Anda di halaman 1dari 19

Teori Kognitif Dalam Pendidikan

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu:
Irma Rosalina, M.Pd

Disusun Oleh:

Faiz 932212016
Sureena Wama 932217616
Istik Nafiatur Rosyidatuz Zulfa 932213416

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2017

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T atas selesainya makalah
ini yang berjudul:”Teori Kognitif Dalam Pendidikan”. Makalah ini telah kami
susun dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar proses pembuatan laporan ini. Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Selaku dosen pengampu yakni ibu Irma Rosalina,M.Pd. yang telah
memberikan kepercayaannya kepada kami untuk menyelesaikan makalah
ini.
2. Orang tua kami yang telah memfasilitasi kami semaksimal mungkin.
3. Petugas perpustakaan STAIN Kediri yang telah mengizinkan dan
membantu saya dalam mencari referensi guna mempertajam isi dari
makalah kami.
4. Teman-teman yang telah membantu memberi ide dan saran kepada kami
selaku penyusun.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi siapa saja yang mambacanya. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman, kami selaku penyusun merasa masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.

Kediri, 09 Oktober 2017

Penyusun

ii
Daftar isi
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
Bab I: Pendahuluan
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................2

Bab II: Pembahasan


A. Teori Kognitif Menurut Jean Piaget...................................................3
B. Teori Kognitif Menurut Lev Semyonovich Vygotsky.......................7
C. Teori Kognitif Menurut Jerome Bruner..............................................11
D. Implikasi Teori Kognitif Dalam Pendidikan......................................13

Bab III: Penutup


A. Kesimpulan.........................................................................................14
B. Saran...................................................................................................14

Daftar Pustaka....................................................................................................15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan sumber daya manusia haruslah segera dibangun di Indonesia.
Menciptakan manusia-manusia yang unggul harus diadakan sejak dini melalui
pendidikan formal mapun non formal. Dengan diberlakukannya pandidikan sejak
usia dini diharapkan akan mampu membentuk fondasi dasar sebelum memperoleh
ilmu pengetahuan umum, sehingga ilmu yang akan diperoleh nantinya akan dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya pihak lain yang dirugikan.
Banyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang
pelik. Negara sebagai lembaga yang menguayakan kecerdaskan kehidupan bangsa
merupakan tugas negara yang amat penting. Namun, di negara-
negara berkembang adopsi system pendidikan sering mengalami kesulitan
untuk  berkembang. Cara dan sistem pendidikannya sering menjadi kritik dan
kecaman. Adanya perubahan sistem pendidikan setiap adanya perubahan mentri
pendidikan juga turut mempengaruhi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan kognitif dalam kegiatan
pembelajaran. Teori kognitif lebih menekankan bahwa belajar lebih banyak
ditentukan karena adanya usaha dari setiap individu dalam upaya menggali ilmu
pengetahuan melalui dunia pendidikan. Penataan kondisi tersebut bukan sebagai
penyebab terjadinnya proses belajar bagi anak didik, tetapi melalui penggalian
ilmu pengetahuan secara pribadi ini diarahkan untuk memudahkan anak didik
dalam proses belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dalam
menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri merupakan salah satu faktor
untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar dan pembelajaran. Para
pendidik (Guru) dan para perancang pendidikan serta pengembang program-
program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap
hakikat belajar dan pembelajaran. Teori belajar dan pembelajaran seperti teori
kognitif penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai dengan kondisi dan
konteks pembelajaran yang dihadapi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kognitif menurut Piaget?
2. Bagaimana teori kognitif menurut Vygotsky?
3. Bagaimana teori kognitif menurut Bruner?
4. Apa implikasi teori kognitif dalam pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar memahami teori kognitif menurut Piaget.
2. Agar memahami teori kognitif menurut Vygotsky.
3. Agar memahami teori kognitif menurut Bruner.
4. Agar memahami implikasi teori kognitif dalam pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kognitif menurut Piaget
Piaget memandang pengalaman sebagai faktor yang sangat dan mendasari
proses berfikir anak. Pengalaman berbeda dengan melihat yang hanya melibatkan
mata, sedangkan pengamatan melibatkan seluruh indra sehingga menyimpan
kesan yang lebih lama dan membekas. Pengetahuan dalam teori konstruktivistik
tidak dapat ditransfer begitu saja dari guru kepada siswa, tetapi siswa sendiri harus
aktif secara mental dalam membangun struktur pengetahuannya. 1 Oleh karena itu,
penting melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran secara nyata,
serta dalam usaha meningkatkan kualitas kognitif siswa, guru dalam
melaksanakan pembelajaran mesti lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan
masalah.
Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata
(bentuk jamak dari skema) yang dikenal dengan struktur kognitif.2 Struktur ini
membantu seseorang untuk melakukan proses adaptasi dan mengkoordinasikan
informasi yang baru diketahui dari lingkungannya dengan skema yang telah
dimiliki sehingga terbentuk skema dan skemata yang baru. Oleh sebab itu, skema
atau struktur kognitif individu akan meningkat dan berkembang sesuai
perkembangan usia individu yang bersangkutan, bergerak dari yang sederhana
menuju aktivitas mental yang kompleks.
Proses pembentukan skema dilakukan oleh individu melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Skemata baru hasil dari asimilasi maupun akomodasi
itulah yang disebut dengan pengetahuan baru. Proses pembentukan pengetahuan
baru tersebut melalui beberapa prinsip dan tahapan.

1
Harianto dan Sugiyono. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2011) hlm.108
2
Sugihartono dkk. Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY press, 2007) hlm.109

3
1. Prinsip-Prinsip Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif menurut Piaget terjadi melalui serangkaian
proses, yaitu proses asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.
a) Asimilasi
Asimilasi merupakan proses penyatuan dan pengintregasian informasi
baru kedalam struktur kognitif yang telah ada. Informasi atau pengetahuan
baru tersebut akan lebih mudah diterima apabila informasi tersebut cocok
dengan skema dan skemata struktur kognitif yang telah dimilikinya. Hasil
dari proses asimilasi adalah berupa tanggapan informasi atau pengetahuan
yang baru diterima.
b) Akomodasi
Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif (restrukturisasi)
siswa pada situasi atau informasi baru yang berbeda. Proses ini akan
terjadi apabila informasi atau pengetahuan baru yang diterima tidak dapat
langsung diasimilasikan pada skema yang sudah ada karena adanya
perbedaan pada skema. Dengan kata lain, akomodasi adalah kemampuan
untuk menggunakan informasi atau pengetahuan yang telah ada dalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.3
c) Ekuilibrium
Ekuilibrium terjadi pada saat anak mengalami hambatan dalam melakukan
akomodasi pengetahuan dan pengalamannya untuk mengadaptasi
lingkungan di sekitarnya. Untuk mengatasi masalah ini, anak akan
mencoba cara yang lebih kompleks. Apabila cara ini berhasil, maka proses
ekuilibrium telah terjadi pada diri anak. Selanjutnya, cara tersebut akan
diperlancar oleh anak dalam memecahkan masalah yang sama di masa
depan.

2. Tahapan-Tahapan Perkembangan Kognitif


3
Martini Jamaris, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012)
hlm. 129

4
Menurut Piaget, setiap individu pasti akan mengalami tahapan-
tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut:
a) Tahap Sensorik Motorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya
melalui kemampuan panca indera dan gerakannya. Perilaku anak pada
tahap ini semata-mata berdasarkan stimulus yang diterimanya. Dalam
jangka waktu dua tahun tersebut, anak dapat memahami sedikit
lingkungannya dengan cara melihat, meraba, memegang, mengecap,
mencium dan menggerakkan anggota badannya meskipun belum
sempurna. Tapi yang terpenting mereka dapat mengandalkan kemampuan
sensorik dan motoriknya.
Beberapa kemampuan kognitif dasar muncul pada tahap ini. Anak tersebut
mengetahui bahwa sebuah perilaku tertentu akan dapat menimbulkan
akibat tertentu padanya. Misalkan dengan menendang-nendang selimut,
seorang anak tahu bahwa selimut itu akan bergeser darinya.
b) Tahap Pra Oporasional (2-7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak untuk
selalu mengandalakn diri pada persepsinya mengenai realitas. Dengan
adanya perkembangan bahasa, ingatan anak pun mampu merekam banyak
hal tentang lingkungannya. Namun, intelek anak akan dibatasi oleh
egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari bahwa orang lain terkadang
mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

Ciri-ciri anak pada tahap Pra Operasional:


 Sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan
berpikirnya belum secara logis.
 Anak lebih bersikap egosentris.
 Anak lebih cenderung berpikir subjektif dan tidak mampu melihat
objektivitas pandangan orang lain.
 Sukar menerima pandangan orang lain

5
 Tidak mampu membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa,
jumlah, atau volume yang tetap meskipun bentuknya berupbah-ubah.
 Belum mampu berpikir abstrak.
 Anak lebih mudah belajar jika guru menggunakan alat peraga berupa
benda yang konkrit daripada hanya menggunakan kata-kata.
c) Tahap Konkrit (7-11 tahun)
Dalam usia 7 hingga 11 tahun anak-anak suadah mengembangkan pikiran
secara logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekitarnya, mereka tiad
terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari panca indra.
Anak-anak sudah mampu berpikir secara konkrit dan bisa menguasai
sebuah pelajaran yang penting.
Anak-anak sering kali mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang
menyadari bahwa logikanya tersebut dapat berbuah kesalahan. Pada
umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memahami konsep konservasi
(concept of conservacy) yaitu meskipun benda beruabh bentuknya, namun
masa, jumlah, atau volumenya adalah tetap. Anak juga mampu melakukan
observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris
sebelumnya.
Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih berupa konkrit, mereka
belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu
menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktivitas
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman secara langsung
sangat efektif dibandingkan penjelasan guru secara verbal (kata-kata).
d) Tahap Operasi Formal (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir
abstrak, yaitu berpikir tentang suatu ide atau gagasan. Mereka mampu
mengajukan hipotesis, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi
serta menguji hipotesis yang mereka buat. Bahkan anak sudah dapat
memikirkan alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan
hukum-hukum yang berlaku umum dengan menggunakan pertimbangan
ilmiah.

6
B. Teori Kognitif menurut Vygotsky
Teori perkembangan kognitif Vygotsky berkaitan dengan kemampuan
dalam merekonstruksi berbagai hasil pengalaman aktual hasil perkembangan
individu dengan lingkungan di sekitarnya. Pandangan Vygotsky tentang kognitif
berbeda dengan teori-teori kognitif yang lain, seperti teori kognitif yang
dikembangkan oleh Piaget maupun Bruner. Sebagian besar para peneliti di bidang
kognitif menekankan penelitiannya pada tujuan perkembanagn kognitif.4 Dengan
demikian, masalah penelitian mereka berkisar pada masalh-masalah yang
berkaitan dengan “Bagaimanakah mekanisme perkembangan kognitif sejak lahir
sampai usia dewasa?”, “Bagaimana anak mentransformasi setiap tahap
perkembangan kognitifnya sehingga dapat mencapai perkembangan kognitif
orang dewasa?”. Vygotsky berbeda dari ahli kognitif tersebut, karena ia
memandang kognitif dari sudut pandang yang lebih luas. Oleh sebab itu,
penelitian yang dilakukannya tentang perkembangan kognitif bertitik tolak dari
permasalahan yang berkaitan dengan proses perkembangan intelektual dari lahir
sampai meninggal.atau proses perkembangan intelektual sepanjang hayat. Oleh
sebab itu, pertanyaan penelitian Vygotsky adalah “Bagaimanakah manusia
mengembangkan proses psikologis tingkat tinggi sejak lahir sampai meninggal?”.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran teori belajar Vygotsky adalah salah
satu teori belajar sosial yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif. Di
dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu antara peserta
didik dengan peserta didik yang lain dan antara peserta didik dengan guru dalam
usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah.

4
Marcy P. Driscoll, Psychology of Learning for Instruction. (Boston:Pearson Education, 2005)
hlm. 248

7
1. Perkembangan Kognitif menurut Vygotsky
Dalam membahas teori perkembangan kognitif menurut Vygotsky,
ada beberapa aspek yang perlu ditelaah, yaitu: (a) kognitif berkembang
secara alamiah, (b) interaksi sosial, (c) media budaya dan internalisasi, dan
(d) zone of proximal development atau ZPD.
a) Kognitif Berkembang Secara Alamiah
Penelitian yang dilakukan oleh Vygotsky tentang perkembangan kognitif
manusia dilakukannya dalam suasana yang memberi kesempatan seluas-
luasnya kepada subjek penelitiannya untuk melakukan berbagai kegiatan
yang dapat diobservasi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh ahli-ahli perkembangan kognitif lainnya yang secara ketat
mengendalikan prilaku subjek penelitiannya dalam kondisi yang telah
dirancang sebelumnya. Dalam melaksanakan penelitiannya, Vygotsky
menerapkan tiga teknik berikut:
 Teknik pertama, yaitu memberikan berbagai kendala pada subjek
penelitiannya yang dapat dipecahkan dengan pemecahan masalah
biasa, misalnya meminta anak yang menguasai bahasa asing untuk
menyelesaikan tugas kelompok dengan anak yang tidak menguasai
bahasa asing.
 Teknik kedua dilakukan dengan memberikan alat yang dapat
digunakan oleh anak untuk memecahkan masalahnya. Dalam kondisi
yang bervariasi, anak-anak yang berbeda usianya diharapkan dapat
menggunakan alat tersebut dengan berbagai cara yang berbeda.
 Teknik ketiga dilakukan dengan jalan meminta anak untuk
memecahkan masalah diluar kemampuannya. Dalam fase ini,
Vygotsky menemukan anak mulai mengembagkan pengetahuan dan
keterampilan baru dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

8
b) Interaksi Sosial
Tema utama dari teori Vygotsky adalah bahwa interaksi sosial memegang
peranan utama dalam perkembangan kognitif. Vygotsky mengemukakan
bahwa perkembangan fungsi budaya pada anak terjadi dalam dau fase
berikut ini:
 Interaksi sosial yang terjadi pada lingkungan sosial di sekitar anak.
Dalam hal ini, interaksi anak dengan orang-orang yang berada di
sekitarnya, yang disebutnya dengan istilah interpsychological
process.
 Interaksi sosial yang terjadi dalam diri anak yang disebutnya dengan
istilah intrapsychological process.
Kedua proses tersebut diatas, melibatkan perhatian, berpikir logis dan
formasi konsep. Oleh sebab itu, semua kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan hasil interaksi antara pengalaman pengalaman aktual antar
individu dengan lingkungannya.
c) Media Budaya dan Internalisasi
Dalam meneliti hubungan antara perkembangan kognitif dan interaksi
sosial, yang berfungsi sebagai perantara atau mediasi budaya pada anak,
Vygotsky mengemukakan bahwa interaksi sosial yang berfungsi sebagai
perantara budaya berlangsung dalam komunikasi interpersonal antara anak
dengan orang tua atau teman sebayanya. Melalui proses ini, perkembangan
mental tingkat tinggi berkembang sejalan dengan perkembangan budaya di
sekitar anak. Melalui interaksi sosial tersebut, anak belajar kebiasaan-
kebiasaan dan cara berpikir seperti yang diungkapkannya dalam bahasa
lisan, bahasa tertulis dan simbol-simbol yang mengandung makna tertentu
dalam kebudayaannya. Selanjutnya, anak akan membangun
pengetahuannya yang berkaitan denagn berbagai pengalaman interaksi
sosial yang dialaminya. Proses ini disebut Vygotsky dengan istilah
cultural mediation (media budaya) dan proses mental yang terjadi
didalamya disebut dengan istilah internalization (internalisasi).

9
Internalisasi dapat dijelaskan sebagai pemahaman terhadap knowing how.
Misalnya, dengan kemampuannya sendiri anak menuangkan air ke dalam
gelas dengan hati-hatiagar tidak tumpah adalah hasil dari pemahaman atau
proses internalisasi tentang perilaku yang harus dilakuakan pada waktu
menuangkan air ke dalam gelas. Perilaku ini merupakan hasil interaksi
sosial dengan oreng-orang di sekitarnya dan dalam hal ini terjadi mediasi
kultural. Contoh lain yang dapat dikemukakan tentang pemahaman anak
adalah terhadap arti perkataan yang diungkapkan dengan suara lembut
bererti senang dan ramah, dan perkataan yang diungkapakan dengan suara
kasar berarti marah. Melalui proses internalisasi atau pemahamannya
tentang suara tersebut, anak akan memberikan yang sesuai seperti tertawa
atau tersenyum atau menangis karena takut dimarahi.
d) Zone of Proximal Development atau ZPD
Aspek terakhir dari teori Vygotsky mengenai perkembangan kognitif
adalah zone of proximal development. Vygoysky mendefinisikan ZPD
sebagai jarak antara kemampuan yang dikuasai yang tercermin dari
kemampuan dalam memecahkan masalah secara mandiri dan kemampuan
yang sedang berkembang dan membutuhkan pertolongan melalui interaksi
sosial, yang dapat dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan suatu
masalah dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang telah
memilikikemampuan tersebut. Vygotsky meyakini bahwa bila siswa
berada dalam area ZPD untuk tugas-yugas belajar tertentu perlu diberikan
bantuan atau scaffolding, tanpa bantuan tersebut maka siswa akan
mendapat berbagai kesulitan dan kurang berhasil dalm menyelesaikan
tugas-tugas belajar tersebut dengan baik.

10
C. Teori Kognitif menurut Bruner
Perkembangan kognitif menurut Bruner adalah adalah perkembangan
kemampuan berpikir yang berlangsung secara setahap demi setahap.
Perkembangan kemampuan berpikir tersebut memerlukan interaksi anak dengan
lingkungannya, yang disebutnya sebagai interaksi antara kemampuan yang ada di
dalam diri manusia dengan lingkungan di sekitarnya dan berlangsung dalam
waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena proses perkembangan kemampuan
berpikir atau proses perkembangan intelegensi berlangsung sejalan dengan proses
belajar. Dalam kaitannya dalam proses belajar, pendapat yang paling terkenal
yang dikemukakan oleh Bruner adalah bahwa setiap mata pelajaran dapat
diajarkan secara efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap
anak di setiap tingkatan perkembangannya.
1. Perkembangan Kognitif menurut Bruner
Melalui penelitiannya tentang evolusi perkembangan manusia, Bruner
menemukan tiga bentuk berpikir manusia yang membangun kemampuan
seseorang dalam memahami dunia di sekitarnya. Ia mengemukakan bahwa
manusia merespons dunia di sekitarnya melalui gerakan motorik, melalui
imajinasi dan persepsi tentang lingkungannya, dan melalui cara yang
mewakili imajinasi dan persepsinya. Ketiga sisitem berpikir manusia
tersebut sebagai: (a) enactive representation, (b) iconic representation,
dan (c) symbolic representation.
a) Enactive representation
Enactive representaion berkaitan dengan cara yang digunakan anak dalam
dalam membangun kemampuan kognitifnya atau kemampuan empiriknya
melalui pengalaman nyata. Misalkan, anak akan mengerti nama suatu
makanan apabila makanan tersebut ditunjukkan kepadanya dan disebutkan
namanya. Contoh selanjutnya, anak akan mengerti posisi benda seperti di
atas, di bawah, di samping kiri dan kanan, di muka dan di belakang apabila
posisi benda tersebut ditujukan kepada mereka secara nyata dan
disebutkan posisinya kepada anak.

11
Sebelum anak mengetahui letak benda tersebut, anak akan menarik tangan
orang tuanya atau kakanya untuk menunjukan letak benda tersebut.
b) Iconic representation
Iconic represantion berkaitan kemampuan manusia dalam menyimpan
pengalaman empirik dalam ingatannya. Anak yang telah mencapai
kemampuan ini, sudah dapat menyebutkan nama benda dan peristiwa yang
ditampilakan melalui gambar, atau untuk mengekspresikan pikirannya,
anak dapat menggunakan gambar yang dibuatnya.
c) Symbolic representation
Symbolic representation berkaitan dengan kempuan manusia dalam
memahami konsep dan peristiwa yang disajikan melalui bahasa.
Pernyataaan yang diungkapakan melalui bahasa mengandung konsep dan
karakteristik konsep serta makna yang berkaitan dengan konsep tersebut.
Dalam fase ini, anak telah mampu berpikir abstrak.
2. Tahapan-Tahapan Proses Belajar
Menrut Bruner, dalam proses belajar peserta didik menempuh tiga tahap
yaitu:
a) Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Pada tahap ini seorang peserta didik yang sedang belajar memperoleh
sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari baik secara
langsung dari gurunya maupun membaca dari sumber yang ada seperti
buku, modul, internet, dan sebagainya.
b) Tahap transformasi (tahap pengolahan materi)
Selanjutnya pada tahap informasi, informasi yang telah diperoleh itu
dianalisisis, diubah, atau ditransformasikan menjati bentuk lebih abstrak
atau konseptual
c) Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang peserta didik menilai sendiri sampai sejauh
mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan
untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. .

12
D. Implikasi Teori Kognitif Dalam Pendidikan
Bagi para penganut aliran kognitivisme, pembelajaran dipandang sebagai
upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau
pengetahuan baru melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan
internalisasi dapat berlangsung secara tepat maka perlu diperhatikan beberapa
prinsip pembelajaran yang perlu sebagai berikut:

 Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar
merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban.

 Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit sebelum


ke hal-hal yang abstrak.

 Setiap usaha mengkonseptualisasikan materi pembelajaran


hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa
belajar.

 Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman


belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.

 Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan urutan


penyajian secara logis.5

5
Tim FKIP Program Studi Ilmu Pendidikan Theologi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang –
NTT, dalam https://www.kompasiana.com/fkipipthukawkupang/teori-belajar-dan-implikasinya-
dalam-pembelajaran_54ffc47ea33311825c5102db diakses pada tanggal 11 Oktober 2017 pkl.
14:35.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori kognitif pada hakikatnya adalah teori yang menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami berbagai
pengalamannya. Teori ini meyakini bahwa belajar adalah hasil dari usaha dari
individu dalam memaknai pengalaman-pengalamannya yang berada di sekitarnya.
Oleh sebab itu, belajar adalah proses yang melibatkan individu secara aktif.
Karena melibatkan seluruh kemampuan mental secara optimal. Hal ini tercermin
dari cara berfikir yang digunakan individu dalam mengahadapi sebuah situasi, dan
hal itulah yang mempengaruhi cara ia belajar.
Dalam teori kognitif proses belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang
melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Proses ini
tidak berjalan terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir,
berkesinambungan dan menyeluruh.

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami selaku
penyusun mohon diberi saran dan kritik yang membagun guna terciptanya
makalah yang lebih baik di waktu yang akan datang.

14
Daftar Pustaka
Ardy Wiyani, Novan. & Irham, Muhammad. 2013. Psikologi Pendidikan: Teori
dan Aplikasi Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Driscoll, P. Marcy. 2005. Psychology of Learning for Instruction. Boston: Pearson
Education, Inc.
Harianto. & Sugiyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jamaris, Martini. 2012. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Subini, Nini dkk. 2012. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka
Sugihartono dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY press.
https://www.kompasiana.com/fkipipthukawkupang/teori-belajar-dan-
implikasinya-dalam-pembelajaran_54ffc47ea33311825c5102db

15

Anda mungkin juga menyukai