Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR

TEORI BELAJAR KOGNITIF PIAGET

Dosen Pengampu : Dr. Subagya, M.Si

Kelompok 3 :

I Putu Bagus Narayana Nugraha (K5121035)

Reyhan Grapharis (K5121060)

Sabrina Alya Firda Sari (K5121066)

Sefvia Citra Nadila (K5121067)

Syafira Ayunda Haqqi (K5121076)

Yasintya Adelia (K5121081)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Psikologi Belajar, dengan judul: “Teori Belajar
Kognitif Piaget”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak, yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr.
Subagya, M.Si selaku dosen. Tidak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain yang telah mendukung
penyusunan makalah ini kami juga mengucapkan terima kasih.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka
dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar
pada tugas berikutnya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Surakarta, 28 Oktober 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3. Tujuan Masalah.................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Teori belajar kognitif.............................................................................................................3
2.2 Tahap-tahap perkembangan kognitif.....................................................................................4
2.3 Faktor-faktor yang mendukung perkembangan intelektual...................................................6
2.4 Implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran..............................................................7
BAB III..........................................................................................................................................10
KESIMPULAN..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya  berfikir. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala  sesuatu yang berhubungan atau
melibatkan kognisi, atau berdasarkan  pengetahuan faktual yang empiris. Dalam
pekembangan selanjutnya, istilah  kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah
psikologi, baik  psikologi perkembangan maupun psikologi pendidikan.

Teori belajar yang dipopulerkan oleh Jean Piaget dikenal dengan sebutan teori
perkembangan kognitif. Piaget sebagai salah kognitif belajar berdasarkan pada kesannya atas
sikap para peserta didik dalam memaham. dunianya. Mereka memiliki kebutuhan belajar
dalam dirinya, yaitu senantiasa berperan aktif dengan lingkungannya. Interaksi antara diri
dan lingkungannya secara terus-menerus akan menumbuhkan suatu seorang menemukan
pakar psikologi teori mengenai pengetahuan. Piaget mempelajari perkembangan intelegensi
atau kecerdasan individu mulai lahir sampai dewasa.

Proses belajar disesuaikan dengan tahap per kembangan peserta didik yang mungkin ada
perbedaan dasar jenis kelamin atas perbedaan sosial, agar ia dapat mengorganisasikan
perolehannya secara sistematis dalam kerangka berpikirnya untuk kepentingan jangka
panjang. Proses belajar yang tidak memperhatikan tahap perkembangan kognitif justru akan
mencengangkan peserta didik baik laki-laki maupun perempuan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan teori belajar kognitif?


2. Apa saja tahap-tahap perkembangan kognitif?
3. Apa saja faktor-faktor yang mendukung perkembangan intelektual?
4. Bagaimana implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran?

1
1.3. Tujuan Masalah

1. Untuk mempelajari dan mengetahui definisi teori belajar kognitif Piaget


2. Untuk mempelajari dan mengetahui tahap-tahap perkembangan kognitif
3. Untuk mempelajari dan mengetahui faktor-faktor yang mendukung
perkembangan intelektual
4. Untuk mempelajari dan memahami implikasi teori kognitif Piaget dalam
pembelajaran

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori belajar kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antar stimulus dan
respons (S-R). Namun, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar lewat
interaksi sosial dan lewat pengalaman sendiri. Teori belajar kognitif memfokuskan
perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu supaya mereka
dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan
faktor utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik,
karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi
kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui proses
pendidikan.

Piaget mempelajari perkembangan intelegensi atau kecerdasan individu mulai lahir


sampai dewasa. Perkembangan kognitif berpikir sejalan dengan pertumbuhan biologisnya.
Artinya, struktur kognitif individu bukan suatu ketentuan yang sudah ada sebelumnya dan
bersifat statis, melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bertambahnya usia melalui
proses adaptasi dan interaksi dengan lingkungannya. Semakin dewasa seseorang, makin banyak
pengetahuannya, karena telah banyak memperoleh pengalaman, baik secara langsung maupun
tidak langsung, Dengan kata lain, belajar merupakan pengetahuan sebagai akibat atau hasil
adaptasi dan interaksi dengan lingkungan. Pertumbuhan dan perkembangan individu merupakan
suatu proses sosial. Individu tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu
individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya
berada di antara individu dengan lingkungan fisiknya. Interaksi Individu dengan orang lain
memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui
pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang sebelumny memiliki pandangan subyektif
terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.

Piaget mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki peran yang sangat


penting dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada dasarnya merupakan proses mental.

3
Proses mental tersebut pada hakekatnya merupakan perkembangan kemampuan penalaran logis
(development of ability to respon logically). Bagi Piaget, berfikir dalam proses mental tersebut
jauh lebih penting dari sekedar mengerti. . Proses fundamental yang terjadi dalam interaksi
dengan lingkungan sehingga mempengaruhi perkembangan pola berfikir seseorang meliputi
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data atau informasi baru dengan
struktur kognitif yang ada, akomodasi ialah penyesuaian struktur kognitif yang sudah ada dengan
situasi baru, dan ekuilibrasi ialah penyesuaian secara seimbang, terus-menerus yang dilakukan
antara asimilasi dan akomodasi. Apabila seseorang menerima informasi atau pengalaman baru
maka informasi tersebut akan dimodifikasi hingga sesuai dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitifnya yang harus
disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka proses ini disebut akomodasi. Adaptasi akan
terjadi apa bila telah terjadi keseimbangan dalam struktur kognitif. Proses penyesuaian tersebut
terjadi secara seimbang dan terus-menerus dilakukan secara asimilasi dan akomodasi, itulah yang
disebut ekuilibrasi.

2.2 Tahap-tahap perkembangan kognitif

a) Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun).


individu memahami sesuatu atau tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-
pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan mendengar) dan dengan tindakan-tindakan
motorik fisik. Dengan kata lain, pada usia ini individu dalam memahami sesuatu yang
berada di luar dirinya melalui gerakan, suara atau tindakan yang dapat diamati atau
dirasakan oleh alat inderanya. Selanjutnya sedikit demi sedikit individu mengembangkan
kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan benda-benda lain.
b) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun).
Selama periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan
tindakan-tindakannya (motor). Selama periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi
"objek permanence". Jika boneka disembunyikan, maka ia gagal menemukannya.
Seiring bertambah pengalamannya, mendekati akhir periode ini, bayi menyadari
bahwa boneka yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah
dilihatnya boneka tersebut. Pada usia ini individu mulai memiliki kecakapan motorik

4
untuk melakukan sesuatu dari apa yang dilihat dan didengar, tetapi belum mampu
memahami secara mental (makna atau hakekat) terhadap apa yang dilakuaknnya tersebut.
c) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun).
Pada tahap ini Individu mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang
bersifat konkret. Individu sudah dapat membedakan benda yang sama dalam kondisi yang
berbeda. Anak belum mampu berurusan dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan
proposisi-proposisi verbal. Pada periode ini bahwa berpikir anak lebih stabil bila
dibandingkan dengan berpikir yang sangat impresionistis dan statis pada anak-anak
pra-operasional. Selama periode ini anak-anak menjadi kurang egosentris dan lebih
sosiosentris dalam berkomunikasi. Mereka berusaha untuk mengerti orang lain dan
mengemukakan perasaan dan gagasan-gagasan mereka kepada teman-temannya.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk
membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan anak dalam proses
berpikir adalah anak memiliki kemampuan berpikir abstrak. Anak dapat berpikir
adolesensi yaitu berpikir hipotetis-deduktif. la dapat merumuskan banyak alternatif
hipotesis dalam menanggapi masalah, dan mengecek data terhadap setiap hipotesis
untuk mendapat keputusan yang layak. Tetapi ia belum mempunyai kemampun
untuk menerima atau menolak hipotesis. Periode ini ditandai berpikir proposisional
yaitu kemampuan mengungkapkan pernyataan-pernyataan konkret dan pernyataan
yang berlawanan dengan fakta. Berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua
kombinasi, gagasan atau proposisi-proposisi yang mungkin. Berpikir refleksif, artinya
anak mampu berfikir kembali pada operasional mental. Tingkat perkembangan
intelektual anak dalam belajar perlu diamati dimana letak perbedaan dan kesamaan
karakter antara anak laki-laki dan perempuan, dan antara kelas sosial/suku dan lain-
lainnya sehingga guru mampu mengikuti irama perkembangan intelektual tersebut.

Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan, dan setiap tahap tersebut
berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Setiap tahap
ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan
orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks. Hal ini berarti bahwa semakin

5
bertambah umur seseorang, maka semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin
meningkat pula kemampuan kognitifnya.

2.3 Faktor-faktor yang mendukung perkembangan intelektual

a) Kedewasaan (maturation)
Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinator motorik, dan manifestasi fisik
lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif. Kedewasaan atau maturasi merupakan
faktor penting dalam perkembangan intelektual ini. Jikalau dapat, maka peran guru
sangat kecil dalam mempengaruhi perkembangan intelektual anak.

b) Pengalaman Fisik (physical experience)


Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstraksi berbagai
sifat fisik dari benda-benda. Jika seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan
menemukan bahwa benda itu pecah, atau bila ia menempatkan benda itu dalam air
kemudian melihat bahwa benda itu terapung, maka ia sudah terlibat dalam proses
abstraksi, yaitu abstraksi sederhana atau abstraksi empiris. Pengalaman ini disebut
pengalaman fisik, untuk membedakannya dari pengalaman logiko-matematik, tetapi
secara paradoks pengalaman fisik ini selalu melibatkan asimilasi pada struktur-
struktur logikomatematik. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan
perkembangan anak, sebab observasi terhadap benda-benda serta sifat benda-benda
itu membantu timbulnya pikiran yang lebih kompleks.

c) Pengalaman Logika-Matematik (logico mathematical experience)


Bila seorang anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula
pengalaman lain yang diperoleh anak itu, yaitu ketika ia membangun atau
mengkonstruksi hubungan-hubungan antara objek-objek. Sebagai ilustrasi, misalnya
anak yang sedang menghitung beberapa kelereng/telor yang dimilikinya, dan ia
menemukan "sepuluh" kelereng/telor. Konsep "sepuluh" bukannya suatu sifat dari
kelereng-kelereng/telor-telor itu, melainkan suatu konstruksi dari pikiran anak itu.
Pengalaman dari konstruksi itu dan konstruksi-konstruksi lain yang serupa, disebut
pengalaman logiko-matematik, untuk membedakannya dari pengalaman fisik. Proses

6
konstruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Piaget membuat perbedaan penting
antara abstraksi reflektif dan abstraksi empiris. Dalam abstraksi empiris, anak
memperhatikan sifat fisik tertentu dari benda dan tidak mengindahkan hal-hal lain.
Misalnya, waktu ia mengabstraksikan warna dari suatu benda, ia sama sekali tidak
memperhatikan sifat-sifat yang lain, seperti massa dan dari bahan apa benda itu
terbuat. Sebaliknya, abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan
antara bendabenda. Hubungan itu, seperti konsep "sepuluh" yang telah dikemukakan
di atas, tidak terdapat pada kelereng/telor mana pun, atau di mana saja di alam realita
ini. "Sepuluh" itu hanya terdapat dalam kepala anak yang sedang menghitung kelereng
kelereng itu. Mungkin lebih baik digunakan istilah abstraksi konstruktif daripada
istilah abstraksi reflektif, sebab istilah itu menunjukkan bahwa abstraksi merupakan
suatu konstruksi sungguh-sungguh oleh pikiran.

d) Transmisi Sosial (sosial transmission)


Pengetahuan yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dalam benda-
benda fisik. Dalam hal pengalaman logiko-matematik, pengetahuan dikonstrisi dari
tindakan-tindakan anak terhadap benda-benda itu. Dalam transmisi sosial,
pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa, instruksi formal, dan
membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa
termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan
intelektual anak.

e) Pengaturan Diri (self-regulation).


Pengaturan sendiri atau equilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali
kesetimbangan (equilibrium} selama periode ketidaksetimbangan (disequilibrium).
Equilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkattingkat berfungsinya
kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat.

2.4 Implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran

7
Ada beberapa hal penting yang diambil terkait teori kognitif sebagaimana dikemukakan oleh
Piaget, diantaranya adalah :

a. Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri


Yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu mampu
mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan ke tingkat yang
lebih tinggi. Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dapat
dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri melalui interaksi dengan lingkungan
yang terus-menerus dan selalu berubah. Dalam berinteraksi dengan lingkungan tersebut,
individu mampu beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, wawasan dan pemahamannya
semakin berkembang. Atau dengan kata lain, individu dapat pintar dengan belajar sendiri
dari lingkungannya. Meskipun demikian, pengetahuan yang diperoleh individu melalui
interaksi dengan lingkungan, adakalanya tidak persis sama dengan apa yang diperoleh
dari lingkungan itu. Individu mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri, mampu
memodifikasi pengalaman yang diperoleh dari lingkungan, sehingga melahirkan
pengetahuan atau temuan-temuan baru. Hal ini terbukti banyak ilmuwan yang
menghasilkan temuan-temuan baru yang selama ini tidak dipelajari di bangku sekolah.
Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya sekedar transfer of knowledge, tetapi
juga bagaimana merangsang struktur kognitif inadividu sehingga mampu melahirkan
pengetahuan dan temuan-temuan baru.

b. Individualisasi dalam pembelajaran


Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan pada
perkembangan kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Hal ini disebabkan
karena setiap tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik berbeda-beda. Susunan
saraf seorang akan semakin kompleks seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini
memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam proses
belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan
umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai

8
dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan
kognitifnya. Tingkat perkembangan peserta didik harus dijadikan dasar pertimbangan
guru dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt
(dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono) mempraktekkan di dalam program
pendidikan TK yang menekankan pada perkembangan sensorimotoris dan
praoperasional. Misalnya: belajar menggambar, mengenal benda, menghitung dan
sebagainya. Seorang guru yang bila tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan
kognitif, maka akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh lain, mengajarkan konsep-
konsep abstrak tentang shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya
usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsep tersebut tidak hanya sia-sia, tetapi justru
akan lebih membingungkan siswa. Dalam proses pembelajaran juga harus
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru harus
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak

9
BAB III

KESIMPULAN

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antar stimulus dan
respons (S-R). Namun, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar lewat
interaksi sosial dan lewat pengalaman sendiri. Individu tidak berinteraksi dengan lingkungan
fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya
lingkungan sosialnya berada di antara individu dengan lingkungan fisiknya. Interaksi Individu
dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap
alam. Proses fundamental yang terjadi dalam interaksi dengan lingkungan sehingga
mempengaruhi perkembangan pola berfikir seseorang meliputi asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi. Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat perkembangan intelektual
sebagai berikut: (a) Sensori-motor (0-2 tahun); (b) Pra-operasional (2-7 tahun); (c)
Operasional konkret (7-11 tahun); dan (d) Operasional formal (11 tahun - ke atas). Sedangkan
untuk Faktor-faktor yang mendukung perkembangan intelektual adalah: (1) kedewasaan
(maturation), (2) pengalaman fisik (physical experience), (3) pengalaman logika-matematik
(logico mathematical experience), (4) transmisi sosial (sosial transmission), dan (5) pengaturan
diri (self-regulation). Beberapa Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
sebagaimana dikemukakan oleh Piaget, diantaranya adalah Individu dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri dan Individualisasi dalam pembelajaran

10
11
DAFTAR PUSTAKA

Shouki, Semut Ibrahim. 2017. Makalah Belajar Dan Pembelajaran-Teori Belajar Kogitif.
https://shoukisemutibrahim.blogspot.com/2017/03/makalah-belajar-dan-pembelajaran-
teori_24.html?m=1 Diakses pada 28 Oktober 2021

Budiningsih, asri. 2005. Belajar dan pembelajaran. jakarta: PT Rineka Cipta

Nurjan, Syarifan. (2015). Psikologi Belajar. Ponorogo:WADE GROUP

Sutarto (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. ISLAMIC


COUNSELING, 1 (02), 1-26.

12

Anda mungkin juga menyukai