Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran Matematika
yang diampu oleh :

Dr. Rosidah, M.Si


Dr. Ilham Minggi, M.Si.

Oleh:
Ali Hamsah 220007301005
Andi Mutia Amalia 220007301007
Andi Sriwahyuningsih 220007301008
Andi Winasasmita 220007301009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik
dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan
objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan
kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan


yang bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan
kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang
perkembangan kognitif pada anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan
dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan
orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan
kognitif anak.
Berdasarkan permasalahan di atas dan mengingat pentingnya perkembangan
kognitif bagi peserta didik, diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail
baik masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik maupun solusi
dari masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Oleh
karena itu penulis membuat makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?
2. Bagaimana proses atau tahap-tahap dari perkembangan kognitif ?
3. Apa faktor penunjang perkembangan kognitif peserta didik ?
4. Apa masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik ?
5. Apa solusi dari masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kognitif
peserta didik ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui seputar masalah terkait perkembangan kognitif peserta didik.
D. Manfaat
1. Bagi guru
a. Mengetahui bagaimana problematika dan solusi perkembangan kognitif peserta
didik
b. Memiliki bahan bacaan mengenai problematika dan solusi perkembangan
kognitif pesrta didik
2. Bagi penulis
a. Menyelesaikan tugas mata kuliah “Pembelajaran Matematika”
b. Memiliki pengetahuan tentang problematika dan solusi perkembangan kognitif
peserta didik
3. Bagi pembaca

Mendapat informasi baru tentang problematika dan solusi perkembangan kognitif


peserta didik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Secara sederhana, pada buku karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan


kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta
kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya
kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum
yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).
Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated
with thinking, and remembering.” Pengertian yang hampir serupa dengan pengertian
yang diberikan oleh Margaret W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity,
involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.”
Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah
istilah umum yang mencakup segenap mode pemahaman, yaitu persepsi, imajinasi,
penangkapan makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Pengertian ini
pun hampir senada dengan pengertian pada Dictionary of Psychology karya Chaplin
(2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan, termasuk didalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan,
menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai. Secara tradisional,
kognisi ini dipertentangkan dengan konasi (kemauan) dan dengan afeksi (perasaan).”
Sejumlah ahli psikologi juga menggunakan istilah thinking atau pikiran ini untuk
menunjukkan pengertian yang sama dengan cognition, yang mencakup berbagai aktifitas
mental, seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan lain-
lain. Sehingga dalam hal ini, Myers (1996) menjelaskan bahwa, “thinking, or cognition,
is the mental activity associated with processing, understanding, and communicating
information…these mental activities, including the logical and sometimes illogical ways
in  which we create concepts, solve problems, make decisions, and from judgments.”
Atkinson, dkk, (1991) mengartikan berfikir sebagai “kemampuan membayangkan dan
menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan
penggambaran ini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan
pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata.”
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi
aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget meyakini bahwa
pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya,
khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada
akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998), dalam posting (Anwar
Holil, 2008).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa
kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk
menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan
dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita,
2009).
Ide-ide dasar Teori Piaget dalam Perkembangan Kognitif.
Beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak
menurut piaget, antara lain :
1.  Anak adalah pembelajar yang aktif.
Menurut Piaget, anak itu tidak hanya mengobservasi dan mengingat semua
yang mereka lihat dan mereka dengar secara pasif. Padahal secara natural mereka
memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari
informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang
mereka hadapi itu.
Dalam memehami dunia mereka sacara aktif, anak menggunakan “schema”
(skema) seperti yang disebutkan oleh Piaget, yaitu konsep-konsep atau kerangka yang
ada dalam pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi.
2.  Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya.
Anak-anak itu tidak hanya mengumpulkan semua yang mereka pelajari dari
fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya anak memberikan
gambaran khusus untuk membangun suatu pandangan  menyeluruh tentang dunia dan
kehidupan sehari-hari.
3.  Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Ketika anak menggunakan dan beradaptasi terhadap skema yang mereka buat,
ada dua proses yang bertanggung jawab yaitu assimilation dan akomodasi. Asimilasi
terjadi apabila seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan
yang sudah ada, yaitu anak mengasimilasikan lingkungan kedalam suatu skema.
Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yaitu anak
menyesuaikan skema yang dimilikinya dengan lingkungannya.
4.  Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran
yang lebih komplek.
Menurut Piaget, ketika anak melalui proses penyesuaian asimilasi dan
akomodasi system kognisi anak berkembang dari satu tahap ke tahap yang
selanjutnya, sehingga kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yaitu keadaan
seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya dilingkungan.
Menurut Piaget, pikiran anak kecil berbeda secara kualitatif dibandingkan
dengan anak yang lebih besar. Maka dia menolak tentang definisi intelegensi yang
didasarkan pada jumlah jawaban yang benar dalam suatu tes intelegensi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Kognitif

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada
waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Pengertian yang luasnya
cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser,
1976). Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang/anak itu
senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi
dimana tingkah laku itu terjadi.
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua
bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini
juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan
rasa.
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan mengiterprestasikan obyek dan kejadian-
kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri – ciri dan fungsi dari objek –
objek, seperti mainan, perabot dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang
tua, teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek untuk
mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami
penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif didalam menyusun
pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi walaupun
proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasikan oleh
pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam
menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia
punya (Hetherington & Parke, 1975).
B. Tahap-Tahap Perkembangan Peserta Didik
Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap
atau periode-periode yang terus bertambah kompleks. Piaget juga menyakini bahwa
pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi
hingga masa dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut bersumber dari
tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan
akomodasi) serta adanya pengorganisasian strukur berfikir. Tahap-tahap pemikiran ini
secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian juga, corak pemikiran seorang
anak pada satu tahap berbeda dari corak pemikirannya pada tahap lain. Tahap-tahap
perkembangan pemikiran ini dibedakan piaget atas 4 tahap, yaitu tahap pemikiran
sensoris-motorik , praoperasioanal, operasional kongkret, dan operasional formal. Akan
tetapi, piaget tidak menetapkan secara tegas batasan-batasan umur pada masing – masing
tahap. Batasan umur pada masing – masing tahap diberikan oleh Ginsburg dan Opper
( Mussen, et all, 1969 ). Berikut ini akan diuraikan tahap pemikiran masa bayi, yaitu
tahap sensoris – mororik.
Tahap sensoris – motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira – kira 2 tahun.
Selama tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan pesat dalam
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui
gerakan – gerakan dan tindakan – tindakan fisik. Dalam hal ini, bayi yang baru lahir
bukan saja menerima secara pasif rangsangan – rangsangan terhadap alat – alat indranya,
melainkan juga aktif memberikan respons terhadap rangsangan tersebut, yakini melalui
gerak – gerak reflek.

Tahap Usia/Tahun Gambaran


Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada
saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Sensorimotor 0–2 Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia
melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik.
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-
kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya
Preoperational 2–7
peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui
hubungan informasi sensor dan tindak fisik.
Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis
mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan
Concrete operational 7 – 11
mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-
bentuk yang berbeda.
Anak remaja berfikir dengan cara yang lebih
Formal operational 11 – 15
abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
Dengan berfungsinya alat – alat indra serta kemampuan melakukan gerakan –
gerakan motorik dalam bentuk refleks – refleks, bayi berada dalam keadaan siap untuk
mengadakan hubungsn dengan dunia sekitarnya. Jadi, pada permulaan tahap sensoris –
motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakan untuk
mengkoordinasikan pikirikan dengan tindakan. Pada akhir tahap ini, ketika anak berusia
sekitar 2tahun, pola – pola sensoris- motoriknya semakin kompleks dan mulai
mengadopsi sesuai sistem simbol yang primitif. Misalnya, anak usia 2 tahun dapat
membayangkan sebuah mainan dan memanipulasinya dengan tangannya sebelum mainan
tersebut benar – benar ada. Anak juga dapat menggunakan kata – kata sederhana, seperti
“mamah melompat” untuk menun jukan telah terjadinya peristiwa sensoris – motorik
( Santrock, 1998 ). Tahap-tahap perkembangan menurut piaget ini diringkas dalam tabel
berikut
Menurut piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan hasil
perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut teori
tahapan piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang
bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan
kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Dari sudut biologis, piaget melihat
adanya sistem yang mengatur dari dalam, sehingga organisme mempunyai sistem
pencernaan, peredaran darah, sistem pernafasan, dan lain-lain. Hal yang sama juga
terjadi pada sistem kognisi, dimana adanya sistem yang mengatur dari dalam yang
kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktornya.
Untuk menentukan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkahlaku yang
teroeganisir, piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen
ini berarti bahwah kognisi berarti merupakan sistem yang selalu diorganisir dan di
adaptasi, sehingga memunginkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema ( struktur kognitif ) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons
berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sitematis dari tindakan,
perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka
pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Dalam diri bayi
terlihat beberapa pola tingkah laku refleks yang terorganisir sehubungan dengan
“pengetahuan” mengenai lingkungan. Misalnya gerakan refleks menghisap pada bayi,
ada gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menghisap gerakan ini
menunjukkan ada pola-pola tertentu. Gerakan ini tidak terpengaruh oleh apa yang masuk
kemulut, apakah ibu jari, puting susu ibunya, ataukah dot botol susu. Pola gerakan yang
diperoleh sejak lahir inilah yang disebut dengan skema.
Adaptasi (sturuktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan piaget
untuk menunjukan pentingnya pola individu dengan lingkungannya dengan proses
perkembangan kognitif piaget yakin bahawa bayi manusia ketika dilahirkan telah
dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan dan juga kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Adaptasi ini muncul dengan sendirinya ketika bayi tersebut
mengadakan interaksi dengan dunia disekitarnya. Mereka akan belajar menyesuaikan diri
dan mengatasinya, sehingga kemampuan mentalnya akan berkembang dengan
sendirinya. Menurut piaget, adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi,
yaitu : asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi dari sudut biologi, adalah inetegrasi antara elemen eksternal (dari luar)
terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif mencakup
perubahan objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal (lerner & Hultsch
1983). Proses asimilasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu
mengasimilasikan informasi-informasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-
informasi tersebut dikelompokan kedalam istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka
ketahui. Misalnya, seorang bayi yang menghisap puting susu ibunya atau dot botol susu,
akan melakukan tindakan yang sama (menghisap) terhadap semua objek baru yang
mereka temukan seperti bola karet atau jempolnya. Perilaku bayi menghisap semua objek
ini memperlihatkan proses asimilasi. Gerakan menghisap ibu jari sama artinya dengan
gerakan menghisap puting susu ibunya, sebab bayi menginterprestasikan ibu jari dengan
struktur kognitif yang sudah ada, yaitu puting susu ibunya.
Akomodasi adalah menciptakan langkah baru atau memperbaharui atau
menggabung-gabungkan istilah lama utuk menghadapi tantangan baru.akomodasi kogitif
berarti mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki sebelumnya ntuk disesuaikan
dengan stimulus eksternal. Jadi, kalau pada asimilasi terjadi perubahan pada objeknya,
maka pada akomodasi perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat
menyesuaikan diri dengan objek yang ada diluar dirinya. Struktur kognitif yang sudah
ada dalam diri seorang mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-
rangsangan dari objeknya. Misalnya, bayi melakukan tindakan yang sama terhadap ibu
jarinya, yaitu menghisap. Ini berarti bahwa bayi telah mengubah puting susu ibu jari.
Tidakan demikian disebut akomodasi.
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin penyesuain (adaptasi)
dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktifitas
individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktifitas lingkungan terhadap individu
(akomodasi). Ini berarti, ketika individu bereaksi terhadap lingkungan, dia
mnggabungkan stimulus dunia luar dengan struktur yang sudah ada dan iilah asimilasi.
Pada saat yang sama ketika lingkungan bereaksi terhadap individu, dan individu
mengubah supaya sesuai dengan stimulus dunia luar, maka inilah yang disebut
akomodasi (lerner & Hultsch 1983). Agar terjadi ekuilibrasi antara diri individu dengan
lingkungan, maka peristiwa-peristiwa ini disebut asimilasi.
C. Faktor Penunjang Perkembangan Kognitif
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi seseorang pindah tahap perkembangan
intelektualnya. Kelima faktor itu adalah: kematangan (maturation), pengalaman fisik
(physical experience), pengalaman logika matematika (logico-methematical experience),
transmisi sosial (social transmission), dan ekuilibrasi (equilibration).
Kematangan yaitu proses perubahan fisiologis dan anatomis, proses pertumbuhan
tubuh, sel-sel otak, sistem saraf dan manifestasi lainnya yang mempengaruhi
perkembangan kognitif. Kematangan mempunyai peran yang penting dalam
perkembangan intelektual. Hal ini ditunjukkan oleh hasil beberapa penelitian yang
membuktikan adanya perbedaan rata-rata usia anak pada tahap perkembangan yang sama
pada satu masyarakat dengan masyarakat lain yang berbeda (La Maronta Galib, 1992:
36-43 & 97; Harry, 1983: 40 & 97).
Pengalaman fisik yaitu pengalaman yang melibatkan seseorang untuk berinteraksi
dengan lingkungan fisik, memanipulasi obyek-obyek di sekitarnya dan membuat
abstraksi dari obyek tersebut. Melalui pengalaman fisik akan terbentuk pengetahuan fisik
dalam diri individu, karena pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-
benda yang ada "di luar" dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal (Carin & Sund,
1989:38; Kamii, 1978:36).
Pengalaman logika matematika yaitu pengalaman membangun hubungan-
hubungan atau membuat abstraksi yang didapat dari hasil interaksi terhadap obyek.
Dengan pengalaman logika matematika akan terbentuk pengetahuan logika matematika
dalam diri individu. Pengetahuan logika matematika merupakan hubungan-hubungan
yang diciptakan subyek dan diperlakukan pada obyek-obyek (Carin & Sund, 1989:38;
Kamii, 1978:36).
Transmisi sosial yaitu proses interaksi sosial dalam menyerap unsur-unsur budaya
yang berfungsi mengembangkan struktur kognitif. Hal ini dapat terjadi melalui informasi
yang datang dari orang tua, guru, teman, media cetak dan media elektronik. Dengan
adanya transmisi sosial akan terbentuk pengetahuan sosial dalam diri individu.
Pengetahuan sosial merupakan pengetahuan yang didasarkan pada perjanjian sosial,
suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat oleh manusia (Carin & Sund, 1989:38-39;
Kamii, 1978:37). Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik merupakan pengetahuan
tentang isi yang bersumber dari kenyataan yang ada "di luar", sementara pengetahuan
logika matematik mengkonstruksi keadaan nyata tersebut melalui pikiran.
Ekuilibrasi yaitu kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama
periode ketidakseimbangan. Ekuilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat
kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi. Pada proses ini
mengintegrasikan faktor-faktor kematangan, pengalaman fisik, pengalaman logika
matematika, dan transmisi sosial (Kamii, 1978:48).
D. Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a.       Masa kanak-kanak awal
Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya
hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca. Kurangnya
kemampuan mengenal lambing bilangan dan belum mampu menyebutkan kembali
pelajaran yang sudah ditempuh saat pembelajaran berakhir.
b.      Masa kanak-kanak akhir
Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan
sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan
kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca
pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu cepat.
c.       Masa Remaja
Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami
isi bacaan, Kemampuan aktivitas berpikir, bernalar, mengingat, hingga kemampuan
memecahkan masalah pada peserta didik masih rendah.
E. Solusi dari Masalah yang berkaitan dengan Perkembangan Peserta Didik
Strategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik mengembangkan
proses- proses kognitifnya
 Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan.
Gunakan syarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada
sesuatu yang penting.
 Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagian dari pengajaran dikelas.
Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran lebih
menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan perhatian.
 Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau
berpindah pada satu setting berbeda. Ubah jalur indrawi dengan memberi satu
pelajaran yang mengharuskan peserta didik menyentuh, membuai, atau merasakan.
 Bantu peserta didi menata informasi yang akan dimasukkan ke dalam memori, serta
memahami dan mengombinasikan informasi.
 Berikan stimulus pada peserta didik agar dia memiliki inisiatif untuk memecahkan
masalah yang ada.
Upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan keterampilan
kognisi peserta didik.
 Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan
strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit, penelitian tentang pelatihan
strategi (strategy training) menunjukkan bahwa terjadinya kemajuan belajar secara
substansi setelah peserta didik mengikuti training strategi di sekolah (Seiffer &
Hofnung, 1994)
 Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengevaluasi belajarnya
sendiri dan mendorong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan
belajar yang efektif.
 Dengan menggunakan tahapan perkembangan kognitif peserta didik, pendidik dapat
merancang model, metode, strategi pembelajaran yang tepat sehingga kemampuan
memproses informasi dan berpikir mereka dapat dikeluarkan dengan maksimal.

Adapun tahapan-tahapan teori perkembangan kognitif Jean piaget terbagi 2:

a. Tahap operasional formal, pendidik dianjurkan menggunakan media atau benda


konkret sebagai penunjang kegiatan belajar peserta didik disaat pembelajaran
dikelas. Perkembangan harus dikontekstualisasikan ke dalam kehidupannyata,
misalnya mempraktekkan secara langsung, memperlihatkan contoh, mengunjungi
suatu tempa, dan sebagainya. Sehingga, peserta didik dapat menerima konsep materi
secara baik.
b. Tahap operasional formal, pendidik sudah dapat memberikan model pembelajaran
yang dapat mengasah proses berpikir kritis pada peserta didik. Misalnya,
menerapkan model pembelajaran discovery learning, project base learning, inkuiri,
dan sebagainya yang membutuhkan penalaran dan keaktifan berpikir tinggi pada
siswa baik berupa hal empirik maupun abstrak.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang cukup
penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan
kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran
dan pemecahan masalah yang termasuk dalam  proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses
perkembangan kognitif tersebut. Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan
menggunakan dua cara yaitu dengan pendekatan tentang tahapan-tahapan perkembangan
kognitif yang dijelaskan oleh Piaget dan dengan caran system pemprosesan informasi.
Pada teori pemprosesan informasi lebih menekankan bagaimana proses-proses terjadinya
perkembangan kognitif, tetapi pada teori Piaget membagi proses tersebut ke dalam
berbagai tahapan.

Tidak kalah penting, pengajar juga harus mengetahui tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi peserta didik. Yang sangat sentral dalam faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif adalah gaya pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya
pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada pengasuhan ini merupakan cikal-bakal
perkembangan kognitif tersebut, karena ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan
semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada
perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat berpengaruh pada
perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan seseorang maka
kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya
kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang
perkembangan kognitif agar cara pengajaran kita sesuai dengan kemampuan kognitif
masing-masing anak.
2. Saran
 Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
berpartisipasi dalam memahami tentang masalah perkembangan kognitif.
 Selalu belajar serius agar menjadi peserta didik yang nantinya dapat dengan mudah
memahami tentang masalah perkembangan kognitifnya.
 Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi
perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Angraini, Wika (2020). Penerapan Strategi Pemecahan Masalah dalam Meningkatkan


Kemampuan Kognitif pada Anak Kelompok B. Jurnal Ilmiah Potensia: Vol.5 No.1.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya


https://abazariant.blogspot.com/2012/10/definisi-kognitif-afektif-dan-psikomotor.html.

Handaryani, Desy Pratiwi dan Ketut Pudjawan (2021). Model Pembelajaran Make a Match
Meningkatkan Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Lambang Bilangan. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Profesi Guru: Vol. 4, No.1.

Simanjuntak, Khairunnisa dan Rizky Sari Siregar (2022). Perkembangan Kognitif Peserta
Didik dan Implementasi dalam Kegiatan Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Islam: Vol.1
No.1.

Anda mungkin juga menyukai