Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERKEMBANGAN KONGNITIF PESERTA DIDIK

Dosen Pengampu: Asmah Amir S.pd.M.pd

Disusun oleh:

Kelompok 5

Septian Bayu Anggara (2269010113)


Fhaisal Fernanda Abbas (2269010133)
Muh Aidil Syafaid (2269010120)
Asniana (2269010106)
Rosnah (2269010119)
Nabila Noviandani (2269010126)
Novi (2269010104)
Herianti (2269010124)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BONE

TAHUN AKADEMIK 2023

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 3

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................... 3

1.2 TUJUAN............................................................................................... 4

1.3 RUMUSAN MASALAH ...................................................................... 4

BAB II KONSEP TEORI ................................................................................. 4

2.1 DEFINISI ............................................................................................. 4

1) Pengertian Kognitif.............................................................................. 4

2) Pengertian perkembangan kognitif ..................................................... 5

2.2 KARAKTERISTIK TEORI ................... Error! Bookmark not defined.

2.3 FAKTOR YANG MEMENGARUHI .... Error! Bookmark not defined.

2.4 IMPLEMENTASI PERKEMBANGAN


KONGNITIF..............................................4

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 5

1 KESIMPULAN .................................................................................... 5

2 SARAN ................................................................................................. 5

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 6

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah
lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif
sangat diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan
peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang
berkaitan langsung dengan proses pembelajaran sehingga perkembangan
kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga


kependidikan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi
edukatif dan pengembangan kognitif peserta didik, perlu memiliki
pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada
anak didiknya.

Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena
perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga.
Namun, sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang
perkembangan kognitif anak, karakteristik perkembangan kognitif, dan lain-
lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi


peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik

3
pengertian maupun tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kognitif.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-
tahapnya.
3. Mengetahui masalah perkembangan kognitif peserta didik.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud kognitif?
2. Apa yang dimaksud perkembangan kognitif?
3. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik
dan bagaimana solusi?

BAB II
KONSEP TEORI

2.1 DEFINISI
1) Pengertian Kognitif
Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari
tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention),
penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi
(evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan
untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.

4
2) Pengertian perkembangan kognitif
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya,
kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi
tahap. Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan
kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk
berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan
pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini
akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih
luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah
satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan
pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai
buku karangan (Desmita, 2009).
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan
kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat
mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak
dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung
menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat
secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky
berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep
sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam
proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya
terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat
terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah
dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik,
misalnya di masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat
dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan
oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang

5
berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan
masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan,
mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan
lingkungannya.

2.2 KARAKTERISTIK TEORI PERKEMBANGAN KONGNITIF

1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Sosok Jean Piaget yang dikenal sebagai tokoh filsuf pendidikan


berpendapat bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik,
yaitu perkembangan yang berhubungan denagan sistem syaraf (Darmadi, 2017).
Menurut Piaget pengetahuan datang dari tindakan atau pengalaman (M. Soleh,
2021). Sehingga, perkembangan kognitif sebagian besar didasarkan dari seberapa
jauh manusia aktif dalam memanipulasi serta aktif berinterkasi dengan
lingkungannya.

Piaget menggambarkan proses kognitif melibatkan skema, asimilasi,


akomodsi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan) (Darmadi, 2017).

A. Skema merupakan struktur kognitif yang terdiri dari ide, gagasan


dan konsep.
B. Asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke dalam
struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Artinya apabila individu
memproleh informasi yang baru maka hal tersebut akan berintegrasi
dengan pengetahuan yang dimilikinya.

6
C. Akomodasi adalah proses penyesuaian atau perubahan struktur
kognitif karena informasi yang baru. Artinya pengetahuan yang sudah
dimiliki harus disesuaikan dengan informasi baru yang diterima.
D. Ekuilibrasi yaitu kemampuan menyeimbangkan antara asimilasi
dan akomodasi.
Berikut 4 tahapan perkembangan kognitif yang dialami oleh manusia
menurut Jean Piaget (Ni Putu Ayu, 2021), yaitu:

a. Tahap Sensorimotorik (usia 0-2 tahun)


Anak pada tahap sensorimotor anak memiliki kemampuan yang terbatas
pada gerak refleks dan panca inderanya, seperti menggenggam dan
menghisap. Ditahap ini anak dianggap

“egosentris” yaitu anak belum dapat mempertimbangkan kebutuhan,


keinginan, atau kepentingan orang lain.

b. Tahap Pra-operasional (usia 2-7 tahun)


Pada tahap pra-operasional anak sudah mampu menggunakan simbol
berupa gambaran mental, pengucapan bahasanya, gerakan atau respon
meski sangat terbatas. Selanjutnya anak juga sudah masuk ke dalam
lingkungan sosialnya dan dapat mengenali objek secara tepat.

c. Tahap Konkret (usia 7-11 tahun)


Pada tahap ini anak sudah memiliki kecakapan berpikir secara logis,
namun hanya sebatas benda yang bersifat konkret (nyata). Seperti anak
sudah dapat melakukan pengelompokan dan pemecahan masalah.

d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)


Pada tahap ini, remaja mampu melakukan aktvitas penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang bersifat abstrak. Kondisi berpikirnya juga
sudah dapat bekerja dengan efektif, sistematis, dan dapat menganalisa
beberapa kemungkinan.

7
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan pendapat Piaget tentang proses
perkembangan konitif individu adalah mengikuti pola dan tahaptahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Terutama dalam hal belajar
akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
perserta didik. Di sekolah guru dapat memberikan banyak interaksi yang bersifat
merangsang peserta didik agar aktif dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya.

2. Teori Perkembangan Kognitif Jerome Brunner

Brunner mengusung teori discovery learning yaitu dalam kegiatan belajar


akan berjalan dengan maksimal dan kreatif jika peserta didik dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau memproses sendiri informasi yang diterimanya.
Menurut Brunner perkembangan kognitif peserta didik sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan terkhusus bahasa yang digunakan dalam kehiduannya.
Perkembangan bahasa disini memberikan pengaruh besar terhadap
perkembangan kognitif.

Menurut Brunner, terdapat 3 tahapan perekembangan kognitif yang terjadi


pada individu (Halim Simatupang, 2019), yaitu:

a. Tahap Enaktif
Pada tahap enaktif, individu belajar untuk memahami lingkungan
disekitarnya melalui kegiatan-kegiatan atau respon terhadap suatu objek.
Dalam artian memahami dunia sekitarnya dengan menggunakan
kemampuan motoriknya. Seperti melalui sentuhan, pegangan dan gigitan.

b. Tahap Ikonik
Pada tahap ikonik, individu memahami dunia sekitarnya menggunakan
visualisasi melalui penggunaan model dan gambargambar.

c. Tahap Simbolik

8
Pada tahap simbolik, individu mampu memiliki gagasan atau pemikiran
abstrak, yaitu dengan memahami simbol-simbol bahasa, logika,
matematika, dan lain sebagainya.

Sehingga dapat disimpulkan dari pemaparan teori Brunner bahwa,


perkembangan kognitif peserta didik dapat didukung dengan menciptakan situasi
agar peserta didik dapat belajar secara mandiri melalui pengalaman dan
eksperimen untuk menemukan struktur konsep, teori, atau pemahaman yang
telah dipelajarinya.

3. Teori Perkembangan Kognitif Ausubel

Beliau adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori
berlajar bermaknanya (meaningful learning). Menurut Ausubel, ada 2 jenis
belajar yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal
(rote learning) (Halim Simatupang, 2019) berikut pemaparannya:

a. Belajar Bermakna (meaningful learning)


Belajar bermakna artinya bahan materi pelajaran haruslah bermakna.
Ausebel mengelompokkan proses belajar bermakna dalam dua dimensi,
yaitu: (1) berkaitan dengan cara materi atau informasi yang disajikan ke
peserta didik; (2) cara peserta didik dapat mengaitkan materi pelajaran
atau informasi dengan konsep (struktur kognitif) yang dipelajari dan
dipahaminya.

b. Belajar Menghafal (rote learnig)


Rote learning atau belajar hafalan dapat terjadi jika peserta didik tidak
mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang
dikuasainya.

4. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky

Lev Vigotsky ialah seorang tokoh psikologi Rusia, yang meyakini bahwa
perkembangan kognitif dipengaruhi dari pengalaman interaksi sosial dan
kebudayaan yang berasal dari lingkungan seorang anak.

9
Berdasarkan pandangan Vygotsky, orang dewasa (guru dan orang tua) atau
teman sebaya yang lebih kompeten harus membantu mengarahkan belajar
peserta didik yang belum dapat menguasai pembelajarannya. Sehingga hal yang
dipelajari anak hari ini dengan bantuan orang lain dapat dilakukannya secara
mandiri pada masa yang akan datang.

Vyotsy mengemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pembelajaran


(Hasanuddin, 2017), sebagai berikut:

a. Pembelajaran Sosial (social learning)


Vyotsky berpandangan, peserta didik dapat belajar dari interaksi yang
dilakukannya dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
kompeten atau cakap. Interaksi sosial tersebut dapat memancing
terbentuknya ide baru dan memperluas perkembangan intelektual
peserta didik.

b. Zona Perkembangan ZPD


Konsep ZPD (zone of proximal development) biasa dikenal sebagai zona
perkembangan yaitu orang terdekat peserta didik (guru, teman sebaya,
dan orang tua) yang diharapkan dapat membantu peserta didik dalam
memecahkan masalah. Maksudnya disini, peserta didik yang tidak
mampu menyelesaikan sendiri tugasnya akan dapat terselesaikan dengan
bimbingan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sejawatnya.

c. Scaffolding (Perancahan)
Scaffholding merupakan proses memberikan bantuan berupa petunjuk
kepada peserta didik di awal tahap pembelajaran yang diharapkan
peserta didik dapat belajar secara mandiri kedepannya.

Berasarkan teori Vyotsy diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik


dapat belajar dan berkembang dengan maksimal jika peserta didik banyak
melakukan interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih mampu dalam bidang
yang dipelajari.

10
C. Faktor-Faktor Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif secara umum diartikan sebagai suatu proses


individu dapat memperoleh cara berpikir sebagaimana layaknya manusia yang
berakal. Untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat
diamati dari kemampuan simbolik ataupun abstrak, misalnya berkomunikasi,
berinteraksi, bermain, membaca, berhitung, dll (I Gede Dharma Utamayasa,
2021). Tentu banyak factor yang membuat tingkat perkembangan kognitif
seseorang berbeda-beda. Menurut Piaget salah satu factor perkembangan
kognitif pada anak ialah kematangan organ tubuh dan lingkungan si anak (Aip
Saripuddin & Isnaeni Yuningsih Fauziah, 2020). Menurut beliau semakin
bertambahnya usia individu maka akan semakin berkembang pula sel tubuh yang
akan memberikan dampak pada perkembangan kemampuannya. Selain hal itu
dengan bertambahnya usia dan pengalaman seseorang, maka akan
mengakibatkan terjadinya adaptasi dengan lingkungannya secara natural
sehingga struktur kognitifnya mengalami perubahan ketaraf yang lebih tinggi.

Ada juga menurut Soemiarti dan Patmonodewo, mereka menjelaskan dari


sisi medis bahwasanya perkembangan kognitif seseorang dapat dipengaruhi oleh
sel otak dan juga perkembangan antarsel. Maka perlu diperhatikan bahwa gizi
dan nutrisi sangat memengaruhi, bahkan kondisi anak ketika berada di dalam
kandungan seorang ibu dapat menjadi penentu seberapa jauh pertumbuhan dan
perkembangan anak nantinya. Apabila asupan gizi yang diperoleh anak tidak
memenuhi kebutuhan tubuh, dikhawatirkan akan menyebabkan keterlambatan
atau kemunduran potensi pada diri si anak tadi.

Manusia pada dasarnya pasti bertumbuh dan berkembang sesuai apa


yang telah diperolehnya (makanan, nutrisi, tempat tinggal, kondisi sosial,
interaksi, dll) sehingga apa yang dikatakan oleh Piaget dan para ahli lainnya dapat
diartikan sebagai penyebab yang mempengaruhi perkembangan kognitif
seseorang tidak jauh-jauh dari diri individu tersebut. Maka dari itu dapat
dinyatakan bahwasanya setiap anak akan memiliki tingkatan perkembangan

11
kognitif yang berbeda antar satu sama lain tergantung bagaimana lingkungan dan
pemenuhan kebutuhannya

(Khadijah & Nurul Amelia, 2021).

Untuk memudahkan dalam mengetahui hal-hal yang dapat


mempengaruhi perkembangan kognitif anak, maka penulis
mengklasifikasikannya menjadi dua factor, yaitu factor dalam (internal) dan luar
(eksternal) yang penjelasannya sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Factor internal merupakan factor yang mempengaruhi perkembangan


kognitif dari dalam diri seseorang tersebut. Beberapa hal yang menjadi
factor internal perkembangan kognitif ialah:

a. Factor bawaan atau hereditas (keturunan), merupakan kepercayaan


bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki factorfaktor bawaan sejak
lahir yang tidak akan terpengaruh oleh lingkungan yang ada di
sekitarnya. Teori ini diperoleh dari teori nativisme yang digagas oleh
Schopenhauer, yaitu seorang ahli filsafat berkebangsaan Jerman
(Faizatul Faridy, 2021).
b. Faktor dari kematangan organ tubuh anak. Jadi semakin bertambah usia
anak maka tentunya organ-organ yang ada pada diri anak itu akan ikut
berkembang pula secara kualitas dan kuantitas. Begitu pula untuk sel-sel
yang mempengaruhi aspek kogintif, maka tingkat kematangan organ
tersebut akan menentukan tingkat kecapaian fungsinya secara
maksimal.
Dari hal tersebut maka pastinya sangat penting untuk memastikan anak
terpenuhi kebutuhan gizi dan nutrisinya agar pertumbuhan dan
perkembangan tubuh anak tidak terlambat dan mencapai kematangan
sesuai usia seharusnya.

12
c. Talents & interest (bakat dan minat anak). Bakat ialah potensi bawaan
yang sudah dimiliki anak sedari lahir namun masih perlu untuk
ditingkatkan lebih lanjut (Rudi Mulyatiningsih, 2006). Sedangkan minat
merupakan sesuatu yang disukai anak dan menjadi dorongan untuknya
agar lebih berkembang lagi. Kedua aspek ini merupakan salah satu
factor kognitif seorang anak dapat terbentuk, yaitu bagaimana anak
tersebut memilih jalan yang ia tempuh untuk memperkuat potensi
berpikir yang kritis.
2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah hal-hal dari luar seseorang yang membawa


pengaruh pada perkembangan kognitif. Berikut merupakan beberapa hal
yang menjadi factor eksternal perkembangan kognitif.

a. Factor lingkungan. Yang mempelopori teori lingkungan (empirisme)


ialah John Locke, seorang filsuf dari Inggris. Menurut beliau, seorang
anak dilahirkan layaknya kertas yang belum ternoda sama sekali, tetapi
kertas tersebut lama kelamaan akan mulai dipenuhi dengan tulisan
sesuai perkembangannya, seperti apa dan bagaimana isi kertas itu akan
ditetapkan oleh lingkungan si anak tadi (Muh. Daud, 2021). Jadi
berdasarkan teori ini, perkembangan kognitif yang dialami anak akan
diperoleh dari berbagai pengetahuan dan pengalaman yang dialami
anak dari lingkungan disekitarnya.
b. Factor pembentukan. Factor pembentukan ini merupakan usaha dari
luar yang mempengaruhi perkembangan kognitif individu baik secara
sengaja maupun tidak disengaja. Contoh dari pembentukan secara
sengaja ialah melalui Pendidikan di sekolah, ekstrakurikuler, les privat,
dan lain-lain. Sedangkan pembentukan secara tidak sengaja diperoleh
dari pengaruh alam sekitarnya seperti pengalaman, adaptasi, tuntutan
lingkungan, dan lain-lain. Dalam arti factor pembentukan ini merupakam

13
salah satu insting manusia untuk meningkatkan atau mempertahankan
hidup.
c. Factor kebebasan, factor ini menyatakan bahwa manusia bebas dalam
berpikir divergen atau menyebar, yang artinya individu bisa menentukan
metodenya dalam menyelesaikan problem yang sedang dihadapi
(Faizatul Faridy, 2021). Biasanya factor ini erat kaitannya dengan
bagaimana pola asuh orang tua atau pendidik (guru) pada si anak. Jika
orang tuanya menerapkan pola asuh yang bermusyawarah atau
demokratis, tidak semena-mena menentang keputusan anak, maka
factor kebebasan ini akan muncul. Sedangkan jika orang tuanya
mengasuh dengan pola yang dictator, over protektif dan otoriter, tentu
kesempatan anak untuk berkembang secara kognitif akan terhambat.
Karena tidak adanya kesempatan untuk mengeksplor potensinya lebih
jauh.

Jadi, berdasarkan pemaparan diatas ada dua factor yang dapat


mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Yang pertama ialah factor internal
atau yang berasal dari dalam diri anak tersebut yang terdiri dari factor hereditas,
factor kematangan organ tubuh, terakhir factor bakat dan minat yang dimiliki.
yang kedua merupakan factor eksternal yaitu sesuatu yang berasal dari luar,
terdiri dari factor lingkungan, factor pembentukan, dan factor kebebasan. Kedua
factor ini sangat mempengaruhi potensi berpikir yang dimiliki maupun yang
dikembangkan oleh seseorang. Semakin mendukung factor-faktor yang dimiliki
seseorang, semakin baik pula tingkat kognitif yang dimilikinya.

D. Implementasi Perkembangan Kognitif Siswa Menurut Teori Jean Piaget

Perkembangan kognitif ialah peningkatan kualitas dalam berpikir logis


yang dialami oleh manusia dari sejak lahir hingga dewasa. Menurut Jean Piaget,
setiap orang mengalami empat fase perkembangan kognitif, diantaranya: tahap
perkembangan sensori-motor (usia 0 – 1,5 tahun), tahap pra-operasional (usia
1,5 – 6 tahun), tahap operasional konkrit (usia 6-12 tahun) dan tahap operasional

14
formal (12 tahun keatas) (Nuryati & Darsinah, 2021). Sebagai calon pendidik
tentu sangat perlu memahami pertumbuhan maupun perkembangan kognitif
anak. Selain itu, seoranng pendidik juga harus dapat melihat dan mengambil
sikap ketika menerapkan teori perkembangan kognitif pada diri siswa masing-
masing.

Menurut Piaget belajar berhasil dan membekas pada diri anak apabila
sesuai dengan kondisi tahapan perkembangan kognitif siswa. Maka dari itu,
pendidik memiliki peranan penting dan harus memahami pertumbuhan dan
perkembangan siswa. Karena gurulah yang menyetir kegiatan pembelajaran di
dalam kelas dan harus merancang scenario pembelajaran yang dapat memancing
potensi anak keluar. Untuk itu perkembangan kognitif siswa di Sekolah Dasar
sangat penting untuk dipahami dalam proses pembelajaran.

Kemampuan kognitif yang dimiliki anak berbeda-beda pada tahapan


usianya, namun secara umum Jean Piaget menyatakan dalam teorinya anak usia
Sekolah Dasar perkembangan kognitifnya terbagi dalam 2 tahap, yaitu tahap
operasional konkret (usia 7-10 tahun) dan tahap operasional formal (usia 11-12
tahun keatas). Kemampuan kognitif yang sudah dimiliki pada tahap operasional
konkret ialah berpikir rasional, logis, ilmiah, dan obyektif terhadap hal yang nyata
atau konkret. Menurut tahap ini kemampuan otak sudah dapat menalar dan
berlogika secara rasional namun dalam pengajarannya, guru harus menunjukkan
contoh langsung pembelajarannya (empiric), tidak berkhayal ataupun abstrak.
Kemudian di tahap operasional formal, anak sudah naik tingkat yaitu memiliki
kemampuan untuk berhipotesis (memikirkan kemungkinan sesuatu) dan sudah
bisa diajarkan pembelajaran yang bersifat abstrak. Pada tahap ini siswa sudah
dapat melakukan penelitian-penelitian sederhana melalui model pembelajaran
inquiry atau kontruktivisme, yang artinya siswa sudah memiliki kemampuan
untuk menganilis, berpikir kritis dan sistematis baik secara empiric maupun
abstrak (Dian Andesta Bujuri, 2018).

15
Berikut merupakan gambaran tentang kedua tahap perkembangan
kognitif anak dan implikasinya terhadap kegiatan belajar mengajar di kelas.

1. Perkembangan kognitif anak usia 7 tahun (kelas I SD)

Pada dasarnya daya kognitif yang dimiliki anak berumur 7 tahun


masih terbatas pada pengetahuan dan pemahaman yang sederhana
walaupun diusia ini sudah memasuki tahap operasional konkret. Jika
dianalogikan dengan teori Taksonomi Bloom, tahapan ini merupakan tahap
permulaan yaitu C1 (mengingat) dan awal tahap C2 (memahami) (Nuryati &
Darsinah, 2021). Untuk implementasinya guru harus membuat
pembelajaran yang menarik dan kontekstual yang dapat dikaitkan dengan
kenyataan yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
ketika belajar mengenalkan kosakata guru sebaiknya menampakkan obyek
nyatanya agar anak tidak mengkhayalkan benda yang dimaksud. Atau
ketika pembelajaran matematika, cara mengenalkan metode berhitung
harus menggunakan alat bantu seperti sempoa benda yang konkret (lidi,
batu, daun, dll) atau menggunakan jari tangan sehingga konsep siswa
dalam berhitung tidak abstrak. Diusia ini juga sudah bisa mengenalkan
simbol, lambing, warna, atau bangun datar yang dapat dikenali dari benda
dilingkungannya.

Guru juga harus aware dengan psikologi belajar anak diusia tersebut
yang mana dunia bermainnya masih dominan. Anak diusia 67 tahun tidak
bisa diberikan pembelajaran yang intens karena berpikir akan membuat
mereka cepat merasa lelah. Sehingga seorang pendidik dalam mendesain
rancangan pembelajaran itu harus kreatif dan interaktif yang memiliki
konsep belajar sambil bermain, misalnya belajar sambil bernyanyi, bermain
peran, dll.

2. Perkembangan kognitif anak usia 8 tahun (kelas II SD/MI)

16
Diusia 8 tahun daya berpikir anak sudah mengalami kenaikan dari
tahapan sebelumnya. Mereka mulai naik ke taraf C2 (memahami) dan
menuju C3 (menerapkan). Piaget berpendapat anak berusia 8 tahun dapat
mengkoneksikan kumpulan tingkat suatu benda dan menyusunnya
berdasarkan ukurannya. Misal siswa dapat mengurutkan pensil warnanya
berdasarkan ukuran terpendek hingga terpanjang. Namun jika diberikan
soal tentang mengurutkan suatu obyek tanpa memberikan benda
nyatanya, maka siswa akan masih kesulitan dalam menyelesaikannya
(Nuryati & Darsinah, 2021). Konsep mengklasifikasikan sesuatu itu
kemudian diterapkan didalam kurikulum pembelajaran dengan konteks
mempelajari jenis-jenis hewan, tumbuhan atau buah-buahan, dll.

Untuk metode pembelajaran yang dilakukan masih sama dengan


tahapan sebelumnya yaitu harus kontekstual dan menyajikan obyeknya
secara nyata. Namun sesekali pendidik dapat mengajak anak keluar
ruangan dan belajar dengan alam. Jadi pada dasarnya, diusia ini guru bisa
mencoba untuk menerapkan belajar secara formal tetapi masih
menyenangkan bagi anak.

3. Perkembangan kognitif anak usia 9 tahun (kelas III SD/MI)

Kemudian di tahapan ini kemampuan koginitif anak sudah


berkembang ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan pengalaman, wawasan
dan pengetahuannya, anak sudah dapat memikir solusi masalah yang lebih
rumit. Tingkatan Taksonomi Bloom di tahap ini sudah mencapai C3 atau
menerapkan. Guru sudah bisa memberikan materi yang lebih dalam dan
memancing imajinasi misalnya mengenalkan system tata surya dengan
metode gambar atau pun video (Dian Andesta Bujuri, 2018). Kemampuan
matematikanya juga semakin meningkat. Pada tahap sebelumnya hanya
mengenalkan jenis bangun datar saja, kali ini mereka sudah bisa
memahami rumus dan menghitung luas bangun datar serta memahami

17
konsep pembentukan bangun datar dengan beberapa bangun datar
tertentu.

Untuk metode pembelajarannya, pendidik atau guru dapat


menerapkan system diskusi kelompok yang pastinya masih perlu untuk
diawasi oleh guru pelaksanaannya. Selain karena siswa itu masih perlu
beradaptasi dengan metode pembelajaran baru, mereka juga masih sangat
aktif dalam mencari kesenangannya sendiri sehingga ketika siswa sudah
merasakan jenuh maka mereka bisa menyebabkan kericuhan ketika proses
pembelajaran. Kemudian guru juga bisa melakukan percobaan mengenai
materi yang telah dipelajari dengan siswa sehingga mereka merasakan
secara langsung dan mendapatkan ingatan yang kuat tentang materi itu.
Pada umumnya anak di usia 8-9 tahun bisa focus dalam mengikuti
pembelajaran 3-4 jam secara total dalam sehari.

4. Perkembangan kognitif anak usia 10 tahun (kelas IV SD/MI)

Pada usia ini perkembangan kognitif sudah menapaki tingkat yang


baru. Proses berpikir kritis semakin tajam, siswa sudah mampu menalar
masalah dari berbagai dimensi secara mendalam. Ranah C3 (menerapkan)
sudah lebih baik dari tahap sebelumnya. Siswa diusia ini sudah memasuki
ranah C4 yaitu menganalisis. Mereka sudah mampu mengkaitkan antara
teori dan fakta dalam menarik kesimpulan dan menyatakan
ketidaksetujuan dalam hal berpendapat dengan alasan yang logis dan
ilmiah (Dian Andesta Bujuri, 2018).

Sejatinya anak usia 10 tahun sudah melintasi jenjang C5 atau sintesis


yaitu mengkombinasikan unsur-unsur dengan bagian-bagian sehingga
membentuk satu kesatuan yang sebelumnya tidak terlihat dengan jelas
(Husamah, 2018), namun dalam pelaksanaannya masih sangat sederhana.
Misalnya pembelajaran IPA tentang mempelajari benda yang tidak bisa
terlihat wujudnya (gas, udara) beserta perubahan wujud benda, tetapi
mereka mampu menangkap penjelasan dengan baik. Kemampuan

18
matematikanya juga sudah meningkat. Mereka dapat menyelesaikan
penghitungan satuan berat dan satuan panjang yang berbeda, menghitung
volume bangun ruang, menyelesaikan soal yang berbentuk narasi, dll.

Selanjutnya metode pembelajaran kooperatif sudah dapat


diterapkan pada usia ini. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan
kesempatan pada anak untuk menyampaikan informasi atau hasil kerja
yang telah kelompoknya diskusikan kepada kelompok lain. Kegiatan
sharing pendapat akan membiasakan anak untuk mendengarkan dan
menghargai pendapat temannya yang lain (Suliswono, 2018). Kemudian
pembelajaran kooperatif bisa menumbuhkan rasa confident atau percaya
diri dalam menyampaikan pendapat dan bertukar pikiran dalam
memecahkan masalah.

5. Perkembangan kognitif anak usia 11 – 12 tahun (kelas V-VI SD/MI)

Pada usia ini anak sudah bisa berpikir pada sesuatu yang memiliki
kemungkinan akan terjadi (abstrak), yang mana jika dibandingkan dengan
tahap sebelumnya yaitu berpikir sistematis dan logis pada obyek yang
nyata (empirik), tentu perkembangan ini sudah memasuki tahapan baru.
Fase perkembangan kognitif ini menurut Piaget disebut fase operasional
formal. Berdasarkan pendapat William Crain, otak anak sudah mampu
berpikir mengenai obyek yang bersifat abstrak dan berpikir dengan kritis.
Apabila dipaparkan suatu permasalahan, mereka dapat memahami sebab-
akibat dan menentukan penyelesaiannya dan menyusun secara strategis
serta sistematis. Untuk tingkatan Bloom, anak yang berusia 11 tahun pada
umumnya sudah mencapai ranah C5 yaitu mengevaluasi/menilai sesuatu
sedangkan anak dengan usia 12 tahun keatas telah memasuki ranah C5 dan
C6 (menciptakan).

Pada tahapan ini anak sudah mampu berpikir kritis dan sistematis
dapat diajarkan dengan metode student center (Dian Andesta Bujuri,
2018), misalnya model Inquiry Learning, Kontruktivisme, Problem Based

19
Learning (PBL), Discovery Learning, dll. Anak direntang usia ini sudah
mampu menciptakan hal yang baru dengan didasari pengetahuan yang
mereka dapatkan sebelumnya seperti membuat teks cerita, pidato,
kerajinan tangan, dan lainnya. Untuk bidang matematika, mereka sudah
dapat membuat konsep sesuai pemahamannya dan dapat menyelesaikan
soal dengan caranya sendiri.

20
KESIMPULAN

Perkembangan Kognitif peserta didik sangat penting untuk diperhatikan


oleh pendidik karena setiap anak memiliki masanya tersendiri untuk
mengembangkan potensi dalam berpikir. Dengan mengetahui tahapan-tahapan
perkembangan kognitif peserta didik, pendidik dapat merancang model, metode,
strategi pembelajaran yang tepat sehingga kemampuan memproses informasi
dan berpikir mereka dapat dikeluarkan dengan maksimal.

Banyak ahli yang sudah menyusun teori mengenai perkembangan kognitif


pada anak. Diantaranya teori dari Jean Piaget, teori Brunner, teori Ausubel, dan
teori Vygotsky. Keempat teori memiliki tujuan yang sama yaitu menjelaskan
bagaimana proses perkembangan kognitif yang terjadi pada manusia. Namun
selain itu terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif yaitu factor internal (hereditas, kematangan organ tubuh, bakat dan
minat) dan factor ekternal (lingkungan, pembentukan dan kebebasan).

Dalam implementasinya, penulis menyantumkan contoh dari teori


perkembangan kognitif Jean Piaget yang mana didalam teorinya perkembangan
kognitif anak usia Sekolah Dasar terbagi dalam 2 tahap, yaitu tahap operasional
konkret (usia 7-10 tahun) dan tahap operasional formal (usia 11-12 tahun
keatas).

Pada tahap operasional konkret pendidik dianjurkan menggunakan media


atau benda konkret sebagai penunjang kegiatan belajar peserta didik disaat
pembelajaran dikelas. Dan ditahap ini pembelajaran harus dikontekstualisasikan
ke dalam kehidupan nyata, misalnya mempraktekkan secara langsung,
memperlihatkan contoh, mengunjungi suatu tempat, dan sebagainya sehingga
peserta didik dapat menerima konsep materi secara baik.

Selanjutnya pada tahap operasional formal pendidik sudah dapat


memberikan model pembelajaran yang dapat mengasah proses berpikir kritis
pada peserta didik. Misalnya menerapkan model pembelajaran discovery
learning, project base learning, inkuiri, dan sebagainya yang membutuhkan

21
penalaran dan keaktifan berpikir tinggi pada siswa baik berupa hal empiric
maupun yang abstrak.

22
PUSTAKA

Ayu, Ni putu, dkk. 2021. Ilmu Alamiah Dasar. Bandung: Nilacakra.

Daud, Muh., dkk. 2021. Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta:
Kencana.

Faridy, Faizatul. 2021. Mengapa Kamu, Nak?. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo

Husamah, dkk. 2018. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

Khadijah, Nurul Amelia. 2021. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini: Teori dan
Praktik. Jakarta: Kencana

Mardianto. 2019. Psikologi Pendidikan: Landasan Untuk Pengembangan Strategi


Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.

Saripuddin, Aip Isnaeni Yuningsih Faujiah. 2020. Model Edutainment Dalam


Pembelajaran PAUD. Depok: PT RajaGrafindo Persada

Simatupang, Halim. 2019. Strategi Belajar Mengajar Abad Ke-21. Surabaya: CV.
Cipta Media Edukasi.

Soleh, M. 2021. Teori Belajar dan Pembelajaran: Menciptakan Pembelajaran


yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Kencana.

Suliswono, Dwi, dkk. 2018. Panduan Pelatihan Mobile & Cooperative Learning.
Yogyakarta: Deepublish.

Utamayasa, I Gede Dharma. 2021. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta


Didik. Surabaya: CV. Jakad Media Publishing

Uyun, M. dan Idi Warsah. 2021. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.

23
Bujuri, Dian Andesta. 2018. “Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar
dan Implikasinya dalam Kegiatan Belajar Mengajar”. Literasi,Vol.
9,No.1,https://ejournal.almaata.ac.id/index.php/LITERASI/article/view/720

Nuryati & Darsinah. 2021. “Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Jean


Piaget dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar”, Jurnal
Papeda,Vol3,No2,https://unimuda.ejournal.id/jurnalpendidikandasar/asticle/vie
w/1186.

24
25

Anda mungkin juga menyukai