MODUL 6
TUGAS KELOMPOK 4
PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PDGK4407
TUTOR
RIO DINI,S.Pd, M.Pd
DI SUSUN OLEH :
1. REDHO TRI SAPUTRA NIM 856834708
2. SHATRIYANI NIM 856834374
3. INDAH SAFITRI NIM 856834191
4. RAHMAMI PUSPITA SARI NIM 856833641
UPBJJ BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya yang telah melimpahkan keberkahan dalam proses penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Pengantar Anak
Berkebutuhan Khusus (PDGK 4407), yang membahas tentang pendidikan khusus anak
tunagrahita.
Dalam dunia pendidikan, setiap anak memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi agar
mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak tunagrahita merupakan salah
satu kelompok anak berkebutuhan khusus yang memerlukan perhatian khusus dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan yang mendalam tentang
pendidikan khusus anak tunagrahita menjadi sangat penting bagi para pendidik dan tenaga
kependidikan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Kami
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata
kuliah Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (PDGK 4407) yang telah memberikan
bimbingan, pengetahuan, serta inspirasi dalam proses pembelajaran.
Tak lupa juga, kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekelas yang telah
memberikan kontribusi dan diskusi yang berharga dalam memperkaya pemahaman kami
mengenai pendidikan khusus anak tunagrahita.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan pengembangan
ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pemahaman yang lebih
dalam tentang pendidikan khusus anak tunagrahita. Kami berharap agar upaya pemberdayaan
anak tunagrahita dapat terus ditingkatkan demi tercapainya pendidikan inklusif yang merata
bagi semua anak.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
3.3 Strategi Peningkatan Kemampuan Bahasa dan Berpikir Matematis pada Anak
Tunagrahita
4.4 Strategi Peningkatan Kemampuan Emosi, Temperamen, dan Keterikatan pada Anak
Tunagrahita
5.4 Strategi Peningkatan Kemampuan Identitas Diri, Moral, dan Prososial pada Anak
Tunagrahita
6.4 Strategi Peningkatan Kemampuan Sosial dan Emosional pada Anak Tunagrahita
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita merupakan salah satu bidang pendidikan
khusus yang penting dalam upaya menyediakan layanan pendidikan yang inklusif
bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Anak tunagrahita memiliki
keterbatasan dalam perkembangan kognitifnya yang mempengaruhi kemampuan
mereka dalam memahami, berpikir, dan belajar. Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan pendidikan yang khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka.
II. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang
Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita, termasuk definisi, karakteristik, dan
pentingnya pendidikan khusus bagi anak-anak tunagrahita. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menjelaskan tahap perkembangan bahasa dan kemampuan
berpikir matematis pada anak tunagrahita serta strategi pembelajaran yang efektif
untuk meningkatkan kemampuan mereka.
III. Ruang Lingkup
Makalah ini akan membahas beberapa aspek penting dalam Pendidikan Khusus
Anak Tunagrahita. Ruang lingkup pembahasan meliputi definisi anak tunagrahita,
karakteristik khusus yang dimiliki anak tunagrahita, serta pentingnya pendidikan
khusus bagi mereka. Selain itu, makalah ini juga akan membahas tahap
perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir matematis pada anak tunagrahita,
serta strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pendidikan mereka.
IV. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini didasarkan pada studi kepustakaan yang melibatkan
penelusuran literatur dan referensi terkait Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita.
Informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut akan disusun secara
sistematis dan terstruktur sesuai dengan bab dan subbab yang relevan. Selain itu,
makalah ini juga akan mencantumkan contoh-contoh kasus atau studi yang
menggambarkan penerapan konsep dalam pendidikan anak tunagrahita.
V. Sistematika Penulisan
Makalah ini akan disusun dalam beberapa bab dan subbab yang terstruktur agar
pembahasan dapat dipahami dengan baik. Sistematika penulisan yang diusulkan
adalah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI TUNAGRAHITA
Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:
1. Mental retardation (Amerika Serikat), Mental subnormality (Inggris), Intelectual
handicapped (New Zealand) dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
keterbelakangan mental.
2. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.
3. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang
menyeranng organ tubuh.
4. Mentally handicapped, yang artinya cacat mental
5. Intelectual disable, istilah yang digunakan oleh PBB
6. Development mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih menitik
beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di masyarakat.
Pada tahun 1992, AAMR memperbarui definisi tunagrahita dan lebih menitik
beratkan pada kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif) ketimbang pada
kecacatannya. Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan komunikasi, kemampuan
sosial, kemampuan kerja, serta kemampuan tata laksana pribadi.
Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya, yaitu:
1. Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2. Limited needs, sering membutuhkan bantuan.
3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.
Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat merusak otak.
Studi yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang
tingkat sosial dan ekonominya rendah karena kurangnya rangsangan intelektual
mengakibatkan anak menjadi tunagrahita.
2. Sosial/Emosional
Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma
sosial (seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat) dan pandangan masyarakat yang
mengganggap anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak
tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara, dan memimpin diri. Mereka cenderung
bergaul dengan anak yang lebih muda darinya. Meraka tidak mampu menyatakan rasa bangga
dan kagum. Kepribadiannya kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak
berpandangan luas. Namun, sebenarnya mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati
yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan yang
kondusif.
3. Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal.
Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal.
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan
mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti: merawat
diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga
mereka tidak tampak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit.
2. Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan.
Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya
sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang tuanya.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat
Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk melakukan
sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan.
b. Prinsip khusus
1) Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
tunagrahita.
2) Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
3) Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan pokok
materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara gambar bebek tipis,
karena gambar hanya membantu pengertian anak.
4) Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan pengulangan materi
disertai contoh yang bervariasi.
5) Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman materi
yang berbeda dengan anak normal.
3. Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.
4. Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok untuk
anak tunagrahita, diantaranya:
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya guru
perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1) Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang
memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama.
2) Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang
beraneka ragam.
3) Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas dengan
pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa aplikasi.
b. Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya adalah
yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana keakraban.
Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran dan
peran tiap anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang positif antara anak
tunagrahita ringan dengan anak normal.
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tunagrahita adalah anak yang mempunyai kesulitan dalam proses belajar mengajar di
sekolah. Oleh karena itu, perlu diberikan pendidikan khusus agar mereka dapat mengikuti
proses belajar mengajar di sekolah dengan baik.
2. Proses pembelajaran pada anak tunagrahita perlu dikembangkan dengan menggunakan
metode-metode yang tepat, agar mereka dapat memahami pelajaran dengan mudah.
3. Kemampuan bahasa dan kemampuan berpikir matematis pada anak tunagrahita perlu
ditingkatkan melalui pembelajaran yang tepat dan terstruktur.
4. Perkembangan emosi, temperamen, keterikatan (attachment), identitas diri, moral, dan
prososial pada anak tunagrahita perlu mendapat perhatian, agar mereka dapat tumbuh dan
berkembang menjadi individu yang mandiri dan mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Pendidik dan tenaga kependidikan yang bekerja dengan anak tunagrahita perlu mengikuti
pelatihan dan kursus yang berkaitan dengan pendidikan khusus, agar mereka dapat
memahami dan memberikan pendidikan yang tepat.
2. Pengembangan metode pembelajaran pada anak tunagrahita perlu terus dilakukan agar
mereka dapat memahami pelajaran dengan lebih mudah.
3. Perlu adanya peningkatan kemampuan bahasa dan kemampuan berpikir matematis pada anak
tunagrahita melalui pembelajaran yang terstruktur dan berkesinambungan.
4. Perkembangan emosi, temperamen, keterikatan (attachment), identitas diri, moral, dan
prososial pada anak tunagrahita perlu diperhatikan dengan baik oleh orang tua, pendidik, dan
tenaga kependidikan.
5. Dalam pemberian pendidikan pada anak tunagrahita, perlu diberikan perhatian khusus pada
kebutuhan individu masing-masing anak. Hal ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan
potensi mereka.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA