Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH STRATEGI PENGEMBANGAN KOGNITIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Pengembangan Kognitif dan Kreativitas Anak Usia Dini”

Dosen Pengampu : Nadya Yulianty S, S.Psi, M.pd

Di susun Oleh:

Cut Mutia Alsafiah ( 01062101002 )

Nur Aliyah ( 01062101011 )

FAKULTAS TARBIYAH

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)

DR KHEZ MUTTAQIEN-PURWAKARTA

Tahun akademik

2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas segala


kebesaran dan kelimpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah “Strategi Pengembangan Kognitif”.

Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh
karena itu terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan
penyusun semata-mata. Namun, karena adanya bantuan dan dukungan dari pihak-
pihak yang terkait. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari
pengalaman dan pengetahuan masih sangat terbatas.

Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
dari berbagai pihak agar makalah ini lebih baik dan bisa lebih bermanfaat.

Purwakarta, 19 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian perkembangan Kognitif AUD............................................ 2
2. Aspek Perkembangan .......................................................................... 5
3. Ciri-Ciri Perilaku Kognitif dan Tahapan Perkembangan Kognitif ...... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 16
B. Saran..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk yang selalu bertumbuh dan
berkembang. Anak usia dini adalah bagian dari manusia yang juga selalu
bertumbuh dan berkembang bahkan lebih pesat dan fundamental pada awal
awal tahun kehidupannya. Kualitas perkembangan anak di masa depanya,
sangat ditentukan oleh stimulasi yang diperolehnya sejak dini.

Pemberian stimulasi pendidikan untuk anak usia dini adalah hal


sangat penting mengingat 80% pertumbuhan otak berkembang pada anak
sejak usia dini. Elastisitas perkembangan otak anak usia dini lebih besar pada
usia lahir hingga sebelum 8 tahun kehidupannya, 20% siasanya ditentukan
selama sisa kehidupannya setelah masa kanak-kanak. Dan tentu saja bentuk
stimulasi yang diberikan harusnya dengan cara yang tepat sesuai
dengan tingkat perkembangan anak usia dini.

Perkembangan Anak Usia Dini meliputi beberapa aspek diantaranya aspek


pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik, aspek perkembangan kognitif,
aspek perkembangan sosio emosional, aspek perkembangan bahasa,m serta
aspek perkembangan moral agama. Pengembangan seluruh aspek-aspek
tersebut secara menyeluruh dan berkesinambungan menjadi suatu hal yang
sangat berarti. Dalam memberikan stimulasi untuk mengembangkan aspek-
aspek tersebut, tentunlah pemahaman akan konsep dasar berkaitan dengan hal
tersebut sangat diperlukan. Untuk itulah makalah ini mengupas berbagai hal
berkaitan dengan konsep dan teori serta strategi yang dapat digunakan untuk
mengembangan kemampuan dasar anak usia dini terutama pada
perkembangan kemampuan kognitif.

B. Rumusan Masalah
masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian perkembangan kognitif?
2. Apa aspek utama dalam perkembangan kognitif?
3. Bagaimana ciri-ciri perilaku kognitif?
4. Apa saja tahapan perkembangan kognitif?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif
2. Mengetahui aspek utama dalam perkembangan kognitif
3. Mengetahui ciri-ciri perilaku kognitif
4. Mengetahui tahapan perkembangan kognitif

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif AUD


Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padananya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition ialah perolehan, penataan dan
penggunaan pengetahuan (Neiser dalam Jahja, 2013:56). Selanjutnya kognitif juga
dapat diartikan dengan kemampuan belajar atau berfikir atau kecerdasan yaitu
kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk
memahami apa yang terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan
daya ingat dan menyelesaikan soal-soal sederhana (Pudjiati & Masykouri, 2011:6).
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Istilah Maslihah (2005) bahwa
kognitif sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengerti sesuatu.
Artinya mengerti menunjukkan kemampuan untuk menangkap sifat, arti, atau
keterangan mengenai sesuatu serta mempunyai gambaran yang jelas terhadap hal
tersebut. Perkembangan kognitif sendiri mengacu kepada kemampuan yang
dimiliki seorang anak untuk memahami sesuatu (Maslihah, 2005). Sementara itu di
dalam kamus besar bahasa Indonesia, kognitif diartikan sebagai sesuatu hal yang
berhubungan dengan atau melibatkan kognisi berdasarkan kepada pengetahuan
faktual yang empiris. (Alwi, dkk, 2002: 579). Lebih lanjut proses kognisi adalah
sebuah proses mental yang mengacu kepada proses mengetahui (knowing) sesuatu
(Berk, 2005). Kemudian Yusuf (2005:10) mengemukakan bahwa kemampuan
kognitif ialah kemampuan anak untuk berfikir lebih kompleks serta melakukan
penalaran dan pemecahan masalah, berkembangnya kemampuan kognitif ini akan
mempermudah anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga ia
dapat berfungsi secara wajar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai
salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Selanjutnya, kognitif
sering kali diartikan sebagai kecerdasan, daya nalar atau berpikir. Kognitif adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati sehingga muncul tingkah

2
laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan
untuk menggunakan pengetahuan (Patmodewo, 2003:27).
Kognitif atau intelektual adalah suatu proses berfikir berupa kemampuan atau
daya untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta
kemampuan menilai dan mempertimbangkan segala sesuatu yang diamati dari
dunia sekitar. Kognitif dapat diartikan sebagai pengetahuan yang luas daya nalar,
kreatifitas atau daya cipta, kemampuan berbahasa serta daya ingat. Gabungan
antara kematangan anak dengan pengaruh lingkungan disebut kognisi. Dalam
kognisi anak dapat menyelesaikan masalah lingkungan sendiri. Untuk
menggambarkan perilaku manusia yang berkaitan dengan kemampuan intelegtual
dapat dilihat sebagai berikut:
a) Idiot IQ. 0-29: yaitu merupakan kelompok individu terbelakang yang paling
rendah tidak dapat berbicara atau mengucapkan beberapa kata saja dan
biasanya tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Perkembangan intelegensinya
rata-rata sama dengan anak normal umur 2 tahun, sering kali umurnya tidak
tahan lama, sebab selain intelegensinya rendah, juga badanya tidak tahan
tehadap penyakit.
b) Imbecile IQ. 30-40: yaitu kelompok ini setingkat lebih tinggi dari anak idiot,
ia dapat belajar berbahasa dan dapat mengurus dirinya sendiri dengan
pengawasan yang teliti. Pada anak tigkatan ini dapat diberi latihan-latihan
ringan, tetapi dalam kehidupannya selalu tergantung pada orang lain. Tidak
dapat berdiri sendiri. Kecerdasannya sama dengan anak normal 3-7 tahun.
Anak kelompok ini tidak bisa dididik di sekolah biasa.
c) Moron atau Debil IQ. 50-69; yaitu kelompok ini sampai tingkat tertentu dapat
belajar membaca, menulis dan membuat perhitunganperhitungan sederhana
dan dapat diberikan pekerjaan rutin.
d) Bodoh IQ 70-79: yaitu kelompok ini berada di atas kelompok terbelakang dan
di bawah kelompok normal. Secara susah payah dengan beberapa hambatan,
individu ini dapat melaksanakan sekolah lanjutan pertama, tetapi sukar sekali
untuk dapat menyelesaikan kelas-kelas terakhir di SLTP.

3
e) Normal rendah IQ 80-89; yaitu kelompok ini termasuk pada kelompok
normal, mereka ini agak lambat dalam belajar dan mereka dapat
menyelesaikan sekolah di SLTP.
f) Normal sedang IQ 90-109: yaitu kelompok ini termasuk kelompok normal
yang merupakan kelompok terbesar persentasenya dalam populasi penduduk
g) Normal tinggi IQ 110-119; yaitu kelompok ini termasuk kelompok normal
tetapi berada pada tingkat yang tinggi.
h) Cerdas IQ 120-129; yaitu kelompok ini sangat berhasil dalam perkerjaan
sekolah, mereka sering sekali terdapat dalam kelas biasa.
i) Sangat cerdas IQ 130-139; yaitu kelompok ini lebih cakap dalam membaca,
mempunyai pengetahuan tentang bilangan yang sangat baik, perbendaharaan
kata yang luas, dan cepat memahami pengertian yang abstrak. Pada umumnya
faktor kesehatan kekuatan, dan ketengkasan lebih menonjol daripada anak
normal.
j) Jenius 140 ke atas; yaitu kelompok ini kemampuan sangat luar biasa, mereka
pada umumnya memiliki kemampuan memecahkan masalah dan menemukan
sesuatu yang baru walaupun mereka tidak bersekolah.
Sujiono (dalam Khadijah, 2013) mengungkapkan bahwa anak usia dini adalah
anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia dini merupakan usia yang
sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato seorang ahli filsafat dalam Jamaris
bahwa waktu yang paling tepat mendidik anak adalah sebelum usia 6 tahun. Hal ini
diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Cekoslavia yang bernama Jhon
Amus Comenius dalam Jamaris bahwa pendidikan telah dimulai sejak anak berada
dalam pangkuan ibunya (Jamaris, 2005: 1).
Lebih rinci Montessori dalam Hainstock (1999:10-11). mengungkapkan
bahwa masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah
anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada
masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahami dan
menguasai lingkungannya. Selanjutnya Montessori mengungkapkan bahwa usia
keemasan merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai
stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungan, baik disengaja maupun

4
tidak disengaja. Pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan
psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas
perkembangan yang diterapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari. (G.
Hainstock, 1999:34)
Dengan demikian, disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak usia dini
adalah kemampuan cara berpikir anak usia dini dalam memahami lingkungan
sekitar sehingga pengetahuan anak bertambah. Artinya dengan kemampuan berfikir
ini anak dapat mengeksplorasikan dirinya sendiri, orang lain, hewan dan tumbuhan,
serta berbagai benda yang ada di sekitarnya sehingga mereka dapat memperoleh
berbagai pengetahuan tersebut.
B. Aspek Perkembangan
Aspek Perkembangan Perkembangan dapat diartikan sebagai proses
perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam rentang kehidupnnya, mulai dari
masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, sampai masa dewasa.
Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu proses perubahan dalam diri
individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju
tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progesif,
dan berkesinambungan (Syamsu, 2012).
Perkembangan individu merupakan integrasi dari beberapa proses, yakni
biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Ketiga proses ini saling berhubungan dan
saling mempengaruhi. Dengan demikian, obyek psikologi perkembangan adalah
proses perubahan yang terjadi dalam diri individu meliputi beberapa aspek sebagai
implikasinya, yakni: Aspek perkembangan pertama yakni, Aspek fisik dan motorik,
berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik, Kuhlen dan Thompson
menyatakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek (Hurlock
dalam Retno, 1995), yakni: pertama, struktur fisik, yang meliputi tinggi badan,
berat badan, dan proporsi tubuh. Kedua, sistem syaraf yang mempengaruhi
perkembangan aspek lainnya, yakni intelektual dan emosi. Ketiga, Kekuatan otot,
yang akan mempengaruhi perkembangan motorik, Keempat, kelenjar endokrin
yang menyebabkan munculnya pola-pola perilaku baru.
Aspek perkembangan ini sangat mempengaruhi seluruh aspek perkembangan
lainnya, sebagai contoh, struktur fisik yang kurang normal (terlalu pendek/tinggi,

5
terlalu kurus atau obesitas) akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri seseorang.
Faktor kepercyaan ini berkaitan dengan aspek perkembangan emosi, kepribadian,
dan sosial. Aspek perkembangan kedua yakni, aspek kognitif atau intelektual,
perkembangan kognitif berkaitan dengan potensi intelektual yang dimiliki individu,
yakni kemampuan untuk berfikir dan memecahkan masalah. Aspek kognitif juga
dipengaruhi oleh perkembangan sel-sel syaraf pusat di otak. Penelitian mengenai
fungsi otak (Woolfolk, 1995) dapat dibedakan berdasarkan ke-dua belahan otak,
yakni otak kiri dan otak kanan. Otak kiri berkaitan erat dengan kemampuan berfikir
rasional, ilmiah, logis, kritis, analitis, dan konvergen (memusat).
Dengan demikian kegiatan yang banyak melibatkan fungsi otak kiri adalah
membaca, berhitung, belajar bahasa dan melakukan penelitian ilmiah. Sedangkan
otak kanan berkaitan erat dengan kemampuan berfikir intuitif, imajinatif, holistik
dan divergen (menyebar). Kegiatan yang dominan menggunakan otak kanan
diantaranya adalah melukis, bermain music, kerajinan tangan. Ahli psikologi yang
memberikan kontribusi teori penting mengenai perkembangan kognitif adalah Jean
Piaget (1952).
Menurutnya, tahap perkembangan kognitif menurut periode usia adalah adalah
sebagai berikut: sensori-motori, usia 0-2 tahun, ra-operational, usia 2-7 tahun,
operational konkrit, usia 7-12 tahun, dan operational formal, usia diatas 12 tahun.
Selain berhubungan erat dengan aspek perkembangan fisik dan motorik,
perkembangan kognitif juga dipengaruhi dan memengaruhi aspek perkembangan
lainnya, seperti moral, dan penghayatan agama, aspek bahasa, sosial, emosional.
Sebagai contoh, peserta didik yang memiliki perkembangan kognitif yang baik,
diharapkan mampu memahami nilai dan aturan sosial,memiliki penalaran moral
yang baik dan mampu menggunakan bahasa secara tepat dan efisien (Retno, 2013).
Aspek perkembangan ketiga yakni, aspek perkembangan sosial,
perkembangan sosial individu ditandai dengan pencapaian kematangan dalam
interaksi sosialnya, bagaimana ia mampu bergaul, beradaptasi dengan
lingkungannya dan menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok (Retno
Pangestuti, 2013). Robinson A (1981) mengartikan sosialisasi sebagai proses yang
membimbing anak kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga mampu
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab.

6
Perkembangan sosial seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial
dimana ia berada, baik keluarga, teman sebaya, guru, dan masyarakat sekitarnya.
Aspek perkembangan anak keempat yaitu aspek perkembangan bahasa, menurut
para ahli, bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk
menyampaikan pesan (pendapat dan perasaan) dengan menggunakan simbolsimbol
yang disepakati berrsama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk
kalimat yang bermakna, dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam
suatu komunitas atau masyarakat (Sinolungan, 1997; Semiawan, 1998).
Lenneeberg salah seorang ahli teori belajar bahasa yang sangat terkenal
(1996) mengatakan bahwa perkembangan bahasa tergantung pada pematangan otak
secara biologis. Sementara itu, Tarigan (2009) menjabarkan perkembangan bahasa
menjadi beberapa tahapan, yaitu tahap meraban (pralinguistik) pertama dan tahap
meramban (pralinguistik) kedua. Pada tahap meraban pertama, selama berbulan-
bulan awal kehidupan, bayi menagis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa.
Mereka seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat.
Pada tahap meramban kedua, tahap ini disebut juga tahap omong kosong atau
tahap kata tanpa makna. Awal tahap meraban kedua ini biasanya dimulai pada
permulaan kedua tahun pertama kehidupan. Anak-anak menghasilkan suatu kata
yang dapat dikenal, tetapi mereka berbuat seolaholah mengatur ucapan mereka
sesuai dengan pola suku kata.
Aspek perkembangan kelima yakni, aspek perkembangan emosi. Menurut
Retno (2013), emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau
suatu kejadian. Ragam emosi dapat terdiri dari perasaan senang mengenai sesuatu,
marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu. Kebanyakan ahli yakin
bahwa emosi lebih cepat beralu daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila
seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi peserta
didik, sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan
emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock
dalam Retno, 2002). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan
tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari,

7
dengan berfungsinya system endokrin. Keatangan dan belajar terjalin erat satu sama
lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Untuk mencapai kematangan emosi, remajaharus belajar memperoleh
gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun
caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang
lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa
aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada orang
sasaran (Hurlock dalam Retno, 2002).
Aspek perkembangan keenam yakni aspek kepribadian dan seni, kata
kepribadian dalam bahasa asing disebut dengan kata personality. Kata ini berasal
dari kata latin, yaitu persona yang berarti topeng atau seorang individu yang
berbicara melalui sebuah topeng yang menyembunyikan identitasnya dan
memerankan tokoh lain dalam drama (Buchori, 1982).
Suadianto (2007) menjelaskan bahwa hal penting dalam perkembangan
kepribadian adalah ketetapan dalam pola kepribadian atau persistensi. Artinya,
terdapat kecenderungan ciri sifat kepribadian yang menetap dan relatif tidak
berubah sehingga mewarnai timbul perilaku khusus terhadap diri seseorang. Aspek
perkembangan ketujuh yakni, aspek pekembangan moral dan penghayatan agama.
Istilah moral berasal dari bahasa latin mos/moris yang dapat diartikan sebagai
peraturan, nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan dan tatacara kehidupan (Retno, 2013).
Sedangkan moralitas lebih mengarah pada sikap untuk menerima dan melakukan
peraturan, nilai dan prinsip moral (Yusuf, 2011).
Menurut kacamata teori psikoanalisa, perkembangan moral adalah proses
internalisasi norma-norma masyarakat dan dipengaruhi oleh kematangan biologis
individu. Sedangkan dari sudut pandang Teori behavioristik, perkembangan moral
dipandang sebagai hasil rangkaian stimulus-respons yang dipelajari oleh anak,
antara lain berupa hukuman dan pujian yang sering dialami oleh anak.
Menurut Wiliam James, salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk adalah
fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya
(Murphy, 1967). Dengan kehalusan dan fitrah tadi, seseorang setidaktidaknya pasti
mengalami, mempercayai bahkan menyakini dan menerimanya tanpa keraguan,
bahwa di luar dirinya ada suatu kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apapun

8
termasuk dirinya, yang demikian itu disebut sebagai pengalaman religi atau
keagamaan. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pertama, faktor
genetik/hereditas merupakan faktor internal yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan individu.
Hereditas sendiri dapat diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang
diwariskan orang tua. Sejalan dengan itu, faktor genetik dapat diartikan sebagai
segala poteensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa
prakelahiran sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen (Yusuf, 2011).
Dari definisi tersebut, yang perlu digaris bawahi adalah faktor ini bersifat potensial,
pewarisan/bawaan dan alamiah (nature). Kedua, faktor lingkungan (nurture),
lingkungan merupakan faktor eksternal yang turut membentuk dan mempengaruhi
perkembangan individu (Retno, 2013).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor genetik bersifat
potensial dan lingkungan yang akan menjadikannya aktual. Ada beberapa faktor
lingkungan yang sangat menonjol yakni dalam lingkungan keluarga. Menurut
Yusuf (2011) alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak,
adalah:
a) Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat
identifikasi anak.
b) Keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenalkan nilai-nilai
kehidupan kepada anak.
c) Orang tua dan anggota keluarga merupakan “significant people” bagi
perkembangan kepribadian anak.
d) Keluarga sebagai institusi yang memfasilitasi kebutuhan dasar insani
(manusiawi), baik yang bersifat fiktif biologis, maupun sosio-psikologis.
e) Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

C. Ciri-Ciri Perilaku Kognitif dan Tahapan Perkembangan Kognitif


Perkembangan kognitif juga mempunyai ciri-ciri yang membedakannya
dengan perkembangan lain diantaranya bersifat kuantitatif, perubahannya linier
dalam suatu tahap dan adanya perubahan kualitatif melintasi 4 tahapan utama,
yaitu:

9
1) Sensoris Motoris ( 0-2 tahun )
Tahap sensori motoris ditandai dengan ciri-ciri menonjol sebagai berikut:
a. Segala tindakannya masih bersifat naluriah.
b. Aktifitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indera.
c. Individu baru mampu melihat dan meresap pengalaman, tetapi belum
untuk mengkategorikan pengalaman itu.
d. Individu mulai belajar menangani obyek-obyek konkrit melalui
skema-skema sensori-motorisnya.
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode reflex pada
(umur 0-1 bulan) . Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar
berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat
refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang
bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara
refleks.
Periode 2 yaitu Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan), Pada periode
perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama.
Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu
tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang
telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks
tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai
membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai membedakan
diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode
ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan
mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan
matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber suara yang ia
dengar.
Periode 3 yaitu Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8
bulan), Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan
memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya, Tingkah laku bayi
semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia
menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada periode
ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang

10
menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali
peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder).
Periode 4 yaitu Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan), Pada
periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil
tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu
hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil
diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai
mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang
sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode
ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya
(permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat
mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyai
konsep tentang ruang.
Periode 5 yaitu Eksperimen (umur 12 – 18 bulan), Unsur pokok pada
perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila
dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema
yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk
menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau
dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada
periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan
mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam
situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi
sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang
baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan
lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi
perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat
dilihat secara serentak.
Periode 6 yaitu Refresentasi (umur 18 – 24 bulan), Periode ini adalah
periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah
mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan
rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam

11
gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari periode intelegensi
sensori motor ke intelegensi refresentatif. Secara mental, seorang anak
mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat
menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda
pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk
mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan
konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga
dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai
berikut:
a) Berfikir melalui perbuatan (gerak)
b) Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks
sampai ia dapat berjalan dan bicara.
c) Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
d) Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
2) Fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun)
Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa
pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat
dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan
melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat
berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-
pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva Fase ini
memberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase
praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses
berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas
yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah
dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan rasa permulaan bagi anak
untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh
sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak
terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga
subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris
dan subfase berpikir secara intuitif. Subfase fungsi simbolis terjadi pada
usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk
menggambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Kemampuan ini
membuat anak dapat menggunakan balok-balok kecil untuk membangun
rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini,
anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana. Subfase
berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara
egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami

12
perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak
pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut
dengan istilah egosentris. Subfase berpikir secata intuitif terjadi pada usia
4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada
saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti
menyusun balok meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya
tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun
meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk
berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan
bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi
egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-
masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).”
Pikiran mereka masih bersifat irreversible
c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi
sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan
deduktif.
d) Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga
belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak
seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan
kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas,
berat dan isi).
f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai
apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam
kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai
mengerti konsep yang konkrit.

3) Fase Operasi Konkret (usia 7- 11 tahun)


Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara
logis sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber
berpikir logis tersebut hadir secara konkret.
Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn kemampuan
mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan
benda sesuai dengan urutannya, kemampuan untuk memahami cara
pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.

4) Fase Operasi Formal (11 tahun sampai usia dewasa)


Fase operasi formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir
konkret ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat
dilihat dari kemampuan mengemukakan ide-ide , memprediksi kejadian
yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu

13
mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan
kebenaran hipotesis.

Menurut piaget, perkembangan dari masing-masing tahap tersebut


merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini menurut
tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif
yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-
perubahan dalam kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Dari sudut
biologis, piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam sehingga
organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem pernafasan dan
lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, di mana adanya sistem
yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan.
Untuk menunjukkan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah
laku yang terorganisasi, piaget menggunakan istilah skemadan adaptasi.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan
merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola
sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang
memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan
jenis situasi.
Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget
untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungan dalam
proses perkembangan kognitif. Adaptasi ini muncul dengan sendirinya ketika bayi
tersebut mengadakan interaksi dengan dunia disekitarnya. Mereka akan
belajar menyesuaikan diri dan mengatasinya sehingga kemampuan mentalnya
akan berkembang dengan sendirinya. Menurut piaget adaptasi ini terdiri dari dua
proses yang saling melengkapi yaitu asimilasi dan akomondasi.
Asimilasi, dari sudut biologis asimilasi adalah integrasi antara elemen-elemen
eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organsme.
Asimilasi kognitif mencangkup perubahan objek eksternal menjadi stuktur
pengetahuan internal. Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap
saat manusia selalu mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai
kepadanya, dimana kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokkan
kedalam istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka ketahui.
Akomondasi, adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui, atau
menggabung-gabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru.
Akomondasi kognitif berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki
sebelumnya untuk disesuaikan denagan objek stimulus eksternal. Jadi kalau pada
asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, maka pada akomondasi perubahan
terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan objek yang
ada di luar dirinya. Sturtur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang
mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari
objeknya.

14
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan
penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan
(ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan
aktivitas lingkungan terhadap individu (akomondasi). Hal ini berarti, ketika
individu bereaksi terhadap lingkungan, dia menggabungkan stimulus dunia luar
dengan struktur yang sudah ada, dan inilah asimilasi. Pada saat yang sama, ketika
lingkungan bereaksi terhadap individu, dan individu mengubah supaya sesuai
dengan stimulus dunia luar, maka inilah yang disebut akomondasi.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan
yang cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada
anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya. Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui
proses perkembangan kognitif tersebut. Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan
menggunakan dua cara yaitu dengan pendekatan tentang tahapan-tahapan
perkembangan kognitif yang dijelaskan oleh Piaget dan dengan caran system
pemprosesan informasi. Pada teori pemprosesan informasi lebih menekankan
bagaimana proses-proses terjadinya perkembangan kognitif, tetapi pada teori Piaget
membagi proses tersebut ke dalam berbagai tahapan.
Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus
dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan
peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan
yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga
pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan
kognitif masing-masing anak didik. Tidak kalah penting, pengajar juga harus
mengetahui tentang factor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat
sentral dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah
gaya pengasuhan dan lingkungan.
B. Saran

Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar
dapat ikut berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif. Selalu
belajar serius agar menjadi peserta didik yang nantinya dapat dengan mudah
memahami tentang perkembangan kognitifnya. Peran serta pemerintaah,
masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi perkembangan
kognitif setiap anak dan peserta didik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT.

Rosdakarya.

Desmita. psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009

Khadijah. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: PT Perdana

Publishing. 2016

17

Anda mungkin juga menyukai