Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KELOMPOK 3

ANAK BERKESULITAN BELAJAR

OLEH:
1. Tasya Andea Rozanti_ 22003064
2. Riska Aliyah Amatullah_ 22003053
3. Sari Wulandari_ 22003058
4. Solahuddin Harahap_ 22003059

202310030087

Dosen Pembimbing: Dr. Hj. Irdamurni, M.Pd. & Gaby Arnez, M.Pd.

PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
karunia, rahmat, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “GANGGUAN PERKEMBANGAN KOGNISI (PIAGET) DAN
KAITANNYA DENGAN KESULITAN BELAJAR” untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Perspektif Pendidikan dan Pembelajaran Anak Tunagrahita
dengan tepat waktu.

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan serta wawasan kita


sebagai calon pendidik dalam memahami bagaimana penyelenggaraan pendidikan
bagi Anak Kesulitan Belajar. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan, karena kurangnya wawasan
dan pengetahuan kami.

Oleh sebab itu, segala tegur sapa demi penyempurnaan makalah ini sangat
kami nantikan. Demikian prakata dari kami, sekian dan terima kasih.

Padang, 19
September 2023

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ...............................................................................................1

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................2

BAB I .......................................................................................................................3

PENDAHULUAN ...................................................................................................3

A. Latar Belakang, ................................................................................................3

B. Rumusan Masalah, ...........................................................................................3

C. Tujuan, .............................................................................................................3

BAB II ......................................................................................................................4

PEMBAHASAN ......................................................................................................5

A. Kesulitan Belajar Hakikat Kognitif, ................................................................5

B. Tahap-tahap Perkembangan Kognisi Menurut Piaget,.....................................6

C. Kaitan Kesulitan Belajar Dengan Gangguan Kognitif, ...................................8

BAB III ..................................................................................................................14

PENUTUP ..............................................................................................................14

A. Kesimpulan, ...................................................................................................14

B. Saran, .............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................16


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang,
Kesulitan belajar yakninya ketidakmampuan anak dalam mengatasi
tugas-tugas atau pemecahan masalah yang diberikan oleh guru. Dimana
anak dengan ketidak mampuannya dalam belajar memiliki ciri yang unik
dengan metode belajar yang tersendiri cenderung berbeda dengan anak
reguler.

Untuk itu anak kesulitan belajar bisa berhasil dalam pendidikan


mereka. Dimana guru mampu dalam memantau kemajuan anak, melalui
strategi pembelajaran yang selalu termodifikasi saat proses belajar mengajar
di kelas. Terdapat banyak faktor yang membuat anak sulit dalam
matematika, umumnya faktor dari diri sendiri serta fakktor stimulus dari
luar si anak.

Peserta didik yang menunjukan kesulitan belajar dalam matematika,


cenderung menampakan kesulitan dalam perilaku, misalnya terdapat
gangguan emosi, perasaan gelisah, cemas, mudah tersinggung, perilaku
yang agresif, gangguan dalam pola pikir, dimana hal-hal tersebut membuat
proses belajar anak ikut terganggu. Untuk mengatasi hal tersebut guru dapat
melaksankan remedial saat anak tidak mencapai target bidang study
tertentu.

B. Rumusan Masalah,
1. KESULITAN BELAJAR HAKEKAT KOGNITIF
2. TAHAP-TAHAPAN PERKEMBANGAN KOGNISI MENURUT
PIAGET
3. KAITAN KESULITAN BELAJAR DENGAN GANGGUAN
KOGNISI
C. Tujuan,
1. Untuk mengetahui hakekat kognitif esulitan belajar pada anak
2. Untuk mengetahui tahpan perkembangan kognisi menurut teori Piaget
3. Untuk mengetahui hubungan antara kkesulitan belajar dengan gangguan
kognisi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesulitan Belajar Hakikat Kognitif,


Perkembangan kognitif adalah tahapan-tahapan perubahan yang
terjadi dalam rentang kehidupan manusia untuk memahami, mengolah
informasi, memecahkan masalah dan mengetahui sesuatu. Jean Piaget
adalah salah satu tokoh yang meneliti tentang perkembangan kognitif dan
mengemukakan tahapan-tahapan perkembangan kognitif. Jean Piaget yang
juga ahli Biologi menghubungkan tahapan perkembangan kematangan fisik
dengan tahapan perkembangan kognitif. Tahapan-tahapan tersebut adalah
tahap sensory motorik (0–2 tahun), praoperasional (2–7 tahun), operasional
konkret (7–11 tahun) dan operasional formal (11–15 tahun). Dalam
memahami dunia secara aktif, anak menggunakan skema, asimilasi,
akomodasi, organisasi dan equilibrasi.
Kognitif, dalam literatur lain disebut dengan “kognisi”, juga
diartikan sebagai suatu proses pengenalan terhadap segala sesuatu yang
berasal dari lingkungan individu dan menjadikannya bagian tak terpisahkan
dari keseluruhan perilaku indivisu dalam proses kehidupannya.
Kemampuan kognitif yang diwujudkan dengan perilaku kognitif. Perilaku
kognitif tertuang dalam proses bagaimana individu mengenal
lingkungannya lalu menjadikannya sebagai perbendaharaan psikis yang
diperlukan dalam mengkondisikan hidup yang bermakna dan efektif.
Kognisi, dalam gambaran klasik, meliputi “higher mental, processes”
seperti pengetahuan, kesadaran, intelegensia, pikiran, imajinasi, daya cipta,
perencanaan, penalaran, pengumpulan, pemecahan masalah, pembuatan
konsep, pembuatan klasifikasi dan kaitankaitan, pembuatan symbol-simbol
dan mungkin fantasi serta mimpi. Gambaran kognisi masa kini mencakup
batasan-batasan yang lebih luas. (Marinda, 2020)
Menurut Gowan (1979:51) perkembangan kognitif tidak hanya
berhenti pada tahap formal-operasional, tetapi berlanjut hingga tahap
kreativitas (creativity), psikedelia (psychedelia), dan iluminasi (illu-
mination). Tahap-tahap perkembangan kognitif sejak masa sensorimo- tor
hingga formal-operasional terkait dengan berpikir konvergen (con- vergent
thinking). Sedangkan ketiga tahapan selanjutnya terkait dengan berpikir
devergen (devergent thinking). Menurut Gowan, kemampuan berpikir
devergent tersebut hanya dimiliki oleh orang yang memiliki tingkat
kecerdasan superior; dan kemampuan ini dapat dirangsang melalui
penyediaan lingkungan pendidikan, terapi, dan latihan sensitivitas yang
baik serta meditasi (Abdurrahman, 2012).

B. Tahap-tahap Perkembangan Kognisi Menurut Piaget,


Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari
masa bayi hingga dewasa, menurut Piaget perkembangan yang berlangsung
melalui empat tahap, yaitu:

1. Tahap sensori-motor: 0 – 1,5 tahum


2. Tahap pra-operasional: 1,5 – 6 tahun
3. Tahap operasional konkrit: 6 – 12 tahun
4. Tahap operasional formal: 12 tahun ke atas

Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut,


meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap
dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk memungkinkan logika
jenis baru atau operasi. (Matt Jarvis, 2011:148). Semua manusia melalui
setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja
seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkrit,
sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-
operasional dalam cara berfikir. Namun urutan perkembangan intelektual
sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya terintegrasi dan
termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.
a. Tahap Sensorimotor,
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua
tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka
melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui
aktivitas motor. Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat dria
(sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya
mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat
drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi
perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor
terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungan.
b. Tahap pra-operasional,
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif
dalam menghadapi berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya
belum mempunyai sistem yang teroganisasikan. Anak sudah dapat
memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda –
tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat
tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai
dengan ciri-ciri:
1) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan
induktif atau deduktif tetapi tidak logis
2) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak
mengenal hubungan sebab-akibat secara tidak logis
3) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu
hidup seperti dirinya
4) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di
lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia
5) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu
berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar
6) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan
sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang
dihadapinya
7) Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada
sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri
yang lainnya Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya.
c. Tahap Operasional Konkrit,
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk
menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi hanya untuk
objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang
kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya
berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi
menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka,
anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami
kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
d. Tahap Operasional Formal,
Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru.
Periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya
untuk membentuk operasi yang lebih kompleks. Kemajuan pada
anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan
pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai
kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu
memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi
argumen dan karena itu disebut operasional formal (Ibda, 2015).

C. Kaitan Kesulitan Belajar Dengan Gaya Kognitif,


Menurut Uno (2010) gaya kognitif merupakan salah satu variabel
kondisi
belajar yang menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam merancang
pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor gaya
kognitif, tujuan, materi, serta metode pembelajaran, hasil belajar siswa
dapat dicapai semaksimal mungkin. Sehingga terdapat keterkaitan antara
kesulitan belajar siswa yang tampak jelas dari menurunnya kinerja
akademik atau prestasi siswa dengan gaya kognitif siswa yang menjadi
bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran agar tercapai hasil
belajar yang maksimal.
Terdapat dua tipe gaya kognitif yaitu gaya kognitif Field
Independent dan gaya kognitif Field Dependent. Berbagai kecendrungan-
kecedrungan dalam belajar siswa dapat diidentifikasi dan kemudian
diklasifikasi apakah siswa tersebut termasuk ke dalam gaya kognitif Field
Independent dimana cara berpikir cenderung memiliki kemandirian
pandangan ataukah termasuk ke dalam gaya kognitif Field Dependent yang
cara berpikirnya ketergantungan pandangan.
Menurut Witkin di dalam Akramunnisa et al., (2017) ciri-ciri siswa
yang
memiliki gaya kognitif tipe FD (Field Dependent) atau FI (Field
Independent)
sebagai berikut:
1. Siswa yang memiliki gaya kognitif tipe FD cenderung
mempersepsi suatu pola sebagai keseluruhan. Sukar baginya
untuk memusatkan perhatian pada satu aspek situasi atau
menganalisis suatu pola menjadi bermacam-macam.
2. Siswa yang memiliki gaya kognitif tipe FI cenderung
mempersepsi bagian-bagian yang terpisah dari suatu pola
menurut komponen-komponennya. Lebih lanjut
Akramunnisa et al., (2017) juga mengungkapkan bahwa
siswa yang memiliki gaya kognitif FI, menggunakan
persepsi sendiri dan analitis.

Hal ini berarti bahwa siswa dalam menyelesaikan masalah dapat


menggunakan proses dan strategi yang beragam secara sistematis.
Sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif tipe FD cenderung dalam
menyelesaikan masalah secara intuitif dalam langkah-langkah penyelesaian
masalah biasanya amburadul dan tidak sistematis sulit baginya
mengembangkan proses dan strategi, sehingga akan mengalami kendala
dalam menyelesaikan masalah.

Kaitan antara kesulitan belajar dengan gaya kognitif field


dependencefield independence adalah gaya kognitif ini menunjukkan pada
kemampuan seseorang untuk membebaskan diri dari pengaruh lingkungan
pada saat membuat keputusan tentang tugas-tugas perseptual. Anak yang
bertipe kognitif field dependence mudah terkecoh oleh informasi yang
menyesatkan sehingga persepsinya tidak akurat. Sebaliknya, anak yang
bertipe field independence mampu memfokuskan pada sebagian besar data
perseptual esensial tanpa terpengaruh oleh detail-detail data perseptual
tersebut (Novalita, 2022).

Dalam kajian literatur yang dipaparkan oleh para ahli yang terkait
dengan kesulitan beljar diantaranya yang dibahas oleh Myer & Hammil
(1976), Brutton, Ricardson, & Mangel (1975), Geartheart (1975), Harwel
(1982), Lerner (1984), Ried (1988), Lovitt (1989), Kirk & Gallagher (1986),
Westwood (1993), dan Benton & O’Brian (2000), menyimpulkan dari
keseluruhannya bahwa hubungan dari kesulitan belajar dengan kesulitan
belajar akademik disaat anak memasuki usia sekolah dasar (Jamaris, 2014),
sebagai berikut:

NO kesulitan belajar dalam Kesulitan belajar akademik


penuntasan tugas-tugas
Membaca / Menulis Matematika
perkembangan
1. Kesulitan memusatkan Menghambat proses Menghambat prose
perhatian belajar membaca dan membaca, dan
menulis menulis angka
serta simbol
matematika
2. Sulit dalam mengingat
2.1 visual memori Sulit menyalin soal Sulit mengingat
yang dipaparkan operasi
matematika yang
dipaparkan secara
visual
2.2 auditori memori Sukar menyalin bahan- Sukar melakukan
bahan yang dipaparkan operasi
secara lisan matematika tanpa
bantuan alat tulis
(di luar kepala)
3. Sulit dalam Persepsi
3.1 persepsi visual
3.1.1 figure- ground Menghilangkan atau Mengalami
menambahkan kata kesulitan dalam
sewaktu menyalin / operasi desimal,
membaca bersifat kompleks
3.1.2 reversal (terbalik depan- b-d, s-2, p-q, i-j Membalikan
belakang, sebaliknya) buku-kubu urutan angka 123-
321
3.1.3 inversion (atas-bawah, n-u, m-w 6-9
sebaliknya)
3.1.4 diskriminasi Sukar menambhkan Sukar
simbol sebagai membbedakan
petunjuk, arah, jalan, simbol-simbol
tempat dalam matematika
3.1.5 spatial Sukar menentukan Sukar
tinggi dan ukuran membedakan
huruf, cenderung bentuk-bentuk
bingung dengan kertas geometri,
bergaris
memcahkan
pecahan
3.2 persepsi visual motorik Sukar untuk meniru Sukar menulis
gerakan disaat proses angka dengan
belajar menulis huruf sejajar
4. Sukar dalam proses berfikir Sukar membedakan Sukar
benda-benda yang ada mmemahami pola-
disekitarnya pola dalam
pemecahan
masalah operasi
bilangan dengan
memodifikasi
melalui pola-pola
sebelumnya
5. Sukar dalam perkembangan bahasa
5.1 gangguan morfologi Sukar dalam Sukar
memahami aturan yang memecahkan
diaplikasikan dalam masalah dalam
penggunaan bahasa bentuk paragraf
5.2 gangguan phonologi Sukar mengatur
intonasi dalam
berbicara
5.3 gangguan sintaks Sukar memahami
struktur bahasa, baik
aktif ataupun pasif
5.4 kesulitan semantik Sukar memahami
makna sebuah kata /
kalimat
5.5 kesulitan pragmatik Sukar menggunakan
bahasa yangs esuai
dalam berkomunikasi
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan,
Kognitif, dalam literatur lain disebut dengan “kognisi”, juga
diartikan sebagai suatu proses pengenalan terhadap segala sesuatu yang
berasal dari lingkungan individu dan menjadikannya bagian tak terpisahkan
dari keseluruhan perilaku indivisu dalam proses kehidupannya.

Tahap operasional formal: 12 tahun ke atas Piaget percaya, bahwa


kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin setiap tahap
dilalui dalam usia berbeda.Semua manusia melalui setiap tingkat, tetapi
dengan kecepatan yang berbeda, jadi mungkin saja seorang anak yang
berumur 6 tahun berada pada tingkat operasional konkrit, sedangkan ada
seorang anak yang berumur 8 tahun masih pada tingkat pra-operasional
dalam cara berfikir.

a). Tahap Sensorimotor, Sepanjang tahap ini mulai dari lahir


hingga berusia dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka
sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang
berkembang dan melalui aktivitas motor. Hal ini ditandai
dengan ciri-ciri:
1. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan
induktif atau deduktif tetapi tidak logis
2. Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak
mengenal hubungan sebab-akibat secara tidak logis
3. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu
hidup seperti dirinya
4. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di
lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia
5. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu
berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar
6. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan
sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang
dihadapinya
7. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada
sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri
yang lainnya
8. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya
menurut kehendak dirinya.
b). Tahap Operasional Konkrit, Pada tahap ini, anak sudah
cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau
operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini.

Berbagai kecendrungan-kecedrungan dalam belajar siswa dapat


diidentifikasi dan kemudian diklasifikasi apakah siswa tersebut termasuk ke
dalam gaya kognitif Field Independent dimana cara berpikir cenderung
memiliki kemandirian pandangan ataukah termasuk ke dalam gaya kognitif
Field Dependent yang cara berpikirnya ketergantungan pandangan.

B. Saran,
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya. Apabila ada saran dan
kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat dimaafkan dan
memakluminya, karena kami adalah Hamba Allah yang tak luput dari
salah, khilaf, dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2012). Buku: Anak berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 131.

Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektualita, 3(1), 242904.

Jamaris, M. (2014). KESULITAN BELAJAR (R. Sikumbang (ed.)). Ghalia Indonesia.

Marinda, L. (2020). Piaget dan problematikanya. Jurnal An-Nisa :Jurnal Kajian Perempuan
& Keislaman, 13(1), 116–152.

Novalita, D. (2022). NALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL


CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI
DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF (Doctoral dissertation, Universitas Jambi.

Anda mungkin juga menyukai