Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MODUL 6
TUGAS KELOMPOK 4
PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PDGK4407

TUTOR
RIO DINI,S.Pd, M.Pd

DI SUSUN OLEH :
1. REDHO TRI SAPUTRA NIM 856834708
2. SHATRIYANI NIM 856834374
3. INDAH SAFITRI NIM 856834191
4. RAHMAMI PUSPITA SARI NIM 856833641

UPBJJ BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya yang telah melimpahkan keberkahan dalam proses penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Pengantar Anak
Berkebutuhan Khusus (PDGK 4407), yang membahas tentang pendidikan khusus anak
tunagrahita.

Dalam dunia pendidikan, setiap anak memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi agar
mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak tunagrahita merupakan salah
satu kelompok anak berkebutuhan khusus yang memerlukan perhatian khusus dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan yang mendalam tentang
pendidikan khusus anak tunagrahita menjadi sangat penting bagi para pendidik dan tenaga
kependidikan.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai


pendidikan khusus anak tunagrahita. Kami berupaya menguraikan berbagai aspek yang
terkait dengan tahap perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir matematis, identitas diri,
moral, prososial, serta strategi pembelajaran yang efektif dalam pendidikan anak tunagrahita.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Kami
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (PDGK 4407) yang telah memberikan
bimbingan, pengetahuan, serta inspirasi dalam proses pembelajaran.

Tak lupa juga, kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekelas yang telah
memberikan kontribusi dan diskusi yang berharga dalam memperkaya pemahaman kami
mengenai pendidikan khusus anak tunagrahita.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan pengembangan
ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pemahaman yang lebih
dalam tentang pendidikan khusus anak tunagrahita. Kami berharap agar upaya pemberdayaan
anak tunagrahita dapat terus ditingkatkan demi tercapainya pendidikan inklusif yang merata
bagi semua anak.

Bengkulu, Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Metode Penulisan

BAB II: PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA

2.1 Pengertian Anak Tunagrahita

2.2 Karakteristik Anak Tunagrahita

2.3 Penyebab dan Jenis-jenis Tunagrahita

2.4 Pentingnya Pendidikan Khusus untuk Anak Tunagrahita

BAB III: TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR


MATEMATIS PADA ANAK TUNAGRAHITA

3.1 Tahap Perkembangan Bahasa pada Anak Tunagrahita

3.2 Tahap Perkembangan Kemampuan Berpikir Matematis pada Anak Tunagrahita

3.3 Strategi Peningkatan Kemampuan Bahasa dan Berpikir Matematis pada Anak
Tunagrahita

BAB IV: PERKEMBANGAN EMOSI, TEMPERAMEN, DAN KETERIKATAN


(ATTACHMENT) PADA ANAK TUNAGRAHITA

4.1 Perkembangan Emosi pada Anak Tunagrahita

4.2 Perkembangan Temperamen pada Anak Tunagrahita

4.3 Keterikatan (Attachment) pada Anak Tunagrahita

4.4 Strategi Peningkatan Kemampuan Emosi, Temperamen, dan Keterikatan pada Anak
Tunagrahita

BAB V: PERKEMBANGAN IDENTITAS DIRI, MORAL, DAN PROSOSIAL PADA


ANAK TUNAGRAHITA
5.1 Perkembangan Identitas Diri pada Anak Tunagrahita

5.2 Perkembangan Moral pada Anak Tunagrahita

5.3 Perkembangan Prososial pada Anak Tunagrahita

5.4 Strategi Peningkatan Kemampuan Identitas Diri, Moral, dan Prososial pada Anak
Tunagrahita

BAB VI: STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN KHUSUS ANAK


TUNAGRAHITA

6.1 Pendekatan Pembelajaran yang Efektif untuk Anak Tunagrahita

6.2 Strategi Peningkatan Kemampuan Kognitif pada Anak Tunagrahita

6.3 Strategi Peningkatan Kemampuan Komunikasi pada Anak Tunagrahita

6.4 Strategi Peningkatan Kemampuan Sosial dan Emosional pada Anak Tunagrahita

6.5 Strategi Peningkatan Kemampuan Hidup Mandiri pada Anak Tunagrahita

6.6 Implementasi Strategi Pembelajaran dalam Konteks Kelas Anak Tunagrahita

6.7 Studi Kasus: Implementasi Strategi Pembelajaran pada Anak Tunagrahita

6.8 Tantangan dalam Menerapkan Strategi Pembelajaran untuk Anak Tunagrahita

BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan dan Saran

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita merupakan salah satu bidang pendidikan
khusus yang penting dalam upaya menyediakan layanan pendidikan yang inklusif
bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Anak tunagrahita memiliki
keterbatasan dalam perkembangan kognitifnya yang mempengaruhi kemampuan
mereka dalam memahami, berpikir, dan belajar. Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan pendidikan yang khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka.
II. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang
Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita, termasuk definisi, karakteristik, dan
pentingnya pendidikan khusus bagi anak-anak tunagrahita. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menjelaskan tahap perkembangan bahasa dan kemampuan
berpikir matematis pada anak tunagrahita serta strategi pembelajaran yang efektif
untuk meningkatkan kemampuan mereka.
III. Ruang Lingkup
Makalah ini akan membahas beberapa aspek penting dalam Pendidikan Khusus
Anak Tunagrahita. Ruang lingkup pembahasan meliputi definisi anak tunagrahita,
karakteristik khusus yang dimiliki anak tunagrahita, serta pentingnya pendidikan
khusus bagi mereka. Selain itu, makalah ini juga akan membahas tahap
perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir matematis pada anak tunagrahita,
serta strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pendidikan mereka.
IV. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini didasarkan pada studi kepustakaan yang melibatkan
penelusuran literatur dan referensi terkait Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita.
Informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut akan disusun secara
sistematis dan terstruktur sesuai dengan bab dan subbab yang relevan. Selain itu,
makalah ini juga akan mencantumkan contoh-contoh kasus atau studi yang
menggambarkan penerapan konsep dalam pendidikan anak tunagrahita.
V. Sistematika Penulisan
Makalah ini akan disusun dalam beberapa bab dan subbab yang terstruktur agar
pembahasan dapat dipahami dengan baik. Sistematika penulisan yang diusulkan
adalah sebagai berikut:
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI TUNAGRAHITA
            Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:
1.      Mental retardation (Amerika Serikat), Mental subnormality (Inggris), Intelectual
handicapped (New Zealand) dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
keterbelakangan mental.
2.      Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
3.      Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang
menyeranng organ tubuh.
4.      Mentally handicapped, yang artinya cacat mental
5.      Intelectual disable, istilah yang digunakan oleh PBB
6.      Development mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih menitik
beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di masyarakat.

Perkembangan istilah tunagrahita sendiri di Indonesia sebagai berikut:


1.      Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967.
2.      Terbelakangan mental, digunakan sejak tahun 1967-1983.
3.      Tunagrahita, digunakan sejak 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya PP
No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Sedangkan definisi untuk tunagrahita sendiri dirumuskan oleh Grossmann (1983)


yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) yang bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi
intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal)
bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung
(termanifestasi) pada masa perkembangannya.  AFMR menjelaskan bahwa seseorang yang
dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas
di bawah rata-rata, adanya ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan
tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Kategori penyandang tunagrahita harus memiliki ketiga ciri-ciri dibawah ini:
1.      Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata
2.      Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif)
3.      Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan

Pada tahun 1992, AAMR memperbarui definisi tunagrahita dan lebih menitik
beratkan pada kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif) ketimbang pada
kecacatannya. Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan komunikasi, kemampuan
sosial, kemampuan kerja, serta kemampuan tata laksana pribadi.

B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA


Klasifikasi yang digunakan AAMR sebagai berikut:
1.      Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
2.      Mederate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
3.      Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
4.      Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 sangat berat)

Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya, yaitu:
1.      Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2.      Limited needs, sering membutuhkan bantuan.
3.      Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4.      Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.

Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72


tahun 1991 adalah sebagai berikut:
1.      Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
2.      Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
3.      Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.

Ada pula pengelompokkan berdasarkan kelainan jasmani/ Tipe Klinis, diantaranya:


1.      Down Syndrome (Mongoloid), cirinya memiliki raut muka yang menyerupai orang mongol
dengan mata sipit dan miring, lidah tebal dan suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar,
susunan gigi kurang baik.
2.      Kretil (Cebol), cirinya badan gemuk dan pendek, kaki-tangan pendek dan bengkok, kulit
kering tebal dan keriput, lidah dan bibir tebal, kelopak mata kecil, telapak tangan dan kaki
tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3.      Hydrocephalus, cirinya kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak
sempurna, mata kadang-kadang juling.
4.      Microcephalus, cirinya ukuran kepala yang kecil.
5.      Macrocephalus, cirinya ukuran kepala lebih besar dari orang normal.

C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN


1.      Penyebab Ketunagrahitaan
Pemahaman penyebab ketunagrahitaan diharapkan adapat berguna dan dapat
membantu para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak tersebut.
Menurut Smith (1998) penyebab terjadinya ketunagrahitaan, yaitu:
a.       Penyebab Genetik dan Kromosom
Biasa dikenal dengan Phenylketonuria, merupakan kerusakan otak yang disebabkan dari gen
orang tua yang mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses dan terjadi
penumpukan asam phenypyruvic. Down’s Syndrome disebabkan oleh adanya faktor
kromosom ekstra karena adanya kerusakan perpindahan (trysomi).
b.      Penyebab pada prakelahiran
Terjadi setelah pembuahan/ karena penyakit Rubella (campak Jerman) dan infeksi
penyakit Syphilis. Dapat juga karena ibu hamil menggunakan alkohol dan obat-obatan ilegal.
c.       Penyebab pada saat kelahiran
Kelahiran prematur dikarenakan kekurangan oksigen, trauma kepala karena kelahiran dibantu
alat kedokteran.
d.      Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja
Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak (encephalitis) mengakibatkan
kerusakan otak.

            Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat merusak otak.
Studi yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang
tingkat sosial dan ekonominya rendah karena kurangnya rangsangan intelektual
mengakibatkan anak menjadi tunagrahita.

2. Usaha pencegahan ketunagrahitaan


Berbagai alternatif upaya pencegahan yanng disarankan, antara lain berikut ini:
a.       Penyuluhan genetik
b.      Diagnostik prenatal
c.       Tes darah
d.      Melalui program keluarga berencana
e.       Tindakan operasi
f.       Sanitasi lingkungan
g.      Pemeliharaan kesehatan
h.      Pemeriksaan kesehatan selama hamil
i.        Intervensi dini
j.        Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan
KEGIATAN BELAJAR 2
DAMPAK KETUNAGRAHITAAN

A.    DAMPAK KETUNAGRAHITAAN SECARA UMUM


1.      Dampak Terhadap Kemampuan Akademik
Anak Tunagrahita memiliki kapasitas belajar yang terbatas terutama mengenai hal-hal
abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (role learning), sering melakukan
kesalahan yang sama, cenderung menghindari perhatian, cepat lupa dan sukar membuat
kreasi baru.

2.      Sosial/Emosional
Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam  menerima dan melaksanakan norma
sosial (seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat) dan pandangan masyarakat yang
mengganggap anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak
tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara, dan memimpin diri. Mereka cenderung
bergaul dengan anak yang lebih muda darinya. Meraka tidak mampu menyatakan rasa bangga
dan kagum. Kepribadiannya kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak
berpandangan luas. Namun, sebenarnya mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati
yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan yang
kondusif.

3.      Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal.
Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal.
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan
mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti: merawat
diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga
mereka tidak tampak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit.

B.     DAMPAK DITINJAU DARI KETUNAGRAHITAAN


1.      Tunagrahita ringan
Anak yang ketinagrahitanya ringan masih mampu melakukan kegiatan bina diri seperti
merawat diri, mengurus diri menolong diri dan berkomunikasi sehingga dalam hal ini mereka
tidak tergantung pada orang lain. dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal
yang bersifat abstrak. Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Guru
perlu memberikan perhatian tambahan, misalanya diberikan tambahan belajar, program
pelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuannya.

2.      Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan.
Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya
sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang tuanya.
3.      Tunagrahita berat dan sangat berat
Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk melakukan
sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan.

C.    DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN


1.      Ketunagrahitaan sejak lahir
Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang
diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam
bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibatnya mereka tidak mengeksplorasi
lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi oleh teman-teman seusianya.

2.      Ketunagrahitaan pada masa sekolah


Mereka mengalami kesulitan dalam calistung yang menyebabkan prestasi belajarnya
berkurang. Anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat
kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan koordinasi sensorik motorik,
perhatiannya mudah beralih.

3.      Ketunagrahitaan pada masa puber


Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada
di bawah usianya. Dampaknya mereka mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.
KEGIATAN BELAJAR 3
KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL PENDIDIKAN BAGI ANAK
TUNAGRAHITA

A.    KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA


1.      Kebutuhan Pendidikan
Pendidikan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki individu, yaitu sebagai berikut:
a.      Jenis mata pelajaran
Penentuan mata pelajaran lebih banyak diarahkan pada pelajaran keterampilan.
b.      Waktu belajar
Kebutuhan waktu untuk  mengulang pelajaran dan mereka membutuhkan kebutuhan contoh-
contoh yang kongkret serta alat bantu pembelajaran.
c.       Kemampuan bina diri
Kajian biina diri dibutuhkan agar anak tidak tergantung pada orang lain. Anak tunagrahita
harus diajarkan secara rutin dan terencana.
2.      Kebutuhan Sosial dan Emosi
Kebutuhan sosialisasi anak tunagrahita mengalami kesulitan karena kelainannya dan respon
lingkungan yang kurang memahami keberadaannya. Mereka mengalami kesulitan dalam
membersihkan diri, memasuki dunia remaja, mencari kerja, sementara kebutuhan seksual
mereka berkembang secara normal. Masalah tersebut akan berkembang menjadi gangguan
emosional. Untuk itu diperlukan bantuan para ahli untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya.
3.      Kebutuhan Fisik dan Kesehatan
Bagi tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan keseimbangan dan ketidakmampuan
dalam memelihara diri sehingga mereka cenderung mengalami sakit.

B.     PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA


1.      Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita perlu disesuaikan dengan tingkatan kemampuan mereka
dan dirumuskan lebih terperinci. Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak tunagrahita
adalah (a) dapat mengembangkan potensi sebaik-baniknya, (b) dapat menolong diri, berdiri
sendiri, dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan lahir batin yang layak.
Sedangkan Suhaeri H.N (1980) menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai tujuan pendidikan
anak tunagrahita disesuaikan dengan tingkatannya:
·         Anak tunagrahita ringan: (1) dapat mengurus dan membina diri, (2) dapat bergaul di
masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu untuk bekal kehidupan.
·         Anak tunagrahita sedang: (1) dapat mengurus diri sendiri (makan minum,berpakaian dan
membersihakan badan), (2) dapat bergaul dengan anggota keluarga dan masyarakat, (3) dapat
mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.
·         Anak tunagrahita berat: (1) dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda atau kata
bila ingin sesuatu), (2) dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3) dapat bergembira
(berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata orang yang berbicara
dengannya).

a.       Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak


tunagrahita yang kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat
ditempatkan di sekolah umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan keadaan
anak tersebut.
1)      Sekolah khusus
Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3 tahun), SMLB (3
tahun). Jumlah mujrid tiap kelas 5 -12 siswa. Pengelompokkan siswa saat KBM berdasarkan
usia kronologis dan mentalnya dengan model Individualized Education Program (IEP) yaitu
program berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan setiap saat karena
kemajuan tiap anak berbeda. Anak mempelajari bahan  kelas berrikutnya sementara ia tetap
berada di kelasnya semula.
2)      Kelas jauh
Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan guru di kelas jauh.
3)      Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan
anak.
4)      Lembaga perawatan (institusi khusus)
Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain.
b.      Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)
Sistem terpadu bervariasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar, bermain,
atau bekerja sama dengan anak normal. Tempat pendidikan sistem integrasi yang diadaptasi
dari Moh. Amin (1995) diantaranya:
1)      Di kelas biasa tanpa kekhususan, hanya memerlukan waktu belajar yang lebih lama dan
perhatian khusus dari guru kelas.
2)      Di kelas biasa dengan  guru konsultan, sesekali guru konsultan berkunjung untuk
membantu guru kelas dalam cara menangani, merancang bahan pelajaran, dan metode yang
sesuai kebutuhan anak tunagrahita.
3)      Di kelas biasa dengan guru kunjung, berkunjung apabila guru kelas mengalami kesulitan
dan memberi saran kepada guru kelas.
4)      Di kelas biasa dengan ruang sumber, Ruangan khusus yang dimenyediakan berbagai
fasilitas untuk mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita.
5)      Di kelas khusus sebagian waktu, bila di kelas biasa mengalami kesulitan maka anak
tunagrahita belajar di kelas khusus dengan guru pendidikanluar biasa.
6)      Kelas khusus, belajar di kelas khusus namun untuk kegiatan umum seperti upacara,
olahraga, dan penggunaan kantin bersam dengan anak normal lainnya.

c.       Di sekolah biasa dengan sistem inklusif


Pada sistem inklusi, anak tunagrahita berada di sekolah bersama anak biasa selama mengikuti
pendidikan dan memndapat program yang sesuai dengan kemampuannya.

2.      Ciri Khas Pelayanan


a.       Ciri-ciri khusus
1)      Bahasa yang digunakan sederhana, jelas, dan menggunakan kata yang sering didengar.
2)      Penempatan anak tunagrahita di depan kelas dan berdekatan dengan anak yang mempunyai
sikap keakraban tinggi.
3)      Ketersediaan program khusus bagi tunagrahita yang mengalami kesulitan

b.      Prinsip khusus
1)      Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
tunagrahita.
2)      Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
3)      Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan pokok
materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara gambar bebek tipis,
karena gambar hanya membantu pengertian anak.
4)      Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan pengulangan materi
disertai contoh yang bervariasi.
5)      Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman materi
yang berbeda dengan anak normal.

3.      Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.
4.      Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok untuk
anak tunagrahita, diantaranya:
a.       Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya guru
perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1)      Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang
memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama.
2)      Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang
beraneka ragam.
3)      Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas dengan
pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa aplikasi.
b.      Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya adalah
yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana keakraban.
Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran dan
peran tiap anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang positif antara anak
tunagrahita ringan dengan anak normal.

c.       Strategi modifikasi tingkah laku


Tujuannya mengubah, menghilangkan, atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik. Guru
harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan dan ditambahkan
teknik reinforcement. (hadiah penguatan)
5.      Media
Diperlukan media khusus seperti: media untuk latihan motorik, latihan keseimbangan, dan
latihan konsentrasi dengan ketentuan: (1) bahan tidak berbahaya, (2) warna tidak mencolok,
(3) ukuran harus sesuai.
6.      Sarana
Sarana sama dengan anak normal, hanya ukuran, bentuk, dan warna perlu dimodufikasi
sesuai keadaan anak tunagrahita.
7.      Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti: alat terapi wicara, alat permaianan, miniatur yang berkaitan
dengan pelajaran.
8.      Evaluasi
Evaluasi sama dengan anak biasa, dengan ketentuan khusus, diantaranya:
a.       Waktu mengadakan evaluasi: dilakukan selama proses belajar. Dilihat juga bagaimana
reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak.
b.      Alat evaluasi: alat yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita sama
dengan anak normal, hanya berbeda pada urutan dan penggunaan.
c.       Kriteria keberhasilan : keberhasilan belajar dibandingkan dengan kemajuan anak itu sendiri
dari waktu ke waktu.
d.      Pencatatan hasil evaluasi: berbentuk kuantitatif dan kualitatif.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1. Tunagrahita adalah anak yang mempunyai kesulitan dalam proses belajar mengajar di
sekolah. Oleh karena itu, perlu diberikan pendidikan khusus agar mereka dapat mengikuti
proses belajar mengajar di sekolah dengan baik.
2. Proses pembelajaran pada anak tunagrahita perlu dikembangkan dengan menggunakan
metode-metode yang tepat, agar mereka dapat memahami pelajaran dengan mudah.
3. Kemampuan bahasa dan kemampuan berpikir matematis pada anak tunagrahita perlu
ditingkatkan melalui pembelajaran yang tepat dan terstruktur.
4. Perkembangan emosi, temperamen, keterikatan (attachment), identitas diri, moral, dan
prososial pada anak tunagrahita perlu mendapat perhatian, agar mereka dapat tumbuh dan
berkembang menjadi individu yang mandiri dan mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut:

1. Pendidik dan tenaga kependidikan yang bekerja dengan anak tunagrahita perlu mengikuti
pelatihan dan kursus yang berkaitan dengan pendidikan khusus, agar mereka dapat
memahami dan memberikan pendidikan yang tepat.
2. Pengembangan metode pembelajaran pada anak tunagrahita perlu terus dilakukan agar
mereka dapat memahami pelajaran dengan lebih mudah.
3. Perlu adanya peningkatan kemampuan bahasa dan kemampuan berpikir matematis pada anak
tunagrahita melalui pembelajaran yang terstruktur dan berkesinambungan.
4. Perkembangan emosi, temperamen, keterikatan (attachment), identitas diri, moral, dan
prososial pada anak tunagrahita perlu diperhatikan dengan baik oleh orang tua, pendidik, dan
tenaga kependidikan.
5. Dalam pemberian pendidikan pada anak tunagrahita, perlu diberikan perhatian khusus pada
kebutuhan individu masing-masing anak. Hal ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan
potensi mereka.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Wardani, I G. A. K. (1996). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.


Tangerang selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai