Anda di halaman 1dari 15

ANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN INTELEKTUAL KOGNITIF

DAN BERBAKAT

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Pendidikan Inklusi

Disusun oleh kelompok 12:

1. Dina Alvina 2030111034


2. Nur Atika 2030111103
3. Putri Salsabilla 2030111112

PGMI 6C

Dosen Pengampu:
Mega Adyna Movitaria, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
juga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak. Tidak lupa juga terimakasih kami ucapkan kepada
Ibu Mega Adyna Movitaria, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat waktu.

Makalah yang berjudul “Anak yang Mengalami Hambatan Intelektual


Kognitif dan Berbakat” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah Pendidikan Inklusi. Pada makalah ini akan membahas tiga pembahasan
yaitu hambatan mental, anak berkesulitan belajar, dan anak berbakat.

Bilamana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam makalah ini,


izinkan penulis menghaturkan permohonan maaf. Sebab, makalah ini tidak
sempurna dan masih memiliki banyak kelemahan. Penulis juga berharap pembaca
makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada penulis. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan, ilmu
pengetahuan, dan menjadi acuan untuk menulis makalah lainnya.

Batusangkar, 14 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hambatan Mental.............................................................................3
B. Anak Berkesulitan Belajar...............................................................6
C. Anak Berbakat.................................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................11
B. Saran...............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak yang mengalami hambatan intelektual kognitif dan berbakat
adalah individu yang memiliki kombinasi antara kelemahan dalam fungsi
intelektual atau kognitif dan potensi atau keahlian yang luar biasa dalam
bidang tertentu. Kondisi ini bisa memiliki dampak signifikan pada
perkembangan, belajar, dan interaksi sosial anak.
Hambatan intelektual kognitif merujuk pada keterbatasan dalam
kemampuan kognitif dan perkembangan intelektual seseorang. Anak
dengan hambatan intelektual kognitif mengalami penurunan dalam
kemampuan berpikir, memahami, belajar, dan menyelesaikan tugas-tugas
yang rumit dibandingkan dengan anak-anak sebaya mereka. Tingkat
keparahan hambatan intelektual kognitif dapat bervariasi, mulai dari
ringan hingga berat.
Anak berbakat adalah anak yang menunjukkan potensi atau
keahlian yang luar biasa dalam bidang tertentu, seperti seni, music,
matematika, Bahasa, atau olahraga. Mereka dapat memiliki kemampuan
khusus untuk menghasilkan karya yang sangat baik, memiliki kepekaan
yang mendalam, dan kemampuan berpikir kritis yang tinggi di bidang
tertentu. Anak-anak berbakat sering kali menunjukkan minat yang kuat
dan motivasi yang tinggi dalam bidang yang mereka tekuni.
Anak yang mengalami kombinasi hambatan intelektual kognitif
dan berbakat adalah indiviud yang unik, dengan kekuatan dan kelemahan
yang berbeda. upaya pendidikan dan dukungan yang sesuai perlu
disesuaikan dengan kebutuhan khusus dan minat anak untuk membantu
mereka mencapai potensi penuh mereka dalam bidang yang mereka
tekuni.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah, maka rumusan masalah
sebagai berikut:

1
1. Bagaimana anak yang memiliki hambatan mental?
2. Bagaimana anak berkesulitan belajar?
3. Bagaimana anak berbakat?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah
yaitu:
1. Untuk mengetahui anak yang memiliki hambatan mental.
2. Untuk mengetahui anak berkesulitan belajar.
3. Untuk mengetahui anak berbakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hambatan Mental
Retardasi Mental sama dengan Tunagrihata. Istilah yang digunakan
untuk menyebut Anak Tunagrahita cukup beragam. Dalam bahasa
Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah
ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita,
dan tunagrahita. Dalam Bahasa asing (Inggris) dikenal dengan istilah
mental retardation, mental deficiency, mentally handicapped,
feebleminded, mental subnormality. Istilah lain yang banyak digunakan
adalah intellectually handicapped dan intellectually disabled. Beragamnya
istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan
dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Ada beberapa ahli
yang mengungkapkan pengertian dari tunagrahita itu sendiri (Widiastuti &
Winaya, 219), sebagai berikut:
a. Mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi
intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah
berdasarkan tes dan muncul sebelum usia 16 tahun.
b. Tunagrahita berkaitan erat dengan masalah perkembangan kemampuan
kecerdasan kemampuan kecerdasan yang rendah dan merupakan
sebuah kondisi.
Tunagrahita (seseorang yang memiliki hambatan kecerdasan)
merupakan anak yang memiliki inteligensi yang signifkan berada dibawah
rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku
yang muncul dalam masa perkembangan. Ia juga mengatakan bahwa anak
dengan tunagrahita mempunyai hambatan akademik yang sedemikian rupa
sehingga dalam layanan pembelajarannya memerlukan modifikasi
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.

3
Ciri-ciri anak anak yang hambatan dalam perkembangan mental
dan intelektual (tunagrahita) sangat berdampak pada perkembangan
kognitif (Ahdiyat et al., 2017) Tidak mampu memusatkan pikiran
a. Emosi tidak stabil, suka menyendiri dan pendiam
b. Peka terhadap cahaya, dll.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak
a. Tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian rupa
dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.
b. Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku pada masa
perkembangan.
c. Terlambat atau terbelakang dalam perkembangan mental dan sosial.
d. Mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar
sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi.
e. Mengalami masalah persepsi yang menyebabkan tunagrahita
mengalami kesulitan dalam mengingat berbagai bentuk benda (visual
perception) dan suara (audiotary perception).
f. Keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami tunagrahita
menyebabkan mereka tidak dapat berperilaku sesuai dengan usianya.
Prinsip-prinsip Khusus Layanan yang Sesuai dengan Anak yang
Hambatan Mental (Tunagrahita) antara lain sebagai berikut (Sukadari,
2019):
a. Prinsip Skala Perkembangan Mental
Prinsip ini menekankan pada pemahaman guru mengenai usia
kecerdasan anak tunagrahita. Melalui prinsip ini dapat diketahui
perbedaan antar dan intra individu.
b. Prinsip Kecekatan Motorik
Melalui prinsip ini anak tunagrahita dapat mempelajari sesuatu
dengan melakukannya. Disamping itu, dapat melatih motorik anak
terutama untuk gerakan yang kurang mereka kuasai.
c. Prinsip Keperagaaan

4
Prinsip ini digunakan dalam mengajar anak tunagrahita
mengingat keterbatasan anak tunagrahita dalam berpikir abstrak. Oleh
karena itu sangat penting, dalam mengajar anak tuangrahita dapt
menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga anak tunagrahita tidak
verbalisme dan memiliki tanggapan mengenai apa yang dipelajarinya.
d. Prinsip Pengulangan
Berhubung anak tunagrahita cepat lupa mengenai apa yang
dipelajarinya maka dalam mengajar mereka membutuhkan
pengulanganpengulangan disertai contoh yang bervariasi. Oleh karena
itu, dalam mengajar anak tunagrahita janglah cepat-cepat maju atau
pindah ke bahan berikutnya sebelum guru yakin betul bahwa anak
telah memahami betul bahan yang dipelajarinya.
e. Prinsip Korelasi
Maksud prinsip ini adalah bahan pelajaran dalam bidang
tertentu hendaknya berhubungan dengan bidang lainnya atau berkaitan
langsung dengan kegiatan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita.
f. Prinsip Maju
Berkelanjutan Maksud prinsip ini adalah pelajaran diulangi
dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan, segera diberi bahan
berikutnya.
g. Prinsip Individualisasi.
Prinsip ini menekankan perhatian pada perbedaan individual
anak tunagrahita.

Sarana dan Prasarana bisa juga dengan menggunakan Media


Pembelajaran dalam Pendidikan Anak Tunagrahita. Media pembelajaran
penting diperhatikan dalam mengajar anak tunagrahita. Hal ini disebabkan
anak tunagrahita kurang mampu berfikir abstrak, mereka membutuhkan
hal- hal kongkrit. Agar terjadinya tanggapan tentang obyek yang
dipelajari, maka dibutuhkan media pembelajaran yang nemadai.
Selanjutnya diterangkan tentang karakteristik media pembelajaran
belajaran untuk anak tunagrahita antara lain (Widiastuti & Winaya, 2019):

5
a. Bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan
oleh anak.
b. Warna tidak mencolok dan tidak abstrak,
c. Ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh
anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi).
Sarana dan prasarana bisa menggunakan media pembelajaran untuk
anak tunagrahita yaitu alat latihan kematangan motorik berupa form board,
puzzle; latihan kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat
latihan untuk mengurus diri sendiri. seperti latihan memasang kancing,
memasang retsluiting; alat latihan konsentrasi, seperti papan
keseimbangan, alat latihan membaca, berhitung, dan lain-lain.
B. Anak Berkesulitan Belajar
Menurut IDEA atau Individualswith Disabilities Education Act
Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada
tahun 2004: secara umum, anak dengan kesulitan belajar khusus adalah,
anak- anak yang mengalami hambatan/penyimpangan pada satu atau lebih
proses- proses psikologis dasar yang mencakup pengertian atau
penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan (Sukadari, 2019).
Hambatannya dapat berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Anak dengan
kesulitan belajar memiliki beberapa hambatan (Venti, 2017), di antaranya:
1. Keterampilan Dasar. Anak dengan kesulitan belajar biasanya memiliki
gangguan dalam proses mempelajari nama warna atau huruf, tidak
memiliki pemahaman yang kuat hubungan antara huruf dengan suara,
buruk pada tugas yang berhubungan dengan bunyi, memiliki masalah
dalam mengingat fakta dasar matematika.
2. Membaca. Anak-anak ini memiliki kekurangan dalam jumlah
perbendaharaan kata dibandingkan anak seusianya, membaca dengan
suara keras kurang lancar atau terbata-bata, memiliki masalah yang
berkelanjutan atau terus menerus untuk mendeskripsikan sesuatu, tidak
mengerti apa yang dibaca, pemahaman membaca bermasalah karena

6
masalah pemahaman uraian kata, sering membalik-balikan kata,
kemampuan membaca tidak sesuai dengan kecerdasan yang tampak
dan kosakata yang dimilikinya, sering mengganti kata-kata yang mirip
secara visual (misalnya ini untuk itu), lambat tingkat membacanya
dibandingkan anak lain seusianya, kata-kata yang terpecah ketika
membaca, menambahkan kata saat membaca, terus bergantung pada
jari menunjuk saat membaca (untuk siswa yang lebih tua), terus
bergerak bibirnya saat membaca (untuk siswa yang lebih tua).
3. Menulis. Dalam hal menulis, anak-anak ini membuat pembalikan huruf
dan diulang-ulang (setelah 9 tahun), sering melakukan kesalahan
dalam ejaan termasuk penghilangan konsonan, kesalahan urutan suku
kata (misalnya manbi untuk mandi), menulis lambat atau dengan susah
payah, membuat pembalikan nomor.
4. Bahasa Lisan. Anak-anak ini memiliki kesulitan menemukan kata yang
tepat, mengingat urutan verbal (misalnya nomor telepon, arah, bulan
tahun), memiliki kosakata yang terbatas.
5. Perilaku. Anak-anak ini tidak suka membaca atau menghindarinya,
memiliki masalah perilaku waktu selama atau sebelum kegiatan
membaca dengan membaca signifikan, menolak untuk melakukan
pekerjaan rumah yang membutuhkan bacaan, tampaknya hanya
melihat gambar-gambar di buku cerita dan mengabaikan teks.
Anak berkesulitan belajar dilihat dari spesifikasinya juga dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesulitan belajar praakademik dan
akademik. Kesulitan belajar yang tergolong praakademik meliputi
(Sukadari, 2019):
1. Gangguan motorik dan persepsi, yang mencakup gangguan pada
motorik kasar, penghayatan tubuh, dan motorik halus.
2. Gangguan persepsi meliputi persepsi penglihatan atau persepsi visual,
persepsi pendengaran atau persepsi auditoris, persepsi heptik (raba dan
gerak atau taktil dan kinestik), dan inteligensi sistem persepsi. Jenis
gangguan ini perlu penanganan secara sistematis karena pengaruhnya

7
terhadap perkembangan kognitif yang besar yang bermuara pada
terhambatnya prestasi akademik yang dicapai anak.
3. Dispraksia atau sering disebut dengan istilah clumsy merupakan
keadaan akibat adanya gangguan dalam inteligensi auditori-motor.
Anak tidak mampu melaksanakan gerakan bagian dari tubuh dengan
benar malaupun tidak ada kelumpuhan anggota tubuh. Manifestasi
dispraksia dapat berbentuk disfasia verbal (bicara) dan non-verbal
(menulis, bahasa isyarat, dan pantomime). Ada beberapa jenis
dispraksia, yaitu:
a. Dispraksia ideomotoris, yang ditandai oleh kurangnya kemampuan
dalam melakukan gerakan praktis sederhana, seperti menggunting,
menggosok gigi, atau menggunakan sendok makan. Gerakannya
terkesan canggung dan kurang luwes. Dispraksia ini merupakan
kendala bagi perkembangan bicara.
b. Dispraksia ideosional, yang ditandai oleh adanya kemampuan anak
melakukan gerakan kompleks tetapi tidak mampu menyelesaikan
secara keseluruhan, terutama untuk kondisi lingkungan yang tidak
tenang. Kesulitannya terletak pada urutan gerakan, anak sering
bingung mengalami suatu aktivitas, seperti mengikuti irama musik.
c. Dispraksia konstruksionalyang ditandai oleh konsisi anak yang
mengalami kesulitan dalam melakukan gerakan-gerakan kompleks
yang berkaitan dengan bentuk, seperti menyusun balok dan
menggambar. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi kemampuan
anak dalam menulis.
d. Dispraksia oral, yang diidentikkan dengan kesulitan anak yang
mengalami gangguan perkembangan bahasa yang disebabkan oleh
adanya gangguan dalam konsep gerakan motorik di dalam mulut.
Anak tampak kurang mampu menirukan gerakan seperti
menjulurkan dan menggerakan lidah, mengembungkan pipi.

8
C. Anak Berbakat
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan
(inteligensi), kreativitas, dan tanggung jawab (task commitment) terhadap
tugas di atas anak-anak seusianya (Desiningrum, 2016). Salah satu
karakteristik yang sangat menonjol adalah mereka memiliki kecepatan
belajar di atas kecepatan belajar anak seusianya. Dengan diterangkan
sekali saja oleh guru, mereka telah dapat menangkap maksudnya;
sementara anak-anak yang lainnya masih perlu dijelaskan lagi oleh guru.
Pada saat guru mengulangi penjelasan kepada teman-temannya itu, mereka
memiliki waktu terluang. Bila tidak diantisipasi oleh guru, kadang-kadang
waktu luang tersebut dimanfaatkan untuk aktivitas sekehendaknya,
misalnya melempar benda- benda kecil kepada teman dekatnya, mencubit
teman kanan-kirinya, dan sebagainya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki, dalam proses
pembelajaran hendaknya guru dapat memanfaatkan waktu luang anak
berbakat dengan memberi materi pelajaran tambahan (materi pelajaran
berikutnya). Sehingga kalau terakumulasi semua, mungkin materi
pelajaran selama satu semester dapat selesai dalam waktu 4 bulan; materi 1
tahun selesai dalam waktu 8 bulan; materi 6 tahun selesai dalam waktu 4
tahun. Hal ini disebut dengan istilah percepatan (akselerasi) belajar
(Damastuti, 2020).
Ada anak berbakat yang tidak tertarik dengan program percepatan
belajar. Mereka kurang berminat mempelajari materi berikutnya dan
mendahului teman-temannya. Mereka merasa lebih menikmati dengan
tetap berada bersama dengan teman sekelasnya. Materi yang diberikan
lebih diperdalam dan diperluas dengan mengembangkan proses berfikir
tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah). Anak
berbakat tidak hanya mengembangkan proses berfikir tingkat rendah
(pengetahuan dan pemahaman), tetapi mereka lebih menonjol dalam
proses berfikir tingkat tinggi (Ahdiyat et al., 2017). Hal ini menuntut guru
agar dalam kegiatan pembelajaran dapat memanfaatkan waktu luang
dengan cara

9
memberi program-program pengayaan kepada mereka, dengan
mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi mereka.

1
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada tiga jenis anak yang mengalami hambatan intelektual kognitif
dan berbakat yaitu Anak yang mengalami hambatan mental atau
tunagrahita (seseorang yang memiliki hambatan kecerdasan) merupakan
anak yang memiliki inteligensi yang signifkan berada dibawah rata-rata
dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang
muncul dalam masa perkembangan. Kemudian anak dengan kesulitan
belajar khusus adalah, anak-anak yang mengalami
hambatan/penyimpangan pada satu atau lebih proses-proses psikologis
dasar yang mencakup pengertian atau penggunaan bahasa baik lisan
maupun tulisan. Serta anak berbakat adalah anak yang memiliki
kemampuan (inteligensi), kreativitas, dan tanggung jawab (task
commitment) terhadap tugas di atas anak-anak seusianya. Salah satu
karakteristik yang sangat menonjol adalah mereka memiliki kecepatan
belajar di atas kecepatan belajar anak seusianya.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak
sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkaan kritik dan saran tentang pembahasan makalah ini.

1
DAFTAR PUSTAKA

Ahdiyat, M., Agustina, L., & Hikmah, N. (2017). MODEL PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK ANAK YANG MENGALAMI
KESULITAN BELAJAR. E-Jurnal Matematika, 6(3), 176–182.

Damastuti, E. (2020). Pendidikan Anak dengan Hambatan Intelektual. Prodi PLB


FKIP ULM Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi anak berkebutuhan khusus. Psikosain.

Sukadari, H. (2019). Model pendidikan inklusi dalam pembelajaran anak


berkebutuhan khusus. Kanwa Publisher.

Venti, C. (2017). SEKOLAH DASAR INKLUSI UNTUK ANAK


BERKESULITAN BELAJAR SPESIFIK ( ABBS ) DI
KOTA
PONTIANAK. Jurnal Online Mahasiswa Arsitektur Universitas
Tanjungpura, 5(1), 27–40.

Widiastuti, N. L. G. K., & Winaya, I. M. A. (2019). PRINSIP KHUSUS DAN


JENIS LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA. Jurnal
Santiaji Pendidikan, 9(2).

Anda mungkin juga menyukai