Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PENDIDIKAN ANAK DENGAN HAMBATAN

KECERDASAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Pendidikan Anak dengan
Hambatan Kecerdasan
Dosen Pengampu:
Dr. Oom Sitti Homdijah, M.Pd
Een Ratnengsih, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 5
Dani Hidayat Sarifudin 1806985
Lulu Fikriyah Sholihat 1808541
Zakiyya Hafidza Tsany 1806818

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan berkah dan hidayah-
Nya, hingga kami Tim Penyusun diberikan kemudahan dan kelancaran dalam
menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan.
Salam dan shalawat senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, serta para sahabatnya. Semoga kita selalu menjadi pengikut dan
mendapat syafa’at beliau di akherat nanti. Laporan ini yang berjudul “Sejarah
Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan”.
Sangat disadari kendati pun penyelesaian makalah ini dilakukan seoptimal
mungkin namun tentunya tidak luput dari kekurangan di dalamnya. Namun berkat
usaha, bantuan, bimbingan, dan petunjuk akhirnya laporan ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Yth. Dr. Oom Sitti Homdijah, M.Pd. selaku pembimbing yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan dalam penyusunan
laporan.
2. Yth. Een Ratnengsih, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan dalam penyusunan
laporan.
3. Yth. Orang tua para penyusun yang telah memberikan motivasi baik
materiil maupun moril selama penyusunan laporan ini.
4. Teman- teman seperjuangan yang berpartisipasi aktif dalam melakukan
penyusunan laporan ini.
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi para
pembaca, ilmu dalam Pendidikan Khusus, serta perkembangan dunia pendidikan
pada umumnya. Aamiin yaa Rabbal Aa’lamiin

Bandung, Februari 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Konsep Anak dengan Hambatan Kecerdasan................................................3
2.1.1 Pengertian Anak dengan Hambatan Kecerdasan.....................................3
2.1.2 Klasifikasi Anak dengan Hambatan Kecerdasan.....................................3
2.1.3 Karakteristik Anak dengan Hambatan Kecerdasan.................................4
2.1.4 Penyebab Anak Mengalami Hambatan Kecerdasan................................4
2.1.5 Perkembangan Fisik Anak dengan Hambatan Kecerdasan.....................6
2.1.6 Perkembangan Kognitif Anak dengan Hambatan Kecerdasan................6
2.2 Sejarah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan di Dunia...............6
2.3 Sejarah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan di Indonesia.......10
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
3.1 Kesimpulan...................................................................................................12
3.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dilihat dari segi pendidikan Indonesia sendiri, kini Indonesia sudah sedikit
mengalami kemajuan dalam pendidikan begitu pula pendidikan untuk Anak
Berkebutuhan Khusus. Di mata masyarakat pula kini anak berkebutuhan
khusus tidak lagi dipandang berbeda dari orang-orang pada umumnya
(normal) secara mendasar.
Diadakannya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak lain
dikarenakan mereka merupakan individu bagian dari masyarakat yang mana
juga membutuhkan pendidikan agar mampu beradaptasi dengan masyarakat
dan mampu memaksimalkan potensi diri yang dimilikinya sehingga dapat
berorientasi dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pendidikan untuk Anak dengan Hambatan Kecerdasan atau yang sering
dikenal anak Tunagrahita sendiri awalnya didirikan tidak lain bersumber dari
pandangan masyarakat di mana masyarakat kini memandang bahwa Anak
dengan Hambatan Kecerdasan juga memiliki hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan untuk menjadi manusia yang seutuhnya atau mampu
berorientasi dalam lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana konsep Anak dengan Hambatan Kecerdasan


1.2.2 Bagaimana sejarah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan
di dunia
1.2.3 Bagaimana Sejarah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan
di Indonesia

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana sejarah pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan dan hal-
hal yang berkaitan dengannya.
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka manfaat dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Pendidikan Khusus.


1.3.2 Untuk mengetahui konsep dari Anak dengan Hambatan Kecerdasan
1.3.3 Untuk mengetahui sejarah pendidikan Anak dengan Hambatan
Kecerdasan di dunia
1.3.4 Untuk mengetahui sejarah pendidikan Anak dengan Hambatan
Kecerdasan di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Anak dengan Hambatan Kecerdasan


2.1.1 Pengertian Anak dengan Hambatan Kecerdasan
Somantri, S. (2007:103) menyatakan bahwa Tunagrahita adalah
istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa
asing digunakan istilah-istilah seperti mental retardation, mentally
retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain.
Kemudian AAMD (American Association of Mental Deficiency)
(dalam Somantri, S. 2007:104) menyatakan bahwa “keterbelakangan
mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas
dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan
terjadi pada masa perkembangan”.
Astati (2013) menyatakan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang
secara signifikan memiliki kecerdasan di bawah rata-rata anak pada
umumnya dengan disertai hambatan dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan sekitarnya. Mereka mengalami keterlambatan dalam segala
bidang, dan itu sifatnya permanen, rentang memori mereka pendek
terutama yang berhubungan dengan akademik, kurang dapat berpikir
abstrak dan pelik. Untuk anak-anak tunagrahita tertentu dapat belajar
akademik yang sifatnya aplikatif.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
tunagrahita atau anak dengan hambatan kecerdasan merupakan anak
yang mempunyai fungsi intelektual secara signifikan di bawah rata-rata,
memiliki kesulitan dalam kemampuan adaptif dan terjadi pada masa
perkembangan (di bawah usia 18 tahun).
2.1.2 Klasifikasi Anak dengan Hambatan Kecerdasan
Menurut Somantri, S. (2007:106) Pengelompokan pada anak
tunagrahita pada umumnya berdasarkan pada taraf inteligensinya, yang
terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Kemampuan
inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Standford
Binet dan Skala Weschler (WISC).
Anak tunagrahita berat menurut binet memiliki IQ 32-20, dan
menurut Skala Weschler memiliki IQ 39-25 serta tunagrahita sangat
berat menurut binet memiliki IQ di bawah 19 dan menurut Skala
Weschler di bawah 24. Anak tunagrahita sedang memiliki IQ 51-36,
dan menurut Skala Weschler memiliki IQ 54-40. Dan untuk tunagrahita

3
ringan mereka memiliki IQ 68-52, dan menurut Skala Weschler
memiliki IQ 69-55.
2.1.3 Karakteristik Anak dengan Hambatan Kecerdasan
A. Tunagrahita Ringan
Pada kelompok ini anak masih bisa belajar membaca, menulis dan
berhitung sederhana. Anak juga masih bisa dididik dan dengan
bimbingan yang baik anak dapat menjadi tenaga kerja semi-skilled
atau pada tingkat prevokasional. Umur kecerdasannya untuk yang
sudah dewasa sama dengan anak normal usia 12 tahun.
Pada umumnya anak tunagrahita tidak memiliki gangguan pada
fisiknya. Biasanya, secara fisik anak tunagrahita terlihat seperti anak
normal lainnya, sehingga agak sukar untuk membedakan secara
fisik.
B. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang ini memiliki kemampuan maksimal
setara dengan anak normal usia kurang lebih 7 tahun. Pada kelompok
ini anak tidak mampu mempelajari pelajaran yang bersifat akademik
namun, anak mampu dilatih keterampilan mengurus diri dalam
kehidupan sehari-hari. Pembendaharaan katanya sangat kurang.
Anak tunagrahita sedang sulit bahkan tidak mampu untuk belajar
membaca, menulis dan berhitung walaupun mereka masih bisa
menulis nama, alamat dan lain-lain. Pada kelompok ini anak dapat
dipekerjakan tingkat prevokasional pada tepat yang terlindungi
(Sheltered Workshop).
C. Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat ini tidak mampu di didik
maupun di latih. Anak memerlukan bantuan perawatan secara total.
Seumur hidupnya santa bergantung pada orang lain. Mereka tidak
tahu bahaya atau tidak bahaya. Untuk usia kecerdasannya sampai
setinggi anak usia 3 tahun. Kata-kata dan ucapannya pun sangat
sederhana.
2.1.4 Penyebab Anak Mengalami Hambatan Kecerdasan
Astati, 2013 menyatakan bahwa beberapa ahli telah ada yang
membagi faktor ke dalam beberapa gugus, di antaranya Straus
mengelompokkan menjadi dua faktor yakni faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen ini penyebabnya adalah sel keturunan dan
faktor yang di turunkan. Kemudian, faktor eksogen ini terjadi akibat di

4
luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus yang menyerang otak,
benturan radiasi dan sebagainya. Dan ada pula yang membaginya
berdasarkan waktu terjadinya penyebab, yakni sebelum anak lahir
(Prenatal), ketika anak lahir (natal), dan terjadi setelah anak dilahirkan
(pos natal).
Astati, 2013 menyatakan beberapa penyebab ketunagrahitaan yang
terjadi baik itu berasal dari faktor keturunan maupun yang berasal dari
faktor lingkungan
A. Faktor Keturunan
Ketika terjadi fertilisasi dan terjadi manusia baru, maka ia akan
memperoleh faktor-faktor yang diturunkan, baik dari ayah
maupun dari ibu yang disebut genotif. Aktualisasi genotif
dihasilkan atas kerja sama dengan lingkungan. Sebagai pembawa
sikat keturunan, gen antara lain menentukan warna kulit, bentuk
tubuh, raut wajah, dan kecerdasan.
B. Gangguan Metabolisme Gizi
Metabolisme dan gizi merupakan hal penting bagi
perkembangan sel-sel otak. Apabila pemenuhan kebutuhan gizi
dan metabolisme mengalami kegagalan maka dapat
mengakibatkan gangguan fisik dan mental pada seseorang.
C. Infeksi dan Keracunan
1. Rubella
Penyakit yang disebabkan oleh virus rubela yang terjadi pada
seseorang yang sedang mengandung ini dapat menyebabkan
ketunagrahitaan pada anak yang sedang dikandungnya ataupun
dapat pula menyebabkan kecacatan lain.
2. Syphilis
Apabila anak yang tengah dikandung terinfeksi syphilis maka
ketika sang anak lahir anak akan mengalami ketunagrahitaan.
D. Trauma dan Zat Radioaktif
Ketunagrahitaan dapat pula terjadi akibat trauma pada bagian
tubuh terutama otak ketika bayi dilahirkan biasanya diakibatkan
karena kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat batu untuk
melahirkan (tang).

5
Jika bayi dalam kandungan tersinari atau terkena radiasi sinar
x yang tidak tepat maka dapat menyebabkan anak mengalami
tunagrahita atau microcephaly.
2.1.5 Perkembangan Fisik Anak dengan Hambatan Kecerdasan
Perkembangan fisik pada anak tunagrahita tidak secepat
perkembangan anak normal lainnya. Martasuna, U (dalam Somantri, S.
2007:109) menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan tingkat
kemampuan fisik anak tunagrahita dengan MA 2 tahun sampai 12 tahun
ada dalam kategori uang sekali. Sedangkan untuk anak normal pada
umur yang sama ada dalam kategori kurang. Dan dapat disimpulkan
bahwa kemampuan fisik anak tunagrahita setingkat lebih rendah
dibandingkan anak normal seusianya.
2.1.6 Perkembangan Kognitif Anak dengan Hambatan Kecerdasan
Somantri, S (2007:111) menyatakan bahwa dalam kecepatan belajar,
anak tunagrahita jauh tertinggal oleh anak normal. Untuk mencapai
kriteria pembelajaran seperti anak normal, anak tunagrahita
memerlukan banyak pengulangan tentang bahan pembelajaran tersebut.
Ketepatan respons anak tunagrahita kurang jika dibandingkan dengan
respons anak normal pada umumnya. Tetapi bila tugas itu berupa
diskriminasi visual maka anak tunagrahita dapat melakukannya dengan
baik hampir seperti anak normal lainnya.
Alimin, Z (dalam Somantri, S. 2007:111) melaporkan mengenai
kecepatan respons anak tunagrahita terhadap gambar yang tidak
lengkap. Pada umumnya anak tunagrahita yang memiliki Mental Age
6,5 tahun memiliki performance yang sama dengan anak normal usia 6
tahun dalam merespons gambar yang tidak lengkap. Perbedaannya
hanya terletak dari kecepatannya dalam menjawab soal, anak
tunagrahita membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan
dengan anak normal lainnya.
Dalam aspek memory anak tunagrahita berbeda dengan anak normal
dalam Short term memory. Dan tampaknya dalam Ong term memory
anak tunagrahita tidak begitu berbeda dengan anak normal lain, daya
ingatnya sama dengan anak normal lain. Akan tetapi banyak bukti yang
menyatakan bahwa anak tunagrahita berbeda dengan anak normal lain
dalam hal mengingat hal dengan segera (immadiate memory).
2.2 Sejarah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan di Dunia
Menyimak Sejarah Yang mendasari sikap masyarakat dunia
sekarang ini terhadap individu berkebutuhan pendidikan khusus adalah
berbagai upaya yang telah dilakukan oleh para philosof, aktivis, dan

6
humanitarian Eropa. Dedikasi mereka sebagai pembaharu dan rintisan
pemikirannya menjadikan mereka sebagai katalisator perubahan. Para ahli
sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar
biasa pada akhir abad ke-delapan belas atau awal abad ke-sembilan belas.
Salah satu dokumen yang pertama kali mencoba menggambarkan
pendidikan luar biasa adalah upaya yang dilakukan oleh seorang dokter
Perancis bernama Jean MarcGaspard Itard (1775-1838) dengan mendidik
Victor anak berusia 12 tahun, yang selanjutnya disebut “anak liar dari
Aveyron”. Menurut cerita rakyat, Victor ditemukan oleh sekelompok
pemburu di hutan dekat kota Aveyron. Ketika ditemukan, dia tidak
berpakaian, tidak berbahasa, berlari tapi tidak berjalan, dan menunjukkan
perilaku seperti binatang. Itard, sebagai ahli penyakit telinga dan mengajar
anak-anak muda dengan ketunarunguan, mencoba pada tahun 1799
“mendidik” Victor. Dia mencoba mengajar Victor melalui program latihan
sensori dan apa yang sekarang ini disebut modifikasi perilaku. Karena
kedewasaannya tersebut Itard tidak berhasil mengembangkan bahasa
secara utuh setelah lima tahun dedikasinya dan seluruh pembelajarannya,
dan hanya terbiasa dengan keterampilan dasar sosial dan menolong diri.
Itard menganggap usahanya tersebut gagal. Tetapi kemudian dia mampu
menunjukkan bahwa belajar masih memungkinkan bagi individu yang
digambarkan tidak mempunyai harapan dan idiot. Gelar “Bapak
Pendidikan Luar Biasa” tepat diberikan kepada Itard karena inovasi
pekerjaannya pada 200 tahun yang lalu.
Pionir yang berpengaruh lainnya adalah murid Itard bernama
Edouard Seguin (1812-1880). Dia mengembangkan program pembelajaran
bagi anak muda yang oleh para ahli lainnya diidentifikasi tidak
mempunyai kemampuan untuk belajar. Seperti halnya sang mentor Itard,
Seguin dipengaruhi oleh pentingnya aktivitas sensorimotor sebagai alat
bantu untuk belajar. Metodologinya berdasar pada asesmen yang
komprehensif dari kekuatan dan kelemahan siswa bersamaan dengan
pembuatan perencanaan secara berhati-hati latihan sensomotor yang
dirancang untuk remediasi kelainan khusus. Seguin juga merealisasikan
nilai pendidikan usia dini; dia disebut sebagai orang yang pertama dalam
melakukan intervensi dini. Ide dan teori Seguin, yang dia gambarkan
dalam bukunya berjudul Idiocy and Its Treatment by the Physiological
Method, merupakan dasar untuk Maria Montessori melakukan pekerjaan
kemudian dengan urban yang miskin dan anak-anak dengan
ketunagrahitaan.
Pekerjaan Itard, Seguin, dan para pembaharu lainnya pada waktu
itu membantu mewujudkan dasar-dasar untuk banyak praktek dewasa ini
dalam pendidikan luar biasa. Contoh dari berbagai kontribusi tersebut

7
termasuk di dalamnya pembelajaran individual, penggunaan teknik
reinforcement positif, dan keyakinan bahwa semua anak dapat belajar.
Pada tahun 1948, Seguin berimigrasi ke Amerika Serikat, dimana
dalam beberapa tahun kemudian dia membantu mendirikan organisasi
yang kemudian dikenal dengan nama American Association on Mental
Retardation (AAMR).
Berikut ini ringkasan pekerjaan yang dilakukan oleh para pemikir
dan aktifis Eropa dan Amerika yang berpengaruh secara signifikan
terhadap perkembangan pendidikan luar biasa.

Para pionir yang berkontribusi pada pengembangan pendidikan luar biasa

(Gargiulo. 2006)
NAMA PEMIKIRAN
Phillippe Pinel 1775 – 1826 Seorang dokter Perancis yang
mempunyai perhatian terhadap
perawatan humanitarian individu
dengan sakit mental. Mendukung
pelepasan pasien dari institusi yang
membelenggunya. Sebagai pionir
dalam occupational therapy. Berperan
sebagai mentor Itard.

Jean Marc-Gaspard Itard Seorang dokter Perancis yang


1775 – 1838 kemudian menjadi terkenal karena
upaya yang sistematisnya dalam
mendidik dewasa yang diperkirakan
tunagrahita berat. Menemukan
pentingnya stimulasi sensori.

Dorothea Lynde Dix Dix merupakan orang Amerika


1802 – 1887 pertama yang meraih juara terbaik dan
menangani lebih manusiawi mereka
yang sakit mental. Berinisiatif
mendirikan berbagai institusi bagi
individu-individu dengan kelainan
mental.

Edouard Seguin 1812 – 1880 Murid dari Itard, Seguin merupakan


seorang dokter Perancis yang

8
bertanggung jawab dalam
mengembangkan metoda mengajar
bagi anak-anak dengan
ketunagrahitaan. Latihannya
menekankan pada aktivitas
sensomotoris. Setelah berimigrasi ke
Amerika Serikat, dia membantu
mendirikan organisasi yang disebut
American Association on Mental
Retardation.

Alfred Binet 1857 – 1911 Psikolog Prancis yang mengonstruksi


pertama kali skala asesmen
perkembangan standar yang mampu
menentukan angka inteligensi. Tujuan
orisinil dari tes ini adalah
mengidentifikasi siswa yang
mempunyai kemungkinan keuntungan
dari pendidikan luar biasa dan bukan
mengklasifikasikan individu berdasar
pada kemampuannya. Juga
menemukan usia mental dengan
siswanya Theodore Simon.

Maria Montessori 1870 – 1952 Dikenal di seluruh dunia untuk


kepionirannya bekerja dengan anak-
anak muda dengan ketunagrahitaan.
Perempuan pertama yang memperoleh
gelar dokter di Itali. Ahli dalam
bidang pendidikan anak usia dini.
Menunjukkan bahwa anak-anak
mampu untuk belajar pada usia sangat
awal kalau dikelilingi oleh bahan-
bahan manipulatif dalam lingkungan
yang kaya dan mendukung.
Keyakinannya bahwa anak-anak
belajar dengan baik melalui
pengalaman langsung sensoris.
Lewis Terman 1877 – 1956 Seorang pendidik Amerika dan
psikolog yang merevisi instrumen
asesmen asli Binet. Hasilnya berupa
publikasi Stanford-Binet Simon Scale

9
of Intelligence pada tahun 1916.
Terman mengembangkan ide tentang
intelligence quotient, atau IQ. Juga
terkenal untuk studi jangka
panjangnya tentang individu-individu
gifted. Disebut sebagai kakeknya
pendidikan anak-anak gifted.

2.3 Sejarah Pendidikan Anak dengan Hambatan Kecerdasan di Indonesia


Sejarah perkembangan pendidikan luar biasa di Indonesia dimulai ketika
Belanda masuk ke Indonesia (1596-1942), mereka memperkenalkan sistem
persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan pendidikan khusus dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga
pertama untuk pendidikan anak tunanetra dibuka pada tahun 1901, untuk anak
tunagrahita tahun 1927, dan untuk anak tunarungu tahun 1930, ketiganya di
Bandung.
Lembaga yang diperuntukkan sendiri untuk anak dengan hambatan
kecerdasan atau anak tunagrahita di didirikan di Bandung pada tanggal 31
Mei 1927 oleh “Vareniging Bijzonder Onderwijs”. Nama sekolah ini disebut
“Folker School”. Tahun 1942 organisasi ini diubah menjadi “Perkumpulan
Pengajaran Luar Biasa”.

Sejak awal kemerdekaan, para pemimpin Republik Indonesia telah


memperhatikan pendidikan bangsanya. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1
dinyatakan “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”, pada ayat
2 dinyatakan; Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Sebagai tindak lanjutnya pemerintah Republik Indonesia yang waktu itu
beribukota di Yogyakarta, mengeluarkan UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-
dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. UU ini kemudian diberlakukan
di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan nama undang-undang pokok
pendidikan dan pengajaran nomor 12 tahun 1954. Mengenai anak-anak yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, undang-undang itu menyebutkan:
Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka
yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut terkena
pasal 8 yang mengatakan : semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun
berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah
sedikitnya 6 tahun. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut maka
sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak berkebutuhan pendidikan
khusus, termasuk untuk anak tunadaksa dan tunalaras, dibuka. Sekolah-
sekolah ini disebut sekolah luar biasa (SLB).

10
Sejak saat itu Indonesia memiliki dasar hukum positif untuk
menyelenggarakan pendidikan luar biasa yaitu pendidikan khusus bagi anak
berkelainan (berkekurangan jasmani dan rohani). Untuk mengisi dan
melaksanakan UUD dan undang-undang pendidikan dan pengajaran tersebut ,
pemerintah bersama organisasi/perorangan swasta yang berminat dalam
penyelenggaraan  pendidikan penyandang cacat mengaktifkan kembali
sekolah-sekolah swasta untuk anak cacat yaitu sekolah anak tunanetra,
tunarungu dan tunagrahita, yang ketiganya bertempat di Bandung. Ketiga
sekolah anak-anak cacat tersebut selama masa pendudukan Jepang tidak
berjalan (ditutup).
Dari catatan sejarah yang ada bahwa selama Pemerintah India Belanda
dan pendudukan Jepang sampai dengan tahun 1952 belum seorang pun
bangsa Indonesia yang mendapat pendidikan khusus untuk menjadi guru
pendidikan bagi anak-anak cacat (PLB) termasuk untuk menjadi guru
pendidikan anak tunagrahita. Padahal tenaga guru merupakan unsur yang
sangat menentukan dalam penyelenggaraan pendidikan, demikian pula untuk
pendidikan penyandang cacat termasuk pendidikan untuk anak tunagrahita.
Dikarenakan minimnya lembaga pendidikan untuk anak dengan hambatan
kecerdasan atau tunagrahita maupun anak berkebutuhan khusus lainnya serta
minim pula tenaga pengajar ahli yang mampu memberi pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus maka didirikanlah lembaga Pendidikan guru untuk PLB
yang pertama, Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB), didirikan di
Bandung pada tahun 1952, dengan lama pendidikan dua tahun. Pada mulanya
SGPLB diperuntukkan bagi guru-guru yang sudah berpengalaman mengajar
di SD dan berizasah SGB. Dalam perkembangan selanjutnya, input SGPLB
adalah tamatan SLTA, dan lulusannya dihargai sejajar dengan sarjana muda.
Ketika SGPLB dilikuidasi pada tahun 1994, di seluruh Indonesia terdapat
enam SGPLB (Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Surakarta, Makasar dan
Padang). Likuidasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualifikasi
guru PLB menjadi sekurang-kurangnya berizasah S1.

Program S1 PLB yang pertama di Indonesia dibuka di IKIP Bandung yang


sekarang dikenal dengan nama UPI pada tahun 1964. Beberapa tahun
kemudian beberapa IKIP dan perguruan tinggi lain juga membuka jurusan
PLB. Kini sembilan universitas di Jawa, Sumatera dan Sulawesi, memiliki
jurusan PLB. Dengan banyaknya lulusan dengan gelar sarjana dan memiliki
keahlian dalam bidang pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus maka
lulusan-lulusan dari berbagai universitas dari jurusan PLB ini diharapkan bisa
mendirikan banyak lembaga untuk anak berkebutuhan khusus.
Pada tahun 2004 tercatat bahwa sekolah segregasi (SLB) untuk anak
dengan hambatan kecerdasan atau tunagrahita di Indonesia memiliki siswa

11
berjumlah 21.242 siswa untuk anak tunagrahita ringan dan 7.852 siswa untuk
tunagrahita sedang.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki kecerdasan
di bawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai hambatan dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka mengalami
keterlambatan dalam segala bidang, dan itu sifatnya permanen, rentang
memori mereka pendek terutama yang berhubungan dengan akademik,
kurang dapat berpikir abstrak dan pelik. Untuk anak-anak tunagrahita tertentu
dapat belajar akademik yang sifatnya aplikatif. Adapun klasifikasi anak
dengan hambatan kecerdasan terdiri dari tunagrahita sedang,ringan dan berat.
Perkembangan yang terjadi pada anak dengan hambatan kecerdasan terdiri
dari perkembengan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan Bahasa,
perkembangan emosi, penyesuaian social dan kepribadian anak yang semua
aspek-aspek perkembangan saling berkaitan satu sama lain. Adapun sejarah
singkat pendidikan anak dengan hambatan kecerdasan di Dunia didasari sikap
masyarakat dunia terhadap individu berkebutuhan pendidikan khusus dengan
melakukan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh para philosof, aktivis,
dan humanitarian Eropa.
Salah satu dokumen yang pertama kali mencoba menggambarkan
pendidikan luar biasa adalah upaya yang dilakukan oleh seorang dokter
Perancis bernama Jean MarcGaspard Itard (1775-1838). Sedangkan Sejarah
perkembangan pendidikan luar biasa di Indonesia dimulai ketika Belanda
masuk ke Indonesia tahun 1596-1942. mereka memperkenalkan sistem
persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan pendidikan khusus dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga
pertama untuk untuk anak tunagrahita berdiri pada tahun 1927 yang berlokasi
di Bandung.
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah di atas, tentunya penulis masih menyadari jika
masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
penulisan makalah di atas serta para pembaca juga diharapkan membaca
literatur-literatur lain yang berkaitan sejarah pendidikan anak dengan
hambatan kecerdasan sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional. Diakses


secara Online melalui halaman: https://kelembagaan.ristekdikti.go.id Pada
Tanggal 19 Februari 2020 Pukul 15:40
Somantri, S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama
Astati. 2013. PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia
Rahardja, D. (t.t). PENDIDIKAN LUAR BIASA DALAM PERSPEKTIF
DEWASA INI. 1-13. Diakses secara Online melalui halaman:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195904141985031
-DJADJA_RAHARDJA/JURNAL_JASSI_ANAKUx.pdf Pada tanggal 19
Februari 2020 Pukul 20:43
Amin, Moh. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung. Depdikbud.
Dirjen Pendidikan Tinggi.

14

Anda mungkin juga menyukai