
pada satu ataupun kedua bola mata. 3.) Tidak mampu membedakan warna. 4.)

1
Ika Febrian Kristiana dkk , Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Semarang: UNDIP Press: 2016), hal. 7
2
Ibid, hal 19

7
Adaptasi terhadap terang dan gelap terhambat. Hal ini banyak dijumpai pada
proses penuaan. 5.) Sangat peka atau sensitif terhadap cahaya atau ruang terang
atau photophobic. Biasanya hal ini banyak dijumpai pada orang albino, mereka
kurang nyaman berada dalam ruangan yang terang. 3
b. Penyebab
Terdapat berbagai penyebab dan jenis kerusakan penglihatan yang bisa terjadi
sejak masa pre-natal, sebelum anak dilahirkan, pada proses kelahiran maupun
pasca-kelahiran. Kerusakan penglihatan sejak lahir disebut congenital blindness,
yang dapat disebabkan oleh: keturunan, infeksi (missal: campak Jerman), yang
bisa ditularkan oleh ibu saat janin masih dalam proses pembentukan di saat
kehamilan.4
c. Karakteristik fisik motorik
Tanpa penglihatan, perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat.
Sebelum melakukan gerakan yang sesuai dengan lingkungannya, ia harus
mengetahui terlebih dahulu bagian tubuhnya, mengetahui arah, posisi dalam
ruang dan ketrampilan seperti duduk, berdiri, atau berjalan. Dengan adanya
kerusakan pada indera penglihatannya, maka anak tunanetra yang baru masuk
sekolah memiliki kemampuan orientasi yang buruk, body awareness (kesadaran
tubuh) yang tidak sesuai dan tidak tepat dalam mengkoordinasikannya, serta
kurang mampu memperkirakan cara bergerak dengan tepat pada situasi baru. Hal
ini akan berpengaruh terhadap orientasi arah atau kemampuan mobilitas, yakni
kemampuan untuk merasakan hubungan seseorang dengan orang lain, suatu
objek, orientasi dan bergerak dalam suatu lingkungan. Beberapa cara yang
digunakan pada orang-orang tunanetra agar dapat lebih baik dalam mobilisasi
yakni dengan menggunakan cara cognitive mapping yang disukai, misal
seseorang bisa bergerak dari A menuju C tapi harus melalui B dulu. 5
d. Karakteristik kognitif
Jika seseorang mengalami kerusakan pada penglihatannya, maka ia
mengalami banyak keterbatasan. Perbedaan yang ada di antara mereka yang
dapat melihat dan yang tidak dapat melihat adalah dalam hal pengalaman-
pengalaman taktik dan visual. Pada anak tunanetra biasanya lebih bergantung

3
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Psikosain: 2016), hal. 82.
4
Ibid
5
Ibid

8
pada informasi taktil dan auditif untuk belajar tentang dunia dibandingkan anak
normal. Hal-hal yang menghambat dapat teratasi melalui kemampuan
pendengaran (auditoris) dan perabaan (taktil). Contohnya dalam melatih anak
tunanetra untuk menggunakan strategi seperti membandingkan perbedaan
panjang ke ukuran tubuh atau perbedaan bunyi bila diketukkan ke meja, maka
dengan begitu perkembangan taktil atau perabaannya akan semakin baik. Hal ini
juga tidak terlepas dari dukungan orangtua atau guru agar menggunakan instruksi
yang jelas dan secara berulang mengenai suatu konsep terhadap anak. Dalam hal
inteligensi, anak tunanetra memiliki tingkat kecerdasan yang umumnya berada
pada taraf di bawah rata-rata, hal ini nampak pada keterbatasan respon yang
diberikan oleh anak, sesuai dengan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang terbatas pula. Tes untuk mengukur inteligensi anak tunanetra sukar
diterapkan terutama tidak terukurnya tes performance sehingga hanya melalui tes
verbal.6
e. Karakteristik sosial emosi
Sikap orang tua, kelompok teman sebaya dan guru memegang peranan penting
dalam menentukan gambaran diri anak tunanetra. Dalam kontak sosial dengan
teman sebaya dibutuhkan usaha yang maksimal mengingat komunikasi non-
verbal tidak dapat berfungsi secara efektif. Agar dapat berfungsi secara baik
dalam kegiatan belajar maka diperlukan adanya asisten khusus untuk
mendampingi guru yang mengajar di kelas. Halangan yang dapat terjadi pada
siswa tunanetra untuk menyesuaikan diri adalah perilaku stereotipik; gerakan
yang sama dan diulang-ulang seperti menggoyang-goyangkan tubuh, menggaruk
mata, gerakan jari atau tangan yang diulang-ulang yang sering disebut dengan
Blindism. 7
2. Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
a. Pengertian
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami gangguan atau
ketidakmampuan dalam hal pendengaran, mulai dari tingkatan yang ringan
sampai yang berat sekali yang diklasifikasikan ke dalam tuli (deaf) dan kurang
dengar (Hard of hearing). Orang yang tuli adalah orang yang mengalami
sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan memakai

6
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Psikosain: 2016), hal. 83
7
Ibid

9
maupun tidak memakai alat bantu dengar. Hallahan & Kauffman (2006),
mengemukakan bahwa orang yang tuli (a deaf person) adalah orang yang
mengalami ketidakmampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan dalam
memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). kehilangan pendengaran (lebih
dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa
melalui pendengarannya.8
b. Penyebab
Penyebab terbesar menurut Graham (2004), 75% tunarungu disebabkan oleh
abnormalitas genetik, bisa dominan atau resesif. Beberapa kondisi genetik
menyebabkan kondisi ketunarunguan sebagai abnormalitas primer; dan sekitar
30% kasus tunarungu adalah bagian dari abnormalitas fisik dan menjadi sebuah
sindrom, seperti Waardenburg syndrome atau Usher syndrome. Penyebab lain
dari tunarungu adalah infeksi seperti cytomegalovirus (CMV), toxoplasma, dan
syphilis. Selain itu, lahir prematur juga menjadi penyebab signifikan tunarungu
dan sering dihubungkan dengan kelainan fisik lain, masalah kesehatan, dan
kesulitan belajar. 9
c. Karakteristik Anak Tunarungu
Anak dengan kehilangan pendengaran atau tunarungu memiliki kemampuan
intelektual yang normal,
namun memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Keterlambatan dalam perkembangan bahasa karena kurangnya exposure
(paparan) terhadap bahasa lisan, khususnya apabila gangguan dialami saat
lahir atau terjadi pada awal kahidupan.
2) Mahir dalam bahasa sandi, seperti bahasa isyarat atau pengejaan dengan
jari.
3) Memiliki kemampuan untuk membaca gerak bibir.
4) Bahasa lisan tidak berkembang dengan baik; kualitas bicara agak
monoton atau kaku.
5) Pengetahuan terbatas karena kurangnya exposure terhadap bahasa lisan.

8
Ika Febrian Kristiana dkk , Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Semarang: UNDIP Press: 2016), hal. 26
9
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Psikosain: 2016), hal. 89

10
6) Mengalami isolasi sosial, keterampilan sosial yang terbatas, dan
kurangnya kemampuan mempertimbangkan perspektif orang lain karena
kemampuan komunikasi terbatas.10
3. Ganguan Intelektual
a. Pegertian
Adalah anak dengan intelegensi rendah atau anak tunagrahita adalah istilah
yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual
di bawah rata-rata. Kemampuan intelektual di bawah rata-rata itu adalah skor IQ
70 hingga 75 atau lebih rendah berdasarkan tes standar inteligensi
individual.Defisit perilaku adaptif adalah keterbatasan dalam dua bidang
keterampilan adaptif atau lebih, yang mencakup bidang-bidang : komunikasi,
merawat diri, mengurus rumah, keterampilan sosial, kehidupan kemasyarakatan,
mengarahkan diri (self direction), kesehatan dan keselamatan, keterampilan
akademik, penggunaan waktu senggang dan kerja. 11
b. Penyebab
Mangunsong (2009) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor penyebab ID,
yaitu:
1) Faktor internal, mencakup:
 Maternal malnutrition atau malnutrisi pada ibu. Hal ini disebabkan
selama kehamilan, ibu tidak memperhatikan pola makan yang sehat.
 Keracunan atau konsumsi zat-zat berbahaya, antara lain kokain,
tembakau, dan alcohol saat ibu hamil, sehingga mengakibatkan
terjadinya kerusakan pada plasma inti janin.
 Kerusakan pada otak saat bayi lahir, dikarenakan oleh penggunaan alat
bantu dan lahir prematur.
 Panas yang terlalu tinggi akibat penyakit infeksi, typhus, cacar.
 Infeksi pada ibu, misalnya rubella.
 Gangguan pada otak, misalnya tumor otak, anoxia (deprivasi oksigen),
infeksi pada otak, hydrocephalus atau microcephalus.
 Gangguan fisiologis, seperti down syndrome, cretinism.
2) Faktor eksternal, mencakup:

10
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Psikosain: 2016), hal. 89
11
Suharsiwi, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: CV Prima Print: 2017), hal. 61

11
 Radiasi, misalnya sinar X atau nuklir.
 Pengaruh lingkungan dan kebudayaan, misalnya anak yang dibesarkan di
lingkungan yang buruk, kasus-kasus abusive, penolakan, atau kurang
stimulasi yang ekstrim dapat berakibat pada ID. 12
c. Karakteristik Anak Tunagrahita
1) Anak tunagrahita ketinggalan oleh anak normal dalam perkembangan
bahasanya, meskipun cara perolehannya sama.
2) Anak tunagrahita menunjukkan defisiensi tertentu dalam penggunaan
konstruksi gramatik tertentu dalam berbahasa.
3) Anak tunagrahita cenderung kurang menggunakan komunikasi verbal,
strategi penghafalan, serta proses-proses kontrol lainnya yang
memudahkan belajar dan mengingat.
4) Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam tugas-tugas belajar dan
hafalan yang melibatkan konsep-konsep abstrak dan kompleks, tetapi
relatif kurang mengalami kesulitan dalam belajar asosiasi hafalan
sederhana.
5) Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda
usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu
memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka
harus selalu dibimbing dan diawasi.
6) Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan
reaksi pada situasi yang baru dikenalnya.13
4. Gangguan Ganda
a. Pengertian
Anak tunaganda dan tuna majemuk merupakan anak yang menderita dua atau
lebih kelainan dalam segi jasmani, keindraan, mental, sosial, dan emosi, sehingga
untuk mencapai perkembangan kemampuan yang optimal diperlukan pelayanan
khusus dalam pendidikan, medis, dan psikologis. Anak tunaganda dan tuna
majemuk membutuhkan dukungan besar pada lebih dari satu aktivitas hidup yang
utama, seperti mobilitas, komunikasi, pengurusan diri, tinggal mandiri, bekerja,
dan pemenuhan diri (Hallahan &Kauffman, 2006). 14

12
Ika Febrian Kristiana dkk , Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Semarang: UNDIP Press: 2016), hal. 33
13
Suharsiwi, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: CV Prima Print: 2017), hal. 69
14
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Psikosain: 2016), hal. 109

12
b. Penyebab
Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada
saat sebelum kelainan, saat kelahiran, dan atau setelah kelahiran.
1) Faktor Prenatal :
 Ketidaknormalan kromosom
 Komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan
 Ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu
 kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung
 serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan alkohol
2) Faktor Natal :
 Kelahiran prematur kekurangan oksigen pada saat kelahiran
 luka pada otak saat kelahiran
3) Faktor natal :
 Kepala mengalami kecelakaan kendaraan
 jatuh dan mendapat pukulan atau siksaan
4) Nutrisi yang salah :
Anak tidak dirawat dengan baik, keracunan makanan atau penyakit
tertentu yang sama, sehingga dapat berpengaruh terhadap otak
(meningitis atau encephalities).
c. Karakteristik Tunaganda
1) Ciri-ciri Jasmaniah, antara lain:
 Gangguan refleks
 Gangguan perasaan kulit
 Gangguan sensoris
 Gangguan pengaturan sikap dan gerak (motorik)
 Gangguan sistem metabolism dan sistem endokrin.
 Gangguan fungsi gastrointestinal
 Gangguan fungsi sirkulasi udara
 Gangguan fungsi pernapasan
 Gangguan pembentukan ekresi urine
2) Ciri-ciri Rohaniah/Mental/Intelektual
 Kecerdasan atau intelektual anak tunaganda dan majemuk sangat
bervariasi, hal ini sesuai dengan tingkat kelainan yang di derita

13
anak yang begitu kompleks dibandingkan anak cacat pada
umumnya.
 Mereka seringkali mengalami gangguan dalam kemampuan
intelektual, kehidupan emosi dan sosialnya, seperti: emotional
disorder, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, toleransi
terhadap kekecewaan rendah, berpusat pada diri sendiri, depresi,
dan cemas. Dengan demikian membawa beban psikologis yang
berat pada penderita tunaganda dan majemuk.
3) Ciri-ciri Sosial
Adapun ciri-ciri sosial anak tunaganda dan majemuk, antara lain:
 Hambatan fisik dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
 Rasa rendah diri
 Isolatif
 Kurang percaya diri
 Hambatan dalam ketrampilan kerja
 Hambatan dalam melaksanakan kegiatan sosial.15
5. Lambat belajar (Slow learner)
a. Pengertian
Dalam Supena dkk (2012), anak lambat belajar (slow learner) adalah
anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal, tetapi belum
termasuk tunagrahita. Biasanya memiliki IQ sekitar 70-90. Sedangkan
menurut Burton dalam Sudrajat (2008), menyatakan bahwa slow learner
adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki
taraf intelektual yang relatif sama.
Jadi, slow learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang
rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di
pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering mengulang. Kecerdasan mereka
memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu,
hanya saja mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang
diminta di kelas reguler. Keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-
anak seperti ini mengisi 14,1% populasi.

15
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Psikosain: 2016), hal. 111

14
b. Penyebab
1) Faktor Internal/Genetik/Hereditas
Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survey pustaka
dunia tentang persamaan intelegensi dalam keluarga (Atkinson, dkk,
1983), terdapat korelasi antar IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi
proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi
korelasi rata-rata IQ mereka.
2) Faktor Eksternal/Lingkungan
Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat
dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu
rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan
menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk,
1983).
3) Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI
setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana
anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Nutrisi
penting sekali bagi perkembangan otak anak.
c. Karakteristik:
1) Karakteristik fisik motorik
Slow Learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam
penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar
situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang
memadai, dan memiliki akal sehat. Yang perlu diluruskan adalah
walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak
memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan
yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka.
2) Karakteristik kognitif
Beberapa ciri kognitif diantaranya adalah sebagai berikut:
 Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
 Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki
banyak langkah.

15
 Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan
organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan
informasi.
 Nilai-nilai yang biasanya kurang bagus dalam tes prestasi belajar.
 Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat dalam
mengingat.
d. Karakteristik sosial emosi
Anak-anak slow-learner biasanya memiliki self-image yang buruk.
Salah satu penyebabnya adalah prestasi belajar mereka yang rendah. Mereka
cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal, karena
keterbatasannya yang tidak memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan
yang panjang.
Mereka biasanya mengalami hambatan dalam merespon rangsangan
adaptasi sosial. Anak-anak seperti ini biasanya membutuhkan waktu belajar
yang lebih lama dibandingkan dengan anak lain, perlu diperbanyak latihan
daripada hapalan dan pemahaman, menuntut digunakannya media
pembelajaran yang variatif, perlu diperbanyak kegiatan remedial, dan sebagai
konsekuensinya perlu ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat
dalam memberikan penjelasan.
6. Autism
a. Pengertian
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan
ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku
terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Gejala autis muncul sebelum 3
tahun pertama kelahiran sang anak. Autisme merupakan salah satu dari tiga
gangguan Autism spectrum disorder. Dua di antaranya adalah sindrom
Asperger dan PDD-NOS (pervasive developmental disorder, not otherwise
specified).
b. Penyebab
Menurut Centre of Disease Control (CDC), tidak ada yang tahu apa
yang menyebabkan anak-anak menjadi autis. Para ilmuwan berpikir bahwa
ada hubungan genetika dan lingkungan. Mengetahui penyebab pasti dari
autisme sangat sulit karena otak manusia sangat rumit. Dalam otak anak-anak

16
autisme, beberapa sel-sel dan koneksi tidak berkembang secara normal atau
tidak terorganisir seperti seharusnya. Para ilmuwan masih mencoba untuk
memahami bagaimana dan mengapa hal ini terjadi. Anak-anak dengan autisme
mungkin memiliki masalah dengan komunikasi, keterampilan sosial, dan
bereaksi terhadap dunia di sekitar mereka. Tidak semua perilaku tersebut
terdapat di setiap anak.
7. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Pengertian
ADHD merupakan kondisi dimana seseorang mempunyai kesulitan dalam
memusatkan perhatian, mengontrol perilaku, dan hiperaktivitas. Pemunculan
kondisi tersebut karena adanya gangguan erurologis dan hal ini ditunjukan oleh
anak-anak pada usia 6 bulan hingga usia di bawah 7 tahun.
b. Penyebab:
1) Abnormalitas area otak
Penelitian menemukan adanya ketidaknormalan yang konsisten pada tiga area
otak orang-orang yang mengalami ADHD, yaitu :lobus prefrontal, lobus
frontal, dan basal ganglia. Ketiga bagian ini bertanggung jawab atas fungsi
eksekutif otak dan mengatur tingkah laku, koordinasi dan control tingkah laku
motorik.
2) Kelainan Neurotransmitter
Neurotransmitter adalah zat kimia yang membantu pengiriman pesan, jumlah
atau tingkat transmitter dopamine dan nonpinerphrine pada anak ADHD tidak
normal.
3) Faktor herediter atau keturunan
Anak-anak dari orang tua ADHD memiliki resiko sebesar 57% untuk
mengalami ADHD juga. Anak kembar identic juga lebih beresiko mengalami
ADHD dari pada kembar tidak identik.
4) Toksin dan medis
Toksin atau racun ini akan mengganggu perkembangan janin yang terdapat
dalam rahim jika rahim terpapar racun yang dapat berasal dari alcohol atau pun
rokok.
c. Karakteristik:
1) Karakteristik Fisik Motorik

17
Anak-anak yang mengidap ADHD akan cenderung memiliki gerakan
yang lebih banyak dibanding anak yang normal, kondisi ini tergambarkan dari
bagaimana mereka tidak nyaman untuk selalu duduk dan ingin terus bergerak.
Jika kita cermati, akan dapat kita simpulkan bahwa dibalik kebutuhan gerak
yang besar dari pengidap ADHD, mereka memiliki energy yang besar pula
untuk mendukung kebutuhannya tersebut.
2) Karakteristik Kognitif
Hal yang menjadi permasalahan bagi penderita ADHD adalah tidak
terpusatnya perhatian tentang apa yang sedang dikerjakan atau yang
seharusnya ia beri perhatian lebih. Namun, terdapat sisi positifnya, yaitu bahwa
anak ADHD memiliki kecepatan dalam berpikir. Proses informasi dalam otak
anak-anak ADHD sangat cepat. Mereka juga dapat hiperfokus pada hal-hal
yang disenanginya.
3) Karakteristik Sosial Emosi
Ketidakmampuan anak ADHD dalam menahan tingkah laku membawa
mereka kepada masalah pergaulan dengan teman-teman sebaya.Terdapat
penolakan yang tinggi terhadap respon dari ketidakmampuan anak ADHD
dalam berperilaku yang sepatutnya dalam pergaulan sehari-hari.
8. Cerdas atau bakat istimewa
a. Pengertian
Anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang
professional bahwa mereka memiliki kemampuan menonjol dan dapat
memberikan prestasi yang tinggi. Mereka membutuhkan program pendidikan
yang berdeferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa
agar dapat merealisasikan sumbangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap
masyarakat.
b. Penyebab
Faktor genetic merupakan salah satu factor penting yang dapat membangun
bakat seorang anak, namun yang tidak kalah penting adalah faktor biologic yang
akan sangat membantu seorang anak dalam mengembangkan bakat yang ada
melalui pemenuhan kebutuhan biologis anak tersebut dan akan berpengaruh pada
tingkat intelegensi anak.Faktor lingkungan yang sangat mendukung
perkembangan bakat seorang anak, jika lingkungan tempat anak menjalankan
kehidupan dan bertumbuh besar itu adalah lingkungan yang positif, maka
18
kemungkinan besar anak itu akan berkembang dengan semestinya karena ia sudah
nyaman dan tidak mengganggu pengembangan bakatnya, lingkungan yang
terutama dalam menjaga dan menjamin perkembangan bakat anak adalah
lingkungan keluarga.
c. Karakteristik:
1) Karakteristik Fisik Motorik
Menurut studi dari Terman menunjukan bahwa orang-orang yang
memiliki IQ tinggi mempunyai ciri-ciri fisik berperawakan tinggi, berat, daya
tarik dan kesehatan.
2) Karakteristik Kognitif
Anak-anak berbakat biasanya dapat membaca dengan mudah.Mereka
juga memiliki kemampuan yang advance pada satu area seperti matematika
dan membaca, namun tidak pada kemampuan lainnya seperti seni. Anak
berbakat juga lebih menyukai permainan yang disukai orang yang lebih tua
darinya. Anak berbakat lebih menyukai permainan yang kompleks dan
mengoleksi hal-hal yang berbau pengetahuan.
3) Karakteristik Sosial Emosi
Anak-anak berbakat memiliki minat yang luas dan bervariasi serta
dapat menerima diri mereka dengan positif.Namun, sebagiamana berbakat
juga mengalami pengalaman yang traumatis seperti bullying yang
menyebabkan mereka memandang negative diri mereka sendiri.Anak berbakat
juga terlihat menunjukan sikap terlalu peka terhadap lingkungan sekitarnya
begitupun pada dirinya sendiri

C. Cara Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus

Anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan perhatian ekstra dalam


pendidikan mereka. Berbagai kebutuhan seperti autisme, gangguan perkembangan, atau
kondisi lain memerlukan pendekatan yang terfokus dan berbeda. Berikut adalah beberapa
langkah penting dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus:

1. Pemahaman yang Mendalam tentang Kebutuhan Anak


Sebelum semua hal lain, penting untuk memahami kondisi khusus yang dimiliki oleh
anak tersebut. Setiap kebutuhan khusus memiliki karakteristiknya sendiri. Dengan

19
pemahaman yang mendalam, pendekatan dalam mendidik bisa lebih terarah dan
efektif.
2. Pendekatan Individu
Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pendekatan
dalam mendidik haruslah bersifat individual. Mengenali kekuatan dan kelemahan
anak serta membangun strategi yang sesuai dengan kebutuhan mereka sangatlah
penting.
3. Keterlibatan Orang Tua dan Kerjasama dengan Guru

Kolaborasi antara orang tua, guru, dan tenaga profesional lainnya adalah kunci utama.
Orang tua adalah bagian penting dalam mendukung perkembangan anak di rumah,
sementara guru membantu mengembangkan kemampuan anak di lingkungan sekolah.
Komunikasi yang baik antara semua pihak sangatlah diperlukan.

4. Penggunaan Metode Pembelajaran yang Tepat


Teknik pembelajaran yang kreatif, interaktif, dan disesuaikan dengan kebutuhan anak
sangat diperlukan. Pendekatan visual, penggunaan teknologi, atau pendekatan
multisensorik dapat membantu anak berkebutuhan khusus dalam memahami materi
pelajaran.
5. Kesabaran, Empati, dan Dukungan
Dalam proses pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus, kesabaran dan empati
adalah kunci utama. Memberikan dukungan yang berkelanjutan dan membangun
lingkungan yang inklusif akan mempercepat perkembangan mereka.

Melalui pemahaman mendalam, pendekatan yang individual, dan dukungan


yang berkelanjutan dari lingkungan sekitar, anak-anak berkebutuhan khusus dapat
berkembang sesuai potensinya. Ini bukan hanya tanggung jawab guru, tapi juga
tanggung jawab bersama seluruh komunitas pendidikan dan masyarakat.

20
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan


khusus adalah anak yang mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dengan individu pada
umumnya, tanpa selalu mempunyai kecacatan mental, emosional atau fisik. Anak
berkebutuhan khusus adalah: buta, tuli, cacat perkembangan, tuna gerak, tunarungu,
kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak sehat. Karena sifat dan kendala
yang dimilikinya, ABK memerlukan layanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensinya, misalnya teks bacaan bagi tunanetra harus diubah ke huruf
Braille, dan bagi penyandang tunarungu harus berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) sesuai dengan
kebutuhan khusus yang dimilikinya. SLB Bagian A untuk Tunanetra, SLB Bagian B untuk
Tuna Rungu, SLB Bagian C untuk Tunarungu, SLB Bagian D untuk Tunanetra, SLB Bagian
E untuk Tunarungu, dan SLB Bagian G untuk Tunarungu. Cacat.

Cara yang tepat untuk mendidik anak berkebutuhan khusus diantaranya dengan
melakukan riset terlebih dahulu tentang kebutuhan anak tersebut, melakukan pendekatan
individu, bekerjasama antara orangtua dan guru, memilih metode pembelajaran yang sesuai,
dan pendidik harus memiliki kesabaran, empati, dan memberikan dukungan penuh kepada
anak tersebut.

21
Daftar Pustaka

Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain.

MM. Shinta Pratiwi. (2011). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang: Semarang University
Press.

Suharsiwi. (2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: CV Prima Print.

Widayanti, I. F. (2016). Buku Ajar Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang: UNDIP Press
Semarang.

Widorini, Endang dkk. (2014). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang : Universitas Katolik
Soegijapranata.

22

Anda mungkin juga menyukai