Anda di halaman 1dari 19

BELAJAR

Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu: Rahmi Utami, S.Pd.I, M.S.I

Disusun oleh
KELOMPOK 1
1. Rizky Alfi Syahrin (900.22.269)
2. Masrianto (900.22.230)
3. Seno Lugito (900.22.145)
4. Andika Hagia Ginting (900.22.016)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT SYEKH ABDUL HALIM HASAN BINJAI

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam semoga terlimpah kepada junjungan
besar kita yakni Nabi Muhammad SAW yang kita harapkan
syafa’atnya di akhirat kelak nanti
Penulis tak hentinya mengucapkan syukur kepada Allah SWT
atas limpahan nikmat-Nya, baik berupa kesehatan fisik maupun
pikiran sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah ini
sebagai tugas pada mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran
dengan judul “BELAJAR”.
Penulis menyadari tentu makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan didalamnya.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya kedepannya makalah ini dapat menjadi lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan dalam penulisan
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya
Terakhir penulis tak lupa mengucapkan terimakasihi kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah
ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Binjai, 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….…....i
DAFTAR ISI……………………………………………….…..ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………1
B. Tujuan…………………………..……………………….. 2

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran………………….…3
B. Hakikat Belajar………………………………………...…8
C. Tahapan Belajar Menurut Usia……………………...……9
D. Motivasi dan Motivasi Belajar……………………..…… 13

BAB 3 PENUTUP
KESIMPULAN………………………………………..……15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………...……..16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan
suatu negara. Di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat,
kualitas pendidikan menjadi kunci dalam mencetak sumber daya
manusia yang kompeten dan berdaya saing. Dalam konteks
pendidikan, belajar merupakan proses fundamental yang menjadi
pondasi bagi perkembangan intelektual, emosional, dan sosial
individu. Namun, meskipun belajar merupakan hal yang umum
dalam kehidupan manusia, pemahaman tentang konsep ini tidaklah
sederhana.
Belajar bukanlah sekadar akuisisi pengetahuan semata, tetapi
juga melibatkan proses pengubahan perilaku, pemahaman, dan
pengembangan keterampilan baru. Oleh karena itu, penting bagi
pendidik dan para praktisi pendidikan untuk memiliki pemahaman
yang mendalam tentang pengertian, hakikat, serta tahapan-tahapan
dalam proses belajar, agar dapat merancang strategi pembelajaran
yang efektif dan relevan dengan kebutuhan siswa.
Selain itu, dalam konteks pendidikan yang beragam,
pemahaman tentang tahapan belajar menurut usia menjadi krusial.
Setiap tahap perkembangan usia membawa karakteristik dan
kebutuhan belajar yang berbeda, sehingga pendekatan
pembelajaran yang efektif harus disesuaikan dengan tahapan
perkembangan tersebut. Dengan memahami tahapan belajar
menurut usia, pendidik dapat merancang kurikulum, metode
pembelajaran, dan strategi evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan siswa pada setiap tingkatan.
Selain faktor usia, motivasi belajar juga merupakan aspek
penting yang memengaruhi proses belajar siswa. Motivasi belajar
menjadi pendorong utama dalam mengarahkan perilaku belajar,
mempengaruhi tingkat keterlibatan, upaya, dan ketekunan siswa
dalam menghadapi tantangan pembelajaran. Oleh karena itu,
pemahaman tentang faktor-faktor yang memengaruhi motivasi

1
belajar menjadi kunci dalam merancang lingkungan pembelajaran
yang mendukung dan memotivasi siswa untuk belajar secara aktif.
Dalam konteks yang kompleks ini, penelitian dan kajian
mendalam tentang pengertian belajar, hakikat belajar, tahapan
belajar menurut usia, dan motivasi belajar menjadi penting untuk
membantu meningkatkan kualitas pendidikan secara holistik.
Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk menguraikan
konsep-konsep tersebut secara komprehensif, serta
menghubungkannya dengan praktik pembelajaran yang relevan dan
efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
B. Tujuan
1. Mendefinisikan konsep belajar dan menjelaskan hakikat serta
pentingnya belajar dalam konteks pendidikan.
2. Menguraikan tahapan-tahapan belajar yang berbeda menurut
usia, termasuk perkembangan kognitif dan sosial yang terjadi pada
setiap tahapan.
3. Menganalisis teori-teori yang mendukung pemahaman tentang
motivasi belajar, termasuk faktor-faktor internal dan eksternal yang
memengaruhi motivasi siswa dalam konteks pembelajaran.
4. Menyajikan hasil penelitian terkini dan temuan empiris yang
menggambarkan hubungan antara tahapan perkembangan usia dan
motivasi belajar siswa.
5. Memberikan rekomendasi bagi pendidik dan praktisi pendidikan
tentang strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan tahapan
perkembangan usia dan motivasi belajar siswa, guna meningkatkan
efektivitas proses pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Kata “Belajar” tidak asing lagi bagi kita. Barangkali sudah
ribuan kali kita mendengarnya, mungkin kata itu mendatangkan
nuansa kegembiraan ke diri, tetapi juga ada kemungkinan
membawa kemurungan, kebosanan, ketegangan, dan sebagainya
seribu rasa. Namun demikian, pernahkah kita mempertanyakan ke
diri kita, apa sebenarnya maka kata belajar itu? Mengapa selama
hidup kita disarankan untuk belajar, belajar, dan belajar? Apakah
hakikat belajar semasa kanak-kanak sama dengan saat dewasa?1
Manusia diciptakan dengan sungguh menakjubkan. Apabila
kita mencermati tubuh manusia, coba anda cermati tubuh anda,
sungguh luar biasa. Betapa lengkap dan canggihnya instrument
yang dibekalkan dalam tubuh manusia agar bias belajar. Instrument
untuk menangkap informasi, untuk mengolahnya, untuk
menanggapinya, untuk memberi respons. Instrument untuk
menangkap informasi yang kita miliki, sungguh kompleks, baik
ragam, mekanisme, maupun fungsinya. Kita memiliki sekurangnya
pancaindra, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap,
dan peraba. Mari kita melakukan telaah spintas pada kelima indra
tersebut penglihatan merupakan indra utama yang menolong kita
mengenali dan memahami dunia sekeliling kita.2
Indra pendengaran tidak kalah dahsyat rancangannya. Alat
pendengaran manusia relatif kecil dengan kepekaan yang relatif
kurang dibanding beberapa makhluk lainnya (misalnya gajah,
anjing). Akan tetapi kita dapat menangkap nuansa perbedaan
ragam suara yang ada di sekeliling kita dengan begitu rinci. Kita
bersyukur, dengan keterbatasan kepekaan tersebut. Tidak kalah
mencengangkan adalah indra penciuman, yang sanggup memberi
dorongan untuk bertindak. Itu sebabnya ketika kita serius

1
Budi Ningsih Asri. C. DR. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT. Rineka Cipta.2005
2
Oktarina Surida. Pengertian Belajar dan Pembelajaran. http//Oktarina Surida.
Blogsport.com.2012

3
berkonsentrasi belajar, selalu mungkin terganggu hanya oleh
harumnya bau makanan yang singgah di hidung, dan bisa membuat
kita bertindak meninggalkan belajar dan pergi mencari arah
datangnya keharuman tersebut.3
Persoalan pendidikan yang kita hadapi sekarang ini
sebenarnya terjadi karena adanya krisis paradigma, yaitu adanya
kesenjangan atau ketidak sesuaian antara tujuan yang ingin dicapai
dengan paradigma yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
tersebut. Disini paradigma diartikan sebagai pola pikir atau cara
kerja. Sebagai contoh, kalau kehidupan masa depan menuntut
kemampuan memecahkan masalah baru secara inovatif, apa yang
diajarkan pada anak-anak kita di sekolah adalah menghafal atau
memecahkan masalah-masalah lama secara lebih baik. Kalau masa
depan menuntut pola pikir yang unik dan divergen, apa yang
ditanamkan pada anak-anak kita sekarang adalah pola perilaku
yang konformistik dan seragam. Begitu juga, kalau masa depan
menuntut kemampuan kerjasama dengan sesama teman, apa yang
kita ajarkan kepada anak-anak kita sekarang adalah kompetisi dan
persaingan. Dengan ungkapan singkat, paradigma apa yang
melandasi sekaligus mewarnai pembelajaran selama ini kiranya
menjadi wahana penting menganalisis sekaligus memecahkan
masalah pembelajaran.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, kajian dan
penelusuran terhadap paradigma yang melandasi dan menjadi pola
dalam penyelenggaraan pembelajaran merupakan kajian penting.
Terdapat dua aliran besar psikologi belajar yang kemudian kita
sebut sebagai paradigma sebagai kutub tersendiri dalam mewawas
pembelajaran, yaitu paradigma behavioristik- konstruktivistik.
Belajar menjadi suatu hal yang lumrah dalam kehidupan
sehari-hari, bahkan belajar dapat terjadi dimana pun dan kapan
pun, tetapi masih saja ada orang yang menyalah artikan belajar
sebagai suatu kegiatan yang bersifat umum semisal anak yang
disuruh ibunya untuk belajar. Tentunya pemahaman tersebut

3
http://saidsite.blogspot.com/2011/05/hakikat-belajar-dan-pembelajaran.html

4
merupakan pemahaman yang kurang tepat, belajar bukan sekedar
aktivitas memerintahkan seseorang anak untuk belajar untuk
belajar. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa belajar memiliki
tujuan untuk membentuk pribadi menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Tentu akan muncul banyak pertanyaan bila kita tidak
memahami makna belajar secara mendalam. Pada dasarnya belajar
memiliki makna yang sangat spesifik. Belajar menurut beberapa
ahli yaitu:
a. Daryanto (2009:2) mengemukakan bahwa belajar sebagai suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
b. Suyono & Hariyanto (2014:9) belajar merujuk kepada suatu
proses perubahan perilaku atau pribadi atau perubahan struktur
kognitif seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman
tertentu hasil interaksi aktifnya dengan lingkungan dan sumber-
sumber pembelajaran yang ada di sekitarnya.
c. M. Ngalim Purwanto (2014: 85) belajar merupakan suatu
perubahan yang bersifat internal dan relatif mantap dalam
tingkah laku melalui latihan atau pengalaman yang menyangkut
aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.
d. Sanjaya Wina (2008:229) belajar pada dasarnya adalah suatu
proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku
yang bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan,
sikap, maupun psikomotor.
e. Winaputra, dkk (2007: 19) belajar adalah perubahan perilaku
pada individu sebagai buah dari pengalaman atau interasi fisik
yang mana akan menghasilkan perubahan yang bersifat relatif
menetap.
Belajar adalah suatu proses aktivitas mental yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
bersifat positif dan menetap relatif lama melalui latihan atau

5
pengalaman yang menyangkut aspek kepribadian baik secara fisik
ataupun psikis. Belajar menghasilkan perubahan dalam diri setiap
individu, dan perubahan tersebut mempunyai nilai positif bagi
dirinya. Tetapi tidak semua perubahan bisa dikatakan sebagai
belajar, sebagai contoh seorang anak yang terjatuh dari pohon dan
tangannya patah. Kondisi tersebut tidak bisa dikatakan sebagai
proses belajar meskipun ada perubahan, karena perubahan tersebut
bukan sebagai perilaku aktif dan menuju kepada perubahan yang
lebih baik. Sesuatu dikatakan sebagai belajar ketika memenuhi
kriteria berikut ini:
a. Terjadi Perubahan Dalam Kondisi Sadar
Individu yang mengalami proses belajar tentunya menyadari
bahwa dirinya mengalami suatu perubahan sebagai akibat dari
proses belajar, dan perubahan tersebut bisa terlihat dengan adanya
sesuatu kemampuan yang lebih dalam suatu hal tergantung dari apa
yang dipelajarinya. Semisal seseorang belajar membaca perubahan
yang terjadi adalah dirinya akan bisa mengeja dan membaca dari
kata atau kalimat yang tertulis. Berbeda ketika orang mabuk yang
tidak bisa membaca dan dia belajar untuk membaca maka kondisi
tersebut tidak bisa dikatakan sebagai suatu bentuk belajar karena
orang tersebut masih dalam kondisi mabuk dan tidak sadar dengan
apa yang dilakukannya.
b. Perubahan Tersebut Relatif Menetap dan Bertahan Lama
Hasil belajar pada seseorang biasanya relatif bertahan lama dan
menetap, kondisi tersebut terjadi karena adanya proses
penyimpanan informasi didalam otak, dan bila belajar tersebut di
ulang berkali-kali maka informasi tersebut akan semakin kuat dan
tidak mudah untuk terlupakan. Informasi belajar tersebut juga bisa
di munculkan sewaktu-waktu kapanpun orang tersebut
memerlukan. Semisal seseorang yang berlatih naik sepeda motor
dan kemudian bisa serta menjadi kebiasaaan dalam kesehariannya
maka bila orang tersebut suatu saat ingin naik sepeda motor maka
dia tidak perlu belajar naik sepeda motor dikarenakan dia sudah
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda motor.

6
c. Perubahan Menjadi Lebih Baik(Positif)
Perubahan dalam proses belajar yang dilakukan oleh seseorang
tentunya harapan bisa memberikan perubahan yang lebih baik bagi
orang belajar. Dengan belajar harapannya ada suatu kebaikan yang
bertambah dalam dirinya. Semisal seseorang anak yang belajar
matematika maka tentunya supaya dirinya menjadi bisa berhitung
dan dapat mengenal angka, nilai positif yang didapat dari
perubahan belajar tersebut adalah orang tersebut menjadi lebih
mengenal angka dan bisa menghitung dengan benar.
d. Perubahan Tersebut Mempunyai Tujuan
Perubahan dalam proses belajar tentunya mempunyai arah dan
tujuan tertentu, perubahan tersebut tergantung dari belajar yang
dilaksanakan oleh seseorang. Perubahan belajar terjadi searah
dengan tujuan belajar yang dilakukan oleh seseorang. Semisal
seorang anak yang belajar melukis maka tentunya tujuan yang
ingin dicapainya yaitu supaya dirinya bisa menjadi lebih bisa dan
mahir dalam melukis.
e. Perubahan Terjadi Karena Latihan dan Pengalaman
Sebagian besar orang awam berpandangan bahwa belajar
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dalam lingkungan formal
yaitu sekolah. Tetapi perlu kita ketahui bahwa belajar dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja, dan belajar tidak hanya terjadi atas
latihan saja tetapi belajar juga bisa terjadi karena pengalaman yang
dialami oleh seseorang secara langsung. Semisal ada seseorang
yang ingin bisa menulis, maka yang harus dia lakukan adalah
berlatih menulis dan bisa saja dengan melihat orang lain menulis,
maka lama kelamaan melalui proses pengulangan maka seseorang
tersebut tentunya menjadi bisa menulis.
f. Perubahan Menyangkut Semua Aspek Kepribadian
Perubahan yang didapat oleh seseorang sebagai hasil dari proses
belajar meliputi seluruh aspek kepribadian orang tersebut, baik
secara fisik maupun psikis. Orang yang telah belajar maka akan
mengalami perubahan tingkah laku, sikap, keterampilan,
pengetahuan, kebiasaan, dll. Semisal seseorang yang belajar naik

7
sepeda motor maka dia akan lebih terampil dalam naik speda motor
dan dia menjadi lebih mengetahui secara mendalam mengenai
sepeda motor, kebiasaan untuk membersihkan sepeda motornya,
dll. Jadi aspek yang terkait adalah seluruh dari kepribadiannya.
B. Hakikat Belajar
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru, sebagai salah
satu unsur pendidik, agar mampu melaksanakan tugas
profesionalnya adalah memahami bagaimana peserta didik belajar
dan bagaimana mengorganisasikan proses belajar yang mampu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak para peserta
didik, serta memahami tentang bagaimana siswa belajar. Untuk
dapat memahami proses belajar yang terjadi pada diri siswa, guru
perlu menguasai hakikat dan konsep dasar belajar. Dengan
menguasai hakikat dan konsep belajar dasar tentang belajar
diharapkan guru mampu menerapkannya dalam kegiatan
pembelajaran, karena fungsi utama pembelajaran adalah
memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya belajar dalam diri
peserta didik.
Istilah pembelajaran sudah mulai dikenal luas dalam
masyarakat, lebih-lebih setelah diundangkannya Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
yang secara legal formal memberi pengertian tentang
pembelajaran. Dalam pasal 1 butir 20 pembelajaran diartikan
sebagai “….proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran
sebagai suatu konsep pedagogik secara teknis dapat diartikan
sebagai upaya sistematik dan sistemik untuk menciptakan
lingkungan belajar yang potensial menghasilkan proses belajar
yang bermuara pada berkembangnya potensi individu sebagai
peserta didik.
Dari pengertian tersebut tampat bahwa antara belajar dan
pembelajaran satu sama lain memiliki keterkaitan sustansif dan
fungsional. Keterkaitan sustansif belajar dan pembelajaran terletak
pada simpul terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu.

8
Keterkaitan fungsional pembelajaran dengan belajar adalah bahwa
pembelajaran sengaja dilakukan untuk menghasilkan belajar atau
dengan kata lain belajar merupakan parameter pembelajaran.
Walaupun demikian perlu diingat bahwa tidak semua proses
belajar merupakan konsekuensi dari pembelajaran. Misalnya,
seseorang berubah perilakunya yang cenderung ceroboh dalam
menyebrang jalan raya setelah secara kebetulan ia ada melihat
orang lain yang menyebrang tertabrak sepeda motor karena
ketidakhati-hatiannya. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa
akuntabilitas belajar bersifat internal-individual, sedangkan
akuntabilitas pembelajaran bersifat publik.
C. Tahapan Belajar Menurut Usia
Anak usia 0 sampai 12 tahun merupakan individu yang sedang
mengalami proses prtumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat, bahkan dikatakan sebagai pondasi awal perkembangan anak
yang memiliki rentang dan menentukan pada tahap selanjutnya.
Hal ini dikarenakan pada masa tersebut seluruh aspek
perkembangan terjadi sangat luar biasa. Usia tersebut merupakan
fase kehidupan yang unik, yang berada pada proses perubahan
berupa prtumbuhan, perkembangan, pematangan hidup yang
berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan.
Anak pada usia 0 sampai 12 tahun berada pada jenjang
pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar. Pada tahapan ini
anak merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki
karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Pada mas
ini diperlukan stimulus seluruh aspek perkembangannya yang
memiliki peran penting untuk tugas perkembangan selanjutnya.
Sel-sel yang berada pada tubuh anak tumbuh dan berkembang
sangat pesat, pertumbuhannya otak pun sedang mengalami
perkembangan yang sangat luar biasa, demikian pertumbuhan
perkembangan fisiknya.
Tahap awal perkembangan janin sangat penting dalam
perkembangan sel-sel otak, bahkan ada yang berpendapat bahwa
saat lahir jumlah sel otak tidak bertambah lagi. Selanjutnya setelah

9
lahir terjadi proses eleminasi dari sel-sel saraf dan pembentukan
hubungan antar sel. Dalam hal ini terdapat dua hal yang sangat
penting dan diperhatikan dalam pembentukan kecerdasan; yaitu
makanan yang bergizi seimbang dan stimulus yang positif dan
kondusif. Secara umum anak usia dini dapat dikelompokkan dalam
usia (0-1) tahun, (2-3) tahun, dan (4-6) tahun; dengan karakteristik
masing-masing sebagai berikut:
Usia 0-1 tahun: usia ini merupakan masa bayi, tetapi
perkembangan fisik mengalami kecepatan yang sangat luar biasa.
Berbagai karakteristik siswa/usia bayi dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a) Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling,
merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan.
b) Mempelajari keterampilan menggunakan panca indra seperti
melihat, mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan
mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
c) Mempelajari komunikasi sosial, bayi yang baru lahir telah
siap melaksanakan kontak sosial dengan lingkungan.
Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong
dan memperluas respon verbal dan nonverbal bayi. Berbagai
kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan
model penting bagi siswa untuk menjalin proses
perkembangan selanjutnya.
Usia 2-3 tahun, pada usia ini terdapat beberapa kesamaan
karakteristik dengan masa sebelumnya, yang secara fisik masih
mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus
anak usia 2-3 tahun adalah sebagai berikut:
a) Sangat aktif mengekplorasi benda-benda yang ada
disekitarnya. Anak memiliki kekuatan observasi yang tajam
dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang
dilakukan oleh anak terhadap benda apa saja yang ditemui
merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi
belajar pada anak usia tersebut menempati grafik tertinggi

10
dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari
lingkungan.
b) Mulai mengembangkan kemampuan berbahasa, diawali
dengan berceloteh, kemudia satu dua kata dan yang belum
jelas maknanya. Akan belajar dan berkomunikasi,
pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati
dan pikiran.
c) Mulai belajar mengembangkan emosi, perkembangan emosi
anak didasarkan pada bagaimana lingkungan
memperlakukannya.
Usia 4-6 tahun masa awal, memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif
melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk
mengembangkan otot-otot kecil maupun besar, seperti
memanjat, melompat dan berlari.
b) Perkembangan bahasa juga semakin baik, anak sudah
mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu
mengungkapkan pikiran dalam batas-batas tertentu, seperti
meniru, mengulang pembicaraan.
c) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat,
ditunjukkan dengan rasa ingin tahu yang luar biasa terhadap
lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak
menanyakan sesuatu yang dilihatnya.
d) Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan
permainan sosial, walaupun aktivitas bermain dilakukan
secara bersama-sama.
Usia 6-12 tahun masa pendidikan dasar, jika berpedoman pada
perkembangan anak maka pada tahapan perkembangan anak
maka anak usia sekolah dasar dibagi menjadi 2 masa, yaitu usia
6-9 tahun masa kanak-kanak awal dan usia 10-12 tahun masa
kanak-kanak akhir. Masa ini merupakan masa bermain bersama,
ditandai anak sudah suka keluar rumah dan mulai bergaul

11
dengan teman sebayanya, pada masa ini anak sudah memiliki
dan memilih teman untuk bergaul. Anak pada tahap usia ini
memiliki karakteristik senang bermain, bergerak, bekerja
dalam kelompok, dan senang merasakan sesuatu secara
langsung. Menurut Harvigust perkembangan anak usia sekolah
dasar ini meliputi:
a) Menguasai keterampilan fisik yang digunakan dalam
permainan dan aktivitas fisik,
b) Membangun hidup sehat,
c) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok,
d) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenik
kelamin,
e) Belajar membaca menulis, dan menghitung agar mampu
berpartisipasi dalam masyarakat,
f) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk
berfikir efektif,
g) Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai ,
h) Mencapai kemandirian pribadi.4
Pemahaman mengenai karakteristik perkembangan anak
berdasarkan usia diperlukan guru dapat memahami anak secara
mendalam mengenai faktor yang menghambat dan mendukung
anak dalam pembelajaran. Sehingga guru dapat mengetahui :
a) Harapan peserta didik,
b) Memungkinkan bagi guru untuk menyusun pedoman
dalam skala dimensi tubuh berdasarkan usia,
perkembangan sosial dan emosionalnya.
c) Mengevaluasi kesesuaian perilaku dengan usia,
d) Memberikan bimbingan dan arahan yang tepat pada
siswa dan,
e) Mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam
membimbing perkembangan sesuai dengan rencana yang
diharapkan.
4
Desmita, Psikologi perkembangan peserta didik, h. 35-36. Rosdakarya. Bandung:2009

12
D. Motivasi dan Motivasi Belajar
kata motivasi berasal dari kata “motif”, yang berarti segala
sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan
sesuatu. Dalam kamus besar bahasa Indonesia motivasi
didefinisikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang
sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu. Sondang P. siagian (2004: 138), mendefinisikan
motivasi sebagai daya dorong yang mengakibatkan seseorang
bersedia untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditemukan sebelumnya.
Motivasi dapat dikatakan sebagai pengaruh kebutuhan dan
keinginan pada intensitas dan arah seseorang yang menggerakkan
orang tersebut untuk mencapai tujuan dari tingkat tertentu.
Menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2002),
motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam diri pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif, dan reaksi untuk
mencapai tujuan, juga sebagai dorongan dari dalam diri seseorang
dan dorongan ini merupakan motor penggerak. Pupuh
Fathurrohman & Sobry Sutino (2014: 19) motivasi merupakan
kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu.
Psikolog gestalt mengatakan bahwa motivasi merupakan
produk dari ketidaksesuaian dari sebuah pase kehidupan. Dalam
pase kehidupan itu meliputi tujuan-tujuan yang positif atau negatif
yang ingin diraih atau dihindari. Selanjutnya ahli behaviorisme
berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan untuk berbuat
sesuatu sebagai akibat adanya rangsangan yang mendahuluinya.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu proses perubahan dalam diri individu yang memberi
kekuatan untuk bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu.
Dimyati & Mudjiono (2006: 80-81) ada tiga komponen utama
dalam motivasi yaitu (1) kebutuhan, (2) dorongan, dan (3) tujuan.
Kebutuhan muncul ketika ada ketidakseimbangan antara harapan
dan kenyataan, dorongan merupakan kekuatan mental yang

13
berorientasi pada harapan, tujuan, sedangkan tujuan merupakan hal
yang ingin dicapai oleh seseorang.
Guru perlu untuk menumbuhkan motivasi dari peserta didiknya.
Dengan motivasi maka peserta akan semakin terdorong untuk bisa
mencapai dari tujuan pembelajaran yang dilaksanakan. M. Ngalim
Purwanto (2014: 81) untuk mengembangkan motivasi yang baik
pada anak anak didik kita, disamping harus menjauhkan saran-
saran atau sugestif yang negatif yang dilarang oleh agama atau
yang bersifat asosial dursila, yang lebih penting lagi adalah
membina pribadi anak didik agar dalam diri anak terbentuk adanya
motif-motif yang mulia, luhur dan dapat diterima masyarakat.
Untuk itu, berbagai usaha dapat kita lakukan yaitu (1) mengatur
dan menyediakan situasi-situasi lingkungan keluarga maupun
sekolah dan memungkinkan untuk timbul persaingan atau
kompetisi yang sehat antar peserta didik, (2) membangkitkan
kompetisi diri dengan jalan menimbulkan rasa puas terhadap hasil-
hasil dan prestasi yang telah mereka capai meskipun sekecil
apapun hasilnya, (3) membiasakan anak atau peserta didik untuk
mendiskusikan suatu pendapat.

14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam konteks pendidikan, pemahaman yang mendalam
tentang konsep belajar, hakikat belajar, tahapan belajar menurut usia,
dan motivasi belajar merupakan kunci dalam merancang strategi
pembelajaran yang efektif. Belajar bukanlah sekadar proses akuisisi
pengetahuan semata, melainkan juga melibatkan pengubahan perilaku,
pemahaman, dan pengembangan keterampilan baru. Oleh karena itu,
pendidik perlu memahami bahwa setiap tahap perkembangan usia
membawa karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda.
Pendekatan pembelajaran yang efektif harus disesuaikan dengan
tahapan perkembangan tersebut untuk memaksimalkan potensi belajar
siswa.
Selain faktor usia, motivasi belajar juga memainkan peran
penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Motivasi
belajar menjadi pendorong utama dalam mengarahkan perilaku belajar
siswa. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran harus dirancang
sedemikian rupa untuk memotivasi siswa, membangkitkan minat
mereka, dan meningkatkan keterlibatan dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, penelitian dan kajian mendalam tentang
pengertian belajar, tahapan belajar menurut usia, dan motivasi belajar
menjadi penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan
secara holistik. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang konsep-
konsep tersebut, pendidik dapat merancang pengalaman pembelajaran
yang lebih bermakna dan relevan bagi siswa, sehingga memberikan
kontribusi positif dalam meningkatkan prestasi belajar mereka.

15
DAFTAR PUSTAKA

Moh Suardi. 2018. Belasjar dan Pembelajaran.


Yogyakarta:Deepublish.
M. Andi Setiawan, M.Pd. 2017. Belajar dan Pembelajaran.
Ponorogo:Uwais Inspirasi Indonesia.
Rahmi,H. 2021. Proses Belajar Anak Usia 0 Sampai 12 Tahun
Berdasarkan Karakteristik Perkembangannya. Jurnal
Pendidikan Anak Bunayya.141-154

16

Anda mungkin juga menyukai