Anda di halaman 1dari 241

SEMINAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu:
Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA.

Disusun oleh:
Mahasiswa semester II Kelas C Tahun 2021-2022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat, karunia, serta Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan seminar kami
yaitu SEMINAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Kami juga bereterima kasih sebanyaknya kepada dosen
pembimbing mata kuliah psikologi pendidikan ibu Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA
yang telah membantu kami dalam belajar pada mata kuliah ini , sehingga kami
dapat memahami tentang maksud dan tujuan dari belajar psikologi pendidikan.
Kami juga berharap bahwa dengan dibuatnya makalah ini, telah
menyelesaikan tugas yang diberikan beliau dalam rangka untuk menambah
pengetahuan kami tentang psikologi pendidikan . kami juga secara sadar paham
bila makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna ,
maka kami sangat berterima kasih bila pembaca dapat memberikan saran dan
juga kritik untuk bisa menambahi kekurangan dari makalah yang kami buat ini.
Surabaya, 01 Juni 2022

Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................ 2
Daftar Isi ....................................................................................................................... 3
“Teori Belajar Dalam Perspektif Psikologi Gestalt” ................................................ 4
TEORI BELAJAR PERSPEKTIF PSIKOLOGI BEHAVIORISM .................... xvi
“Teori Belajar Perspektif Psikologi Konstruktivisme” .......................................... 18
“Teori Belajar Perspektif Psikologi Humanism” .................................................... 35
“TEORI BELAJAR PERSPEKTIF PSIKOLOGI STRUKTURALISME” ........ 47
“Teori Belajar Perspektif Psikologi Fungsionalisme” ............................................ 14
“Teori Belajar Perspektif Psikonalisa” .................................................................... 11
PERBEDAAN PSIKOLOGI INDIVIDU ................................................................. 22
“Learning Strategy Berbasis Analisis Psikologi” .................................................... 33
“Learning Strategy Berbasis Analisis Psikologi” .................................................... 50
“Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi ................................................... lxxii
“Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi” .................................................... 88
“Motivasi belajar” ..................................................................................................... 98
“Motivasi Belajar” ................................................................................................... 112
“Penilaian dan Pengukuran Belajar Berbasis Analisis Psikologi” ...................... 122
“Penilaian dan Pengukuran Belajar Berbasis Analisis Psikologi .......................... 17
“Teori Belajar Dalam Perspektif Psikologi Gestalt”

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah educational


psychology

Dosen Pengampu
Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA

Disusun oleh Kelompok 1 kelas C

Nailah Faizah (06020521056)


Risang Taajudin Setiyo Jatmiko (06040521095)
Amelia Putri Rahmawati (06020521031)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang teori belajar dalam perspektif psikologi gestalt ini dengan baik. Shalawat serta
salam tidak lupa pula kita panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, dan juga
kami berterima kasih kepada Ibu Dr Hj. Arbaiyah YS,. MA selaku dosen mata kuliah
Educational Pshychology yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang teori belajar dalam perspektif psikologi gestalt.
Kami juga ingin menyampaikan permintaan maaf kami, karena makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran yang dapat membuat kami
mengevaluasi kesalahan-kesalahan yang kami buat sehingga dapat menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf sekali lagi apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran dari
Anda demi perbaika
BAB I
PEMBAHASAN

1.1Latar Belakang
Belajar adalah proses meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
seseorang dengan mengubah perilaku seseorang. Ini adalah perubahan perilaku anak
yang menetap, stabil, dan bertahan lama sebagai hasil dari pengajaran atau pengalaman.
Proses belajar individu dapat dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal seperti
keluarga dan lingkungan sosial. (Arifin, 2013).
Belajar adalah proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
(Djamarah, 2010). Baik individu maupun barang, serta lingkungan. Makna dari suatu
proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh suasana yang nyaman dan aman bagi
siswa. 1
Pada masa ini, belajar sering dipandang sebagai proses mentransfer
pengetahuan tanpa memperhatikan pola perilaku dan keterampilan anak. Hal ini
disebabkan adanya persepsi bahwa produk pembelajaran kurang berharga dan
meninggalkan jejak yang membekas pada diri anak. Akibatnya, banyak anak tidak
mendapatkan makna mendasar dari pendidikan, yang mengakibatkan kemerosotan
moral, koneksi yang salah, dan ketidaktahuan.
Pembelajaran diperlukan untuk menyelesaikan materi dalam waktu yang
ditentukan, terlepas dari seberapa banyak anak memahami topik tersebut. Sebagai
sumber belajar, prosedur yang membosankan, media pembelajaran yang kurang
inovatif, atau bahkan hanya satu buku yang digunakan. Salah satu penyebab guru
kurang memahami keinginan atau kondisi siswa yang memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing adalah adanya kontak emosional yang tegang antara
mereka dengan siswanya.2
Banyak ahli di bidang pendidikan telah mengembangkan banyak teori belajar.
Teori belajar adalah gambaran tentang bagaimana siswa belajar dan menyerap
informasi. Teori-teori ini digunakan untuk membantu anak-anak belajar pada berbagai
tahap perkembangan. Hal ini juga bercita-cita untuk membentuk anak-anak untuk
memenuhi tuntutan lingkungan. Salah satunya adalah teori Gestalt. Teori Gestalt
membahas proses persepsi dengan mengelompokkan hal-hal yang memiliki hubungan,
pola, atau kesamaan yang sebanding. Teori Gestalt tidak sesuai dengan teori
strukturalisme. Teori Gestalt mencoba memecah sensasi menjadi potongan-potongan
yang lebih kecil. (Widjajanto, 2018).

1
Safitri, S. I., Saraswati, D., & Wahyuni, E. N. (2021). Teori Gestalt (Meningkatkan
Pembelajaran Melalui Proses Pemahaman). At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, 5(1), 23-31.
2
Ibid
Berdasarkan urgensi di atas, pendidik harus mempelajari berbagai
jenis teori belajar, salah satunya teori Gestalt, guna menganalisis jenis
pembelajaran yang digeluti anak dan menyesuaikan karakter anak agar
pembelajaran di kelas berdampak positif dan mudah diterapkan oleh
siswa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu teori Gestalt ?
2. Siapa sajakah tokoh-tokoh dalam teori gestalt ?
3. Bagaimanakah prinsip dasar dalam teori gestalt ?
4. Apa sajakah aplikasi dalam teori gestalt ?
5. Bagaimana hukum dari teori gestalt ?
6. Bagaimana penerapan teori gestalt dalam pembelajaran ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui konsep dari teori gestalt
2. Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam teori gestalt
3. Mengetahui dan memahami prinsip dasar dari teori gestalt
4. Mengetahui dan memahami aplikasi dari teori gestalt
5. Mengetahui dan memahami hokum-hukum dari teori gestalt
6. Mengetahui dan memahami contoh penerapan teori gestalt dalam
pembelajaran.

1.4 Manfaat Makalah


1. Bagi penyusun, setelah mengkaji dan membaca sumber dari makalah ini
serta makalah ini kita dapat menambah wawasan tentang teori-teori
dalam pembelajaran khususnya teori gestalt.
2. Bagi Pembaca, penyusun berharap bahwa makalah ini dapat dipahami
dengan mudah oleh para pembaca dan dapat diambil manfaat untuk
menambah wawasan mengenai teori gestalt.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi Gestalt


Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme
Wundt. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi
bagian-bagian kecil.
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan
konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari
jumlah bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan
mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Istilah “Gestalt” mengacu pada sebuah
objek/figur yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya
Sejalan dengan itu, gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang
mengonseptualisasi berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi,
utuh dan logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang
jelas. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika
dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada
sebelumnya.
Teori gestalt cenderung mencoba mereduksi pembagian sensasi menjadi
bagian-bagian kecil (Widjajanto, 2018).3

2.2 Tokoh-tokoh Teori Gestalt


Teori belajar gestalt merupakan teori belajar yang dikembangkan oleh Max
Wertheimer. Max Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri
dari Psikologi Gestalt, ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka (1886-
1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967).

A. Max Wertheimer (1880-1943)


Tokoh tertua dalam Psikologi Gestalt diantara tiga serangkai
pendiri aliran ini adalah Max Wertheimer, lahir di Praha, 15 April 1880.
Dia mendapat gelar Ph. D dibawah bimbingan Oswald Kulpe. Dia
bertemu rekan tiga serangkai pendiri Gestalt yakni Wolfgang Kohler dan

3
Ibid
Kurt Koffka ketika dia bekerja di Universitas Frankfurt (antara 1910-
1967).4
Konsep penting Max Wertheimer adalah: Phi phenomenon, yaitu
bergeraknya objek statis (diam) menjadi rangkaian gerakan yang dinamis
(bebas atau bergerak) setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan
dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi atau
penafsiran.5
Maksud dari hal tersebut adalah proses yang terjadi di otak bukan
merupakan proses fisik tetapi berkaitan dengan mental, hal ini bisa
dikatakan menentang pendapat Wundut. Dimana Mas Wertheimer
menunjuk pada proses interpretasi atau penafsiran dari sensasi objektif
yang kita terima.
Awal mula dianggapnya Max Wertheimer sebagai pendiri Gestalt
adalah ketika dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat
bernama stroboskop (kotak yang diberi alat untuk dapat melihat ke
dalamnya). Dalam kotak tersebut terdapat dua garis, yakni tegak dan
melintang, diperlihatkan secara bergantian dan muncul kesan bahwa
garis bergerak dari tegak ke melintang. Padahal hal tersebut merupakan
semu yang pada dasarnya garis tersebut tidak bergerak namun
dimunculkan secara bergantian. Hal-hal yang mirip satu sama lain,
cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum
Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”.
Hukum-hukum itu antara lain:
a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)

4
Zona Dasar Teori, “Tokoh-Tokoh Psikologi Gestalt”
http://zonasainskita.blogspot.com/2017/12/tokoh-tokoh-psikologi-gestalt.html (diakses pada 29
Mei 2022 pukul 12.27)
5
Nurfarhanah, “Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Gestalt Serta Implikasinya Dalam
Proses Belajar Dan Pembelajaran”
c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

B. Kurt Koffka (1886-1941)


Tokoh Gestalt selanjutnya adalah Kurt Koffka, dia lahir di Berlin, 18
Maret 1886. Dia mendapat gelar Doktor dari Universitas Berlin tahun 1908.
Peran Koffka dalam Psikologi Gestalt adalah sumbangan penyajian yang
sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala
psikologi, yakni persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar
dan psikologi sosial. Teori Koffka yang membahas belajar didasarkan pada
anggapan bahwa kegiatan belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip
psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain :

a) Jejak ingatan (Memory traces)


Suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak
ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti
prinsipprinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita
mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak
ingatan tadi.

b) Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.


Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan,
melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena
jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk
mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
c) Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan

C. Wolfgang Kohler (1887-1967)


Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler
pernah melakukan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya
ditulis dalam buku bertajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya
adalah: seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas
sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula
hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil.
Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak,
seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu
dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk
dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau
problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan
berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt
apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong
organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler
sampai pada kesimpulan bahwa organisme–dalam hal ini simpanse–dalam
memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan
insight.

2.3 Prinsip Dasar Teori Gestalt


Menurut Teori Gestalt belajar adalah proses pengembangan yang didasari oleh
pemahaman atau insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian
dalam suatu situasi permasalahan. Dalam teori ini yang terpenting ketika belajar
bukanlah mengurangi hal-hal yang harus dipelajari, namun mengerti dan memperoleh
insight.6 Belajar dengan insight meliputi:

a) Insight tergantung dari kemampuan dasar dan pengalaman masa


lampau yang relevan
b) Insight hanya timbul dalam situasi ketika belajar diatur sedemikian
rupa, sehingga aspek yang perlu dapat diamati
c) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak jatuh dari langit
d) Belajar dengan insight dapat diulang kembali
e) Insight yang diperoleh dapat digunakan untuk menghadapi situasi
baru.

Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field.


Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan Oleh
manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan
fungsi bawaan manusia. Menurut Dr. Juldiansyah Noor, 2019. Prinsip-prinsip dalam
pengorganisasian adalah sebagai berikut : 7

a) Proximity: unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun


ruang).

6
Wahyuni, M., & Nini Ariyani, M. P. Teori Belajar dan Implikasinya dalam Pembelajaran.
(Tasikmalaya: Edu Publisher, 2020)
7
Richa Aulya dan Jayanti Putri. “Penerapan Teori Gestalt Dalam Materi Luas dan Keliling
Bangun Datar Untuk SD/MI” Mathematic Education Journal. Vol, 4 No, 1. (2021). 3-4
b) Similarity: individu cenderung mempresepsikan stimulus yang sama
sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa
persamaan bentuk, warna, ukuran dan kecerahan.
c) Adjective Set: organisasi berdasarkan mental set yang sudah
terbentuk sebelumnya.
d) Continuity: menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah
melakukan proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi
meskipun stimulus yang didapatkan tidak lengkap.
e) Closure: orang cenderung mengisi kekosongan suatu pola objek atau
pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat
suatu objek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana agar
mudah diingat.
f) Figure and Ground: menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang).
Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia secara sengaja maupun
tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana yang dianggap
sebagai ground.
g) Isomorpihsm: menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak
dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan struktural
antara daerah-daerah otak yang teraktivasi dengan isi alam sadarnya.

Pada umunya, prinsip-prinsip belajar ditinjau dari teori gestalt diantaranya


sebagai berikut : 8

a) Mendapatkan pemahaman atau insight merupakan tujuan utama dari


belajar
b) Belajar diawali dari keseluruhan kemudian memberi kesan/makna
c) Setiap individu merupakan bagian dari keseluruhan. Pada awalnya,
peserta didik akan melihat segala sesuatu secara bulat atau tanpa
memikirkannya. Namun, sesuai dengan berjalannya waktu mereka
akan mampu membagi menjadi bagian yang kecil

8
Sutatro. “Teori Kognitif 5” Journal Islamic Counselling. Vol, 1 No, 2. (2017) hal. 1-26
d) Peserta didik belajar menggunakan pemahaman atau insight untuk
menginterpretasikan sesuatu yang dapat dilaksanakan melalui
pengamatan dari berbagai faktor dan korelasinya dalam suatu
persoalan.

2.4 Aplikasi Prinsip Gestalt


Ada beberapa aplikasi prinsip teori Gestalt dalam belajar, antara lain :

A. Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu
mengalami proses belajar. Terjadilah reorganisasi dalam perceptual
fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara
9
pandang baru terhadap suatu problem. Aplikasi teori Gestalt dalam
pembelajaran antara lain ialah sebagai berikut :
a. Pengalaman tilikan (insight): tilikan memegang peranan yang
penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan
unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) : kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan
dalam proses pembelajaran.
c. Perilaku bertujuan (Purposive Behavior): perilaku yang terarah
dengan tujuan. Terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai.
d. Prinsip ruang hidup (Life Space): perilaku individu yang memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana dia berada.
e. Transfer dalam pembelajaran: pemindahan pola-pola perilaku dalam
situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Ini akan terjadi apabila
peserta didik menangkap prinsip-prinsip pokok dari persoalan dan
menemukan generalisasi sehingga dapat digunakan dalam
memecahkan masalah.

9
Pautina, A. R. (2018). Aplikasi Teori Gestalt dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak.
Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 6(1), h.18
B. Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya
proses pengujian berbagai dugaan/ kemungkinan. Setelah adanya
pengalaman insight, individu mampu menerapkan pada problem
sejenis tanpa melalui proses trial-error lagi.10 Konsep insight inilah
adalah fenomena penting penting dalam belajar, ditemukan oleh
Kohler dalam eksperimen yang sistematis. Timbulnya insight pada
individu tergantung pada:
a. Kesanggupan, kesanggupan berkaitan dengan kemampuan
intelegensi individu.
b. Pengalaman, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan
pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi semakin kompleks masalah
semakin sulit diatasi.
d. Latihan, latihan yang banyak mempertinggi kemampuan insight
dalam situasi yang bersamaan.
e. Trial and Error, Apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu
masalah, seseorang melakukan percobaan- percobaan hingga
akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.

C. Memori
Hasil persepsi terhadap objek meninggalkan jejak ingatan. Dengan
berjalannya waktu, jejak ingatan ini berubah pula sejalan dnegan prinsip-
prinsip organisasional terhadap objek. Penerapan prinsip of Good form
seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial,
fenomena ini juga menjelaskan secara gosip atau rumor. Fenomena gosip
seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai
suatu informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain

10
Suvrdiadi P, dkk. Konsep dan Strategi Pembelajaran. (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2021)
29-30
dengan dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi
fakta atau belum diketahui faktanya.

2.5 Hukum dari teori gestalt


Hukum Pragnanz adalah induk dari tiga sub-hukum dari hukum Gestalt. Hukum
tersebut dijabarkan dalam buku karangan Wertheimer berjudul Investigasi Teori
Gestalt. sebagai berikut: 1) Hukum Kedekatan, 2) Hukum Penutupan, dan 3) Hukum
Kesetaraan (Hidayati, 2011).11
Sedangkan Fudyartanto (2020) berhasil menyusun hukum-hukum gestalt yang
berhubungan dengan pengamatan adalah sebagai berikut : 12

A. Hukum Pragnanz
Hukum Pragnanz menyatakan bahwa organisasi psikologi
cenderung untuk bergerak ke arah penuh arti (pragnaz).
B. Hukum Keterdekatan (The Law of proximity)
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat
cenderung dianggap sebagai suatu totalitas. Contohnya:
Garis-garis di samping terlihat
sebagai dua kelompok garis yang
masing-masing terdiri dari tiga dan
dua garis.

Gambar 1 The Law of Proximity

C. Hukum ketertutupan (The Law of Closure)


Hal-hal yang tertutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri
atau gestalt. Contohnya:

11
Safitri, S. I., Saraswati, D., & Wahyuni, E. N. (2021). Teori Gestalt (Meningkatkan
Pembelajaran Melalui Proses Pemahaman). At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, 5(1), 27
12
Ena Suma Indrawati, “Membangun Karakter Melalui Implementasi Teori Belajar Menurut
Aliran Psikologi Gestal Bebasis Kecakapan Abad 21” E-Tech: Jurnal Ilmdiah Teknologi
Pendidikan. Vol, 7 No,2 (2019) hal.6-7

Gambar 2 The Law of Closure


Gambar disamping akan
dipresepsikan sebagai tiga
lingkaran dan satu segitiga yang
tidak lengkap dan membentuk
bangun segitiga.

D. Hukum Kesamaan (The Law of Similarity)


Hal-hal yang mirip antara satu dengan lain, cenderung kita
persepsikan sebagai suatu kelompok atau totalitas. Contohnya:
Gambar disamping akan
dipresepsikan sebagai deretan
tegak dengan bentuk lingkaran dan
kotak yang berganti-ganti. Bukan
sebagai deretan mendatar.
Gambar 3 The Law of Similarity

E. Hukum Kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada
obyek-obyek yang ada. Contoh :
Pada gambar disamping, kita
cenderungmempersepsikan gambar
sebagai dua garis lurus
berpotongan, bukan sebagai dua
garis sudut yang saling
membelakangi.
Gambar 4 Hukum Kontinuitas

2.5 Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar


Berikut ini merupakan contoh penerapan teori Gestalt dalam proses
pembelajaran atau proses belajar.
a. Belajar berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan
pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya.
b. Belajar adalah suatu proses perkembangan .Materi dari belajar baru
dapat diterima dan dipahami dengan baik apabila individu tersebut
sudah cukup matang untuk menerimanya. Kematangan dari individu
dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan individu.
c. Siswa sebagai organisme keseluruhan. Dalam proses belajar, tidak
hanya melibatkan intelektual, tetapi juga emosional dan fisik.
d. Terjadinya transfer Tujuan dari belajar adalah agar individu
memiliki respon yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu
kemampuan dapat dikuasai dengan baik maka dapat dipindahkan
pada kemampuan lainnya.
e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman Proses belajar terjadi ketika
individu mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya,
manusia menggunakan pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
f. Belajar dengan insight. Dalam proses belajar, insight berperan untuk
memahami hubungan diantar unsur-unsur yang terkandung dalam
suatu masalah.
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan
tujuan siswa Hal ini tergantung kepada apa yang dibutuhkan
individu dalam kehidupan sehari hari, sehingga hasil dari belajar
dapat dirasakan manfaatnya.
h. Belajar berlangsung terus-menerus. Belajar tidak hanya terjadi di
sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari
pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu
setiap waktu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme
Wundt. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi
bagian-bagian kecil.
Teori belajar gestalt merupakan teori belajar yang dikembangkan oleh Max
Wertheimer. Max Wertheimer (1880-1943) seorang yang dipandang sebagai pendiri
dari Psikologi Gestalt, ia bekerjasama dengan dua temannya, yaitu Kurt Koffka (1886-
1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967).
Menurut Teori Gestalt belajar adalah proses pengembangan yang didasari oleh
pemahaman atau insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian
dalam suatu situasi permasalahan. Dalam teori ini yang terpenting ketika belajar
bukanlah mengurangi hal-hal yang harus dipelajari, namun mengerti dan memperoleh
insight. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan Oleh manusia
sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi
bawaan manusia. Dan prinsip-prinsip dalam pengorganisasian adalah sebagai berikut :
a. Proximity
b. Similarity
c. Adjective Set
d. Continuity
e. Closure
f. Figure and Ground
g. Isomorpihsm

Ada beberapa aplikasi prinsip teori Gestalt dalam belajar, antara lain :
a. Belajar.
Aplikasi teori Gestalt dalam pembelajaran antara lain ialah sebagai
berikut :
1. Pengalaman tilikan (insight):
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
3. Perilaku bertujuan (Purposive Behavior):
4. Prinsip ruang hidup (Life Space):
5. Transfer dalam pembelajaran

b. Insight
Timbulnya insight pada individu tergantung pada:
1. Kesanggupan
2. Pengalaman
3. Taraf kompleksitas dari suatu situasi
4. Latihan
5. Trial and Error

c. Memori

Hukum-hukum dalam teori gestalt ada 4, yakni sebagai beirkut :


1. Hukum Pragnanz
2. Hukum Keterdekatan (The Law of proximity)
3. Hukum ketertutupan (The Law of Closure)
4. Hukum Kesamaan (The Law of Similarity)
5. Hukum Kontinuitas
DAFTAR PUSTAKA

Safitri, S. I., Saraswati, D., & Wahyuni, E. N. (2021). Teori Gestalt (Meningkatkan
Pembelajaran Melalui Proses Pemahaman). At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
5(1), 23-31.
Nurfarhanah, “Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Gestalt Serta Implikasinya Dalam
Proses Belajar Dan Pembelajaran”
Wahyuni, M., & Nini Ariyani, M. P. Teori Belajar dan Implikasinya dalam Pembelajaran.
(Tasikmalaya: Edu Publisher, 2020)
Richa Aulya dan Jayanti Putri. “Penerapan Teori Gestalt Dalam Materi Luas dan Keliling
Bangun Datar Untuk SD/MI” Mathematic Education Journal. Vol, 4 No, 1. (2021). 3-4
Sutatro. “Teori Kognitif 5” Journal Islamic Counselling. Vol, 1 No, 2. (2017) hal. 1-26
Pautina, A. R. (2018). Aplikasi Teori Gestalt dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak.
Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 6(1), h.18
Suvrdiadi P, dkk. Konsep dan Strategi Pembelajaran. (Medan: Yayasan Kita Menulis, 2021)
29-30
Safitri, S. I., Saraswati, D., & Wahyuni, E. N. (2021). Teori Gestalt (Meningkatkan
Pembelajaran Melalui Proses Pemahaman). At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
5(1), 27
Ena Suma Indrawati, “Membangun Karakter Melalui Implementasi Teori Belajar Menurut
Aliran Psikologi Gestal Bebasis Kecakapan Abad 21” E-Tech: Jurnal Ilmdiah Teknologi Pendidikan.
Vol, 7 No,2 (2019) hal.6-7
TEORI BELAJAR PERSPEKTIF PSIKOLOGI
BEHAVIORISM

Dosen Pengampu:

Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA.

Disusun oleh:

Kelompok 2

GRECHITA LARASSERA (06010521008)

ZAKARIA PANJI SYAMUDRA (06020521070)

ZUNANTI WULANDARI (06010521027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ TEORI BELAJAR
PERSPEKTIF PSIKOLOGI BEHAVIOURISM” ini hingga tuntas dan dengan kemampuan
kami secara mandiri.

Kami juga bereterima kasih sebanyaknya kepada dosen pembimbing mata kuliah
psikologi pendidikan ibu Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA yang telah membantu kami dalam belajar
pada mata kuliah ini , sehingga kami dapat memahami tentang maksud dan tujuan dari belajar
psikologi pendidikan.

Kami juga berharap bahwa dengan dibuatnya makalah ini, telah menyelesaikan tugas
yang diberikan beliau dalam rangka untuk menambah pengetahuan kami tentang psikologi
pendidikan . kami juga secara sadar paham bila makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna , maka kami sangat berterima kasih bila pembaca dapat
memberikan saran dan juga kritik untuk bisa menambahi kekurangan dari makalah yang kami
buat ini.

Surabaya, 01 Juni 2022

penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada artikel yang berjudul Psikologi Behaviorism yang ditulis oleh Ahmad
Sudrajat menjelaskan bahwa , psikologi behaviorism adalah salah satu aliran
psikologi yang meyakini bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan
terhadap setiap aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa
hipotetis yang terjadi dalam diri individu. Maksudnya untuk memahami sifat dan
perilaku dari seorang individu, kita harus mengamati setiap aktivitas yang
dilakukannya , bukan dengan cara menduga-duga tanpa bukti yang jelas.13
Pada hal ini, dapat juga digabungkan dengan cara belajar. Maka akan membuat
teori yang bernama Teori belajar perspektif psikologi behaviorism, artinya adalah
memahami perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Hal ini
semata –mata untuk meningkatkan kualitas belajar di sekolah dan juga membuat
guru lebih mudah mengamati cara belajar siswanya.
Maka , seperti pada latar belakang diatas. Kami membuat makalah ini dengan
memperhatikan beberapa sub bab dan permasalahan yang dapat di lihat sebagai
berikut.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Teori Belajar Behaviorism ?
2. Bagaimana Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Behaviorism ?
3. Bagaimana Teori Belajar Behaviorism Menurut Para Ahli ?
4. Bagaimana Penggunaan Teori Belajar Behaviorism ?
5. Apa Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Behaviorism ?
6. Bagaimana Contoh Kasus Pelaksanaan Pembelajaran Teori Behavioristik ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Teori Belajar Behaviorism
2. Mengetahui Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Behaviorism
3. Mengetahui Teori Belajar Behaviorism Menurut Para Ahli
4. Mengetahui Penggunaan Teori Belajar Behaviorism
5. Mengetahui Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Behaviorism

13
Ahmad Sudrajat, Psikologi Behaviorism. 08 juli 2008
6. Mengetahui Contoh Kasus Pelaksanaan Pembelajaran Teori Behavioristik
BAB II

ISI

A. Pengertian Teori Belajar Behaviorism


Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus
dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Proses
mental didefinisikan oleh psikolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang dialami
seseorang namun tidak dapat dilihat oleh orang lain. Meskipun pikiran, perasaan, dan
motif tidak bisa dilihat secara langsung, semua itu adalah sesuatu yang riil. Menurut
behavioris, pemikiran, perasaan dan motif ini bukan subjek yang tepat untuk ilmu
perilaku sebab semuanya itu tidak bisa diobservasi secara langsung.
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar
peserta didik, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar.
Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans.
Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R
(Stimulus-Respon).
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.14
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
pendidik kepada peserta didik, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan peserta
didik terhadap stimulus yang diberikan oleh pendidik tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu
apa yang diberikan oleh pendidik (stimulus) dan apa yang diterima oleh peserta didik
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Behaviorism

14
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Aliran behaviorisme berpendapat bahwa berpikir adalah gerakan reaksi yang
dilakukan oleh urat saraf dan otot-otot bicara seperti halnya kita mengucapkan sebuah
pikiran .15 Jika pada psikologi asosiasi, unsur-unsur yang paling sederhana dalam
kejiwaan manusia adalah tanggapan-tanggapan, pada behaviorisme unsur yang paling
sederhana adalah refleks.
Refleks adalah gerakan atau reaksi tak sadar yang disebabkan perangsang dari
luar. Semua keaktifan jiwa yang lebih tinggi, seperti perasaan, kemauan, dan berpikir,
dikembalikan kepada refleks. Dalam penyelidikannya behaviorisme hanya mengolah
tingkah laku bagian luar saja (badaniah). Gejala-gejala psikis yang mungkin terjadi
adalah akibat dari adanya gejala-gejala atau perubahan-perubahan jasmaniah sebagai
reaksi terhadap perangsang-perangsang tertentu.
Behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner. Teori ini berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah perkembangan teori
dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-reponsnya, mendudukan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan interaksi akibat adanya stimulus dan respons. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini, dalam belajar yang terpenting adalah input yang berupa stimulus dan
output berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pembelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Proses yang dapat diamati adalah stimulus dan respons. Oleh karena itu, apa
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pembelajar (respons)
harus dapat diamati dan diukur. Pengukuran di sini merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku.

15
Purwanto, M. N. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosida.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor
penguatan (reinforcement).Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement),
respon akan semakin kuat. Begitu pula respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement), respon juga semakin kuat. Menurut Harley dan Davis, prinsip-prinsip
teori behavioristik yang banyak dipakai di dunia pendidikan adalah:
1. Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila pembelajar ikut berpartisipasi
secara aktif di dalamnya.
2. Materi pelajaran dibentuk dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur beradasarkan
urutan yang logis sehingga pembelajar mudah memepelajarinya.
3. Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga pembelajar
dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum.
4. Setiap kali pembelajar memberikan respons yang benar, ia perlu diberi penguatan.
Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik dari penguatan
negatif.

C. Teori Belajar Behaviorism Menurut Para Ahli


1. Edward Lee Thorndike
Menurut Edward Lee Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons. Teori ini
disebut teori connectionism.16
Ciri-ciri belajar trial and error adanya berbagai aktivitas, adanya berbagai
respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap berbagai respons yang
salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Pemikiran-pemikiran
Thorndike mengenai perubahan perilaku sebagai hasil belajar terangkum dalam
hukum-hukum sebagai berikut.
a. Hukum Kesiapan
Hukum kesiapan, yaitu semakin siap organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme, yaitu belajar sebagai suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dan

16
Thorndike, E. L. (1999). Edward L. Thorndike: The selectionist connectionist. Journal of the Experimental
Analysis of Behavior, 3(3), 451–454.
kecenderungan bertindak. Misalnya jika anak merasa senang atau tertarik
pada kegiatan jahit-menjahit, ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila
hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan
menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderunagan
bertindak dan orang melakukannya, ia akan merasa puas. Akibatnya, anak
tersebut akan melakukan tindakan lain. Masalah kedua, jika ada
kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, timbullah rasa
ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk
mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya. Jika suatu organisme
didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, pelaksanaan
tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat.
b. Hukum Latihan (Law of Exercise)
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan,
tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau
dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah
ulangan.
c. Hukum Hasil (Law of Effect)
Hukum hasil, yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan akan diulangi lagi di waktu tertentu.
Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
2. J.B. Watson
J .B. Watson mengemukakan 2 prinsip dasar dalam pembelajaran, yaitu prinsip
kekerapan dan kebaruan.
• Prinsip kekerapan menyatakan bahwa makin kerap individu bertindak
balas terhadap suatu rangsangan akan lebih besar kemungkinan individu
memberikan tindak balas yang sama terhadap rangsangan itu.
• Prinsip kabaruan menyatakan apabila individu membentuk tindak balas
yang baru terhadap rangsangan besar kemungkinan individu tersebut
akan bertindak balas dengan cara yang serupa terhadap rangsangan itu.
Watson mengadakan eksperimen perasaan takut kepada anak dengan
menggunakan tikus dan kelinci. Teori ini disebut teori classical conditioning yang
dipelopori oleh Pavlop seorang ahli psikologi dari Rusia .17 Dari hasil
percobaannya, disimpulkan bahwa perasan takut pada anak dapat diubah atau
dilatih. Watson melakukan percobaan pada seorang anak yang mula-mula tidak
takut kepada kelinci dibuat menjadi takut. Kemudian, anak tersebut dilatihnya
kembali sehingga tidak lagi takut kepada kelinci.
Pavlop mengadakan pencobaan dengan anjing, Pavlop menarik kesimpulan
bahwa gerakan refleks dapat dipelajari dan dapat berubah karena latihan.
Kemudian, gerak refleks tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu refleks wajar
(unconditioned reflex) dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari
(conditioned reflex). Menurut teori ini, belajar adalah proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi
(respons). Penganut teori ini mengatakan bahwa selaga tingkah laku manusia adalah
hasil conditioning, yakni hasil dari latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan
berekasi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialami
dalam kehidupannya. Kelemahan teori ini adalah sebagai berikut.
• Teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi otomatis.
• Keaktifan dan penentuan pribadi tidak dihiraukan.
• Peranan latihan dan kebiasaan terlalu ditonjolkan.
• Pada manusia, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal belajar
mengenai
• kecekatan (skill) tertentu.
3. Crark Hull
Crark Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan teori
belajar. Prinsip-prinisp yang digunakan mirip dengan apa yang dikemukakan oleh
para behavioris yaitu dasar stimulus respons dan adanya penguat (reinforcement).
Crark Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau keadaan

17
Purwanto, M. N. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosida.
https://doi.org/10.1177/1742395309104343
terdorong (oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, dan ambisi) harus ada dalam diri
seseorang yang belajar, sebelum suatu respons dapat diperkuat atas dasar
pengurangan kebutuhan. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya
tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha
belajar oleh respons. Penggunaan secara praktis teori belajar Hull di dalam kelas
sebagai berikut:
a. Teori belajar pada drive reduction atau drive stimulus reduction
b. Instruksional objektif harus dirumuskan dengan jelas
c. Pelajaran harus dimulai dari sederhana
d. Ruangan kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya
proses belajar.
e. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar, latihan
harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi(kelelahan
tidak boleh mengganggu belajar).
f. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang
terdahulu tidak terhambat, tetapi justru harus menjadi perangsang yang
mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
4. Edwin Guthrie
Sumangan Guthrie dikenal dengan contiquity teori. Guthrie mengemukakan cara
atau metode untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik, berdasarkan teori
conditioning. Menurutnya tingkah laku manusia secara keseluruhan dapat
dipandang sebagai deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit
tingkah laku tersebut merupakan reaksi atau respons dari stimulus sebelumnya,
kemudian unit tersebut menjadi stimulus pula yang akhirnya menimbulkan
respons bagi unit tingkah laku berikutnya. Demikian seterusnya sehingga
merupakan deretan unit tingkah laku yang berurutan. Guthrie mengemukakan 3
metode untuk mengubah kebiasaan buruk yaitu:
a. Metode Ambang (The Threshold Method), adalah metode mengubah tindak
balas dengan menurunkan atau meningkatkan rangsangan secara berangsur.
b. Metode Meletihkan (The Fatigue Method), adalah menghilangkan tindak balas
yang tidak diinginkan dengan menggalakkan individu mengulangi tindak balas
itu sampai akhirnya ia letih.
c. Metode Ambang Rangsangan yang Tidak Serasi (The Incompatible Response
Method), adalah dengan memasangkan rangsangan yang menimbulkan tindak
balas yang tidak diinginkan.
5. B.F. Skinner
Skinner menganggap reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar.
Reinforcement atau peneguhan diartikan sebagai suatu konsekuesnsi perilaku yang
memperkuat perilaku tertentu. Ada 2 macam peneguhan yaitu positif dan negatif.
Peneguhan positif adalah ransangan yang semakin memperkuat atau mendorong
sutau tindak balas. Sedangkan. Peneguhan negatif adalah peneguhan yang
mendorong individu untuk menghindari suatu tindak balas tertentu yang tidak
memuaskan. Seperti halnya Palpov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah
laku sebagai hubungan antara perangsang dan respon. Hanya perbedaanya, Skinner
membuat perincian yang membedakan respon menjadi 2 bagian, yakni sebagai
berikut.
a. Respondent Response (Reflexive Response)
Respons ini ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, misalnya keluar
air liur setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya perangsang-
perangsang yang demikian mendahului respons yang ditimbulkannya. Jenis
respon ini terbatas pada manusia saja.
b. Operante Response (Instrumental Response)
Respons ini adalah respons yang timbul dan berkembang yang diikuti oleh
perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut
reinforcing stimulus atau reinforce karena perangsang itu memperkuat respons
yang telah dilakukan oleh organisme. Misalnya seorang anak yang belajar lalu
mendapatkan hadiah, ia akan menjadi lebih giat belajar (responsnya menjadi
lebih intensif). Operante response merupakan bagian yang terbesar tingkah laku
manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbantah. Oleh
karena itu, Skinner memfokuskan pada respons ini.

Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan


pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Tahun 1938, Skinner
menerbitkan bukunya yang berjudul The Behaviour of Organism. Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning.
Skinner meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.
Operant conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan. Seseorang dapat mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang
relatif besar.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara
searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Manajemen kelas
menurut Skinner berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan
proses penguatan, yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan
tidak memberi imbalan pada perilaku yang tidak tepat. Bentuk-bentuk penguatan
positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan penguatan negatif
memberikan tugas tambahan, menunjukkan perilaku tidak senang.
6. Robert Gagne
Gagne adalah seorang psikolog pendidik kebangsaan Amerika yang terkenal
dalam penemuan berupa condition of learning. Gagne adalah pelopor dalam
instruksi pembelajaran yang dipraktikannya dalam pelatihan pilot Angkatan Udara
Amerika. Ia mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk
mendesain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multimedia. Teori
Gagne banyak dipakai untuk mendesain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehavioris yang mendorong guru untuk
merencanakan intruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan
kemampuan lebih tinggi dalam hierarki keterampilan intelektual. Guru harus
mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang
paling sederhana kemudian dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar SR,
rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe
belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Praktiknya, gaya
belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respons.
7. Albert Bandura
Menurut Albert Bandura, faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi
adalah sebagai berikut:
a. Perhatian: mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
b. Penyimpanan atau proses mengingat: mencakup kode, pengodean simbolik.
c. Reproduksi motorik: mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan
keakuratan umpan balik.
d. Motivasi: mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri
sendiri

Selain itu, juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai
prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara


mengorganisasikan sejak awal dan mengulang perilaku simbolik kemudian
melakukannya.
b. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimiliknya.
c. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan
tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang
bermanfaat.

Karena melibatkan atensi, ingatan, dan motivasi, teori Bandura dilihat


dalam kerangka teori behavior kognitif. Teori belajar sosial membantu
memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan
bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar perilaku
pemodelan yang digunakan dalam pendidikan secara massal.

8. Ivan Petrovich Pavlov


Classic conditioning (pengondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaanya pada anjing, perangsang asli, dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, yakni
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal sesuai dengan
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya
pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai
tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari pandangan Pavlov bahwa dengan menggunakan ransangan-
ransangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
diinginkan.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, ada situasi yang sama seperti pada
binatang. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling
dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es
krim sering lewat, nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur, apa lagi pada siang
hari yang panas. Contohnya lainnya, bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu, yakin
membedakan bunyibunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay)
yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah. Dam antre
di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
Pavlov, ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami
dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respons yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal ari luar dirinya.

D. Analisis Penggunaan Teori Belajar Behaviorism


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan
2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma


behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga
tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru.
Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilak yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang
tampak.

Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini sehingga kejelian dan kepekaan
pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode bahavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur, seperti
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan, dan sebagainya. Contohnya
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang membutuhkan dominasi peran orang dewasa;
suka mengulangi dan harus dibiasakan; suka meniru; dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung, seperti diberi permen atau pujian.

Penerapan behavioristik yang salah dalam situasi pembelajaran dapat


mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa. Misalnya, guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu
arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang
pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafal apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode paling
efektif untuk menertibkan siswa.

E. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Behaviorism


Kelebihan dari teori belajar behaviorism antara lain sebagai berikut :
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan, baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan.
3. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif
dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang disadari pada
perilaku yang tampak.
4. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya.
Jika anak sudah mahir dalam suatu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi
dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesimbungan tersebut dan lebih
optimal.
5. Bahan pelajaran yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu mampu menghasilkan
sutau perilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
6. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimulus yang lainnya dan seterusnya
sampai respons yang dinginkan muncul.
7. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktik dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
8. Teori Behavioristik cocok melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Adapun kelemahan dari teori belajar behaviorism antara lain sebagai berikut :
1. Sebuah konsekuensi bagi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap.
2. Tidak setiap mata pelajaran menggunakan metode ini.
3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
4. Pengguaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap metode paling efektif untuk menertibkan siswa.
5. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif
siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa.
7. Cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linear, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan mendudukan siswa sebagai individu yang pasif.
8. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning) bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
9. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai centre,
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang
harus dipelajari murid.
F. Contoh Kasus Pelaksanaan Pembelajaran Teori Behavioristik
Penerapan teori bahavioristik dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan adalah sebagai berikut.
Penerpan teori bahavioristik dalam pembelajaran Penjaskes tergantung pada beberapa
hal seperti:
1. Tujuan pembelajaran;
2. Sifat materi pembelajaran;
3. Karakteristik pembelajar;
4. Media;
5. Fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Tujuan pembelajaran Penjaskes menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, menuntut
pembelajar untuk mengungkap kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes.

Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajar
Penjaskes mengikuti urutan kurikulum secara ketat sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar. Kesmpulannya, pembelajaran Penjaskes dirasakan
kurang pas karena kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi, dan mengembangkan kemampuannya. Sistem
pembelajaran bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus-respons
sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya, pembelajar Penjaskes
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Padahal, Penjaskes merupakan pembelajaran yang mengutamakan gerak untuk berkrasi
dan untuk mendapatkan kesehatan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi Pengertian dari teori belajar perspektif psikologi behaviourism adalah
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-
hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar peserta didik, baik
yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon).
Tujuannya sendiri adalah untuk meningkatkan kualitas belajar yang dilakukan
oleh guru dan murid. Lalu Teori Behavioristik ini sendiri cocok dalam melatih anak-
anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung.
DAFTAR PUSTAKA

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon.

Purwanto, M. N. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosida.

https://doi.org/10.1177/1742395309104343

Thorndike, E. L. (1999). Edward L. Thorndike: The selectionist connectionist. Journal


of the Experimental Analysis of Behavior, 3(3), 451–454.

Purwanto, M. N. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosida.


https://doi.org/10.1177/1742395309104343
Makalah Educational Psychology

“Teori Belajar Perspektif Psikologi Konstruktivisme”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Educational Psychology


Dosen Pengampu: Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA

Disusun oleh:
Kelompok 3
Kelas C Educational Psychology
1. Erma Syntia (06010521006)
2. Fatika Rahma Hidayah (06020521045)
3. R. Indra Kusuma Kartadiwangsa (06020521060)

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2021/2022
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan anugrahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Manusia dari Lahir Hingga Akhir” ini.
Tanpa ridho dan rahmat-nya tentunya kami tidak bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan selesai tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang benar, yakni ad-dinul islam wal
iman. Tentu tidak lupa, ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Selain itu, kami juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah mendukung kami dalam
penyusunan makalah ini. Dan juga kami sebagai penulis berharap semoga makalah yang kami
susun ini bermanfaat bagi pembaca tentang “Teori Belajar Perspektif Psikologi
Kontruktivisme”.

Kami sebagai penulis menyadari jika makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami akan selalu terbuka dalam menerima saran maupun kritik. Akhir
kata, sekali lagi kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surabaya, 1 Juni 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia butuh pendidikan
untuk menunjang kehidupannya di masa depan. Penidikan selalu melibatkan kejiwaan
manusia, sehingga landasan psikologi sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan.
Pendidikan juga tidak dapat dipisahkan dari belajar. Belajar adalah sebuah proses yang
terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap
kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan kecakapan atau pengetahuan
,sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa
manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan. Belajar berarti sebuah
pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik
dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi
seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya
pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit
demi sedikit. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep
ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan
paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaran,
konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses
pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa
memiliki kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi
pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat
pada siswa.Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan
sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa
dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini
diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan
yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi.
Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam,
laboratorium, televisi, koran dan internet. Oleh karena itu, Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai teori belajar konstruktivisme secara sederhana dan mudah
diapahami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konstruktivisme?
2. Apa pengertian belajar menurut teori belajar konstruktivisme?
3. Siapa saja tokoh- tokoh yang ada di dalam teori belajar konstruktivisme?
4. Apa saja prinsip-prinsip belajar menurut teori belajar konstruktivisme?
5. Apa saja kelemahan dan kelebihan teori belajar konstruktivisme?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari konstruktivisme
2. Untuk mengetahui pengertian dari belajar menurut teori belajar konstruktivisme
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang ada di dalam teori belajar konstruktivisme
4. Untuk memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip belajar menurut teori belajar
konstruktivisme
5. Untuk memberikan penjelasan tentang kelemaha dan kelebihan teori belajar
konstruktivisme

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv
berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme
dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme
merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk,
2001:3).18 Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat
bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan hasil konstruksi (bentukan) dari
orang yang sedang belajar. Maksudnya setiap orang membentuk
pengetahuannya sendiri.19 Karli (2003:2) menyatakan konstruktivisme adalah
salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa
dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir
proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya
dari hasil interkasi dengan lingkungannya.20
Konstruktivisme merupakan pergeseran paradigma dari behaviourisme
ke teori kognitif. Epistemologi behaviourist berfokus pada kecerdasan, domain
tujuan, tingkat pengetahuan, dan penguatan. Sementara epistemologi
konstruktivist mengasumsikan bahwa siswa membangun pengetahuan mereka
sendiri berdasarkan interaksi dengan lingkungan mereka. Empat asumsi
epistemologis adalah inti dari apa yang kita sebut sebagai "pembelajaran
konstruktivis." Yang pertama adalah, pengetahuan secara fisik dibangun oleh
siswa yang terlibat dalam pembelajaran aktif. Kedua, pengetahuan secara
simbolis dikonstruksi oleh siswa yang membuat representasi tindakan mereka
sendiri; Pengetahuan dibangun secara sosial oleh siswa yang menyampaikan
makna mereka kepada orang lain; dan yang terakhir adalah, Pengetahuan secara
teori dikonstruksi oleh siswa yang mencoba menjelaskan hal-hal yang tidak
sepenuhnya mereka pahami (Singh & Yaduvanshi, 2015). 21

18
Restu Driyanti, Makalah Konstruktivisme dalam Pembelajaran, diakses dari
https://restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/konstruktivisme-dalam-pembelajaran/ pada tanggal 1 Juni
2022 pukul 4.42 WIB
19
Ari Widodo, “ Kontruktivisme dalam Pembelajaran Sains”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 13 No.
64, (Januari 2007), 92
20
Sutarjo Adisusilo, “Konstruksivisme dalam Pembelajaran”, Jurnal Psikologi, Vol. 1 No. 2, (Juli 2020), 1
21
Nurfatimah Sugra, “ Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sains”, Jurnal
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, Vol. 19 No. 2, (September 2019), 124
Telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya konstruktivisme merupakan
pergeseran dari behaviourisme ke teori kognitif. Sehingga kognitivisme terkait
kognisi (knowing) yaitu kegiatan untuk mengetahui sesuatu yang mencakup
perolehan, pengorganisasian dan pemakaian pengetahuan. Artinya, kognisi
fokus pada memori, atensi, persepsi, bahasa, rasio, pemecahan masalah dan
kreatifitas (Elliott,et.al.,1996:238) serta peran struktur mental atau
pengorganisasiannya dalam proses mengetahui sesuatu (Lefrancois,1988:55).
Tekanan utama pendekatan psikologi kognitif terletak pada bagaimana
informasi diproses dan disimpan; ini tentu berbeda dengan pendekatan
psikologi behavioristik yang fokus pada tingkah laku dalam konteks lingkungan
dan konsekuensinya.
Dengan demikian, psikologi kognitif, menurut Phye&Andre, adalah
studi tentang struktur kognisi dan komponennya dalam memproses informasi
(Elliott,et.al.,1996:238). Konsep kognitif pembelajaran, menurut Shuell, telah
berpengaruh besar pada pembelajaran berupa pemberian kesadaran yang tinggi
pada pendidik betapa pentingnya pengaruh pengetahuan awal (entry behavior)
siswa dan strategi penguatan memori mereka terhadap pembelajaran mereka
saat ini (Elliott et.al.,1996:241).22 Kaum konstruktivis berpendapat bahwa
pengetahuan bukan suatu yang sudah jadi, tetapi merupakan suatu proses
menjadi (Suparno, 1997: 20). Misalnya, pengetahuan kita tentang “ayam”,
mula-mula dibentuk sejak kita masih kecil ketemu pertama kali dengan ayam.
Pengetahuan tentang ayam waktu kecil belum lengkap, tetapi lambat laun makin
lengkap di saat kita makin banyak berinteraksi dengan ayam yang ternyata ada
bermacam-macam jenisnya, tetapi semua disebut ayam. Pengetahuan bukan
suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran seseorang (dalam
kasus ini pendidik) kepada orang lain atau peserta didik. Bahkan ketika pendidik
bermaksud memindahkan konsep, ide, nilai, norma, keterampilan dan
pengertian kepada peserta didik, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan
dibentuk oleh peserta didik sendiri. Tanpa keaktifan peserta didik dalam
membentuk pengetahuan, pengetahuan seseorang tidak akan terjadi.23

22
Mona Ekawati, “ Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Kognitif Serta Implikasinya Dalam Proses
Belajar dan Pembelajaran”, Jurnal EJ. Tech, Vol. 7 No. 4, (Desember 2019), 2
23
Ibid, 1
Dalam proses itu, menurut Glasersfeld (Suparno, 1997: 20), diperlukan
beberapa kemampuan sebagai berikut: (1) kemampuan mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan,
mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan
untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain.24
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis
menurut beberapa literatur yaitu :
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang telah ada sebelumnya
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia
3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna
dikembangkan berdasarkan pengalaman
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi)
makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu
pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang
lain
5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik,
penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan
kegiatan yang terpisah. (Yuleilawati, 2004 :54)

Sedangkan menurut Siroj (http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/43/rusdy-


a-siroj.htm) ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis adalah :

1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan


pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga
belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak
semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah
dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik
dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya
untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan
sehari-hari.

24
Ibid, 1-2
4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan
terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja
sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya,
misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-
siswa.
5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan
tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi
menarik dan siswa mau belajar.25

B. Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Konstruktivisme


Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru dan keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungannya (Suyono & Hariyanto, 2012). Dalam teori belajar
konstruktivisme, belajar yakni seseorang yang belajar itu berarti
membentuk pengertian/ pengetahuan secara aktif (tidak hanya menerima dari
guru) dan terus-menerus. Metode trial and error, dialog dan partisipasi
pembelajar sangat berarti sebagai suatu proses pembentukan pengetahuan
dalam pendidikan (Suparno, 2010).26 Jadi, dapat diartikan bahwasannya
belajar menurut teori belajar konstruktivisme ialah peserta didik harus
mengambil inisiatif dan keaktifan selama belajar daripada hanya mendengar
penjelasan dari sumber-sumber belajar, yang dalam konteks ini ialah guru.
Teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses
pembentukan (kontruksi) pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri.
Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui (Schunk,
1986). Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan
pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha
mengevaluasi belajar konstruktivistik. Pandangan konstruktivistik

25
Ibid, 3
26
Ndaru Kukuh Masgumelar dan Pinton Setya Mustafa, “ Teori Belajar Konstruktivisme dan Implikasinya
dalam Pendidikan dan Pembelajaran”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2 No. 1, (Februari 2021), 50
mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia
mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya.
Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang
mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan
keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan obyek dan peristiwa.
Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting
dalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan pandangan terhadap dunia
nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia
secara individual.27
Sedangkan teori belajar konstruktivisme sendiri adalah teori belajar
yang mengedepankan kegiatan mencipta serta membangun dari sesuatu yang
telah dipelajari. Kegiatan membangun (konstruktif) dapat memacu siswa untuk
selalu aktif, sehingga kecerdasannya akan turut meningkat. Ada beberapa ahli
yang mendefinisikan teori belajar konstruktivisme. Hill memberikan pengertian
bahwa teori belajar konstruktivisme adalah tindakan mencipta suatu makna dari
apa yang sudah dipelajari seseorang. Shymansky mengatakan bahwa teori
belajar konstruktivisme merupakan aktivitas yang aktif, ketika siswa melatih
sendiri pengetahuannya, mencari tahu apa yang sudah dipelajari, dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide baru dengan kerangka
berpikir sendiri.
Ahli lainnya yang turut memberikan pengertian tentang teori belajar ini
adalah Karli dan Margareta. Menurut mereka teori belajar konstruktivisme
adalah sebuah proses belajar yang diawali dengan adanya konflik kognitif,
sehingga akhirnya pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa lewat pengalaman
dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan Samsul Hadi
berpendapat bahwa teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah upaya
membangun tata susunan hidup berbudaya modern.28

27
Bidang Akademik Universitas Syam, Bahan Teori Belajar Konstruktivisme, diakses dari https://lms.syam-
ok.unm.ac.id/mod/book/view.php?id=25297&forceview=1#:~:text=1 pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 4.29 WIB.

28
Nita Oktifa, Teori Belajar Konstruktivisme, diakses dari https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/teori-belajar-
konstruktivisme pada tanggal 1 Juni 2022 pukul 4.54 WIB
C. Tokoh-Tokoh dalam Teori Belajar Konstruktivisme
1. Jerome Brunner
Jerome Bruner merupakan pelopor aliran psikologi belajar kognitif.
Bruner sangat mendorong agar pendidikan mengutamakan pada
pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan tentang
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau
memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan, dan
mentransformasikan pengetahuan tersebut. Bruner menyatakan bahwa
belajar lebih berhasil jika prosesnya diarahkan pada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang termuat dalam tema yang diajarkan. Dengan
mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam tema yang
dibicarakan, maka anak akan memahami materi yang akan dikuasainya
tersebut. Anak juga akan mencari hubungan antar konsep dan struktur
tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola
atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat oleh anak.
Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik
bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah
dimilikinya. Di alam belajar, siswa haruslah terlibat secara aktif
mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur dalam materi yang
dibicarakan.
Menurut Bruner, di dalam belajar haruslah melibatkan tiga
proses yang terjadi hampir selalu bersamaan. Ketiga proses belajar
tersebut, yaitu : (1) Memperoleh informasi baru; (2) Transformasi
informasi; dan (3) Menguji relevansi informasi dengan ketepatan
pengetahuan.
2. John Dewey
John Dewey berpandangan bahwa sekolah seharusnya
mencerminkan kehidupan masyarakat secara lebih besar dan kelas
adalah laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata.
Ajaran Dewey menganjurkan agar guru mendorong siswa untuk
terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi pada masalah. Guru
juga diharapkan dapat membantu mereka menyelidiki masalah-masalah
intelektual dan sosial.
3. Lev Vygotsky
Menurut Vygotsky, perkembangan intelektual dapat ditinjau dari
konteks historis dan budaya pengalaman anak. Selain itu, perkembangan
intelektual juga tergantung pada sistem-sistem isyarat yang mengacu
pada simbol-simbol yang diciptakan untuk membantu orang berpikir,
berkomunikasi, dan memecahkan masalah.
Vygotsky menghendaki adanya setting kelas berbentuk
kooperatif antar kelompok siswa dengan kemampuan berbeda-beda,
sehingga mereka dapat berinteraksi dan memunculkan strategi dalam
memecahkan masalah. Di dalam proses pembelajaran, Vygotsky
menekankan pada perancahan (scaffolding), sehingga semakin lama
siswa akan semakin dapat mengambil tanggung jawabn untuk
pembelajarannya sendiri.
4. Jean Piaget
Jean Piaget dikenal sebagai tokoh konstruktivisme yang
pertama. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori konstruktivisme
adalah pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realita. Peran guru dalam pembelajaran menurut Piaget
adalah sebagai fasilitator atau moderator. Piaget menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai skemata yang dimilikinya.

Proses mengkontruksi pengetahuan menurut Piaget, meliputi


skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Skemata adalah
sekumpulan konsep yang digunakan ketika seseorang berinteraksi
dengan lingkungan. Asimilasi merupakan proses kognitif dimana
seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru
ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok
dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada,
sehingga cocok dengan rangsangan tersebut. Sedangkan keseimbangan
atau ekuilibrasi terjadi antara asimilasi dan akomodasi. Keseimbangan
dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.29
D. Prinsip-Prinsip Belajar Menurut Teori Konstruktivisme
Di dalam pembelajaran konstruktivisme, konstruktor pengetahuan aktif
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :30
1. Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif. Pembelajar secara
aktif mengonstruksikan belajarnya dari berbagai macam input yang
diterimanya. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembelajar perlu
bersikap aktif agar dapat belajar secara efektif. Belajar adalah
tentang membantu untuk mengonstruksikan makna mereka sendiri,
bukan tentang "mendapatkan jawaban yang benar" karena dengan
cara seperti ini siswa dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar
tanpa benar-benar memahami konsepnya (Muijs, & Reynolds,
2009).
2. Anak-anak belajar dengan paling baik dengan menyelesaikan
berbagai konflik kognitif (konflik dengan berbagai ide dan konsepsi
lain) melalui pengalaman, refleksi, dan metakognisi (Beyer, 1985).
3. Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna, Pembelajar
secara aktif berusaha mengonstruksikan makna. Dengan demikian
guru mestinya berusaha mengonstruksikan berbagai kegiatan belajar
seputar ide-ide besar dan eksplorasi yang memungkinkan
pembelajar untuk mengonstruksikan makna.
4. Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual
semata-mata. Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui
interaksi dengan teman sebaya, guru, orang tua dan sebagainya.
5. Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa pembelajar secara
individual dan kolektif mengonstruksilan pengetahuan adalah
bahwa agar efektif guru harus memiliki pengetahuan yang baik
tentang perkembangan anak dan teori belajar, sehingga mereka

29
Amongguru.com, Ciri-ciri Teori Belajar Konstruktivisme dan Tokoh-Tokohnya, diakses dari
https://www.amongguru.com/ciri-ciri-teori-belajar-konstruktivisme-dan-tokoh-tokohnya/ pada tanggal 1 Juni
2022 pukul 9.42 WIB
30
Supardan, D. (2016). Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jurnal Edunomic |
Volume 4 No. 1
dapat menilai secara lebih akurat belajar seperti apa yang dapat
terjadi.
6. Di samping itu belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak
mempelajari fakta-fakta secara murni abstrak, tetapi selalu dalam
hubungannya dengan apa yang telah kita ketahui. Kita juga belajar
dalam kaitannya dengan prakonsepsi kita. Ini berarti bahwa kita
dapat belajar dengan paling baik bila pembelajaran baru itu
berhubungan secara eksplisit dengan apa yang telah kita ketahui.
7. Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengonstruksikan
pengetahuan secara menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan
menengok kembali materi yang kita pelajari dan bukan dengan cepat
pindah dari satu topik seperti pada pendekatan pengajaran langsung.
Murid hanya dapat mengonstruksikan makna bila mereka dapat
melihat keseluruhannya.
8. Mengajar adalah sebagai pemberdayaan pembelajar, dan
memungkinkan pembelajar untuk menemukan dan melakukan
refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistis. Ini akan
menghasilkan pembelajaran otentik dan pemahaman yang lebih
dalam bila dibandingkan dengan memorisasi permukaan yang sering
menjadi ciri pendekatan-pendekatan mengajar lainnya (Von
Glassersfeld, 1989). Ini juga membuat kaum konstruktivis percaya
bahwa lebih baik menggunakan bahan-bahan hands-on dari riil
daripada texbook.
E. Kelebihan dan Kekurangan dari Teori Belajar Kontrutivisme
Dalam sebuah kehidupan tidak akan terlepas dari adanya kelebihan dan
kekurangan dalam berbagai aspek. Hal ini juga beraku terhadap sebuah teori.
Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling melengkapi antara yang satu
dengan yang lainya begitu juga konstruktivisme.
a) Kelebihan
Adapun kelebihan dari teori konstruktivisme diantaranya :31
1. Guru bukan satu-satunya sumber belajar

31
Murniarti, E. (2020). Pengertian, Prinsip, Bentuk Metode dan Aplikasinya dari Teori Belajar dari Pendekatan
Konstruktivisme dan Teori Belajar Person-Centered Carl Rogers.
Maksudnya yaitu dalam proses pembelajaran guru hanya sebagai
pemberi ilmu dalam pembelajaran, siswa tuntut untuk lebih aktif
dalam proses pembelajarannya, baik dari segi latihan, bertanya,
praktik dan lain sebagainya, jadi guru hanya sebagi pemberi arah
dalam pembelajaran dan menyediakan apa-apa saja yang dibutuhkan
oleh siswanya. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu tidak
hanya di dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi bisa juga
di dapatkan melalui diskusi, pengalaman dan juga bisa di dapatkan
di lingkungan sekitarnya.
2. Siswa (pembelajaran) lebih aktif dan kreatif
Maksudnya di mana siswa dituntut untuk bisa memahami
pembelajarannya baik yang didapatkan di sekolah dan yang dia
dapatkan di luar sekolah, sehingga pengetahuan-pengetahuannya
yang telah didapatkan tersebut bisa dikaitkan dengan baik dan
seksama, selain itu juga siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu-
ilmu yang baru dan dapat di koneksikan dengan ilmu-ilmu yang
sudah lama.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna
Belajar bermakna berarti menginstrksi informasi dalam struktur
penelitian lainnya. Artinya pembelajaran tidak hanya mendengarkan
dari guru saja akan tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan
pengalaman-pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi
yang dia dapatkan baik dari temanya, tetangganya , keluarga, surat
kabar, televisi, dan lain sebagainya.
4. Pembelajaran memiliki kebebasan dalam belajar
Maksudnya siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan
baik di lingkungannya dengan yang di sekolah sehingga tercipta
konsep yang diharapkannya.
5. Perbedaan individual terukur dan di hargai.
6. Guru berfikir proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir
untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
b) Kekurangan
1. Proses belajar konstruktivisme secara konseptual adalah proses
belajar yang bukan merupakan perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang
bermuara pada pemutakhiran sruktur kognitif.
2. Peran siswa. Menurut pandangan ini, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan.
3. Ketiga, peran guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik
berperan membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh
siswa berjalan lancar. Guru tidak menerapkan pengetahuan yang
telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri.
4. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peran utama
dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengonstruksi
pengetahuannya sendiri.
5. Evaluasi, pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi
terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas
lain yang didasarkan pada pengalaman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa
pengetahuan (knowledge) merupakan hasil konstruksi (bentukan) dari orang yang
sedang belajar. Dalam teori belajar konstruktivisme, belajar yakni seseorang yang
belajar itu berarti membentuk pengertian/ pengetahuan secara aktif (tidak hanya
menerima dari guru) dan terus-menerus. Teori belajar konstruktivisme sendiri adalah
teori belajar yang mengedepankan kegiatan mencipta serta membangun dari sesuatu
yang telah dipelajari. Tokoh- tokoh teori belajar konstruktivisme yaitu Jerome Brunner,
John Dewney, Lev Vygotsky, Jean Piegat.
Ada banyak prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme, salah satunya ialah
belajar selalu merupakan sebuah proses aktif. Pembelajar secara aktif
mengonstruksikan belajarnya dari berbagai macam input yang diterimanya. Hal ini
mengisyaratkan bahwa pembelajar perlu bersikap aktif agar dapat belajar secara efektif.
Salah satu kelebihan dari teori belajar kontruktivisme ialah perbedaan individual
terukur dan di hargai. Salah satu kekurangan dari teori belajar konstruktivisme ialah
pendekatan ini menekankan bahwa peran utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas
siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga peran guru hanya sedikit.
Daftar Pustaka

1. Adisusilo, Sutarjo. 2020. Konstruksivisme dalam Pembelajaran. Jurnal Psikologi,


1(2), hal. 1
2. D, Supardan. 2016. Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam
Pembelajaran. Jurnal Edunomic, 4(1), hal.
3. E, Murniarti. 2020. Pengertian, Prinsip, Bentuk Metode dan Aplikasinya dari Teori
Belajar dari Pendekatan Konstruktivisme dan Teori Belajar Person-Centered Carl
Rogers
4. Ekawati, Mona. 2019. Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Kognitif
Serta Implikasinya Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran. Jurnal EJ. Tech, 7(4),
hal. 2
5. Masgumelar, Ndaru Kukuh dan Pinton Setya Mustafa. 2021. Teori Belajar
Konstruktivisme dan Implikasinya dalam Pendidikan dan Pembelajaran. Jurnal
Pendidikan Islam, 2(1), hal. 50
6. Sugra, Nurfatimah. 2019. Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran Sains. Jurnal Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 19(2),
hal. 124
7. Widodo, Ari. 2007. Kontruktivisme dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, 13 (64), hal. 92
8. Makalah Konstruktivisme dalam Pembelajaran. restudiyanti.wordpress.com. 1 Juni
2022 https://restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/konstruktivisme-dalam-
pembelajaran/
9. Bahan Teori Belajar Konstruktivisme. Ok.unm.ac.id. 1 Juni 2022. https://lms.syam-
ok.unm.ac.id/mod/book/view.php?id=25297&forceview=1#:~:text=1

10. Teori Belajar Konstruktivisme. Akupintar.id. 1 Juni 2022. https://akupintar.id/info-


pintar/-/blogs/teori-belajar-konstruktivisme

11. Ciri-ciri Teori Belajar Konstruktivisme dan Tokoh-Tokohnya. Amongguru.com. 1


Juni 2022. https://www.amongguru.com/ciri-ciri-teori-belajar-konstruktivisme-
dan-tokoh-tokohnya/
Educational Psychology

“Teori Belajar Perspektif Psikologi Humanism”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Educational Psychology

Dosen Pengampu:

Dra. Arbaiyah, YS. MA

Disusun Oleh

Kelompok 4 kelas C

1. Ahmad Ghozi Al-Faiz (06020521072)

2. Fahrani Nandita Putri (06040521087)

3. Fitria Tahta Alfina (06040521089)

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat-Nya
kami dapat menyusun makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Educational Psychology
tentang “teori belajar presfektif psikologi humanism” secara singkat dan jelas.

Makalah ini kami susun berdasarkan konsep dan materi yang kami ambil dari beberapa
sumber. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Arbaiyah, YS. MA. Selaku dosen
mata kuliah Eeducatoinal Psychology serta teman saya yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Kami menyadari baha makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran, guna menyempurnakannya di kemudian hari. Semoga makalah
ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita semua, Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 01 Juni 2022


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini
boleh dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus
mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat
menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang
manusia.

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada
bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari
pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep Pendidikan
untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang
paling ideal.

Teori humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan


berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang
diinginkan karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan
kekurangan.1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud teori humanism?


2. Apa saja implementasi teori humanism dalam dunia pendidikan
3. Apa saja manfaat teori belajar humanism?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian dari teori humanism


2. Mengetahui apa saja implementasi teori humanism dalam dunia pendidikan
3. Mengetahui apa saja manfaat teori belajar humanism
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Humanism

Teori Psikologi humanistik ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik menurut
humanistik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Jadi, teori belajar
humanisme adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya. Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri.

Aliran humanistik menegaskan, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih
tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini
(Aradea and Harapan 2019). Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai
keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan juga belajar Teori humanisme
berfokus pada sikap dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri,
bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan bertanggung jawab, kecemasan
sebagai suatu unsur dasar pencarian.
Pengertian Teori Humanistik Menurut Para Ahli:

1. Teori Humanistik Menurut Arthur Combs


Menurut pendapat Combs, belajar bukan hanya tentang bagaimana menghapal
materi namun lebih dari itu belajar adalah bagaimana seseorang bebas mencari cara
mereka sendiri dan bisa dilakukan lewat mana saja. Selama hal tersebut membawa
hasil yang baik bagi dirinya.
Dari pemahaman tersebut kita tahu bahwa seorang tenaga pengajar tidak bisa
menuntut terkait proses belajar pada setiap murid, melainkan merekalah yang
bebas menentukan proses belajarnya sendiri. Hal tersebut akan membantu murid
mencapai tujuan dari teori humanistik ini32

2. Teori Humanistik Menurut Abraham Maslow


Tokoh lain yang juga membahas mengenai teori ini adalah Abraham Maslow.
Menurutnya proses belajar adalah hal yang penting dan perlu dilalui semua murid,
sebab dalam proses inilah seseorang mampu mengenali dirinya sendiri dan
mencapai aktualisasi diri. Oleh karena itu proses belajar merupakan momen penting
yang sebaiknya dilakukan oleh murid itu sendiri supaya bisa memahami dirinya
sendiri.33

3. Teori Humanistik Menurut Carl Rogers


Carl Rogers juga ikut menyatakan pendapat mengenai teori belajar humanistik.
Rogers menyatakan bahwa proses belajar membutuhkan sebuah sikap saling
menghargai dan memahami antara murid dan gurunya. Tanpa adanya prasangka
dari kedua belah pihak, dengan begitu proses belajar akan berjalan dengan baik.

2.2 Implementasi Teori Humanism Dalam Dunia Pendidikan

Teori Humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih
praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat. teori kepribadian dan psikoterapi
daripada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah- langkah
yang lebih konkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal yaitu, memanusiakan
manusia, maka teori humanistic mampu memberikan arah terhadap semua komponen
pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Semua komponen pendidikan

32
Gramedia blok, teori belajr humanistic, hlm 4
Sulaiman, psikologi humanistic, hlm 221
termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang
dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri.

Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam
mengaktualisasikan dirinya, pemahaman- pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.
Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh
guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika
mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas
ke arah mana ia akan berkembang.

Dengan demikian humanistic mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut
dapat dicapai. Teori humanistic akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang luas sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.

Meskipun teori humanistic ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah- langkah
pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide,
konsep-konsep, taksonomi-taksonomi, tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para
pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu

mereka dalam menentukan komponen- komponen pembelajaran seperti perumusan, tujuan,


penentuan materi, filsafat, teori keprobadian, dan psikoterapi daripada bidang pendidikan
sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah- langkah yang lebih konkret dan praktis.
Namun karena sifatnya yang ideal yaitu, memanusiakan manusia, maka tori humanistic mampu
memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya
tujuan tersebut. Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu
mencapal aktualisasi diri.

Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam
mengaktualisasikan dirinya, pemahaman- pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.
Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh
guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika
mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas
ke arah mana ia akan berkembang.
Dengan demikian humanistic mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut
dapat dicapai. Teori humanistic akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang luas sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori
humanistic ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah- langkah pembelajaran yang
praktis dan operasional, namun sumbangan teori in amat besar. Ide-ide, konsep-konsep,
taksonomi-taksonomi, tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan
guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia Hal ini akan dapat membantu mereka dalam
menentukan komponen- komponen pembelajaran seperti perumusan, tujuan, penentuan materi,
pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan
manusia yang dicita-citakan tersebut.

Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat,
sebagaimana tujuan- tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat
diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman- pengalaman belajar yang
dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa. Hal tersebut
tidak sejalan dengan teori humanistic.

Menurut teori ini agar belajar bermakna bagi siswa. diperlukan inisiatif dan keterlibatan
penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperiensial (eksperiential
learning). Dalam perakteknya, tori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.

Oleh sebab walaupun secara eksplinsit belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan humanistic, namun paling tidak langkah-langkah
pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan
sebagai acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pembelajaran. Menentukan tujuan-tujuan materi pelajaran.


2. Mengidentifikasi kemampuan awal (entry behavior)
3. Mengidentifikasi topic-topik pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif
melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
4. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
5. Membimbing siswa belajar secara aktif.
6. Membimbing siswa untuk memahami hakikat, makna, dari pengalaman belajarnya
7. Membimbing siswa konseptualisasi membuat pengalaman belajarnya.
8. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan komponen-komponen baru ke situasi
nyata.
9. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

2.3 Manfaat Teori Belajar Humanism

Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi
para pelajar atau mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut
ilmu di lembaga pendidikan formal. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan
hidup anak didik. Dengan belajar anak didik melakukan perubahan-perubahan kualitatif,
sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup anak didik lain
adalah hasil dari belajar (Soemanto, 2006).

Tujuan belajar adalah: (1) Belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam diri
antara lain perubahan tingkah laku. (2) Belajar bertujuan mengubah kebiasaan yang buruk
menjadi baik. (3) Belajar bertujuan mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak
hormat menjadi

hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya. (4) Dengan belajar dapat memiliki
keterampilan. (5) Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu
(Syarifuddin, 2011).

Jika menilik tujuannya, dapat disimpulkan bahwa teori belajar humanistik ini
membawakan sejumlah manfaat yang berguna bagi murid yang sedang belajar dalam
jangka waktu yang Panjang:

1. Individu yang sedang belajar menjadi lebih partisipatif, demokratis dan humanis
dengan adanya kebiasaan penerapan pendekatan belajar humanistik.
2. Selama menjalankan proses belajar, individu juga menjadi bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya untuk bisa menjadi seorang yang lebih
baik.
3. Adanya kesempatan dan kebebasan yang sepenuhnya diberikan pada murid membuat
dia secara otomatis 34ikut menghargai kebebasan dan pendapat orang lain.

34
Gramedia blok, teori belajr humanistic, hlm 7
4. Pendekatan belajar humanistik juga memicu murid lebih semangat dan meningkatkan
minat belajar mereka, sebab mereka melakukannya dengan senang hati sesuai kemauan
sendiri.
5. Mampu menjadikan individu sebagai insan yang mudah menghargai perbedaan ,
kebebasan berpendapat, dan kebebasan dalam menyatakan ide/ gagasan.
6. Mampu meningkatkan keinginan belajar individu.

Rafi Wijaya, humanistic, hlm 10


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Psikologi humanistik sangat relevan dengan dunia pendidikan, karena aliran ini selalu
mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-
potensi
positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses
pendidikan pun senantiasa berubah. Dengan adanya perubahan dalam strategi pendidikan dari
waktu ke waktu, humanistic memberikan arahan yang signifikan dalam pencapaian tujuan ini.
Teori belajar humanistik merupakan proses belajar yang harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Aliran humanistik
memandang bahwa belajar bukan saja sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan
juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau
domain
yang ada. Domain-domain tersebut meliputi ranah, kognitif dan psikomotor. Pendekatan
humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi
yang
terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh siswa.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator untuk memberi
kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Implikasi kecerdasan ganda sebagai bagian
dari teori humanistik adalah sebagai berikut:
Pendidikan harus memerhatikan semua kemampuan intelektual, pendidikan harusnya
individual, memotivasi siswa, sekolah memfasilitasi siswa mengembangkan inteligensi ganda,
evaluasi proses harus lebih kontekstual, proses pembelajaran dapat terjadi dimana dan kapan
saja.
10
3.2 Saran
Pendidikan harus memerhatikan semua kemampuan intelektual, Pendidikan harusnya
individual, memotivasi siswa, sekolah memfasilitasi siswa mengembangkan inteligensi ganda,
evaluasi proses harus lebih kontekstual, proses pembelajaran dapat terjadi dimana dan kapan
saja. Psikologi humanistik sangat relevan dengan dunia pendidikan, karena aliran ini selalu
mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui penghargaannya terhadap potensi-
potensi positif yang ada pada setiap insan. Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman,
proses pendidikan pun senantiasa berubah. Dengan adanya perubahan dalam strategi
pendidikan dari waktu ke waktu, humanistik memberikan arahan yang signifikan dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Teori belajar humanistik merupakan proses belajar yang harus
berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dalam teori belajar humanistik, belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Arbayah. (2013). Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu Vol 13. No. 2, Desember,
205.

Sulaiman. 2021. https://www.researchgate.net/ Teori belajar menurut aliran psikologi


humanistik serta implikasinya dalam proses belajar dan pembelajaran.

https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp/article/view/483
Rafi Wijaya.2021. https://www.gramedia.com/literasi/teori-belajar-humanistik/

Tri Putra Junaidi NastMahasiswa Prodi IlmuPendidikan, Universitas Negeri Padang. 2019.
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp/article/view/483

ADI WIDYA: Jurnal Pendidikan Dasar Volume. 3, Nomor 1 Oktober 2018 ISSN: 2527-5445
http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/AW
“TEORI BELAJAR PERSPEKTIF PSIKOLOGI
STRUKTURALISME”

MAKALAH MATA KULIAH “EDUCATIONAL PSHYCHOLOGY”

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Muhammad Miikaa-iil Putra P. (06020521052)

Sabrina Ayu (06010521022)

Luluk Masluhatil Hasania (06030521074)

Dosen Pengampu :

Dr. Arbaiyah YS, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur selalu kita panjatkan ke kehadirat Allah SWT sebagai
Rabbul ‘Aalamiin, Tuhan seluruh alam. Atasan limpahan rahmat dan hidayahNya, kami
dapat menyelesaikan dan merampungkan makalah kami yang berjudul “Analisis
Pemakaian Huruf”, yang mana dapat kami rampungkan dalam kurun waktu yang relatif
singkat. Shalawatserta salamsemoga selalu tetap tercurahkankepada junjungan kita, nabi
besarNabiyullah Muhammad SAW sebagaiKhaatamunnabiyyiin. Dan semoga, kelak kita
semua mendapatkansyafa’atdari beliau padayaumul qiyamah esok.

Makalah dengan judul “Teori Belajar Perspektif Psikologi Strukturalisme” ini


telah kami susun berdasarkan dari sumber-sumber yang terpercaya. Kami berusaha untuk
selalu mengutippenjelasan yang kami sampaikan melalui makalahsederhana ini dengan
mencantumkan referensi-referensi berdasarkan dari buku atau jurnal yang sudah
direkomendasikan untuk para mahasiswa sebagai sumber literasi.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan
selanjutnya. Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan semangat untuk kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan mendapatkan nilai yang baik. Amin Ya Rabbal Alamin.

Surabaya, 06 Juni 2022

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Aliran strukturalisme ini dikemukakan pertama kali oleh Wilhelm Wundt melalui
penelitiannya. Wundt dan rekan rekannya bekerja dan menyelidiki struktur kesadaran dan
kemudian mengembangkan hukum hukum pembentuknya. Wundt dan rekannya berpendapat
bahwa pengalaman mental yang kompleks itu memiliki struktur yang terdiri dari keadaan
mental yang sederhana. Strukturalisme dari Wundt ini memiliki ciri terhadap penekanan
analisis atau proses kesadaran dipandang dari elemen elemen dasar dan hukum antar elemen
kesadaran. Karena pandangannya ini aliran strukturalisme disebut juga dengan psikologi
elementalisme. Selain elemen dasar, kesadaran juga dipandang sebagai elemen utama kejiwaan
atau kehidupan mental. Segala sesuatu dalam diri manusia berasal dari kesadaran.

Sistematika psikologi oleh Wundt mengalami perkembangan dari masa ke masa antara lain:

1. Prasistematik: persepsi dan perbedaan antara perasaan dan sensasi penginderaan


didasarkan pada doktrin (unconscious inference)
2. Elementisme, Sensasionisme, Assosiasionisme. Merupakan permulaan meninggalkan
konsel doktrin (unconscious inference). Jiwa terdiri dari elemen penginderaan, perasaan
danyang berhubungan dengan asosiasi.
3. Fase Empirisme: memunculkan teori 3 dimensi dari perasaan yaitu: Lust- Unlust (senang-
tak senang); Spannus- losuns (tegang- tak tegang); Erreguns- beruhigung (semangat-
tenang)
4. Pada tahun 1902- 1903 (Vilker Psycology): konsep merupakan hal yang penting. Setiap
rangsangan yang didapat mannusia dipersepsikan namun hanya secara aktif. Dalam
bukunya, Volker Psycologie yaitu The Higher Mental Processes menyatakan bahwa
proses proses mental itu lebih tinggi dari penginderaan, perasaan, persepsi, ataupun apers

Rumusan Masalah
Penulis mengidentifikasi beberapa rumusan berdasarkan judul sebagai berikut:
1. Apa itu Strukturalisme ?
2. Definisi teori psikologi strukturalisme menurut para ahli
3. Apa saja metode teori belajar perspektif psikologi strukturalisme ?
4. Bagaimana pembahasan mengenai akar strukturalisme ?
5. Apa relevansinya dengan Pendidikan ?

Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :
1. Mengetahui definisi strukturalisme
2. Mengetahui definisi teori psikologi strukturalisme
3. Mengetahui akar dan aliran strukturalisme
4. Mengetahui Metode teori belajar perspektif psikologi strukturalisme
5. Mengetahui relevansinya dengan Pendidikan Islam

BAB II
PENDAHULUAN

A. Definisi Strukturalisme

Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (Latin), berati bentuk, bangunan,
sedangkan sistem berasal dari kata systema (Latin), berarti cara. Struktur dengan demikian
menunjuk pada kata benda, sedangkan sistem menunjuk pada kata kerja. Sedangkan, secara
definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan
mekanisme antar hubungannya, di satu pihak antar hubungan unsur yang satu dengan unsur
lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur (unsur) dengan totalitasnya.

B. Definisi Teori Psikologi Strukturalisme Menurut Para Ahli

Semenjak lahirnya strukturalisme banyak ahli dari berbagai belahan dunia melakukan
penelitian guna mendefinisikan salah satu dari cabang psikologi tersebut. Dan diantara para
peneliti tersebut ada beberapa yang dapat dikatakan sebagai pemikir pokok dalam bidang
strukturalisme, beberapa diantara mereka adalah :

1. Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure adalah orang yang banyak disebut sebagai bapak strukturalisme,
walaupun bukan orang pertama yang mengungkapkan strukturalisme, Banyak hal yang
menunjukkan Ferdinand de Saussure adalah bapak strukturalisme. Selain sebagai bapak
strukturalismeia juga sebagai bapak linguistik yang ditunjukkan dengan mengadakan
perubahan besar-besaran di bidang lingustik. Ia yang pertama kali merumuskan secara
sistematis cara menganalisa bahasa, yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa system
tanda atau symbol dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. Ia
mengatakan bahwa linguistic adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya, yaitu
bahasa, juga bersifat otonom. Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap.

Gagasan yang paling mendasar dari de Saussure adalah sebagai berikut:

1. Diakronis dan sinkronis: penelitian suatu bidang ilmu tidak hanya dapat dilakukan
secara diakronis (menurut perkembangannya) melainkan juga secara sinkronis
(penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur struktur yang sezaman)
2. Langue dan parole: langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah,
telah menjadi milik masyarakat, dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah
penelitian terhada pujaran yang dihasilkan secara individual.
3. Sintagmatik dan Paradikmatik (asosiatif): sintagmatik adalah hubungan antara unsur
yang berurutan (struktur) dan paradikmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir
dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan, bersifat asosiatif (sistem).
4. Penanda dan Petanda: Saussure menampilkan tiga istilah dalamteori ini, yaitu tanda
bahasa (sign), penanda (signifier) dan petanda (signified). Menurutnya setiap tanda
bahasa mempunyai dua sisi yang tidak terpisahkan yaitu penanda (imaji bunyi) dan
petanda (konsep). Sebagai contoh jika kita mendengar kata rumah, hal pertama yang
langsung tergambar dalam pikiran kita konsep rumah.

Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistic karena strukturalisme


mengkaji pikiran - pikiran yang terjadi dalam diri manusia. Strukturalisme menganalisa proses
berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda yang
membentuk suatu system bahasa. Bahasa yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga
mengenai proses kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan
strukturnya melalui petanda dan penanda, langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik
serta diakronis dan sinkronis. Semua relaitas social dapat dianalisa berdasarkan analisa
struktural yang tidak terlepas dari kebahasaan.

2. Pierre Bourdieu
Bourdieu pada awalnya menghasilkan karya-karya yang memaparkan sejumlah pengaruh
teoritis, termasuk fungsionalisme, strukturalisme dan eksistensialisme, terutama pengaruh Jean
Paul Sartre dan Louis Althusser. Pada tahun 60an Boudieu mulai mengolah pandangan-
pandangan tersebut dan membangun suatu teori tentang model masyarakat. Gabungan antara
pendekatan teori obyektivis dan teori subyektivisiososial yang dituangkan dalam buku yang
berjudul ”outline of a theory of practice” dimana didalamnya ia memiliki posisi yang unik
karena berusaha mensintesakan kedua pendekatan metodologi dan epistemology tersebut.
Dalam karyanya ini ia menyerang pemahaman kaum strukturalis yang menciptakan
obyektivisme yang menyimpang dengan memposisikan ilmuwan social sebagai pengamat.
Menurutnya pemahaman ini mengabaikan peran pelaku dan tindakan-tindakan praktis dalam
kehidupan sosial.

Terdapat 3 konsep penting dalam pemikiran Bourdieu yaitu Habitus, Field dan Modal.
Berikut ini akan dibahas ketiga konsep tersebut dan akan dijelaskan interaksi ketiga konsep ini
dalam masyarakat. Habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan actor untuk
menghadapi kehidupan sosial. Setiap actor dibekali serangkaian skema atau pola yang
diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari, dan menilai
dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga
menilainya. Secara dialektis habitus adalah ”produk internalisasi struktur” dunia sosial. Atau
dengan kata lain habitus dilihat sebagai ”struktur sosial yang diinternalisasikan yang
diwujudkan”.

Habitus mencerminkan pembagian obyektif dalam struktur kelas seperti umur, jenis
kelamin, kelompok dan kelas sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi
dalam kehidupan social diduduki. Habitus berbeda-beda pada setiap orang tergantung pada
wujud posisi seseorang dalam kehidupansosial; tidak setiap orang sama kebiasaannya; orang
yang menduduki posisi yang sama dalam kehidupan sosial, cenderung mempunyai kebiasaan
yang sama.

Habitus lebih didasarkan pada keputusan impulsif, dimana seorang individu bereaksi secara
efisien dalam semua aspek kehidupan. Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan
sosial. Disatu pihak habitus adalah struktur yang menstruktur artinya menstruktur atau
menetukan kehidupan sosial. Dilain pihak habitus adalah struktur yang terstruktur, yang mana
habitus adalah struktur yang distruktur atau ditentukan oleh dunia sosial.

3. Levi Strauss
Levi-Strauss dikatakan sebagai ilmuwan pertama, memicu minat yang luas dalam hal
Strukturalisme35. Dalam konsep Strukturalisme Levi-Strauss, struktur adalah model-model
yang dibuat oleh ahli Antropologi untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang
dianalisisnya, yang tidak ada kaitannya dengan fenomena empiris kebudayaan itu sendiri
Meskipun bertolak pada linguistik, fokus strukturalisme Levi-Strauss sebenarnya bukan pada
makna kata, tetapi lebih menekankan pada bentuk (pattern) dari kata itu. Bentuk-bentuk kata
ini menurut Levi-Strauss berkaitan erat dengan bentuk atau susunan sosial masyarakat.

Strukturalisme Levi-Strauss juga bertolak dari konsep oposisi biner (binary opposition).
Konsep ini dianggap sama dengan organisasi pemikiran manusia dan juga kebudayaannya.
Seperti kata-kata hitam dan putih. Hitam sering dikaitkan dengan kegelapan, keburukan,
kejahatan, sedangkan putih dihubungkan dengan kesucian, kebersihan, ketulusan dan lain-lain.
Contoh lain adalah kata rasional dan emosional. Rasional dianggap lebih istimewa dan
diasosiasikan dengan laki-laki. Sementara emosional dianggap inferior yang diasosiasikan
dengan perempuan.

Semua konsep mengenai struktur bahasa tersebut di atas, dikaitkan dengan persoalan-
persoalan yang ada dalam kehidupan sosial. Untuk membuktikan adanya keterkaitan atau
beberapa kesamaan antara bahasa dan budaya, Levi-Strauss mengembangkan teorinya dalam
analisis mitos. Levi-Strauss sangat tertarik pada logika mitologi. Itu sebabnya ia mulai dengan
mitos, menggabungkan fungsi-fungsi hanya secara vertikal, dan mencoba menerangkan
paradigmatik mereka yang tumpah-tindih dengan varian-varian mitos. Model strukturalnya
tidak linier (Meletinskij, 1969 dalam Fokkema, 1978). Untuk mengetahui makna struktur
dalam bidang Antropologi Levi-Strauss, perlu diketahui terlebih dahulu prinsip dasar dari
struktur itu sendiri. Prinsip dasar struktur yang dimaksud disini adalah bahwa struktur sosial
tidak berkaitan dengan realitas empiris, melainkan dengan model-model yang dibangun
menurut realitas empiris tersebut (Levi-Strauss, 1958; 378). Bangunan dari model-model itu
yang akan membentuk struktur sosial.

Menurut Levi-Strauss (1958) ada empat syarat model agar terbentuk struktur sosial;

1) Sebuah struktur menawarkan sebuah karakter sistem. Struktur terdiri atas elemen-
elemen seperti sebuah modifikasi apa saja, yang salah satunya akan menyeret modifikasi
seluruh elemen lainnya.

35
Blackburn, Simon (2008). Oxford Dictionary of Philosophy, second edition revised. Oxford: Oxford
University Press, ISBN 978-0-19-954143-0
2) Seluruh model termasuk dalam sebuah kelompok transformasi, di mana masing-masing
berhubungan dengan sebuah model dari keluarga yang sama, sehingga seluruh
transformasi ini membentuk sekelompok model.
3) Sifat-sifat yang telah ditunjukan sebelumnya tadi memungkinkan kita untuk
memperkirakan dengan cara apa model akan beraksi menyangkut modifikasi salah satu
dari sekian elemennya.
4) Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga kegunaannya bisa
bertanggung jawab atas semua kejadian yang diobservasi.

Lahirnya konsep Strukturalisme Levi-Strauss merupakan akibat dari ketidakpuasan Levi-


Strauss terhadap fenomenologi dan eksistensialisme. Pada saat itu para ahli Antropologi tidak
pernah mempertimbangkan peranan bahasa yang sesungguhnya sangat dekat dengan
kebudayaan manusia itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul ”Trites Tropique” (1955) ia
menyatakan bahwa penelaahan budaya perlu dilakukan dengan model linguistik seperti yang
dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure, bukan seperti yang dikembangkan oleh Bergson.
Karena bagi Bergson tanda linguistik dianggap sebagai hambatan, yaitu sesuatu yang merusak
impressi kesadaran individual yang halus, cepat berlalu, dan mudah rusak (Fokkema, 1978).
Bagi Levi-Strauss telaah Antropologi harus meniru apa yang dilakukan oleh para ahli
linguistik. Levi-Strauss memandang bahwa apa yang ada di dalam kebudayaan atau perilaku
manusia tidak pernah lepas dari apa yang terefleksikan dalam bahasa yang digunakan. Oleh
karena itu akan terdapat kesamaan konsep antara bahasa dan budaya manusia. Singkatnya Levi-
Strauss berkeyakinan bahwa untuk mempelajari kebudayaan atau perilaku suatu masyarakat
dapat dilakukan melalui bahasa.

C. Akar Strukturalisme

Strukturalisme lahir dari beragam perkembangan di berbagai bidang. Sumber


strukturalisme moderen dan landasan terkuatnya adalah linguistik, terutama karya linguistikus.
Saussure memisahkan antara langue dengan parole dalam linguitik struktural. Langue adalah
sistem gramatikal bahasa formal. Menurut Saussure, langue adalah sistem elemen-elemen
fonik yang hubungannya diatur oleh hukum-hukum tertentu. Eksistensi langue memungkinkan
adanya parole. Parole adalah wicara aktual, cara pembicara menggunakan bahasa untuk
mengekpresikan dirinya. Meskipun Saussure mengakui manfaat penggunaan bahasa oleh orang
secara subjektif dan seringkali idiosinkratis, ia percaya bahwa penggunaan bahasa oleh
individu tidak mungkin menjadi pokok perhatian ahli bahasa yang berorientasi pada santifik.
Ahli bahasa tersebut harus menengok langue, sistem bahasa formal, bukan pada cara-cara
subjektif yang dipakai aktor.

Langue selanjutnya dapat dipandang sebagai sistem tanda sebuah struktur, dan makna
setiap tanda terjadi akibat hubungan antartanda di dalam sistem tersebut, yakni hubungan
perbedaan, termasuk oposisi biner. Contoh, makna kata panas tidak berasal dari unsur intrinsik
kata tersebut, namun dari hubungan kata tersebut, oposisi binernya, dengan kata dingin. Makna,
pikiran, dan pada hakikatnya dunia sosial dibentuk oleh struktur bahasa. Jadi, eksistensial orang
yang membangun dunia sekitarnya, di sini kita memiliki dunia yang di dalamnya orang,
maupun aspek-aspek lain dunia sosial, dibangun oleh struktur bahasa.

Perhatian terhadap struktur telah menjangkau ranah di luar bahasa dalam studi-studi atas
semua sistem tanda. Fokus pada struktur sistem tanda ini diberi label ”semiotika” dan menarik
perhatian banyak pengikut. Semiotika lebih luas daripada linguistik struktural, karena ia tidak
hanya meliputi bahasa namun juga tanda dan sistem simbol lain, seperti ekspresi wajah, bahasa
tubuh, teks literer, dan segala bentuk komunikasi.

D. Aliran Strukturalis

Aliran Strukturalis menyatakan bahwa budaya manusia harus dipahami sebagai sistem
tanda (system of signs). Robert Scholes mendefinisikannya sebagai reaksi terhadap
keterasingan modernis dan keputusasaan. Para kaum strukturalis berusaha mengembangkan
semiologi (sistem tanda). Ferdinand de Saussure adalah penggagas strukturalisme abad ke-20,
dan bukti tentang hal ini dapat ditemukan dalam Course in General Linguistics, yang ditulis
oleh rekan-rekan Saussure setelah kematiannya dan berdasarkan catatan para muridnya.

Saussure tidak memfokuskan diri pada penggunaan bahasa (parole, atau ucapan),
melainkan pada sistem yang mendasari bahasa (langue). Teori ini lalu muncul dan disebut
semiologi. Namun, penemuan sistem ini harus terlebih dahulu melalui serangkaian
pemeriksaan parole (ucapan). Dengan demikian, Linguistik Struktural sebenarnya bentuk awal
dari linguistik korpus (kuantifikasi). Pendekatan ini berfokus pada bagaimana sesungguhnya
kita dapat mempelajari unsur-unsur bahasa yang terkait satu sama lain ’sinkronis‘ daripada
‚diakronis‘. Akhirnya, dia menegaskan bahwa tanda-tanda linguistik terdiri atas dua bagian,
sebuah penanda (pola suara dari sebuah kata, baik dalam proyeksi mental – seperti pada saat
kita membaca puisi untuk diri kita sendiri dalam hati – atau sebenarnya, realisasi fisik sebagai
bagian dari tindak tutur) dan signified (konsep atau arti kata). Ini sangat berbeda dari
pendekatan sebelumnya yang berfokus pada hubungan antara kata dan hal-hal di dunia dengan
referensinya36.

Pemikiran Saussure kemudian mempengaruhi banyak linguis pada kurun waktu terjadinya
Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Di Amerika Serikat, misalnya, Leonard Bloomfield
mengembangkan linguistik structural versinya sendiri. Selain itu, ada pula linguis lainnya
seperti Louis Hjlemslev dari Denmark dan Alf Sommerfelt dari Norwegia. Di Perancis,
Antoine Meillet dan Émile Benveniste melanjutkan pemikiran Saussure ini. Tapi yang paling
penting dan masih tetap relevan hingga saat ini adalah Mahzab Praha dengan tokoh sentralnya
seperti Roman Jakobson dan Nikolai Trubetzkoy, melalui penelitian yang telah dilakukannya.

E. Metode Teori Belajar Perspektif Psikologi Strukturalisme

Strukturalisme pada awalnya merupakan kajian Bahasa, yakni struktur Bahasa, yang
kemudian berkembang ke penelitian sosial, termasuk Pendidikan Islam. Dalam penelitian
bahasa, sinkronik dan diakronik menjadi bagian utama yang dikaji. De Saussure, sebagaimana
disampaikan oleh Hoed Norris (2008), menganggap bahwa penelitian sinkronik merupakan
dasar bagi penelitian diakronik, yaitu penelitian terhadap bahasa yang melihat
perkembangannya dari waktu ke waktu. Sedangkan penelitian sinkronik merupakan penelitian
bahasa yang terbatas pada satu waktu tertentu. Menurut penelitian sinkronik, bahasa dapat
dilihat sebagai sebuah sistem yang tetap dan dapat dibebaskan dari unsur ekstra lingual,
termasuk waktu. Kajian struktur kemudian menjangkau ranah di luar bahasa, studi atas semua
sistem tanda. Fokus pada struktur sistem tanda ini diberi label ”semiotika” dan menarik
perhatian banyak pengikut. Semiotika lebih luas daripada linguistik struktural, karena tidak
hanya meliputi bahasa namun juga tanda dan sistem simbol lain, seperti ekspresi wajah, bahasa
tubuh, teks literer, dan segala bentuk komunikasi. Adalah Roland Barthes yang mendirikan
semiotika, degan memperluas gagasan Saussure kepada semua wilayah dunia sosial.
Perkembangan lebih pesat terjadi pada masa berikutnya, pasca strukturalisme, yakni post-
strukturalisme.

Poststrukturalisme memiliki ciri khas yang berbeda dengan strukturalisme. Pertama,


strukturalisme melihat kebenaran tedapat ”di balik” atau ”di dalam” teks, post-strukturalisme
menekankan interaksi pembaca dan teks sebagai produktivitas. Dengan kata lain, membaca
kehilangan status sebagai tindakan konsumsi suatu produk secara pasif dan diubah menjadi

36
Roy Harris dan Talbot Taylor, [1989], hal 178-179
tindakan yang aktif. Post-strukturalisme sangat kritis pada kesatuan tanda yang stabil
(pandangan Sausarian). Gerakan baru ini secara tidak langsung, menurut Roland Barthes,
memperlihatkan pergeseran dari petanda (simbol) ke penanda (makna), adapun Derida menilai,
memperlihatkan pergeseran dari logo sentris (simbol) ke defferen (makna beda); dan dengan
demikian, terjadi proses siklus abadi menuju kebenaran yang telah kehilangan status atau
finalitas. Kedua, kaum post-strukturalis mengkritik konsepsi klasik Cartesian tentang subjek
yang menyatu –subjek/pengarang sebagai kesadaran yang memulai, memiliki otoritas makna,
dan kebenaran. Dikatakan bahwa subjek manusia tidak memiliki kesadaran yang utuh, tetapi
berada pada struktur bahasa. Dengan kata lain, post-strukturalisme melibatkan kritik
metafisika, konsep kausalitas. Identitas, subjek, dan kebenaran. Strukturalisme Levi-Strauss
menggunakan struktur bahasa dalam menganalisis sistem kekerabatan primitif (kinship
system) dengan menyetarakan kekerabatan. Ia mencoba memperlakukan kekerabatan sebagai
semacam bahasa dan menemukan kesesuaian antara bahasa dan kekerabatan. Ketika
strukturalisme tumbuh di dalam sosiologi, di luar sosiologi berkembang pula post-
strukturalisme.

F. Metode Introspektif

Psikologi strukturalis Titchener didasarkan pada penggunaan metode introspektif, yang


digunakan subjek yang terlatih ia menjalankan peran pengamat dan deskriptor dari proses
psikologisnya sendiri. Untuk memprovokasi mereka, berbagai jenis rangsangan digunakan,
yang bervariasi tergantung pada tugas yang akan dilakukan dan jenis konten mental yang
dipelajari. Metode introspektif telah digunakan oleh Wundt; Namun, Titchener menerapkannya
dengan cara yang jauh lebih ketat. Secara khusus, penulis ini menolak studi tentang proses
bawah sadar, yang mencakup konstruksi seperti "naluri". Dengan demikian, teknik studinya
berfokus pada deskripsi pengalaman psikologis sadar.

Menurut Titchener, adalah mungkin untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya
tentang sifat pikiran melalui introspeksi dan pengetahuan diri. Bahkan, untuk penulis ini satu-
satunya metode yang memungkinkan untuk menganalisis proses mental secara andal, karena
dia menegaskan bahwa psikologi harus menjadi disiplin berdasarkan introspeksi.

G. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Strukturalisme


Setelah melakukan sejumlah riset terhadap metode Strukturalisme. Kita dapat
menyimpulkan kelebihan dan kekurangan metode Strukturalisme secara garis besar. Kelebihan
metode strukturalisme, diantaranya :

1. Bersifat konstan, juga terpola dan terorganisasi.


2. menggunakan unsur-unsur yang bersesuaian untuk menyampaikan suatu pembelajaran
atau pesan.

Sedangkan kekurangan dari metode strukturalisme adalah :

1. Peran subjek dalam pembelajaran atau penyampaian amteri dengan menggunakan metode
strukturalisme cenderung dikurangi, diabaikan, atau bahkan dinegasikan.
2. Membatasi improvisasi dan potensi subjek atau sebuah kelompok dalam pembelajaran
karena seluruh sesi telah terstruktur.

BAB III
SIMPULAN

B. Kesimpulan

Strukturalisme diciptakan oleh para ahli dalam bidang psikologi pada abad ke-20 dan pada
awalnya digunakan pada bidang sastra yang kemudian berkembang ke bidang psikologi
Konsep ini menekankan pada pentingnya hubungan antar tiap komponen yang terdapat pada
suatu bidang yang menciptakkan suatu gabungan guna mendapatkan hasil yang diinginkan
melalui proses yang urut dan terpadu. Berbagai ahli telah melakukan penelitian terhadap
metode ini. Dalam pembelajaran metode strukturalisme kerap kali diterapkan dengan
melaksanakan suatu kurikulum pembelajaran yang terstruktur dan monoton.

Hal ini, tentunya dapat membuat kegiatan pembelajaran terlaksanan secara tepat waktu dan
terstruktur. Namun, akan membatasi peran subjek pembelajaran dalam kegiatan tersebut,
tentunya ini juga akan membatasi improvisasi dan perkembangan subjek karena setiap kegiatan
terikat dan terlaksana dengan cara dan urutan yang sama. Oleh karena itu ada beberapa
perbedaan pendapat diantara para peneliti. Di satu sisi mereka merasa bahwa metode ini cocok
dalam pembelajaran karena terstruktur dan konstan sehingga tepat untuk melakukan
pembelajaran pada banyak subjek secara adil. Namun, disisi lain hal ini juga akan membatasi
potensi dan memiliki peluang berdampak pada beberapa siswa yang tidak cocok dengan
struktur yang telah ditentukan.

C. Saran

Metode strukturalisme sangatlah cocok digunakan untuk mengajar subjek dalam jumlah
banyak dan dalam waktu yang bersamaaan sehingga setiap subjek akan mendapat maateri
dalam jumlah dan cara penyampaian yang sama. Namun, tidak semua subjek akan dapat
memahami sebuah materi dengan cara yang sama, beberapa dari mereka mungkin
akanmengalami kesulitan dalam memahami suatu materi dengan cara yang telah ditentukan.
Peran pendidik dalam hal ini dinilai penting sebagai pengawas dan pengajar, mereka harus
mengawasi setiap subjek dalam kegiatan pembelajaran terstruktur agar setiap murid yang tidak
dapt memahami materi dapat mendapatkan bantuan dalam pembelajaran.

Daftar Pustaka

Ritzer and George (1996). Modern Sociological Theory, and others (ed.) (Tre McGraw-Hill
Companies).

Levi-Strauss, C. (1972). Structural anthropology (Penguin Books).

https://salimudinzuhdi.wordpress.com/2013/12/28/teori-teori-strukturalisme/ Diakses pada 5


juni 2022.

Norris, C. (2008).

Hothersall, D. (2004). Sejarah psikologi. New York: McGraw-Hill.

Titchener, E. B. (1902). Psikologi eksperimental: Manual praktik laboratorium (Vol. 1). New
York: MacMillan & Co., Ltd..

Berger and Peter, L. (1985). Humanisme Sosiologi (Jakarta: Inti Sarana Aksara).
Anshori, Isa. (2020). Study of Structuralism, Post-Structuralism and Network Actors and Their
Relevance to Islamic Education. . 4:1. doi: 10.21070/halaqa.v4i1.175

https://id.sainte-anastasie.org/articles/psicologa/edward-titchener-y-la-psicologa-
estructuralista.html Diakses pada 06 juni 2022

https://dosenpsikologi.com/aliran-aliran-
psikologi#:~:text=Strukturalisme%20merupakan%20aliran%20yang%20menyelisiki,didasark
an%20pada%20doktrin%20(unconscious%20inference) Diakses pada 06 juni 2022

https://id.thpanorama.com/articles/psicologa/wilhelm-wundt-biografa-y-teoras-
principales.html Diakses pada 06 juni 2022
“Teori Belajar Perspektif Psikologi Fungsionalisme”

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah educational psychology

Disusun Oleh :
Kelompok VI
Habibana Romadhon (06010521009)
Nanda Fitri Romadhona (06010521016)
Wildan Dwi Cahya Rizaldi (06020521068)

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur selalu kita panjatkan ke kehadirat Allah SWT sebagai
Rabbul ‘Aalamiin, Tuhan seluruh alam. Atasan limpahan rahmat dan hidayahNya, kami
dapat menyelesaikan dan merampungkan makalah kami yang berjudul “Teori Belajar
Perspektif Psikologi Fungsionalisme”, yang mana dapat kami rampungkan dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Shalawat serta salam semoga selalu tetap tercurahkan kepada
junjungan kita, nabi besar Nabiyullah Muhammad SAW sebagai Khaatamunnabiyyiin.
Dan semoga, kelak kita semua mendapatkan syafa’at dari beliau pada yaumul qiyamah
esok.

Makalah dengan judul “Teori Belajar Perspektif Psikologi Fungsionalisme” ini


telah kami susun berdasarkan dari sumber-sumber yang terpercaya. Kami berusaha untuk
selalu mengutip penjelasan yang kami sampaikan melalui makalah sederhana ini dengan
mencantumkan referensi-referensi berdasarkan dari buku atau jurnal yang sudah
direkomendasikan untuk para mahasiswa sebagai sumber literasi.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan
selanjutnya. Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan semangat untuk kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan mendapatkan nilai yang baik. Amin Ya Rabbal Alamin.

Surabaya, 01 Juni 2022

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan
pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas
mengajar belajar, di dalamnya terdapat dua obyek yang saling terlibat yaitu guru dan peserta didik.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan
rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien. Psikologi belajar
merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari, menganalisis prinsip-prinsip perilaku
manusia dalam proses belajar dan pembelajaran. Fungsionalisme yang didirikan oleh William James
merupakan orientasi dalam psikologi yang menekankan pada proses mental serta menghargai
manfaat psikologi dan mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan
manusia beserta lingkungannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Penulis mengidentifikasi beberapa rumusan Berdasarkan masalah sebagai berikut :
1. Apa hakikat psikologi belajar?
2. Apa definisi fungsionalisme?
3. Bagaimana kelebihan dan kelemahan aliran fungsionalisme?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :
1. Mengetahui hakikat psikologi belajar.
2. Mengetahui definisi fungsionalisme.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan fungsionalisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Belajar


Sebelum mengambil kesimpulan tentang pengertian “Psikologi Belajar”, sebaiknya mempelajari dari
beberapa pengertian yang telah dirumuskan oleh para ahli tentang “Psikologi Pendidikan” sebagai
berikut: (Mahfud, 1991: 12-15)
1. James Draver, dalam "Kamus Psikologi". Psikologi Pendidikan (Educational Psychology);
adalah cabang dari psikologi terapan (applied psychology) yang berkenaan dengan penerapan
asas-asas dan penemuan psikologis problema pendidikan ke dalam bidang pendidikan.
2. Lister D. Crow and Alice Crow, Ph. dalam bukunya "Educational Psychology" menyatakan
bahwa psikologi pendidikan ialah Ilmu pengetahuan praktis yang berusaha untuk menerangkan
belajar sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan secara ilmiah dan fakta-fakta sekitar
tingkah laku manusia.
3. Belajar dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari sebagai hasil dari interaksinya
dengan lingkungan sekitarnya. Aktivitas di sini dipahami sebagai serangkaian kegiatan jiwa
raga, psikofisik, menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut unsur
cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotorik). (2002: 2)
Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi belajar adalah ilmu
pengetahuan yang berusaha mempelajari, menganalisis prinsip-prinsip perilaku manusia yang
mencakup peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan pembelajaran.

B. Aliran Psikologi Fungsionalisme


Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang mempelajari fungsi dari tingkah laku atau
proses mental, bukan hanya sekedar mempelajari strukturnya yang pada masanya pernah sangat
dominan, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekatan
fungsionalisme berlawanan dengan pendahulunya, yaitu strukturalisme.

1. Definisi Fungsionalisme
Fungsionalisme merupakan orientasi dalam psikologi yang menekankan pada proses mental serta
menghargai manfaat psikologi dan mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara
kebutuhan manusia beserta lingkungannya. Maksudnya, Fungsionalisme memandang bahwa
masyarakat merupakan sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu sama lain
dan tak bisa dipahami secara terpisah. Fungsionalisme adalah sebuah studi tentang operasi mental,
yang mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan
lingkungannya.

Fungsionalisme menekankan pada totalitas dalam hubungan pikiran dan perilaku. Fungsionalisme
lebih menekankan pada fungsi-fungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau
berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam
kehidupan. Fungsionalisme juga memandang bahwa psikologi tak cukup hanya mempersoalkan apa
dan mengapa terjadi sesuatu (strukturalisme) tetapi juga mengapa dan untuk apa (fungsi) suatu
tingkah laku tersebut terjadi. Fungsionalisme lebih menekankan pada aksi dari gejala psikis dan
jiwa seseorang yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan berfungsi untuk penyesuaian
diri psikis dan sosial.

2. Ciri-Ciri Psikologi Fungsionalisme


a. Lebih menekankan pada fungsi mental daripada elemen-elemen mental
b. Menerima berbagai metode dalam mempelajari aktivitas mental manusia. Meskipun
sebagian besar riset di universitas Chicago (pusat berkembangnya aliran fungsionalisme)
menggunakan metode eksperimen, pada dasarnya aliran fungsionalisme tidak berpegang
pada satu metode inti. Metode yang digunakan sangat tergantung dari permasalahan yang
dihadapi.
c. Memandang penting aspek terapan atau fungsi dari psikologi itu sendiri bagi berbagai
bidang dan kelompok manusia.
d. Aktivitas mental tidak dapat dipisahkan dari aktivitas fisik, maka stimulus dan respon
adalah suatu kesatuan.
e. Psikologi sangat berkaitan dengan biologi. Maka pemahaman tentang anatomi dan fungsi
fisiologis akan sangat membantu pemahaman terhadap fungsi mental.
3. Tokoh Aliran Fungsionalisme
a. William James (1842-1910)
James adalah pelopor psikologi Amerika yang disejajarkan dengan Wundt. Bersama
dengan John Dewey, James mendirikan aliran fungsionalisme dan ia juga merupakan
pendukung teori evolusionisme. Di antar sumbangan teorinya dalam dunia psikologi
adalah tentang kesadaran konsep diri (self). Ia melihat kesadaran sebagai adaptasi manusia
dalam usahanya mempertahankan jenis dan dirinya (teori evolusi). Kesadaran ini tidak
merupakan sesuatu yang statis, melainkan suatu proses yang terus menerus, sehingga
hakikat psikologi pada manusia adalah dinamis.
b. John Dewey (1859- 1952)
Ia adalah seorang guru besar di Universitas Chicago yang pada tahun 1886 menulis buku
berjudul psychology. Dalam buku ini ia memperkenalkan cara orang Amerika
memperlajari psikologi, yaitu cara yang mengutamakan pragmatisme. Sikap yang
pragmatis dari Dewey itu didasari oleh pemikiran filsafatnya “thinking men usually think
about change” (manusia berpikir selalu tentang perubahan). • Ia tidak percaya bahwa ada
orang yang berpikir hanya untuk berpikir saja (think as they are). Segala sesuatu mesti ada
tujuannya dan tujuan itu adalah perubahan. Berdasarkan hal tersebut Dewey menentang
teori elementisme, ia menyatakan bahwa tingkah laku itu satu kesatuan antara aksi dan
reaksi.
c. James Rowland Angell (1869-1949)
Ia terkenal dengan papernya yang berjudul “The Province of Funcitonal Psyhcology”
dalam papernya ia mengemukakan 3 macam pandangan tentang fungsionalisme: 1.
Fungsionalisme adalah psikologi tentang “mental operation” (aktivitas bekerjanya jiwa),
sebagai lawan terhadap psikologi tentang elemen-elemen mental 2.Fungsionalisme adalah
psikologi tentang kegunaankegunaan dasar dari kesadaran, di mana jiwa (mind) merupakan
perantara antar lingkungan dan kebutuhankebutuhan organisme. 3. Fungsioanlisme adalah
psikofisi, yaitu psikologi tentang keseluruhan organisme yang terdiri dari badan dan jiwa.
Ia memperlajari juga hal-hal yang di luar kesadaran, misalnya kebiasaan (habit) dan
setengah sadar (half consciousness).
d. James McKeen Cattell (1860-1944)
Tokoh aliran fungsionalisme yang berpusat di Columbia yang berpusat di sebuah institut
keguruan, yaitu Teacher’s College of Columbia. Ciri khas dari aliran ini adalah “kebebasan
dalam mempelajari tingkah laku” yang dicerminkan dalam dua pandangan tentang
fungsionalisme: 1. Fungsionalisme tidak perlu menganut paham dualisme, karena manusia
dianggap sebagai keseluruhan yang merupakan kesatuan. 2. Fungsionalisme tidak perlu
deskriptif dalam mempelajari tingkah laku, karena yang penting adalah fungsi tingkah laku,
jadi yang harus dipelajari adalah hubungan (korelasi) antara satu tingkah laku dengan
tingkah laku lainnya, atau antara suatu tingkah laku dengan suatu hal yang terjadi di
lingkungan.
e. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike lahir di Williamsburg pada tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal di
Montrose, New York, pada tanggal 10 Agustus 1949. Pada tahun 1898, Thorndike
menerbitkan bukunya yang berjudul Animal Intelligence, An Experimental Study of
Association Process in Animal. Buku ini yang merupakan hasil penelitian Thorndike
terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing dan burung. Thorndike
mencerminkan prinsip dasar dari belajar (learning), Suatu stimulus (S), akan menumbulkan
suatu response (R) tertentu. Teori ini disebut sebagi S-R. Dalam teori S-R dikatakan bahwa
dalam proses belajar pertama kali organisme (hewan, orang) belajar dengan cara coba-coba
(trial and error).
f. Robert Sessions Woodworth (1869-1962)
Woodworth merasa tidak cukup mempelajari hubungan S-R saja, melainkan lebih penting
dari itu, ia merasa harus mempelajari pula dinamika hubungan S-R. Bagaimana terjadinya
hubungan itu, bagaimana perkembangan hubungan itu dalam situasi yang terus berubah,
itu semua harus dipelajari kalau kita hendak mengenali tingkah laku manusia dengan baik.
Woodworth berpendirian bahwa metode introspeksi tidak mesti harus dibuang demikian
saja dalam penelitian psikologi. Bahkan untuk mempelajari morivasi, yaitu suatu yang
mendasari tingkah laku, seorang peneliti harus menggunakan metode introspeksi ini.

4. Metode-Metode Dalam Fungsionalisme


Aliran ini mempelajari fungsi dan tingkah laku atau proses mental, bukan hanya mempelajari
struktural. Metode yang dipakai oleh aliran fungsionalisme dikenal sebagai metode observasi
tingkah laku dan instropeksi .
a. Metode Observasi tingkah laku terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
• Metode Fisiologis Menguraikan tingkah laku dari sudut pandang anatomi dan
ilmu faal. Jadi, mempelajari perilaku yang dikaitkan dengan organ-organ tubuh
dan sistem sarafnya.
• Metode Variasi Kondisi Tidak semua tingkah laku manusia dapat dijelaskan
dengan anatomi dan fisiologi, karena manusia mempunyai sudut psikologis.
Metode variasi kondisi inilah yang merupakan metode eksperimen dari aliran
fungsionalisme.

b. Metode Introspeksi
Stimulus berasal dari lingkungan secara alamiah, bisa pada banyak bagian sekaligus
sehingga jiwa menunjukkan fungsinya. Metode ini terlalu bersifat subjektif sehingga
sulit di sistematikan dan sulit dikuantitatifkan.

5. Kelebihan dan Kelemahan


a. Kelebihan
• Aliran fungsionalisme lebih terbuka kepada perbedaan individual dan bidang aplikasi
daripada strukturalisme.
• Memperkenalkan pentingnya perilaku nyata sebagai representasi dari aktivitas mental.
Pandangan ini mempersiapkan jalan bagi berkembangnya aliran baru, behaviorisme
yang berpegang pada perilaku nyata sebagai satu-satunya objek psikologi.
• Memperkenalkan konsep penyesuaian diri sebagai objek psikologi. Konsep adaptasi
dan adjusmen ini menjadi konsep yang sangat penting dan sentral bagi beberapa bidang
studi psikologi selanjutnya seperti kesehatan mental dan psikologi abnormal.
b. Kelemahan
• Kurang adanya focus yang jelas dan terarah dalam aliran fungsionalisme. Para tokoh
tidak pernah terlalu jelas dan elaborative dalam mengungkapkan konsep-konsepnya
dalam karya mereka. Akibat aliran ini dianggap tidak terlalu utuh dan terintegrasi dan
berdampak pada posisinya yang kuramgt kuat sebagai sebuah system. Bersifat
teological, sesuatu ditentukan oleh tujuannya. Hal ini menggambarkan orientasi
pragmatism yang seringkali dikritik lebih berorientasi pada hasil dan tidak
memperhatikan proses.
• Terlalu elektik, mencampurkan berbagai ide dan konsep dari beragam sumber sehingga
terkesan kompromistis dan kehilangan bentuk asli. Pada dasarnya, fungsionalisme
memang tidak ingin muncul sebagai sebuah aliran yang strict dan lebih memilih untuk
dapat lebih refleksibel dalam mencapai tujuan-tujuannya.
BAB III

SIMPULAN

Psikologi belajar adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari, menganalisis prinsip-prinsip
perilaku manusia dalam proses belajar dan pembelajaran. Aliran fungsionalisme merupakan aliran
psikologi yang pada masanya pernah sangat dominan, dan merupakan hal penting yang patut dibahas
dalam mempelajari psikologi. Fungsionalisme merupakan orientasi dalam psikologi yang
menekankan pada proses mental serta menghargai manfaat psikologi dan mempelajari fungsi-fungsi
kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia beserta lingkungannya. Fungsionalisme
adalah sebuah studi tentang operasi mental, yang mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam
menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya. Terdapat 2 metode dalam aliran
fungsionalisme yakni metode observasi tingkah laku dan instropeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Boeree, C. Geroge. 2007. Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Modern. Jakarta :
Primasophie
Brennan, James F.2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada
Lundin.1991. Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed. Toronto: D.C. Heath and Company.
Wade, Carole. 2007. Psikologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Makalah Educational Psychology

“Teori Belajar Perspektif Psikonalisa”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Educational Psychology

Dosen Pengampu:

Dra. Arbaiyah, YS. MA

Disusun Oleh Kelompok 7 Kelas C:

1. Anggi viona (06010521002)


2. Alifia Rahma (06020521030)
3. M. Rafi Putra L (06030521075)

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebi jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................................4
1. Latar Belakang .....................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah ................................................................................................................4
3. Tujuan Penulisan ..................................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................................................6
1. Pengertian Psikoanalisis.......................................................................................................6
2. Teori Kepribadian Manusia yang digambarkan
Oleh Teori Psikoanalisis .....................................................................................................7
3. Hubungan Teori Psikoanalisis dan Pendidikan....................................................................8
4. Implikasi Psikoanalisis dalam Pendidikan ...........................................................................9
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................14
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Ruth berry (2001: 2) Psikoanalisa adalah sistem menyeluruh dalam psikologi yang
dikembangkan oleh Freud secara perlahanketika ia menangani orang yang mengalami
neurosis dan masalah mental lainnya. Teori kepribadian psikoanalisa merupakan salah
satu aliran utama dalam sejarah psikologi. Psikoanalisa adalah sebuah model
perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara
historis psikoanalisa adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua
adalah behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah psikologi eksistensial-humanistik.
Menurut Freud, lapisan kesadaran jiwa itu kecil, dan analisis terhadapnya tidak dapat
menerangkan masalah tingkah laku seluruhnya. Freud juga berpendapat bahwa energi
jiwa itu terdapat di dalam ketidaksadaran, yang berupa insting-insting atau dorongan-
dorongan (fudyartanta, 2005: 89)

2. Rumusan masalah
1. Apa itu psikoanalisis?
2. Jelaskan teori kepribadian manusia yang digambarkan oleh teori psikoanalisis?
3. Jelaskan hubungan teori psikoanalisis dan pendidikan?
4. Bagaimana implikasi psikoanalisis dalam pendididkan?
3. Tujuan penulisan
1. Mengetahui apa itu psikoanalisis.
2. Memahami teori kepribadian manusia yang digambarkan oleh teori psikoanalisis.
3. Memahami hubungan teori psikoanalisis dan pendidikan.
4. Memahami implikasi psikoanalisis dalam pendidikan.
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Psikoanalisis

Psikoanalisis atau psikoanalisa adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh


Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis
manusia.37 Psikoanalisis adalah jenis terapi yang bertujuan untuk melepaskan emosi dan
ingatan yang terpendam atau tertekan.38 Dengan kata lain, tujuan psikoanalisis adalah
untuk membawa ke permukaan apa yang ada di alam bawah sadar.

Tujuan ini dicapai dengan berbincang-bincang dengan seorang individu mengenai


pertanyaan besar seputar kehidupan, hal-hal penting, dan menyelami kerumitan hidup ke
alam bawah sadar yang tampak sederhana di permukaan.

Unsur utama dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek kepribadian
lainnya. Dasar teori psikoanalisis adalah mengasumsikan bahwa kepribadian akan mulai
berkembang saat terjadi konflik- konflik dari aspek- aspek psikologis itu sendiri. Gejala
tersebut biasanya terjadi pada anak- anak atau usia dini. Kemudian pendapat Sigmund
Freud tentang kepribadian manusia ini didasarkan pada pengalaman- pengalaman yang
dialami pasiennya.

Teori Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud bisa dipandang


sebagai teknik terapi dan juga sebagai salah satu aliran dalam kajian ilmu psikologi.
Sebagai salah satu bentuk aliran psikologi, teori psikoanalisis banyak membahas tentang
kepribadian, mulai dari dinamika, segi struktur, dan perkembangannya.

Psikoanalisis memiliki tiga penerapan :

1. suatu metode penelitian dari pikiran.

37
Wikipedia, psikoanalisis, https://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis, diakses pada tanggal 1 juni 2022
38
McLeod, Barbara Ann (2014). "A Theory of Mind-Focused Approach to Anger Management". Psychoanalytic
Psychology. 31 (1): 68–83.
2. suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.

3. suatu metode perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional. 39

2. Teori kepribadian manusia yang digambarkan oleh teori psikoanalisis

Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang


terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan superego ketiga sistem kepribadian ini
satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.

a. Id, adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat naluri-
naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak
sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem terebut
untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Dalam menjalankan
fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan
dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
b. Ego, adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada
dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan. Ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak
dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya
memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu.
c. Superego, adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan
yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Adapun fungsi utama dari superego
adalah :
• Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id
agar impuls-impuls teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang
dapat diterima oleh masyarakat.
• Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari
pada dengan kenyataan.
• Mendorong individu kepada kesempurnaan.

39
Moore dan Fine. (1968). a Glossary of Psychoanalytic Terms and Concepts. halaman 78
3. Hubungan Teori Psikoanalisis dan Pendidikan

Istilah “Psikoanalisis” ini mengacu pada bentuk- bentuk proposisi dan tidak hanya
pada teknik terapeutik atau metode pengamatan dari mana proposisi tersebut diturunkan.
Dalam praktiknya setiap orang bahkan negara pasti mendambakan sistem pendidikan
yang baik. seperti tujuan pendidikan nasional kita yang mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Yakni generasi yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berpengetahuan, terampil, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kepada bangsa.40

Adanya pendidikan yang baik akan menciptakan diri seseorang yang termotivasi
tinggi untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Untuk mencapai hal tersebut,
maka munculah berbagai macam strategi dalam pendidikan yang dilakukan dari tingkat
PAUD sampai perguruan tinggi. Intinya pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter
seseorang yang baik sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial.

Pendidikan dalam hal ini tidak hanya fokus pada intelektual saja, melainkan
dampak di luas pendidikan sehari- hari pada tindakan dan tingkah lakunya di masyarakat.
Itulah sebabnya teori psikoanalisis dalam dunia pendidikan juga mengutamakan
kecerdasan emosional dan spiritual. Kecerdasan emosional dapat melatih kemampuan
seseorang untuk mengelola perasaan, memotivasi, tegar menghadapi frustasi, sanggup
mengendalikan tekanan, mengatur suasana hati, dan berempati serta bisa bekerja sama
dengan orang lain. Jadi teori psikoanalisis ini sangat penting dalam pendidikan.

4. Implikasi psikoanalisis dalam pendidikan.

Pada perkembangan teori psikoanalisis banyak diimplementasikan dalam dunia


pendidikan. Beberapa di antaranya diurai pada jabaran berikut ini. Pertama, berbicara
tentang konsep kecemasan yang dikemukakan oleh Freud, tentu saja berkaitan pula
dengan proses pendidikan. Kecemasan merupakan fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang
sesuai. Dalam pendidikan, konsep kecemasan pada tiap individu dapat diolah dan

40
Teori Psikoanalisis, Ini Penjelasan Lengkapnya, Gramedia blog, https://www.gramedia.com/literasi/teori-
psikoanalisis/, diakses pada tanggal 1 juni 2022
dikembangkan oleh para pengajar/konselor demi kebaikan peserta didik. Dengan konsep
ini pula, peserta didik dibantu untuk menghargai diri dan orang lain serta lingkungannya.
Dengan kata lain, konsep kecemasan diarahkan ke pendidikan ranah efektif atau
karakternya.

Kedua, dalam ranah yang lebih luas, teori psikoanalisis juga digunakan pada
proses pendidikan yang berbasis kecerdasan majemuk. Seiap individu memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda. Tidak akan ada dua pribadi berbeda walaupun anak
kembar memiliki kecerdasan yang sama. Kecerdasan bukanlah berpatokan pada angka-
angka yang berkaitan dengan IQ. Menurut Garner, ada beberapa kecerdasan yang ada
pada manusia, yaitu kecerdasan matematik, linguistik, kinestetik, visual-spasial, musik,
intra-personal, inter-personal, naturalistik, dan eksistensial. Sebuah pendidikan
seharusnya menjembatani setiap kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik.
Mengembangkan bakat dan minat sesuai dengan kebutuhannya tentu sejalan dengan teori
Freud yang menyebut bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki keinginan dan
kebutuhan dasar.

Ketiga,konsep psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia merupakan


makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan dasar. Dengan konsep ini, pengajar
dapat mengimplementasikannya ke dunia pendidikan. Berbagai elemen dalam pendidikan
dapat dikembangkan dengan berbasis pada konsep ini. Kurikulum atau perangkat
pembelajaran misalnya, pendidik harus melakukan berbagai analisis kebutuhan dan
tujuan agar apa yang diajarkannya nanti sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
peserta didik. Hal ini sudah lumrah digunakan dalam berbagai proses pendidikan dan
penelitian pengembangan.

Keempat, berkaitan dengan agresivitas siswa, seorang pendidik harus mampu


mengontrol dan mengatur sikap ini agar terarah menjadi lebih positif. Agresivitas dalam
ilmu psikologi merupakan wahana bagi siswa untuk memuaskan keinginannya yang
cenderung ke arah merusak, mengganggu, atau menyakiti orang lain. Dengan kata lain
agresivitas merupakan ungkapan perasaan frustasi yang tidak tepat. Dalam hal ini,
penyebab munculnya tindakan agresivitas dapat berupa penilaian negatif atau kata-kata
yang menyakitkan. Jika siswa melakukan kesalahan, tidak selayaknya dihukum dengan
kata-kata kasar atau hukuman lain yang justru akan melukai secara psikologis.
Treatment-nya terhadap kasus ini dapat dilakukan dengan penjajakan secara personal,
memberi sugesti dan wejangan, tida memberi hukuman tetapi memberi semacam
kebebasan dalam bertanggung jawab, dan membantunya dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar.

Kelima, perlunya pendidikan inklusif di semua strata pendidikan. Pendidikan


inklusif merupakan pendidikan yang tidak boleh membeda-bedakan terhadap peserta
didik. Dalam hal ini, sekolah harus mau menampung dan menerima siswa-siswa yang
memiliki kekurangan semacam ini akan mengalami krisis kepercayaan diri atau minder.
Untuk mengurangi dan menghilangkan rasa minder tersebut, sekolah harus menerima
ketunaan tersebut tanpa merasa sebagai bagian yang terspisah dari masyarakat. Dengan
pendidikan inklusif, permasalahan ini diharapkan dapat membantu bagi anak-anak yang
memiliki keterbatasan.

Terakhir, konsep psikoanalisis yang diterapkan dalam pendidikan adalah


pendidikan yang bermuara pada penciptaan kreativitas peserta didik. Saat ini kita berada
pada era revolusi teknologi informasi. Pada era ini, setiap manusia dituntut memiliki
kreativitas yang orisinil dan terbaik. Orang-orang yang sukses pada masa ini adalah
orang-orang yang memiliki kreativitas tanpa batas. Tengoklah seperti pendiri facebook,
android, samsung, dan lain-lain. Mereka eksis dan sukses mencapai puncak kejayaan
karena memiliki inovasi dan kreativitas yang mumpuni. Menurut Freud, kreativitas
merupakan bagian dari kepribadian yang didorong untuk menjadi kreatif jika memang
mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual secara langsung. Berhubung
kebutuhannya tidak terpenuhi maka terjadilah sublimasi dan akhirnya muncullah
imajinasi.
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan
Psikoanalisis merupakan teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dalam
menganalisis psikologis manusia. Menurutnya, tingkah laku manusia justru didominasi
oleh alam bawah sadar yang berisi id, ego, dan super ego. Beberapa karya besar Freud
yang banyak mendapat kritik dan tanggapan dari para ahli, yaitu teori mimpi dan teori
tentang seksualitas.
Dalam pendidikan, konsep psikoanalisis juga diaplikasikan ke dalamnya. Artinya,
pendidikan juga perlu mempertimbangkan konsep-konsep psikoanalisis dalam
mengembangkan dan mendidik siswanya. Salah satunya dengan memperhatikan konsep
dari psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki
keinginan dari kebutuhan dasar.
Hal lain yang diterapkan dalam proses pendidikan adalah dengan menggunakan
berbagai pendekatan dalam proses bimbingan kepada para siswa. Dibutuhkan pendekatan
secara personal dalam menangani peserta didik yang memiliki sifat agresif yang
berlebihan. Hal lainnya juga terlihat dalam proses pendidikan inklusif dan pendidikan
kreatif. Kedua jenis pendidikan ini mengadopsi konsep-konsep psikoanalisis dalam
mengembangkan peserta didiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, psikoanalisis, https://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis

McLeod, Barbara Ann (2014). "A Theory of Mind-Focused Approach to Anger


Management". Psychoanalytic Psychology. 31 (1): 68–83.

Moore dan Fine. (1968). a Glossary of Psychoanalytic Terms and Concepts. halaman 78

Teori Psikoanalisis, Ini Penjelasan Lengkapnya, Gramedia blog,


https://www.gramedia.com/literasi/teori-psikoanalisis/
MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PERBEDAAN PSIKOLOGI INDIVIDU

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah psikologi Pendidikan

Dosen pengampu:
Dr. Hj. Arba`iyah YS., MA

Disusun oleh kelompok 8

1. Effri putri wulandari (06010521005)

2. Ulya faroha (06020521066)

3. Vinna putri handayani (06010521024)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul perbedaan psikologi individu ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu Dr. Hj. Arba`iyah YS., MA.
pada mata kuliah psikologi pendidikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Hj. Arba`iyah YS., MA. selaku dosen mata
kuliah studi psikologi pendidikan yang telah membimbing kami, serta ucapan terima kasih juga kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 8 Juni 2022

penulisn
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Setiap individu adalah unik dan memiliki perbedaan baik dari sifat, karakter,kecerdasan, maupun
lainnya. Tidak ada dua individu yang sama persis, tiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Perbedaan pada individu merupakan suatukarunia dari Allah SWT yang karena perbedaan tersebut dapat
menghasilkan karakter dan kecerdasan luar biasa pada setiap individu. Oleh karena itu sebagai seorang
pendidik, guru diharapkan mampu untuk mengenali dan memahami perbedaan pada setiap sisa didiknya
agar tahu bagaimana cara untuk menangani setiap perbedaan tersebut ke arah yang baik. Perbedaan
individu penting untuk dipahami karena karakteristik individu yang berbeda seringkali menimbulkan
permasalahan. Dari permaslahan yang timbul, pendidik dapat mengetahui berbagai macam
perbedaanindividu, diantaranya perbedaan kognitif, perbedaan kecakapan, perbedaan bahasa, perbedaan
fisik motorik, perbedaan lingkungan keluarga, perbedaan tingkat pencapaian, perbedaan latar belakang
dan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut perlu adanya penanganan dalam rangka upaya
pembelajaran. Pada anak usia dini yang notabenenya sangat antusias dan aktif tentunya mempunyai
kesulitantersendiri dalam menghadapi perbedaan karakteristiknya karena seringkali perilaku,kecerdasan
dan lainnya dari anak usia dini tidak terduga.

Oleh karena itu, sebagai calon seorang pendidik hendaknya mampu memahami setiap
karakteristik maupun sifat-sifat dari masing-masing individu atau siswa didiknya. Dengan memahami dan
mengetahuinya, pendidik akan tahu bagaimana caranya untuk mengatasi dengan cara-cara yang yang
menghibur tetapi mendidik bagianak usia dini dan mudah dipahami oleh mereka. Melalui pembahasan ini
di harapkan dapat memberikan pengetahuan tentang perbedaan individu

B. Rumusan masalah

dari pendahuluan di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

1. Apa yang dimaksud perbedaan individu?

2. Apa yang mempengaruhi adanya perbedaan individu?

3. Bagaimana menghadapi perbedaan indivifu dalam Pendidikan?


C. Tujuan penulisan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memahami ap aitu perbedaan individu

2. Memahami apa yang mempengaruhi adanya perbedaan individu

3. Menngetahui bagaimana menghadapi perbedaan individu dalam Pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan individu

Perbedaan individu merupakan hal yang alami dan itu adalah umum. Di dalam kamus Echols & Shadaly
{1975}, individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum.41 Setiap
manusia antara individu satu dengan lainnya memiliki perbedaan dengan invidu lainnya. Dalam pendidikan
Perbedaan tersebut berkaitan dengan cara berfikir, cara bertindak, kemampuan fisik, minat, dan lain
sebagainya yang dimiliki oleh setiap peserta didik, dan perbedaan tersebut juga dapat menjadi sebuah
potensi yang baik bagi setiap individu. Menurut Chaplin, perbedaan individu merupakan perbedaan
kuantitatif dalam suatu sifat, yang bisa membedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Maka
dari itu, setiap individu dapat mengembangkan potensi-postensi yang dimilikinya untuk berkembang
menjadi lebih baik lagi.

pendidikan yang tepat akan sangat membantu individu dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya. serta akan memberi perubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan serta
sikap-sikapnya dalam perkembangannya. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai
kebutuhannya masing-masing. Semakin besar individu tersebut maka semakin banyak kebutuhan non fisik
atau psikologis yang dibutuhkannya.

Dari bahasa bermacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol,
yaitu; semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya. Yang dimana
menurut Gerry antara lain adalah:

1) Perbedaan fisik

Setiap individu memiliki perbedaan fisik, baik secara structural dan fungsional. Perbedaan
ini antara lain adalah tinggi badan, berat badan, kemampuan melihat,mendengar dan bertindak.

2) Perbedaan kepribadian. Seperti Watak, minat, sikap, motif. setiap orang berbeda dari orang lain
karena sifat kepribadiannya, temperamen, kualitas dan perilakunya. Beberapa orang adalah
ekstrovert dan beberapa orang introvert dimana personalitas setiap individu biasanya
dimanifestasikan oleh aktivitas yang mereka lakukan atau mereka sukai.

3) Perbedaan intelegensi. Perbedaan ini berhubungan dengan cara dan kemampuan berfikir setiap
individu.

41 J. M. Echols dan H. Shadaly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1975), hal. 103.
4) Perbedaan kecakapan atau kepandaian disekolah dalam mencapai pengetahuan baru.

5) Perbedaan sosial. Sebagai contoh adalah status social, agama, suku.

Plato mengakui perbedaan individu dan membagi manusia menjadi beberapa tipe. Alfred Binet (1857-
1911) dengan Tes membuat kecerdasan yang dilakukannya, Alfred dapat menemukan perbedaan mental
dalam tingkat kecerahan atau kekusaman, dalam tingkat perkembangan yang ditunjukkan oleh kapasitas
rata-rata anak-anak dari berbagai usia.

B. Faktor yang mempengaruhi perbedaan individu

Setiap individu juga memiliki perbedaan yang berupa unsur bawaan baik dari lahir atau karena faktor
lingkungan yang disebut sebagai karakteristik. karakteristik yang diturunkan oleh orang tua terhadap
anaknya dengan diturunkan dengan genetiknya disebut sebagai faktor biologis, sedangkan faktor
perkembangan oleh pengaruh lingkungan ini tidak konstan, sebab hubungan ini akan sangat berpengaruh
pada kegiatan seperti sosial dan psikis (rohani) yang secara pengaruhnya dapat membuat seseorang
mengikuti kebiasaan lingkungannya. 42

Ada teori tentang cara di mana ciri-ciri cenderung digabungkan. Menurut teori kompensasi, kekuatan
dalam satu sifat cenderung dikompensasikan oleh kelemahan pada orang lain dan sebaliknya. meskipun
terdapat perbedaan yang besar di antara peserta didik dalam setiap sifat, rata-rata atau gabungan peralatan
untuk belajar akan cenderung menuju kesetaraan. Jadi, dari sudut pandang kompetensi praktis, siswa tidak
akan berbeda jauh. Menurut Thorndike kemungkinan penyebab variasi adalah pengaruh jenis kelamin,
keturunan atau ras yang jauh, keturunan atau keluarga yang dekat, kedewasaan dan lingkungan.

1. Faktor bawaan

Beberapa sifat diturunkan dari satu individu ke individu lainnya. Tinggi badan, berat badan,
warna rambut dan kulit, bentuk wajah, hidung, tangan dan kaki sehingga dapat dikatakan
seluruh struktur tubuh ditentukan oleh faktor turunan. Perbedaan intelektual juga sangat
dipengaruhi oleh faktor keturunan.

42 Riswanti, C,.al. Perbedaan individu dalam lingkup pendidikan. PANDAWA, (2010), 106
2. Faktor lingkungan

Lingkungan membentuk perilaku, sikap, gaya hidup, Kepribadian dan lain sebagainya.
Lingkungan tidak hanya mengacu pada lingkungan fisik tetapi juga mengacu pada berbagai
jenis orang, masyarakat, budaya, adat, tradisi, warisan sosial, ide dan cita-cita mereka.
Linkungan sendiri dibagi menajdi tiga kelompok, yaitu :

2.1 Lingkungan keluarga

Perawatan orang tua yang penuh kasih saying serta pendidika tentang nilai-nilai
kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang
penting dalam perkembangan karakter anak untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi
dan anggota masyarakat yang baik.

3.1 Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat memiliki peran penting dalam perkembangan kepribadian


individu, karena pada umumnya manusia bersosialisasi dengan yang sebaya dengan
dirinya. Selain itu faktor-faktor yang menentukan daya tarik interpersonal dalam
bersosialisasi antara individu adalah kesamaan dalam minat, nilai- nilai, pendapat, dan
sifat-sifat kepribadian.

4.1 Lingkungan sekolah

Elizabeth B. Hurlock mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu


bagi perkembangan kepribadian siswa, baik dalam cara berfikir, bersikap maupun
berperilaku.

3. Kelompok etnik, ras dan budaya.

Kelompok etnik dan ras merupakan salah satu penyebab perbedaan individu, dimana
budaya sangat berpengaruh pada pola piker suatu individu. Contoh adalah orang medan yang
berbicara lantang, orang jogja dengan Bahasa jawanya yang halus, dan lain sebagainya.

4. Usia

Usia adalah faktor lain yang berpengaruh dalam membawa perbedaan individu. Kemampuan
belajar dan kapasitas penyesuaian secara alami tumbuh seiring bertambahnya usia.
5. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan individu.


pendidikan membentuk dan memberi perubahan dalam sikap, perilaku, apresiasi, dan
Kepribadian kita. Ada kesenjangan yang lebar dalam perilaku orang terdidik dan tidak terdidik.
Semua sifat manusia seperti sosial, emosional dan intelektual dikendalikan dan dimodifikasi
melalui pendidikan yang tepat.

C. Menyikapi perbedaan individu dalam proses pembelajaran


Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan invidu merupakan hal umum yang dimiliki oleh
masing-masing individu. Dalam Pendidikan perbedaan individual merupakan hal yang absolut keberadanya
dalam proses pembelajaran. Guru tidak dapat menganggap semua peserta didiknya sama. Maka dari itu
guru dapat memberikan pengajaran dengan cara yang variatif. Dalam menghadapi perbedaan individual
siswa, guru harus bersikap bijaksana. Artinya, guru harus bersikap sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa memberikan perhatian yang cukup pada siswa yang bermasalah.43 Guru perlu
menyesuaikan pelajaran bagi muridnya. Salah satu cara adalah dengan cara suatu kualitas pembelajaran
dimana siswa dan guru memutuskan waktu yang dibutuhkan dan apa yang perlu dikuasai oleh siswa secara
bersamaan. Yang penting di sini adalah kemampuan siswa dalam berinteraksi dengan kualitas pembelajaran
serta bahan pelajaran dan tidak semua siswa harus memiliki penguasaan yang sama terhadap suatu
pelajaran.

Umumnya, guru menggunakan metode pembelajaran yang terbuka dengan memberikan sebuah materi
berbentuk penejelasan yang umum kepada seluruh peserta didiknya. Dari sana akan ada beberapa peserta
didik yang mungkin tidak memaminya, peserta didik dapat bertanya dan meminta penjelasan, atau sebelum
melanjutkan ke materi selanjutnya, guru akan menanyai peserta didiknya jika perlu ada materi yang perlu
dijelaskan ulang dan memberikan peserta didik untuk membuktikan jawaban yang benar atau salah dengan
dibimbing oleh gurunya. Pendidik juga harus memberikan dukungan kepada muridnya untuk terus
berprestasi, dan mempertimbangkan kehendak peserta didiknya agar tidak menggangu peserta didik
lainnya.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Guru tidak dapat menganggap semua peserta didiknya sama.
Maka dari itu guru harus dapat mengenal hal umum yang terdapat pada semua peserta didik. Faktor umum
yang perlu dikenal ialah hakekat individu. Tak ada dua orang di dunia ini yang benar-benar sama dalam

43
ibid 104
segala hal, sekalipun mereka kembar.44 Dan sudah menjadi kepercayaan umum bahwasannya setiap
individu berbeda, sehingga setiap peserta didik ada yang berkemampuan cepat, sedang dan lambat dalam
memahami materi pelajaran.

44
Nurdin, 2005: 61
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Manusia atau individu adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang.
Individu .adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan dan oknum. Perbedaan
individual secara umum adalah hal-hal yang berkaitan dengan psikologi pribadi yang menjelaskan
perbedaan psikologis antara Orang-orang serta berbagai persamaanya. Sumber perbedaan individu
disebabkan faktor bawaan dan faktor lingkungan. Terdapat beberapa macam bidang perbedaan individu
yaitu perbedaan kognitif, perbedaan kecakapan berbahasa, perbedaan kecakapan motorik, perbedaan latar
belakang, perbedaan bakat, perbedaan kesiapan belajar, perbedaan jenis kelamin, perbedaan kepribadian,
dan perbedaan gaya belajar. Perbedaan individu dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu
menggunakanpelayanan pendidikan sesuai dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki
oleh siswa. Menggunakan pendekatan pembelajaran ekletik dan fleksible,menggunakan kombinasi
cooperative learning, menggunakan alat-alat multi sensori untuk mempraktekan dan memperoleh informa.
DAFTAR PUSTAKA
Baba, M. A. (2018). Dasar-Dasar dan ruang lingkup pendidikan islam di Indonesia. Jurnal Ilmiah Iqra',
6(1).

Hadi, I. A. (2017). Pentingnya Pengenalan Tentang Perbedaan Individu Anak Dalam Efektifitas
Pendidikan. INSPIRASI: Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam, 1(1), 71-92.

Karim, B. A. (2020). Teori kepribadian dan perbedaan individu. Education and Learning Journal, 1(1),
40-49.

Riswanti, C., Halimah, S., Magdalena, I., & Silaban, T. S. (2020). Perbedaan individu dalam lingkup
pendidikan. PANDAWA, 2(1), 97-108.

Turhusna, D., & Solatun, S. (2020). Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran. As-Sabiqun, 2(1),
18-42.
“Learning Strategy Berbasis Analisis Psikologi”

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah educational psychology

Dosen Pengampu
Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA

Disusun oleh Kelompok 1 kelas C

Nailah Faizah (06020521056) Risang Taajudin Setiyo Jatmiko


(06040521095) Amelia Putri Rahmawati (06020521031)

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN
SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Learning
Strategy Berbasis Analisis Psikologi ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa pula kita
panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Dr Hj.
Arbaiyah YS,. MA selaku dosen mata kuliah Educational Pshychology yang telah membimbing
kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang learning strategy berbasis analisis psikologi. Kami juga ingin
menyampaikan permintaan maaf kami, karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan
saran yang dapat membuat kami mengevaluasi kesalahan-kesalahan yang kami buat sehingga
dapat menjadi lebih baik.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf sekali lagi apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia diciptakan oleh ALLAH SWT dengan keterampilan potensi komunikasi denganjiwa
dan akal dari hasil strategi dalam proses interaksi dengan lingkungannya.Pengetahuan yang
didapat manusia bisa dipergunakan untuk mendidik dirinya serta bias mendidik orang lain dengan
segala pengetahuan yang dimilikinya. Dalam dunia pendidikan, banyak kita temukan para
pendidik yang dapat mengajarkan tentang pengetahuan yang dimilikinya untuk ditularkan kepada
orang lain yang pada dasarnya mereka pun mendapatkan pengetahuan tentang segala hal dari orang
lain yang kemudian

dikembangkan dan ditularkan dengan berbagai cara. Ini membuktikan bahwasanya mereka
diberikan pengetahuan tentang bagaimana mereka dapat memberikan pengajaran dengan baik,
dengan strategi yang baik pula.

Psikologi pendidikan merupakan bagian dari psikologi serta ilmu pengetahuan yang mengkaji
tentang prilaku manusia dalam proses belajar maupun mengajar dan juga eratkaitannya tentang
strategi belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran, pendidik dituntut untuk memiliki
pengetahuan, strategi belajar yang baik, dengan metode yanginovatif, penguasaan materi yang
diajarkan, semua pendidik diharapkan memilikipengetahuan yang luas tentang materi agar peserta
didik dapat dengan mudah mengertidan semangat dalam belajar. Untuk itu, penguasaan terhadap
psikologi pendidikan jugamerupakan salah satu tuntutan yang harus dimiliki oleh pendidik agar
dapat mengetahuiprilaku peserta didik, permasalahan-permasalah yang dihadapi serta dapat
salingmemahami.

Dalam pembahasan ini, penulis berusaha menggali kaitan antara psikologipendidikan dan
strategi mengajar. Dimana kedua kajian ini mempunyai banyak korelasi dalam pendidikan.

Strategi yang terencana memegang peranan penting dalam proses pembelajaran.Strategi erat
kaitannya dengan teknis dalam melaksanakan pembelajaran tersebut. Agarstrategi tersebut tidak
menjauh dari sasaran yang ingin dicapai, perlu pemahaman yanglebih. Pemahaman tersebut
diawali dari stimulus pada setiap individu dalam mendorongatau memotivasi sehingga
memberikan respon dalam kegiatan pembelajaran bahasa.Keterampilan setiap individu berbeda.
1
Selain itu, strategi pembelajaran menjadi factor utama dalam meningkatkan proses belajar bahasa
dan keterampilan bahasa. Strategi pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik memungkinkan
adanya tujuan pembelajaran yang tidak tercapai sesuai sasaran. Oleh karena itu, pembelajar perlu
diarahkan dengan strategi-strategi yang tepat, terencana, dan mudah dalam pelaksanaanya.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa strategi pembelajaran itu?
2. Apa saja komponen-komponen strategi pembelajaran?
3. Bagaimana prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran?

4. Apa saja macam-macam startegi pembelajaran?

5. Bagaimanakah arti psikologi pendidikan untuk strategi pembelajaran?

1 Fatimah
dan Ratna Dewi Kartika Sari,Strategi Belajar & Pembelajaran Dalam Meningkatkan Keterampilan
Bahasa, (Jakarta : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2018), Vol.1, hlm 108
2 Syahbana, M. A. (2020). PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN. Moralitas: Jurnal

pendidikan dan studi islam, 2(2), h. 3

1.2 Tujuan Makalah


1. Mengetahui arti dari strategi pembelajaran
2. Mengetahui dan memahami komponen-komponen daei strategi pembelajaran

3. Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip penggunaan dari startegi pembelajaran

4. Mengetahui macam-macam jenis strategi pembelajaran


5. Mengetahui dan memahami arti psikologi pendiidkan untuk strategi pembelajaran.

1.4 Manfaat Makalah


1. Bagi penyusun, setelah mengkaji dan membaca sumber dari makalah ini serta makalah ini
kita dapat menambah wawasan tentang strategi pembelajaran dari pandangan psikologi
pendidikan.

2. Bagi Pembaca, penyusun berharap bahwa makalah ini dapat dipahami dengan mudah oleh
para pembaca dan dapat diambil manfaat untuk menambah wawasan mengenai strategi
pembelajaram dalam pandangan psikologi pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Strategi Pembelajaran


Strategi diartikan sebagai a plan method, or series of activities designed to achieves a
particular educational goal. Menurut Kemp stategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan oeh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.3 Dick and Carey menyebutkan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Kozna strategi pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dapat memberikan
fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya pembelajaran tertentu.4 Menurut
Copper strategi pembelajaran adalah prosedur kegiatan dan materi instruksional yang diberikan
untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu prosedur pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif serta efisien.

2.2 Komponen – komponen strategi pembelajaran Dick dan Cary menyebutkan ada
lima komponen strategi pembelajaran yang meliputi:

3 Muhammad
Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2015), hal. 279-280
4 Hamzah
B.Uno, Model pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Aktif, (Jakarta:PT
Bumi Aksara, 2012), hal. 1
a. Kegiatan pembelajaran pendahuluan
Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik untuk meningkatkan
motivasi belajar peserta didik. Cara guru memperkenalkan materi pelajaran melalui
contoh-contoh kehidupan sehari-hari akan sangat memengaruhi motivasi belajar peserta
didik. Motivasi ekstrinsik ini sangat penting untuk peserta didik yang belum dewasa dan
motivasi instrinsik berguna untuk peserta didik yang sudah dewasa karena menyadarkan
mereka tentang kewajiban dan manfaat belajar.

b. Penyampaian informasi
Kegiatan penyampaian informasi dianggap sebagai suatu kegiatan yang paling
penting dalam pembelajaran. Padahal kegiatan ini hanya merupakan komponen
pembelajaran. Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik dalam belajar
maka penyampian informasi ini menjadi tidak berarti. Guru yang menyampaikan
informasi dengan baik tetapi tidak melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus maka
akan mengalami kendala dalam kegiatan belajar selanjutnya.

c. Partisipasi peserta didik


Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat kegiatn
belajar. Hal ini dengan nama CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) maknanya adalah proses
pembeajaran dapat berhasil apabila peserta secra aktif melakukan atihan secara langsung
dan relevan dengan tujuan peembelajaran yang sudah diterapkan.

d. Tes
Serangkaian tes digunakan oleh guru untuk mengetahui (1) apakah tujuan
pembelajran khusus telah tercapai atau belum, dan (2) apakah pengetahuan sikap dan
keterampilan telah benr-benar dimiliki peserta didik atau belum.

e. Kegiatan lanjutan
Kegiatan ini dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan yang
dilaksanakan.5

Namun pendapat berbeda disampaikan oleh Mulyono. Mulyono mengelompokkan


komponen strategi pembelajaran sebagai berikut :

a. Urutan kegiatan pembelajaran


Mengurutkan kegiatan pembelajaran dapat memudahkan guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru harus mengetahui cara memulai, menyajikan
dan menutup pembelajaran.

b. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menyampaikan
materi kepada peserta didik unuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru harus mampu
memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.

c. Media yang digunakan


Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi. Media dapat berupa orang, media cetak, alat-alat elektronik, dan
sebagainya.

d. Waktu tatap muka


Pendidik harus mengetahui alokasi waktu yng digunakan untuk menyampaikan
materi pelajaran agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

e. Pengelolaan kelas

5Ibid.h
3-7

Kelas terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosio emosional. Kelas harus
dikelola dengan baik agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.6

Berdasarkan berbagai komponen strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh ahli


diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran meliputi sebagai berikut :

a. Kegiatan pembelajaran yang terdiri dari pendahuluan, inti dan penutup b. Penyampaikan
informasi dengan menggunakan metode, dan media. c. Alokasi waktu
d. Pengelolaan kelas
e. Tes
f. Kegiatan Lanjutan

2.3 Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran Prinsip-prinsip penggunaan


strategi pembelajaran yang sesuai dengan standar prosedur pendidikan :

a. Berorientasi pada tujuan


Dalam suatu sistem pendidikan terdapat tujuan yang merupakan komponen yang
paling utama. Segala aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa,harusnya
diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

b. Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal jumlah sejumlah fakta untuk informasi. Belajar
adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu

6 Mulyono, Strategi Pembelajaran: Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global, (Malang: UIN Maliki Press,

2012), hal. 163-166

sesuai dengan tujuan yangdiharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus mampu
mendorong keaktifan siswa

c. Individulitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita
mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakekatnya yang ingin dicapai adalah
perubahan perilaku setiap siswa.

d. Integritas
Mengajar dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa.
Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetap ijuga
berkaitan tentang pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotorik.7
2.4 Macam-macam strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran sering disamakan dengan metode pembelajaran karena keduanya
merupakan cara untuk mencapai tujuan pembelajaran, namun Ridwan Abdullah Sani dalam
bukunya Inovasi Pembelajaran membedakan istilah tersebut, beliau membagi jenis strategi
pembelajaran sebagai berikut :

a. Pembelajaran langsung
Menempatkan guru sebagai sumber belajar. Strategi ini cukup efektif digunakan
untuk menyampaikan informasi dan membentuk ketrampilan secara langkah demi
langkah. Strategi ini pada umumnya efektif digunakan untuk memperkenalkan strategi
lain atau metode pembelajaran lainnya pada awal pembelajaran. Metode yang digunakan
seperti ceramah, latihan, demonstrasi.

b. Strategi pembelajaran tidak langsung

7 Sanjaya
Wina, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2020), hlm 1131-133

Istilah pembelajaran tidak langsung mungkin jarang dikenal dan orang lebih
mengenal pembelajaran inkuiri, penyelesaian masalah (problem solving) dan strategi
lainnya yang merupakan variasi dari pembelajaran tidak langsung. Pembelajaran tidak
langsung ini berpusat pada peserta didik, dimana siswa aktif membangun pengetahuan dan
guru bertindak sebagai fasilitator. Metode yang digunakan diskusi reflektif, pembentukan
konsep, perolehan konsep, problem solving.

c. Strategi pembelajaran interaktif


Strategi ini mengutamakan aktivitas diskusi sesama peserta didik. Diskusi dan
saling berbagi informasi memungkinkan peserta didik memberikan reaksi, ide,
pengalaman, opini, dan pengetahuan teman sejawat . sedangkan metodenya debat, latihan
sejawat, diskusi, belajar kooperatif kelompok, diskusi panel.

d. Strategi pembelajaran eksperensial


Berdasarkan pengalaman merupakan pembelajaran induktif, berpusat pada peserta
didik dan berorientasi pada aktivitas. Artinya peserta didik berpartisipasi dalam sebuah
aktifitas. Sedangkan metodenya eksperimen, simulasi, bermain peran, pengamatan
lapangan, survei, permainan.

e. Strategi pembelajaran mandiri


Strategi untuk mengembangkan inisiatif peserta didik secara individual, rasa
percaya diri, dan pengembangan diri peserta didik. Belajar mandiri dapat dimulai oleh
peserta didik atau dengan bantuan guru. Metode seperti modul belajar, pembelajaran
berbantuan komputer, kontrak belajar.8

8 Ridwan
Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013),147-155.

Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa startegi pembelajaran tidak sama dengan metode
pembelajaran. Karena strategi pembelajaran merupakan rencana kegiatan untuk mencapai tujuan,
sedangkan metode pembelajaran adalah alat atau cara untuk mewujudkan apa yang direncanakan
dalam strategi. Untuk melaksanakan suatu strategi diperlukan berbagai metode pembelajaran
tertentu.

Namun, pendapat lain juga disampiakan oleh Wina Sanjaya. Menurut Wina Sanjaya
strategi pemelajaran dibedakan menjadi :

a. Strategi pembelajaran ekspository


Strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi
secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa agar menguasai maeri secara
optimal. Strategi ini dapat juga disebut strategi pembelajaran langsung.

b. Strategi pembelajaran inkuiri


Strategi pembelajaran ini adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk menemukan jawabannya
sendidri dari suau masalah.

c. Strategi pembelajaran berbasis masalah


Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah rangkaian aktivitas pembelajaran
yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Ciri
utamanya adalah berupa rangkaian aktivitas dan penyelesaian masalah.

d. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir Strategi pembelajaran yang


bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sehingga mereka dapat
berpikir dan menemukan materi sendiri.

e. Strategi pembelajaran kooperatif


Strategi pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok tertentu unuk tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

f. Strategi pembelajaran kontekstual


Strategi pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada
proses keterlibatan siswa secaara penuh untuk menemukan materi yang telah dipelajari
dan dihubungkan dengan dunia nyata sehingga siswa terdorong untuk menerapkan dalam
kehidupan mereka.

g. Strategi pembelajaran afektif


Strategi pembelajaran yang berorientasi pada sikap atau nilai bukan kognitif dan
keterampilan.9

2.5 Psikologi pendidikan untuk strategi pembelajaran Pendidikan adalah sebuah


proses yang dilakukan anak manusia untuk mempersiapkan generasi muda. Sebagai sebuah
proses maka pendidikan memerlukan media, ruang dan penataan, begitu juga dengan generasi
maka memerlukan pemahaman tentang manusia. Bagaimana memahami kondisi manusia
secara tepat dan benar, agar pelaksanaan pendidikan dalam dilaksanakan dengan baik sesuai
dengan tujuan dan kehendaknya.

Berbagai penelitian banyak dilakukan terhadap proses belajar, tentunya hasil penelitian
tersebut menjadi dasar dasar bagaimana manusia memandang proses belajar. Pada gilirannya
lahirlah apa yang disebut dengan teori belajar. Fungsi dari teori teori tersebut tentu memberi
rambu rambu bagaimana kita harus
9
Sumantri, M. S. (2015). Strategi pembelajaran teori dan praktik di tingkat pendidikan dasar. Jakarta: Rajawali
Pers.h.282-283

memahami anak, memahami proses pendidikan, memahami kegiatan belajar dan lain sebagainya.
Menurut Patrick Suppes (1974) sedikitnya ada empat fungsi teori belajar yani: (1) berguna sebagai
kerangka untuk melakukan penelitian, dan (2) memberikan suatu kerangka kerja bagi
pengorganisasian butir-butir informasi tertentu. Teori juga sering (3) menggungkapkan peristiwa-
peristiwa yang kelihatannya sederhana dan (4) mengorganisasikan kembali pengalaman

pengalaman sebelum nya(Gredler,1994:6).

Begitu juga dengan fungsi teori pengajaran adalah; merupakan prinsip, teknik, dan cara
dalam mendayagunakan sumber sumber pengajaran (sofware dan hardware) untuk mencapai
tujuan pengajaran. Dengan perkataan lain bahwa teori pengajaran merupakan penerapan prinsip
prinsip teori belajar dalam mendayagunakan alat dan sumber yang haus dikembangkan untuk
menunjang perubahan tingkah laku yang diinginkan berdasrkan tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. (Sudjana, 1991:42).

Seiring dengan hal tersebut, dewasa ini telah banyak penelitian tentang otak manusia yang
kemudian dijadikan dasar bagaimana seseorang harus belajar. Wawasan ilmiah semakin
mendalam tentang fungsi otak manusia menumbuhkan kegairahan besar di kalangan pendidik;
namun, proses menerapkan temuan bidang neurobiologsi dalam dunia pendidikan sejauh ini masih
belum konsisten.(Barbara K.Given,2007:37).

Nyatanya adalah peran psikologi pendidikan akan memberikan teori teori bagaimana
seorang perancang pembelajaran menata pembelajaran dari cara membuat perencanaan
pembelajaran, mengelola pembelelajaran, membuat pembimbingan bagi peserta didik, sampai
pada menetapkan proses keberhasilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Strategi pembelajaran adalah suatu prosedur pembelajaran yang digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif serta efisien. Dan psikologi pendidikan adalah suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkahlaku manusia yang berlangsung dalamproses
pebelajaran.

Komponen-komponen dalam strategi pembelajaran mendapat bermacam-macam


pendapat. Pendapat pertama disampaikan oleh Dick dan Cary, Dick dan Cary menyebut ada
lima komponen strataegi pembelajaran yang mana meliputi :

1. Kegiatan pembelajaran pendahuluan


2. Penyampaian informasi
3. Partisipasi peserta didik
4. Tes
5. Kegiatan lanjutan

Pendapat lain mengenai komponen stratgei pembelajaran juga disampaikan oleh Mulyono.
Mulyono mengelompokkan komponen strategi pembelajaran menjadi sebagai berikut :

1. Urutan kegiatan pembelajaran


2. Metode pembelajaran
3. Media yang digunakan
4. Waktu tatap muka
5. Pengelolaan kelas
Dan berdasarkan berbagai komponen yang dikemukakan ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa komponen pembelajaran meliputi :

1. Kegiatan pembelajaran yang terdiri dari pendahuluan, inti dan penutup 2. Penyampaikan
informasi dengan menggunakan metode, dan media. 3. Alokasi waktu
4. Pengelolaan kelas
5. Tes
6. Kegiatan Lanjutan

Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran yang sesuai dengan standar prosedur


pendidikan :

1. Berorientasi pada tujuan


2. Aktivitas
3. Individulitas
4. Integritas

Strategi pembelajaran seringkali disamakan dengan metode pembelajaran. Namun Ridwan


Abdullah Sani dalam bukunya Inovasi Pembelajaran membedakan istilah tersebut, beliau
membagi jenis strategi pembelajaran sebagai berikut :

1. Pembelajaran langsung
2. Strategi pembelajaran tidak langsung
3. Strategi pembelajaran interaktif
4. Strategi pembelajaran eksperensial
5. Strategi pembelajaran mandiri

Pendapat lain mengenai jenis strategi pembelajaran juga disampaikan oleh Wina Sanajaya.
Menurut Wina Sanjaya, strategi pembelajaran dibedakan menjadi :

1. Strategi pembelajaran ekspository


2. Strategi pembelajaran inkuiri
3. Strategi pembelajaran berbasis masalah
4. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir

5. Strategi pembelajaran kooperatif

6. Strategi pembelajaran kontekstual


7. Strategi pembelajaran afektif

Psikologi memiliki peran yang amat penting dalam perncangan strategi pembelajaran. peran
psikologi pendidikan akan memberikan teori teori bagaimana seorang perancang pembelajaran
menata pembelajaran dari cara membuat perencanaan pembelajaran, mengelola pembelelajaran,
membuat pembimbingan bagi peserta didik, sampai pada menetapkan proses keberhasilan.
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah dan Ratna Dewi Kartika Sari,Strategi Belajar & Pembelajaran Dalam
Meningkatkan Keterampilan Bahasa, (Jakarta : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
2018), Vol.1,

Syahbana, M. A. (2020). PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN STRATEGI


PEMBELAJARAN. Moralitas: Jurnal pendidikan dan studi islam, 2(2),

Muhammad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat


Pendidikan Dasar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015),

Hamzah B.Uno, Model pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang


Kreatif dan Aktif, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2012),

Mulyono, Strategi Pembelajaran: Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global,


(Malang: UIN Maliki Press, 2012),

Sanjaya Wina, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2020),

Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013),

Sumantri, M. S. (2015). Strategi pembelajaran teori dan praktik di tingkat pendidikan


dasar. Jakarta: Rajawali Pers
Makalah Educational Psychology

“Learning Strategy Berbasis Analisis Psikologi”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Educational Psychology


Dosen Pengampu: Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA

Disusun oleh:
Kelompok 3 Kelas C Educational Psychology
1. Erma Syntia (06010521006)
2. Fatika Rahma Hidayah (06020521045)
3. R. Indra Kusuma Kartadiwangsa (06020521060)

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2021/2022
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan anugrahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Manusia dari Lahir Hingga Akhir” ini.
Tanpa ridho dan rahmat-nya tentunya kami tidak bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang benar, yakni ad-dinul islam wal iman.
Tentu tidak lupa, ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Selain itu, kami juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah mendukung kami dalam
penyusunan makalah ini. Dan juga kami sebagai penulis berharap semoga makalah yang kami
susun ini bermanfaat bagi pembaca tentang “Teori Belajar Perspektif Psikologi Kontruktivisme”.

Kami sebagai penulis menyadari jika makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, kami akan selalu terbuka dalam menerima saran maupun kritik. Akhir kata, sekali
lagi kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surabaya, 15 Juni 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan masalah pendidikan, sudah barang tentu akan melibatkan banyak
hal yang harus direnungkan. Sebab, pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia
yang dilakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup.
Untuk menghasilkan pendidikan yang baik, tentunya harus memiliki strategi dalam
proses belajar mengajar (pembelajaran). Oleh karena itu penetapan strategi yang relevan
merupakan suatu keharusan. Strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik
untuk berfikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi
dan yang mungkin terjadi. Karena penetapan strategi yang tidak tepat akan berakibat fatal.
Sebab akan terjadi kontraproduktif dan berlawanan dengan apa yang ingin dicapai,
misalnya seorang dosen mengajar agar mahasiswa menjadi kreatif, akan tetapi mengajar
dengan cara-cara otoriter dan kaku. Maka dalam hal ini yang akan mengakibatkan kefatalan
terhadap mahasiwa tersebut.
Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas diharapkan mampu mem
bantu proses belajar peserta didik dan merangsang serta mendorong mereka untuk secara
mandiri aktif melakukan sesuatu. Oleh karena itu, ketika mempersiapkan perkuliahan, guru
atau dosen harus memikirkan cara agar peserta didik memproses informasi yang
disampaikan. Di sisi lain, guru atau dosen juga harus mempertimbangkan cara mengaitkan
informasi yang disampaikan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya oleh peserta
didik. Dengan demikian, seluruh rangkaian proses pembelajaran mulai dari mendengar,
beraktivitas dan berdiskusi diharapkan menjadi pengalaman yang berkesan kuat dan
bermanfaat bagi peserta didik. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
strategi pembelajaran agar pembelajaran berjalan sesuai tujuan yang diinginkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian strategi pembelajaran?
2. Apa saja komponen startegi pembelajaran?
3. Apa saja prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran?
4. Apa saja jenis-jenis strategi pembelajaran?
5. Bagaimana psikologi pendidikan untuk strategi pembelajaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian strategi pembelajaran
2. Untuk mengetahui komponen startegi pembelajaran
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran
4. Untuk mengetahui jenis-jenis strategi pembelajaran
5. Menjelaskan mengenai psikologi pendidikan untuk strategi pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Strategi Pembelajaran


Kata “strategi” berasal dari bahasa Latin, yaitu ‘strategia’ yang berarti seni
penggunaan rencana untuk mencapai tujuan (Al Muchtar, dkk., 2007: 1.2). Secara umum
strategi adalah alat, rencana, atau metode yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas
(Beckman, 2004: 1). Dalam konteks pembelajaran, strategi berkaitan dengan pendekatan
dalam penyampaian materi pada lingkungan pembelajaran. Strategi pembelajaran juga
dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru
(tenaga pendidik) secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi
sekolah, lingkungan sekitar dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Menurut Miarso (2005), strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh
pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan
kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari
pandangan falsafah dan atau teori belajar tertentu. Seels dan Richey (1994: 31) menyatakan
bahwa strategi pembelajaran merupakan rincian dari seleksi pengurutan peristiwa dan
kegiatan dalam pembelajaran, yang terdiri dari metode-metode, teknik-teknik maupun
prosedur-prosedur yang memungkinkan peserta didik mencapai tujuan. Kauchak dan
Eggen (1993: 12) mengartikan strategi pembelajaran sebagai seperangkat kegiatan yang
dilakukan oleh pendidik untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Romiszowsky (1981) strategi dalam konteks kegiatan pembelajaran
mengandung makna, yaitu untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar dengan
memilih metode-metode yang dapat mengembangkan kegiatan belajar peserta didik secara
lebih aktif. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Dick dan Carey (1978: 106) yang
mengatakan strategi belajar mengajar mencakup keseluruhan komponen pembelajaran
yang bertujuan menciptakan suatu bentuk pembelajaran dengan kondisi tertentu agar dapat
membantu proses belajar peserta didik. Sedangkan Semiawan (1996) berpendapat ditinjau
dari segi proses pembelajaran strategi belajar mengajar merupakan proses bimbingan
terhadap peserta didik dengan menciptakan kondisi belajar murid secara lebih aktif.45

45
Wahyudin Nur Nasution, Strategi Pembelajaran (Medan: Perdana Publishing: 2017), hal. 3-5.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah
keseluruhan pola umum kegiatan pendidik dan peserta didik dalam mewujudkan peristiwa
pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan, secara efektif dan efisien terbentuk oleh
paduan antara urutan kegiatan, metode dan media pembelajaran yang digunakan, serta
waktu yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
B. Komponen-Komponen Strategi Pembelajaran
Dick dan Carey (1996: 184) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi
pembelajaran, yaitu kegiatan pembelajaran pendahuluan, penyampaian informasi,
partisipasi peserta didik, tes dan kegiatan lanjutan.
Pertama, kegiatan pembelajaran pendahuluan. Kegiatan pembelajaran
pendahuluan memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Kegiatan pendahuluan
yang disampaikan dengan menarik akan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.
Sebagaimana iklan yang berbunyi: “Kesan pertama begitu menggoda…. selanjutnya
terserah anda…”, maka demikian pula dengan peserta didik yang dihadapi pendidik
(guru). Kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara berikut:
1. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang diharapkan akan dapat dicapai oleh
semua peserta didik diakhir kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan ini,
peserta didik akan mengetahui apa yang harus diingat, dipecahkan, dan
diinterpretasi.
2. Lakukan appersepsi, berupa kegiatan yang menghubungkan antara pengetahuan
lama dan pengetahuan baru yangakan dipelajari. Tunjukkan pada peserta didik
tentang eratnya hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan
pengetahuan yang akan dipelajari.

Kedua, penyampaian informasi. Dalam kegiatan ini pendidik akan menetapkan secara
pasti informasi, konsep, aturan, dan prinsip-prinsip apa yang perlu disajikan kepada peserta didik.
Di sinilah penjelasan pokok tentang semua materi pembelajaran. Kesalahan utama yang sering
terjadi pada tahap ini adalah menyajikan informasi terlalu banyak, terutama jika sebagian besar
informasi itu tidak relevan dengan tujuan pembelajaran (Al Muchtar, dkk, 2007: 2.7). Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi, yaitu urutan, ruang lingkup, dan jenis
materi.
1. Urutan penyampaian. Urutan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola
yang tepat. Urutan materi diberikan berdasarkan tahapan berpikir dari hal-hal yang
bersifat kongkret ke hal-hal yang bersifat abstrak atau dari hal-hal yang sederhana atau
mudah dilakukan ke hal-hal yang lebih kompleks atau sulit dilakukan. Selain itu, perlu
juga diperhatikan apakah suatu materi harus disampaikan secara berurutan atau boleh
melompat-lompat atau dibolak balik, seperti misalnya dari teori ke praktik atau dari
praktik ke teori.
2. Ruang lingkup materi yang disampaikan. Besar kecilnya materi yang disampaikan atau
ruang lingkup materi sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis
materi yang dipelajari. Umumnya ruang lingkup materi sudah tergambar pada saat
menentukan tujuan pembelajaran.
3. Materi yang akan disampaikan. Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan
antara jenis materi berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci),
keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, dan syarat-syarat tertentu), dan
sikap (berisi pendapat, ide, saran, atau tanggapan) (Kemp, 1977). Merill (1977: 37)
membedakan isi pelajaran menjadi empat jenis, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur.

Ketiga, partisipasi peserta didik. Partisipasi peserta didik sangat penting dalam proses
pembelajaran. Terdapat beberapa hal penting yang terkait dengan partisipasi peserta didik.

a. Latihan dan praktik seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi
tentang suatu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Agar materi tersebut benar-
benar terinternalisasi (relatif mantap dan menetap dalam diri mereka) maka
kegiatan selanjutnya adalah hendaknya peserta didik diberi kesempatan untuk
berlatih atau mempraktikkan pengetahuan, sikap, keterampilan tersebut;
b. Umpan balik. Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku tertentu sebagai
hasil belajarnya, maka pendidik memberikan umpan balik terhadap hasil belajar
tersebut. Melalui umpan balik yang diberikan oleh pendidik, peserta didik akan
segera mengetahui apakah jawaban yang merupakan kegiatan yang telah mereka
lakukan itu benar/salah, tepat/tidak tepat atau ada sesuatu yang perlu diperbaiki.
Keempat, tes. Ada dua jenis tes atau penilaian yang biasa dilakukan
oleh kebanyakan pendidik, yaitu pretest dan posttest (Al Muchtar, 2007: 2.8).
Secara umum tes digunakan oleh pendidik untuk mengetahui apakah tujuan
pembelajaran khusus telah tercapai atau belum dan apakah pengetahuan,
keterampilan dan sikap telah benar-benar dimiliki peserta didik atau belum.
Kelima, kegiatan lanjutan. Kegiatan lanjutan atau follow up, secara prinsip
ada hubungannya dengan hasil tes yang telah dilakukan. Karena kegiatan lanjutan
esensinya adalah untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik (Winaputra,
2001: 3.43). Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan hasil belajar peserta didik antara lain adalah sebagai berikut.
1. Memberikan tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah;
2. Menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta
didik;
3. Membaca materi pelajaran tertentu;
4. Memberikan motivasi dan bimbingan belajar.46

C. Prinsip- Prinsip Strategi Pembelajaran

Setiap strategi pembelajaran memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Tidak ada
strategi pembelajaran tertentu yang lebih baik dari strategi pembelajaran yang lain. Untuk itu,
pendidik harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. Menurut Sanjaya
( 2006: 129-131), terdapat empat prinsip umum yang harus diperhatikan pendidik dalam
penggunaan strategi pembelajaran, yaitu:

1. Berorientasi pada tujuan


Dalam sistem pembelajaran, tujuan merupakan komponen yang utama. Segala
aktivitas pendidik dan peserta didik, harus diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan, karena keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat dilihat dari keberhasilan
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
2. Aktivitas
Belajar bukan hanya menghafal sejumlah fakta atau informasi, tapi juga berbuat,
memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,

46
Ibid., hlm. 5-9.
strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas peserta didik, baik aktivitas
fisik, maupun aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
3. Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu peserta didik. Walaupun
pendidik mengajar pada sekelompok peserta didik, namun pada hakikatnya yang ingin
dicapai adalah perubahan perilaku setiap peserta didik. Pendidik yang berhasil adalah
apabila ia menangani 40 orang peserta didik seluruhnya berhasil mencapai tujuan dan
sebaliknya dikatakan pendidik yang tidak berhasil manakala dia menangani 40 orang
peserta didik 35 tidak berhasil mencapai tujuan pembelajaran.
4. Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi peserta
didik. Dengan demikian, mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif
saja, tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu,
strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh kepribadian peserta didik yang
mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik secara terintegrasi.
Keempat prinsip tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah No. 32 tahun 2013,
yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satu satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta
psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan:
a. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu.
b. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar.
c. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah.
d. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi.
e. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.
f. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi.
g. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
h. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills).
i. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat.
j. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani).
k. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat.
l. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja
adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas.
m. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran.
n. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik
(Permendikbud No. 65 Tahun 2013, 1-2). Sehubungan dengan prinsip tersebut,
dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran.47
D. Jenis- Jenis Strategi Pembelajaran
A. Strategi Pembelajaran Ekspositori
Menurut Sanjaya (2006: 177), strategi pembelajaran ekspositori adalah
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara
verbal dari seorang pendidik kepada sekolompok peserta didik dengan maksud agar
peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Strategi
pembelajaran ekspositori cenderung menekankan penyampaian informasi yang
bersumber dari buku teks, referensi atau pengalaman pribadi.

47
Ibid., hlm. 9-11
Menurut Romiszowski (1984: 56), strategi pembelajaran ekspositori
berlangsung melalui beberapa tahap sebagai berikut. Pertama, penyajian informasi.
Penyajian informasi ini dapat dilakukan dengan ceramah, latihan, atau demonstrasi.
Kedua, tes penguasaan dan penyajian ulang bila dipandang perlu. Ketiga,
memberikan kesempatan penerapan dalam bentuk contoh dan soal, dengan jumlah
dan tingkat kesulitan yang bertambah. Keempat, memberikan kesempatan
penerapan informasi baru dalam situasi dan masalah sebenarnya.
Dalam strategi pembelajaran ekspositori pendidik merupakan sumber data
yang penting dan sekaligus komponen penting dalam proses pembelajaran.
Pendidik mengatur program belajar dan pendidik juga yang menentukan buku-buku
dan materi-materi pembelajaran yang akan digunakan. Di samping itu, pendidik
juga berperan dalam membimbing peserta didik untuk memperoleh jawaban yang
benar sebagaimana yang dituntut dalam kurikulum. Pengarahan dan penjelasan
pendidik dalam strategi pembelajaran ekspositori harus jelas sehingga bisa
dipahami peserta didik. Pertanyaan dan penjelasan yang kurang jelas dapat
membingungkan dan menghambat belajar peserta didik (Jarolimek dan Foster,
1981: 113-114).
Tahapan pembelajaran dalam strategi pembelajaran ekspositori adalah
sebagai berikut; (1) pada tahap pendahuluan pendidik menyampaikan pokok-pokok
materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, peserta didik
mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting, (2) pada tahap
penyajian atas materi pendidik menyampaikan materi pembelajaran dengan
ceramah dan tanya jawab, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi untuk
memperjelas materi yang disajikan dan diakhiri dengan penyampaian latihan, (3)
pada tahap penutup pendidik melaksanakan evaluasi berupa tes dan kegiatan tindak
lanjut seperti penugasan dalam rangka perbaikan dan pemantapan atau pendalaman
materi (Al Rasyidin dan Nasution, 2015: 138-139).
B. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya,
2006: 194). Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi
pembelajaran heuristik, karena strategi pembelajaran inkuiri pada hakikatnya
merupakan bagian dari strategi pembelajaran heuristik. Strategi pembelajaran
heuristik terbagi dua, yaitu strategi diskoveri dan strategi inkuiri (Winataputra,
2001: 2.47).
Menurut Sanjaya (2006: 194-195), ada beberapa hal yang menjadi ciri
utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan
keaktifan peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya
strategi inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Dalam proses
pembelajaran peserta didik tidak hanya sebagai penerima materi pelajaran melalui
penjelasan pendidik secara verbal, tetapi juga mereka berupaya menemukan sendiri
inti dari materi pelajaran itu. Kedua, seluruh kegiatan yang dilakukan peserta didik
diarahkan untuk mencari dan menem ukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan, sehingga diharapkan kegiatan ini dapat menumbuhkan sikap
percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Oleh
karena itu, dalam strategi pembelajaran inkuiri peserta didik tak hanya dituntut
dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi peserta didik juga dituntut untuk
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Menurut Sanjaya (2006: 195-196), strategi pembelajaran inkuiri akan
efektif jika:
a. Pendidik mengharapkan peserta didik dapat menemukan sendiri
jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan
demikian dalam strategi inkuiri, penguasaan materi pelajaran bukan
tujuan utama pembelajaran akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah
proses belajarnya;
b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau
konsep yang sudah jadi akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu
pembuktian;
c. Jika pendidik akan mengajar pada sekolompok peserta didik yang rata-
rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inkuiri akan
kurang berhasil diterapkan kepada peserta didik yang kurang memiliki
kemampuan berpikir;
d. Jika jumlah peserta didik yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa
dikendalikan oleh pendidik;
e. Jika pendidik memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan
pendekatan yang berpusat pada peserta didik.
C. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM)
Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang difokuskan kepada proses penyelesaian
masalah/problema secara ilmiah. Problema tersebut bisa diambil dari buku teks
atau dari sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan
sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masyarakat. Ada tiga karakteristik penting dari SPBM. Pertama, SPBM merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pelaksanaan SPBM, peserta didik
tidak hanya sekadar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran, tetapi juga peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan
mengolah data, serta menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran difokuskan
untuk menyelesaikan masalah. Masalah harus ada dalam implementasi SPBM.
Sebab tanpa adanya masalah dalam SPBM, maka tidak mungkin ada proses
pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah
adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis (melalui tahapan-tahapan tertentu) dan emperis (didasarkan pada data
dan fakta yang jelas) (Sanjaya, 2006: 212).
Menurut Sanjaya (2006: 213), strategi pembelajaran dengan pemecahan
masalah dapat diterapkan:
a. Jika pendidik menginginkan agar peserta didik tidak hanya dapat
mengingat materi pelajaran tapi juga dapat memahaminya dengan baik;
b. Apabila pendidik bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional peserta didik, yaitu kemampuan menganalisis situasi,
menerapkan pengetahuannya dalam situasi baru, mengetahui adanya
perbedaan antara fakta dan pendapat;
c. Jika pendidik menginginkan kemampuan peserta didik dalam
memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual bagi peserta
didik;
d. Jika pendidik ingin agar peserta didik dapat lebih bertanggung jawab
dalam belajarnya;
e. Jika pendidik ingin agar peserta didik dapat memahami hubungan antara
teori dengan kenyataan dalam kehidupannya.
D. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang dalam implementasinya mengarahkan para peserta didik untuk
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan kelompok-kelompok yang
berhasil mencapai tujuan pembelajaran akan diberikan penghargaan. Kerjasama
yang dilakukan tersebut dalam rangka menguasai materi yang pada awalnya
disajikan oleh pendidik. Menurut Reinhartz dan Beach (1997: 158), strategi
pembelajaran kooperatif adalah strategi di mana para peserta didik bekerja dalam
kelompok-kelompok atau tim-tim untuk mempelajari konsep-konsep atau materi-
materi. Henson dan Eller (1999: 160) mendefinisikan strategi pembelajaran
kooperatif sebagai kerjasama yang dilakukan para peserta didik untuk mencapai
tujuan bersama.
Tujuan bersama tersebut diwujudkan dalam bentuk pemberian penghargaan
kepada kolompok-kelompok. Adanya pemberian penghargaan kepada kelompok-
kelompok ini, mendorong setiap anggota kelompok untuk saling membantu antara
satu dengan yang lain agar dapat menguasai materi dan mencapai tujuan bersama
(Clarizio, Craig, Mehrens, 1987: 316). Di samping itu, pemberian penghargaan
merupakan usaha untuk memberdayakan fungsi kelompok dengan cara
meningkatkan tanggungjawab individu. Setiap peserta didik bertanggung jawab
terhadap belajarnya dan ini memotivasi mereka untuk membantu kerja kelompok,
bekerja keras, dan menolong yang lain (Al Rasyidin dan Nasution, 2015: 153).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan pembelajaran di mana pesera
didik di dalam kelompok-kelompok kecil melakukan kerjasama untuk
mendiskusikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
E. Strategi Pembelajaran Afektif
Strategi pembelajaran afektif adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada pembentukan sikap yang positif pada diri peserta didik. Strategi
pembelajaran afektif pada umumnya menghadapkan peserta didik pada situasi yang
mengandung konflik atau situasi yang problematis. Melalui situasi ini diharapkan
peserta didik dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik
(Sanjaya, 2006: 277).
F. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Strategi pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju
dengan nama yang bervariasi. Di negara Belanda disebut dengan Realistics
Mathematics Education (RME), yang menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika harus dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Di
Amerika disebut dengan istilah Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
intinya membantu peserta didik untuk mengaitkan materi pelajaran dengan
kehidupan nyata yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 253). Menurut Sanjaya (2006: 253-254)
dari konsep strategi pembelajaran kontekstual tersebut di atas, ada tiga hal yang
harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan peserta
didik untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak
mengharapkan agar peserta didik hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses
mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar
peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi peserta didik materi itu akan
bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori peserta didik, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga,
CTL mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan peserta didik dapat memahami materi
yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
kontekstual adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan keaktifan
dan keterlibatan siswa untuk mencari dan menemukan materi yang harus dikuasai
dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga pada gilirannya siswa dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
G. Strategi Pembelajaran Aktif
1. Card Sort (Sortir Kartu), strategi ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa
digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta, tentang
objek atau mereview informasi. Gerakan fisik yang dominan dalam strategi ini
dapat membantu mendinamisir kelas yang jenuh dan bosan (Zaini, Munthe,
Aryani, 2007: 53).
2. The Power of Two (Kekuatan Dua Kepala), strategi pembelajaran ini digunakan
untuk mendorong pembelajaran kooperatif dan memperkuat arti penting serta
manfaat sinergi dua orang. Strategi ini mempunyai prinsip bahwa berpikir
berdua jauh lebih baik daripada berpikir sendiri (Zaini, Munthe, Aryani, 2007:
55).
3. Team Quiz (Kuis Kelompok), strategi ini dapat meningkatkan tanggung jawab
belajar peserta didik dalam suasana yang menyenangkan (Zaini, Munthe,
Aryani, 2007: 57).
4. Jigsaw, strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika
materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah
dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain (Zaini, Munthe, Aryani, 2007: 59).
5. Every One is a Teacher Here (Semua Bisa Jadi Pendidik), strategi ini sangat
tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara keseluruhan dan secara
individual. Strategi ini memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk
berperan sebagai pendidik bagi kawan-kawannya. Dengan strategi ini, peserta
didik yang selama ini tidak mau terlibat akan ikut serta dalam pembelajaran
secara aktif (Zaini, Munthe, Aryani, 2007: 63).
6. Snow Balling, strategi ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang
dihasilkan dari diskusi peserta didik secara bertingkat. Dimulai dari kelompok
kecil kemudian dilanjutkan dengan kelompok yang lebih besar sehingga pada
akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh
peserta didik secara berkelompok. Strategi ini akan berjalan dengan baik jika
materi yang dipelajari menuntut pemikiran yang mendalam atau yang menuntut
peserta didik untuk berpikir analisis bahkan mungkin sintesis (Zaini, Munthe,
Aryani, 2007: 61). Materi-materi yang bersifat faktual, yang jawabannya sudah
ada di dalam buku teks mungkin tidak tepat diajarkan dengan strategi ini.
7. Information Search (Mencari Informasi), strategi ini sama dengan ujian open
book. Secara berkelompok peserta didik mencari informasi (biasanya tercakup
dalam pelajaran) yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada
mereka (Zaini, Munthe, Aryani, 2007: 51).
8. Peer Lessons (Belajar dari Teman), strategi ini baik digunakan untuk
menggairahkan kemauan peserta didik untuk mengajarkan materi kepada
temannya. Jika selama ini ada pameo yang mengatakan bahwa metode belajar
yang paling baik adalah dengan mengajarkan kepada orang lain, maka strategi
ini akan sangat membantu peserta didik di dalam mengajarkan materi kepada
teman-teman sekelas (Zaini, Munthe, Aryani, 2007: 65)
9. Index Card Match (Mencari Pasangan), strategi ini cukup menyenangkan yang
digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun
demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan
catatan peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan
terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal
pengetahuan(Zaini, Munthe, Aryani, 2007: 69).
10. The Learning Cell (Sel Belajar), strategi ini merupakan salah satu sistem terbaik
untuk membantu pasangan peserta didik belajar dengan lebih efektif. Strategi
ini dikembangkan oleh Goldschmid. Strategi ini, menunjuk pada suatu bentuk
belajar kooperatif dalam bentuk berpasangan, dimana peserta didik bertanya
dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang
sama (Zaini, Munthe, Aryani, 2007: 89).
H. Strategi Pembelajaran Quantum
Strategi pembelajaran quantum dapat diartikan sebagai orkestrasi
bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar moment belajar.
Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan peserta didik. Interaksi-interaksi ini mengubah
kemampuan dan bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya yang akan bermanfaat
bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Strategi pembelajaran quantum
memberikan petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar efektif,
merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar
(DePorter, 2007: 3).
Strategi pembelajaran ini diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan
seperti Accelerated Learning, Multiple intelegence, Experential Learning, dan
Cooperative Learning. Sebagai sebuah strategi pembelajaran, Quantum Teaching
menawarkan suatu sintesis dari hal-hal seperti cara-cara baru untuk
memaksimalkan dampak usaha pendidikan melalui perkembangan hubungan,
penggubahan belajar, dan penyampaian kurikulum. Pendekatan ini dibangun
berdasarkan pengalaman delapan belas tahun dan penelitian terhadap 25.000
peserta didik dan sinergi dengan pendapat ratusan pendidik.48
E. Psikologi Pendidikan Untuk Strategi Pembelajaran
Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang belajar, pertumbuhan,
dan kematangan individu serta penerapan prinsip – prinsip ilmiah terhadap reaksi manusia.
Pendidikan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi proses mengajar dan belajar. Dapat
disimpulkan bahwa psikologi pendidikan merupakan disiplin ilmu psikologi yang
mempengaruhi proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan.
Dalam buku Pembaruan Mengajar, Mary Go Setiawan menjelaskan beberapa peran
psikologi pendidikan yang menyelidiki unsur kejiwaan cara belajar peserta didik.Berikut
ini adalah peran-peran nya:
3.1 Membentuk Kepribadian Pendidik dan Prestasi Belajar
Kepribadian pendidik memberikan pengaruh yang amat besar bagi sikap, karakter
maupun hidup belajar dari seorang peserta didik, sehingga seorang pendidik sebelum
mengajar maka ia perlu mengetahui kepribadiannya sendiri. Dan psikologi pendidikan
sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengkaji pengembangan semua potensi dan
kecakapan yang dimiliki peserta didik dalam interaksi antar individu dapat membantu
pendidik untuk mempunyai pemahaman yang baik tentang diri sendiri sehingga melalui
pemahaman terhadap diri sendiri seseorang dapat mengajar secara bijaksana.
3.2 Mengetahui Situasi
Memadai atau tidaknya situasi dalam lingkungan belajar dapat berpengaruh bagi
prestasi belajar, oleh karena itu psikologi pendidikan dapat menemukan permasalahan
dari berbagai masalah pendidikan dengan melihat pada kepribadian peserta didik yang
dipengaruhi situasinya.
3.3 Emosi
Mengetahui keadaan emosi seseorag sehingga dengan mengetahui emosi tersebut
seorang pendidik dapat memahami dan memperlakukakan seorang peserta didik
dengan bijaksana. Emosi adalah suatu keadaan jiwa yang dapat sangat berpengaruh
bagi keadaan belajar peserta didik. Jika keadaan emosinya stabil maka ia dapat belajar
dengan baik, begitu juga sebaliknya.

48
Ibid., hlm. 91-126
3.4 Membangkitkan Motivasi Belajar
Tujuan psikologi pendidikan yang paling penting adalah membangkitkan motivasi
belajar peserta didik. Psikologi pendidikan dengan pemahaman terhadap
karakteristik jiwa peserta didik akhirnya haruslah mampu membangkitkan motivasi
peserta didik untuk belajar. Dari hal ini maka tujuan psikologi pendidikan
merupakan alat bantu yang penting untuk dijadikan segala dasar untuk berpikir,
bertindak bagi pendidik, konselor dan juga tenaga kerja professional kependidikan
lainnya delam mengelola proses belajar-mengajar.49

49
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 121.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi pembelajaran adalah keseluruhan pola umum kegiatan pendidik
dan peserta didik dalam mewujudkan peristiwa pembelajaran yang efektif untuk
mencapai tujuan, secara efektif dan efisien terbentuk oleh paduan antara urutan
kegiatan, metode dan media pembelajaran yang digunakan, serta waktu yang digunakan
pendidik dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Komponen-komponen
strategi pembelajaran terdiri dari kegiatan pembelajaran pendahuluan, penyampaian
informasi, kegiatan partisipasi pendidik, kegiatan tes, dan kegiatan lanjutan.
Prinsip-prinsip strategi pembelajaran antara lain berorientasi pada tujuan,
aktivitas, individualis, dan integritas. Jenis-jenis strategi pembelajaran terdiri dari
strategi pembelajaran ekspositori, strategi pembelajaran inkuiri, strategi pembelajaran
berbasis masalah, strategi pembelajaran kooperatif, strategi pembelajaran afektif,
strategi pembelajaran kontekstual, strategi pembelajaran aktif, dan strategi
pembelajaran quantum. Psikologi pendidikan untuk strategi pembelajaran diantaranya
membentuk kepribadian pendidik dan prestasi belajar, mengetahui situasi, mengetahui
emosi, dan membangkitkan motivasi belajar.
Daftar Pustaka

Nasution,Wahyudin Nur. 2017. Strategi Pembelajaran, Medan: Perdana Publishing.

Sagala,Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.


MANAJEMEN KELAS BERBASIS ANALISIS PSIKOLOGI

Dosen Pengampu :

Dra. Hj. Arba’iyah YS., MA.

Disusun oleh:

Kelompok 2

GRECHITA LARASSERA (06010521008)

ZAKARIA PANJI SYAMUDRA (06020521070)

ZUNANTI WULANDARI (06010521027)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“ MANAJEMEN KELAS BERBASIS ANALISIS PSIKOLOGI ” ini hingga
tuntas dan dengan kemampuan kami secara mandiri.

Kami juga bereterima kasih sebanyaknya kepada dosen pembimbing mata


kuliah psikologi pendidikan ibu Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA yang telah membantu
kami dalam belajar pada mata kuliah ini , sehingga kami dapat memahami tentang
maksud dan tujuan dari belajar psikologi pendidikan.

Kami juga berharap bahwa dengan dibuatnya makalah ini, telah


menyelesaikan tugas yang diberikan beliau dalam rangka untuk menambah
pengetahuan kami tentang psikologi pendidikan . kami juga secara sadar paham
bila makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna ,
maka kami sangat berterima kasih bila pembaca dapat memberikan saran dan juga
kritik untuk bisa menambahi kekurangan dari makalah yang kami buat ini.

Surabaya, 14 Juni 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di indonesia perlu adanya upaya dari
pemerintah maupun dari tenaga pengajar itu sendiri. Dalam hal ini, menurut seorang
pengamat pendidikan bernama Novianty Elizabeth dan juga seorang dosen di
universitas jayabaya berkata “Oleh karena itu, untuk meyakinkan bahwa setiap guru
adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi
kerjanya, maka dilaksanakanlah penilaian kinerja guru”. Sebagai pengajar , diharapkan
menjadi seorang yang profesional dalam memberikan ilmu pada murid. Maka hal ini
dapat dimulai dari lingkungan pembelajara di sekolah, yakni seperti mengatur atau
manajemen kelas.
Manajemen kelas mengandung pengertian, yaitu proses pengelolaan kelas
untuk menciptakan suasana dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat belajar
secara efektif (Rachman, 1999:11). Manajemen kelas juga dapat diartikan sebagai
proses seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi
manajemen kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang diarahkan untuk
mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.Maka pada bab
ini, akan di jelaskan tentang pengertian lebih lanjut mengenai apa itu manajemen kelas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian manajemen kelas?
2. Apa tujuan manajemen kelas ?
3. Apa saja prinsip – prinsip manajemen kelas ?
4. Bagaimana Pendekatan dalam manajemen kelas berbasis analisis psikologi?
5. Apa Fungsi Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian manajemen kelas
2. Mengetahui tujuan manajemen kelas
3. Mengetahui prinsip-prinsip manajemen kelas
4. Mengetahui pendekatan dalam manajemen kelas
5. Mengetahui Fungsi Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikolog
BAB II
ISI

A. Pengertian Manajemen Kelas


Manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengurus, memimpin,
mencapai, dan memerintah. Manajemen berasal dari Bahasa Latin, yaitu mamus yang
bearti tangan.50 Manajemen merupakan kemampuan dan ketrampilan khusus yang
dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan
maupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan
organisasi secara produktif, efektif, dan efisien.
Sebagai pengelola pembelajaran , guru berperan dalam menciptakan iklim
belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman.3 Dalam proses
interaksi belajar mengajar, seorang guru harus bisa menyediakan iklim yang serasi.
Iklim belajar mengajar yang tidak sesuai adalah bila ada diantara tingkah laku anak
didik yang tidak terlibat dalam aktivitas belajar. Gejala ini akan terlihat bila anak didik
yang membuat keributan, mengantuk, mengganggu temannya yang sedang belajar,
keluar masuk kelas, dan sebagainya. 51
Guru yang profesional salah satu cirinya adalah guru yang mampu mengelola
kelas dengan baik. Penciptaan kelas yang nyaman merupakan kajian dari manajemen
kelas. Sebab manajemen kelas merupakan serangkaian perilaku guru dalam upayanya
menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan peserta didik untuk
belajar dengan baik. Dalam pengelolaan kelas harus dilaksanakan dengan prosedur
tertentu, yang mana prosedur ini merupakan langkah yang dilalui guru dalam kegiatan
belajar mengajar, paling tidak akan mengarahkan proses pengelolaan kelas yang lebih
terarah dan teratur.
B. Tujuan Manajemen Kelas
Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan
pendidikan. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi
bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan
bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin,

50
Imam Gunawan dan Djum Noor Benty, Manajemen Penddikan(Bandung: Alfabeta, 2017), 21.
51
Imam Wahyuni, Panduan Lengkap Uji Sertifikasi Guru (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), 27
perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa (Djamarah
dan Zain, 2010:178).52
Tujuan manajemen kelas adalah sebagai berikut (Wijaya dan Rusyan, 1994:114):
1. Agar pengajaran dapat dilakukan secara maksimal, sehingga tujuan pengajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien.
2. Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam
pelajarannya. Dengan Manajemen Kelas, guru mudah untuk melihat dan
mengamati setiap kemajuan/ perkembangan yang dicapai siswa, terutama siswa
yang tergolong lamban.
3. Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk
dibicarakan dikelas demi perbaikan pengajaran pada masa mendatang.

Sedangkan menurut Mudasir (2011:20), tujuan manajemen kelas atau pengelolaan


adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun
sebagai kelompok belajar.
2. Menghilangkan berbagai hambatan belajar yang dapat menghalangi terwujudnya
kegiatan belajar.
3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual siswa di kelas.
4. Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi dan
budaya serta sifat individual.
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas
Dalam manajemen kelas terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan sebagai
prasyarat menciptakan satu model pembelajaran yang efektif dan efisien, yaitu
(Muhaimin,2002:137-144):
1. Prinsip Kesiapan (Readiness)
Kesiapan belajar ialah kematangan dan pertumbuhan fisik, psikis, inteligensi,
latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-
faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)

52
Riadi, Muchlisin. (2017). Pengertian, Tujuan dan Prinsip Manajemen Kelas. Diakses pada 15/6/2022, dari
https://www.kajianpustaka.com/2017/11/pengertian-tujuan-dan-prinsip-manajemen-kelas.html
Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya motivasi pada peserta didik maka
akan bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa
ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar, berusaha keras dan
memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut serta terus
bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
3. Prinsip Perhatian
Perhatian merupakan suatu strategi kognitif yang mencakup empat
keterampilan yaitu berorientasi pada suatu masalah, meninjau sepintas isi masalah,
memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan dan mengabaikan stimuli yang
tidak relevan. Dalam proses pembelajaran perhatian merupakan faktor yang besar
pengaruhnya.
4. Prinsip Persepsi
Prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam menggunakan persepsi adalah (a)
makin baik persepsi mengenai sesuatu makin mudah peserta didik belajar
mengingat sesuatu tersebut. (b) dalam pembelajaran perlu dihindari persepsi yang
salah karena hal ini akan memberikan pengertian yang salah pula pada peserta didik
tentang apa yang dipelajari (c) dalam pembelajaran perlu diupayakan berbagai
sumber belajar yang dapat mendekati benda sesungguhnya sehingga peserta didik
memperoleh persepsi yang lebih akurat.
5. Prinsip Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu. Dengan retensi membuat apa yang dipelajari dapat bertahan
atau tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali jika
diperlukan. Karena itu, retensi sangat menentukan hasil yang diperoleh peserta
didik dalam proses pembelajaran.
6. Prinsip Transfer
Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat
memengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian,
transfer berarti pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari dengan pengetahuan
yang baru dipelajari. Pengetahuan atau keterampilan yang diajarkan di sekolah
selalu diasumsikan atau diharapkan dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang
dialami dalam kehidupan atau dalam pekerjaan yang akan dihadapi kelak.
D. Pendekatan Dalam Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi
Keharmonisan guru dan anak didik dan tingginya kerjasama antara siswa
tersimpul dalam bentuk interaksi. 53 Dibawah ini ada beberapa pendekatan yang dapat
dijadikan sebagai alternatif pertimbangan dalam upaya menciptakan disiplin kelas yang
efektif, antara lain sebagai berikut :
1. PENDEKATAN OTORITER
Pendekatan otoriter adalah suatu pendekatan pengendalian perilaku peserta
didik oleh guru. Tujuan guru yang utama adalah mengendalikan perilaku peserta
didik karena gurulah paling mengetahui dan berurusan dengan peserta didik. Tugas
ini sering dilakukan guru dengan menciptakan dan menjalankan peraturan dan
hukuman.
Bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisiplinan kelas,
maka perlu adanya pendekatan:
a. Perintah dan Larangan
Baik perintah maupun larangan dapat diterapkan atas dasar generalisasi
masalah-masalah pengelolaan kelas tertentu. Seorang guru yang melaksanakan
perintah dan larangan bersikap reaktif, namun jangkauannya hanya terbatas pada
masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, sehingga kemungkinan
timbulnya masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi
secara tepat.
b. Penekanan dan Penguasaan
Pendekatan penekanan dan penguasaan ini banyak mementingkan pada diri
guru, banyak memerintah, mengomel dan memarahi. Bila dalam menghadapi
masalah pengelolaan kelas menggunakan pendekatan penguasaan dan penekanan,
maka memungkinkan siswa untuk diam, tertib karena takut dan tertekan hatinya.
Meskipun demikian, namun pendekatan ini kurang tepat karena kurang toleransi,
dan kurang bijaksana.
c. Penghukuman dan Pengancaman
Pendekatan penghukuman muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku antara
lain penghukuman dengan kekerasan, dengan larangan bahkan pengusiran,
menghardik atau menghentak dengan kata-kata yang kasar, mencemooh
menertawakan atau menghukum seseorang di depan siswa lain, memaksa siswa
untuk meminta maaf, memaksa dengan tuntutan tertentu, atau bahkan dengan

53
Rusdiana,Pengelolaan Pendidikan,Pustaka Setia,Bandung,2015,hlm.171
ancaman-ancaman. Pendekatan semacam ini termasuk penanganan yang kurang
tepat, karena bersifat otoriter kurang manusiawi.
Pendekatan otoriter menawarkan lima strategi yang dapat diterapkan dalam
memanajemeni kelas, yaitu:
a. Menciptakan dan Menegakkan Peraturan
Kegiatan yang dilakukan guru yaitu menggariskan pembatasan-
pembatasan dengan memberitahukan kepada siswa tentang apa yang diharapkan
dan mengapa hal tersebut diperlukan. Dengan demikian, maksud peraturan ini
adalah menuntun dan membatasi perilaku siswa.
b. Memberikan Perintah, Pengarahan, dan Pesan
Merupakan strategi guru dalam mengendalikan perilaku peserta didik
agar peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan guru.
c. Menggunakan Teguran Ramah
Merupakan strategi memanajemeni kelas yang digunakan guru
memarahi peserta didik yang berperilaku tidak sesuai, yang melanggar
peraturan dengan cara lemah lembut. Strategi yang digunakan yaitu dengan cara
menegur siswa yang berperilaku tidak sesuai dan yang melanggar peraturan
dengan cara lemah lembut. Teguran ini dapat dilakukan secara verbal maupun
nonverbal dengan maksud untuk memberitahukan bukan menuduh.
d. Menggunakan Pengendalian dengan Mendekati
Guru bergerak mendekati siswa yang berperilaku menyimpang atau
cenderung menyimpang. Tujuannya adalah untuk mencegah berkembangnya
situasi yang mengacaukan.
e. Menggunakan Pemisahan dan Pengucilan
adalah strategi guru dalam merespon perilaku menyimpang peserta didik yang
tingkat penyimpangannya cukup berat.
Kelebihan dari Pendekatan Otoriter adalah :
• terciptanya suatu disiplin tinggi dalam bentuk peraturan atau
norma-norma yang harus ditaati sehingga terciptanya suatu
ketertiban di kelas.
• Pemeliharaan tata tertib dan menjaga atau mengawasi peraturan-
peraturan di dalam kelas dipatuhi oleh siswa.
• Siswa harus mematuhi dan mengikuti peraturan-peraturan kelas
yang telah ditetapkan baik oleh sekolah maupun oleh kelas.
Kekurangan dari pendekatan Otoriter adalah :
• Umumnya guru yang menganut pendekatan otoriter
menganggap apa yang ia katakan atau ajarkan adalah benar.
• Siswa kurang diberi kesempatan untuk mengemukakan dan
mengembangkan ide atau buah pikirannya.
• Siswa dikekang didalam mengembangkan sifat dan potensi
kreatif, kritis, dinamis dan potensi yang tersedia di dalam diri
siswa.
2. PENDEKATAN INTIMIDASI
Pendekatan intimidasi adalah pendekatan yang memandang manajemen kelas
sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik. Peranan guru adalah memaksa
peserta didik berperilaku sesuai dengan perintah guru. Bentuk-bentuk intimidasi itu
seperti hukuman yang kasar, ejekan, hinaan, paksaan, ancaman, serta menyalahkan.
Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan menggunakan
teguran keras. Teguran keras adalah perintah verbal yang diberikan pada situasi
tertentu dengan maksud untuk segera menghentikan perilaku peserta didik yang
menyimpang.
a. Kelebihan Pendekatan Intimidasi
• Pendekatan intimidasi berguna dalam situasi tertentu dengan
menggunakan teguran keras.
• Perlakuan yang menggunakan pendekatan ini akan menjadikan siswa
tidak mengulangi perbuatannya lagi (siswa akan merasa jera) dan
sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik.
b. Kekurangan Pendekatan Intimidasi
• Penggunaan pendekatan ini hanya bersifat pemecahan masalah secara
sementara dan hanya menangani gejala-gejala masalahnya, bukan
masalahnya itu sendiri.
• Kelemahan lain yang timbul dari penerapan pendekatan ini adalah
tumbuhnya sikap bermusuhan dan hancurnya hubungan antara guru dan
peserta didik.
• Siswa merasa dikucilkan dan takut terhadap guru, pendekatan ini tidak
berlaku untuk situasi kelas yang ricuh atau ramai keseluruhan karena
bersifat individu
3. PENDEKATAN PERMISIF
Pendekatan permisif merupakan Pendekatan yang menekankan perlunya
memaksimalkan kebebasan siswa. Tema sentral dari pendekatan ini adalah: apa,
kapan, dan dimana juga guru hendaknya membiarkan peserta didik bertindak bebas
sesuai dengan yang diinginkannya. Peran guru dalam meningkatkan kebebasan
peserta didik, sebab dengan itu akan membantu pertumbuhan secara wajar.
Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksanaan pengelolaan kelas ini banyak
menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar, yaitu:
a. Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasa bodohan merupakan tindakan
yang bersifat permisif.
Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang disadari oleh
pembelajar diantaranya:
• Meremehkan sesuatu kejadian,atau tidak melakukan apa-apa sama
sekali,
• Memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan,
• Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur
yang sebenarnya,
• Menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain,
• Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota.
b. Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan.
Pengajar memandang pembelajar telah mampu memikirkan sesuatu dengan
prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”,
demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang
menguntungkan lagi kalau selama pembelajar bekerja sendiri, pengajar juga
aktif mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan
atau disusun.

Kelebihan Pendekatan Permisif


Siswa diberi kebebasan di dalam suatu proses agar mereka dapat
mengembangkan setiap potensi yang ada dalam dirinya.
Kelemahan Pendekatan Permisif
Kurang menguntungkan dan tanpa kontrol yang memandang ringan
terhadap gejala-gejala yang muncul seperti: mengalihkan, membiarkan dan
memberi kebebasan terhadap peserta didik. Pihak pengajar dan pembelajar
tampak bebas, kurang memikat.
4. PENDEKATAN BUKU MASAK
Pendekatan buku masak adalah pendekatan yang berbentuk rekomendasi yang
berisi daftar hal-hal yang harus dilakukan atau yang tidak harus dilakukan oleh
seorang guru apabila menghadapi berbagai tipe masalah manajemen kelas. Daftar
tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan ini biasanya
dapat ditemukan dalam artikel. Karena daftar ini sering merupakan resep yang cepat
dan mudah, pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan “buku masak”.
Berikut ini contoh khas jenis pernyataan yang dapat dijumpai dalam daftar
“buku masak” :
a. Selalu menegur siswa secara empat mata,
b. Jangan sekali-kali meninggikan suara pada saat memperingati siswa,
c. Tegas dan bertindak adil sewaktu berurusan dengan siswa,
d. Jangan pandang bulu dalam memberikan penghargaan,
e. Senantiasalah meyakinkan diri lebih dahulu akan kesalahan siswa
sebelum menjatuhkan hukuman,
f. Selalulah meyakinkan diri bahwa siswa mengetahui semua peraturan
yang ada,
g. Tetaplah konsekuen dalam menegakkan peraturan.
Kelemahan Pendekatan Buku Masak
• Pendekatan buku masak tidak dijabarkan atas dasar konsep yang
jelas, sehingga tidak ditemukan prinsip-prinsip yang
memungkinkan guru menerapkan secara umum pada masalah-
masalah lain.
• pendekatan buku masak adalah apabila resep tertentu gagal
mencapai tujuan, guru tidak dapat memilih alternatif lain, karena
pendekatan ini bersifat mutlak. Guru yang bekerja dengan
kerangka acuan buku masak akan merugikan diri sendiri dan
tidak mungkin menjadi manajer kelas yang efektif.
Kelebihan Pendekatan Buku Masak

• Karena memiliki daftar tentang apa yang harus dilakukan


dan apa yang tidak harus dilakukan.
• Menumbuhkan sikap reaktif pada diri guru dalam
memanajemen kelas. Dengan kata lain guru biasanya
memberikan reaksi terhadap masalah tertentu dan sering
menggunakannya dalam jangka pendek.
5. PENDEKATAN INSTRUKSIONAL
Pendekatan yang mendasarkan kepada pendirian bahwa pengajaran yang
dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebagian
besar masalah manajemen kelas. Manajemen kelas melalui pendekatan ini mengacu
pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dengan demikian peranan guru adalah
merencanakan dengan teliti pelajaran yang baik, kegiatan belajar yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan instruksional dalam manajemen kelas memandang perilaku
instruksional guru agar mempunyai potensi untuk mencapai tujuan utama
manajemen kelas, yaitu mencegah timbulnya masalah manajerial dan memecahkan
masalah manajerial kelas. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan
strategi manajemen kelas dalam pendekatan ini antara lain:
a. Menyampaikan kurikulum dan pelajaran dengan cara yang menarik, relevan,
dan sesuai secara empiris dianggap sebagai penangkal perilaku menyimpang
siswa di dalam kelas
b. Menerapkan kegiatan yang efektif adalah kemampuan guru mengatur arus dan
tempo kegiatan kelas oleh banyak orang sehingga mencegah siswa melalaikan
tugasnya.
c. Menyiapkan kegiatan rutin kelas adalah kegiatan sehari-hari yang perlu
dipahami dan dilakukan siswa.
d. Memberikan pengarahan yang jelas adalah kegiatan mengkomunikasikan
harapan-harapan yang diinginkan guru.
e. Memberikan dorongan yang bermakna adalah suatu proses usaha guru dalam
menunjukkan minat yang sungguh-sungguh terhadap perilaku siswa yang
menunjukkan tanda-tanda kebosanan dan keresahan.
f. Memberikan bantuan mengatasi rintangan adalah bentuk pertolongan yang
diberikan oleh guru untuk membantu siswa menghadapi persoalan yang
mematahkan semangat, pada saat mereka benar-benar memerlukannya.
g. Merencanakan perubahan lingkungan adalah proses mempersiapkan kelas atau
lingkungan dalam menghadapi perubahan-perubahan situasi.
h. Mengatur kembali struktur situasi adalah strategi manajerial kelas dalam
memulai suatu kegiatan atau mengerjakan tugas dengan cara yang berbeda.

Kelemahan Pendekatan Instruksional


Anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan
mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik dan memecahkan
masalah itu bila tidak bisa dicegah, namun masing – masing peserta didik
memiliki permasalahan yang berbeda.
Kelebihan Pendekatan Instruksional
• Mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik
yang kurang baik.
• Mempunyai potensi mencapai dua tujuan utama manajemen kelas.
Tujuan itu adalah : Mencegah timbulnya masalah manajerial dan
Memecahkan masalah manajerial kelas54
E. Fungsi Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi
Fungsi manajemen adalah sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengebangkan
diri se-optimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi potensi peserta didik
yang lainnya. Agar fungsi manajemen peserta didik dapat tercapai, ada beberapa fungsi
manajemen kelas tersebut sebagai berikut:
1. Memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan
hubungannya dengan pengajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu.
2. Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pengajarannya
terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
3. Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pengajaran yang diberikan dan
prosedur yang digunakan.
4. Membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan murid,minat-minat
murid, dan mendorong motivasi belajar.

54
N., Lazim. 2011.Manajemen Kelas. Pekanbaru : Cendikia Insani.
5. Mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar dengan adanya
organisasi kurikulum yang lebih baik, metode yang tepat dan menghemat waktu.
6. Murid-murid akan menghormati guru yang dengan sungguh-sungguh
mempersiapkan diri untuk mengajar sesuai dengan harapan-harapan mereka.
7. Memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk memajukan pribadinya dan
perkembangan profesionalnya.
8. Membantu guru memiliki perasaan percaya pada diri sendiri dan menjamin atas
diri sendiri.
9. Membantu guru memelihara kegairahan mengajar dan senantiasa memberikan
bahan-bahan yang up to date kepada murid.55

55
Oemar Hamalik, proses belajar mengajar,Bumi Aksara,bandung,2001), hlm. 135-136
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi Pengertian dari manajemen kelas berbasis psikologi itu sendiri adalah
proses pengelolaan kelas untuk menciptakan suasana dan kondisi kelas yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif . yang mana memiliki tujuan untuk
penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan
sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas.
lalu fungsi nya sendiri adalah untuk wahana bagi peserta didik untuk
mengebangkan diri se-optimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi
potensi peserta didik yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Imam Gunawan dan Djum Noor Benty, Manajemen Penddikan(Bandung: Alfabeta,


2017), 21.

Imam Wahyuni, Panduan Lengkap Uji Sertifikasi Guru (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2012), 27

Riadi, Muchlisin. (2017). Pengertian, Tujuan dan Prinsip Manajemen Kelas. Diakses
pada 15/6/2022, dari https://www.kajianpustaka.com/2017/11/pengertian-tujuan-dan-prinsip-
manajemen-kelas.html

Rusdiana,Pengelolaan Pendidikan,Pustaka Setia,Bandung,2015,hlm.171

N., Lazim. 2011.Manajemen Kelas. Pekanbaru : Cendikia Insani.

Oemar Hamalik, proses belajar mengajar,Bumi Aksara,bandung,2001), hlm. 135-136


Educational Psychology

“Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Educational Psychology

Dosen Pengampu:

Dra. Arbaiyah, YS. MA

Disusun Oleh

Kelompok 4 kelas C

1. Ahmad Ghozi Al-Faiz (06020521072)

2. Fahrani Nandita Putri (06040521087)

3. Fitria Tahta Alfina (06040521089)

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat-Nya
kami dapat menyusun makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Educational Psychology
tentang “Manajemen Kelas Berbasis Analisis Psikologi” secara singkat dan jelas.

Makalah ini kami susun berdasarkan konsep dan materi yang kami ambil dari beberapa
sumber. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Arbaiyah, YS. MA. Selaku dosen
mata kuliah Eeducatoinal Psychology serta teman saya yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Kami menyadari baha makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran, guna menyempurnakannya di kemudian hari. Semoga makalah
ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita semua, Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 09 Juni 2022


BAB I
PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk: meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran, dan meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU no 20 tahun 2003 pasal
3). Oleh karena itu, guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan.

Mengingat peran guru yang sangat strategis dalam pembangunan pendidikan, maka
seorang guru harus dipersiapkan secara matang. Persiapan tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan mulai dari saat belajar di perguruan tinggi, pendidikan profesi guru,
sampai menjadi guru yang ditugaskan di satuan Pendidikan. Sejalan dengan peran guru yang
sangat strategis tersebut, sangat penting bagi setiap guru, khususnya guru pemula untuk selalu
belajar bagaimana mengelola kelas yang baik, efektif, dan efisien sejak dini baik oleh diri
sendiri secara internal maupun oleh pihak instansi pendidikan maupun pihak pemerintah secara
eksternal agar seorang guru dapat memahami dan merealisasikan teori teori yang telah
diterima dengan baik, sehingga dapat menunjang terciptanya syarat penguasaan
kompetensi guru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah tercantum dalam
tujuan pendidikan nasional.

Kelas yang baik adalah kelas yang dikelolah secara efektif. Rombongan belajar yang baik
merupakan kelompok yang mampu menunjukan capaian umum hasil belajar yang memuaskan,
baik pada ujian sekolah maupun pada ujian akhir. Hasil belajar yang baik tersebut tercermin
dari rata rata capaian siswa secara individual, dan kemampuannya bersaing melanjutkan studi
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja. Dengan demikian,
mahasiswa calon guru semestinya dapat memahami tentang manajemen kelas mulai dari
sejarah manajemen kelas, manajemen kelas dan guru pemula serta kelas sebagai kelompok
efektif sebagai bekal ketika berada di sekolah nantinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Manajemen kelas?
2. Apa saja aspek manajemen kelas?
3. Bagaimana upaya dalam mengimplementasikan manajemen kelas?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui pengertian manajemen kelas
2. Mengetahui apa saja aspek manajemen kelas
3. Mengetahui upaya dalam mengimplementasi manajemen kelas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen Kelas
Yang dimaksud dengan manajemen, menurut bahasa, berasal dari bahasa
Inggris, management berasal dari kata to manage yang artinya mengatur atau
mengelola. Manajemen merupakan kemampuan dan ketrampilan khusus yang dimiliki
oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi
secara produktif , efektif dan efisien.
Sebelum membahas tentang manajemen kelas, terlebih dahulu kita mengetahui
pengertian daripada kelas. Arikunto menjelaskan pengertian kelas sebagai sekelompok
siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.
Dan yang dimaksud dengan kelas, bukan hanya kelas yang merupakan ruangan yang
dibatasi dinding tempat para siswa berkumpul bersama untuk mempelajari segala yang
disajikan oleh pengajar, tetapi lebih dari itu kelas merupakan suatu unit kecil siswa yang
berinteraksi dengan guru dalam proses pembelajaran dengan beragam keunikan yang
dimiliki.2 Sedangkan kelas menurut pengertian umum dapat dibedakan atas dua
pandangan, yaitu pandangan dari segi fisik, dan pandangan dari segi siswa.
Manajemen kelas adalah ketentuan dan prosedur yang diperlukan guna
menciptakan dan memelihara lingkungan tempat terjadi kegiatan belajar dan mengajar.
Manajemen kelas juga dapat diartikan sebagai perangkat perilaku dan kegiatan guru
yang diarahkan untuk menarik perilaku siswa yang wajar, pantas, dan layak serta usaha
dalam meminimalkan gangguan. Mana56jemen Kelas merupakan usaha guru untuk
menata dan mengatur tata-laksana kelas diawali dari perencanaan kurikulum, penataan
prosedur dan sumber belajar, pengaturan lingkungan kelas, memantau kemajuan siswa,
dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul di kelas.

Berikut ini beberapa pengertian manajemen kelas dari beberapa sumber:


1. Menurut Nawawi (1982:115), manajemen kelas adalah kemampuan guru atau wali kelas
dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya

56
Sulistyorini,Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Teras, 2009), hlm 90
2 Arikunto dalam Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya:eLKAF,2006)hlm 65
pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah,
sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk
melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan
murid.
2. Menurut Arikunto (1992:67), manajemen kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung-jawab kegiatan belajar-mengajar atau yang membantu dengan maksud agar
dicapainya kondisi yang optimal, sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang
diharapkan.
3. Menurut Sulistiyirini (2006:66), manajemen kelas adalah proses atau upaya yang
dilakukan oleh seseorang guru secara sistematis untuk menciptakan dan mewujudkan
kondisi kelas yang dinamis dan kondusif dalam rangka menciptakan pembelajaran yang
efektif dan efisien.

2.2 Aspek Aspek Manajemen Kelas

Menurut Oemar Malik ada 7 aspek yaitu:

a. Aspek tujuan instruksional


b. Aspek materi pelajaran
c. Aspek metode dan strategi pembelajaran
d. Aspek ketenagaan, meliputi aspek siswa, waktu, tempat, perlengkapan
e. Aspek media instruksional
f. Aspek penilaian
g. Aspek penunjang fasilitas

Menurut Lois V.Johnson dan May Bany mengemukakan aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kelas :

a. Sifat sifat kelas


b. Kekuatan pendorong kekuatan kelas.
c. Memahami situasi kelas.
d. Mendiagnosis situasi kelas.
e. Bertindak selektif.
f. Bertindak kreatif.
2.3 Upaya Dalam Mengimplementasi Manajemen Kelas
Kemampuan mengelola pembelajaran, perencanaan dan pandangan luas mengenai kelas
merupakan cara seorang tenaga pendidik untuk mengimplementasikan manajemen kelas yang
efektif dan efisien. Disamping itu meningkatkan sikap peduli, disiplin mengajar, keteladanan,
dan hubungan manusiawi perlu ditumbuh kembangkan oleh tenaga pendidik sebagai wujud
iklim kerja yang kondusif. 10 Keberhasilan pengajaran merupakan titik awal dari kemampuan
mengelola proses belajar mengajar yang baik sehingga tercipta situasi anak untuk belajar.

11 Tugas dan peran guru dalam implementasi pengelolaan proses belajar mengajar menurut
Syaiful Bahri Djamarah, dalam jurnal Alfian Erwinsyah, ia mengatakan bahwa tugas dan peran
guru dalam implementasi pengelolaan proses belajar mengajar adalah:

a. Perencanaan, merupakan proses menetapkan apa yang akan dilakukan, kemudian


membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja serta mengembangkan alternatif
tindakan.
b. Pengorganisasian, menyediakan fasilitas, mengelompokkan kelompok, membentuk
struktur wewenang serta mekanisme koordinasi yang efisien dalam melaksanakan
rencana kerja.
c. Pengarahan, menyusun kerangka waktu dan biaya, serta menampilkan pelaksanaan
rencana untuk mengeluarkan instruksi yang spesifik
d. Pengawasan, merupakan kegiatan mengevaluasi dan melaporkan penyimpangan serta
merumuskan kemudian menyususn standar dan sasaran tindakan koreksi.
a) Ukuran Kelas Class Size
maksudnya adalah hasil perbandingan antara jumlah kelas dengan jumlah
peserta didik di suatu daerah.57
b) Ukuran Kelas Ideal
Ukuran kelas ideal merupakan jumlah peserta didik di dalam kelas yang secara
teoritik 30 sampai 35 orang. Sedangkan kebijaksanaan pemerintah mengenai
ukuran kelas khususnya disekolah dasar kita adalah 40-45 orang peserta didik.
c) Rata – Rata Ukuran Kelas

57
Ibid., h. 58
Suharsismi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h.58-
Yang dimaksud dengan rata-rata ukuran kelas (average size of class) adalah
rata-rata peserta didik dalam kelas disuatu sekolah.
d) Rasio Murid dengan Guru
Yang dimaksud dengan rasio murid (pupil teacher ratio) adalah perbandingan
antara banyaknya peserta didik dengan guru per full timer.
e) Daya Tampung Kelas dan Sekolah
Daya tamping kelas berdasarkan ukuran ruang disarankan 1,2 meter per orang
atau peserta didik. Daya tampung sekolah berdasarkan jumlah bangku dapat
dibedakan antara
yang single shift dan double shift.
f) Kelas Yang Efektif
Yang dimaksud dengan efektive class adalah suatu ukuran kelas yang efektif.
Semakin kecil ukuran kelas maka akan semakin efektif. Karena ukuran kelas
yang besar memiliki beberapa kerugian diantaranya:
1) Metode ceramah tanpa partisipasi dari kelompok dan individu
cenderung diberikan, dan hanya terjadi komunikasi lisan,
2) Pengajaran tersendat karena kurikulum yang juga tersendatsendat
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa
proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabug dalam organisasi
pendidikan yang dilakukan dengan usaha bersama secara efektif dan efisien., untuk
mendayagunakan semua sumber dan potensi yang ada demi tercapainya tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan sebelumnya.

Manajemen kelas dapat mempengaruhi tingkat kualitas pembelajaran di kelas karena


manajemen kelas benar-benar akan mengelola susasana kelas menjadi sebaik mungkin agar
siswa menjadi nyaman dan senang selama mengikuti proses belajar mengajar.
Keterampilan pengelolaan kelas perlu dimiliki guru, karena hal ini akan membantu dalam
pencapaian tujuan pembelajaran sendiri. Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan
oleh guru yang ditunjukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan
berlangsungnya proses pembelajaran yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Hasri, Salfen. 2009. Sekolah Efektif dan Guru Efektif. Yogyakarta: Aditya Media Printing
and Publising.

Nawawi, Hadari. 1982. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga
Pendidikan. Jakarta : Gunung Agung.

Arikunto, Suharsimi. 1992. Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif.
Jakarta: Rajawali Pers.

Mustakim, Zaenal. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta : Matagraf


Yogyakarta. Yusuf, Musfirotun. 2008. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta : Gama
Media Yogyakarta.
“MOTIVASI BELAJAR”

MAKALAH MATA KULIAH “EDUCATIONAL PSHYCHOLOGY”

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Sabrina Ayu (06010521022)

Muhammad Miikaa-iil Putra P. (06020521052)

Luluk Masluhatil Hasania (06030521074)

Dosen Pengampu :
Dr. Arbaiyah YS, MA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur selalu kita panjatkan ke kehadirat Allah SWT sebagai Rabbul ‘Aalamiin,
Tuhan seluruh alam. Atasan limpahan rahmat dan hidayah-nya, kami dapat menyelesaikan dan
merampungkan makalah kami yang berjudul “Motivasi Belajar”, yang mana dapat kami rampungkan
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Shalawat serta salam semoga selalu tetap tercurahkan
kepada junjungan kita, nabi besar Nabiyullah Muhammad SAW sebagai Khaatamunnabiyyiin. Dan
semoga, kelak kita semua mendapatkan syafa’at dari beliau pada yaumul qiyamah esok.

Makalah dengan judul “Motivasi Belajar” ini telah kami susun berdasarkan dari sumber-
sumber yang terpercaya. Kami berusaha untuk selalu mengutip penjelasan yang kami sampaikan
melalui makalah sederhana ini dengan mencantumkan referensi-referensi berdasarkan dari buku atau
jurnal yang sudah direkomendasikan untuk para mahasiswa sebagai sumber literasi.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan selanjutnya. Selain itu kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan semangat untuk kami dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan mendapatkan nilai yang baik.
Amin Ya Rabbal Alamin.

Surabaya, 16 Juni 2022

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri siswa maupun
dari luar siswa, sehingga menimbulkan hasrat, keinginan, semangat dan kegairahan dalam
kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar merupakan sebuah dorongan
yang muncul secara sadar maupun tidak sadar dalam diri siswa pada saat kegiatan belajar secara
terus menerus untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai sehingga terjadi perubahan tingkah
laku. Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling berkaitan. Motivasi belajar merupakan
hal yang pokok dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga tanpa motivasi seseorang tidak
akan melakukan kegiatan pembelajaran.

B. RUMUSAN MASALAH

Penulis mengidentifikasi beberapa rumusan berdasarkan judul sebagai berikut :


1. Apa pengertian motivasi belajar ?
2. Apa fungsi motivasi dalam pembelajaran?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar?
4. Apa yang dimaksud teori motivasi?
5. Apa itu metode self-regulated learning?
6. Bagaimana cara seorang guru meningkatkan motivasi belajar?

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :

1. Mengetahui definisi dari motivasi belajar.


2. Mengetahui fungsi motivasi dalam pembelajaran.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi belajar.
4. Memahami teori motivasi.
5. Memahami metode self-regulated learning.
6. Mengetahui cara seorang guru meningkatkan motivasi belajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Motivasi berasal dari
bahasa Latin, movere atau dalam bahasa Inggris move yang berarti bergerak. Walgito
menyebutkan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu yang mendorong perilaku
kearah tujuan.58 Hal yang mendorong motivasi seorang individu adalah motif. Motif dapat
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri suatu individu atau subjek yang
mendorong untuk melakukan sesuatu (driving force). Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling
berkaitan dan dapat dipengaruhi oleh faktor lain, baik faktor eksternal yang bersumber dari
luar diri seseorang, maupun faktor internal yang bersumber dari dalam diri seseorang.

Para ahli mengemukakan dua tipe motivasi yang umum dikenal yaitu motivasi instrinsik
dan motivasi ekstrinsik.59 Yaitu :

1. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik ialah suatu keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu disebabkan
faktor dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang (keinginan atau hasrat diri sendiri)
tanpa adanya pengaruh orang lain karena adanya hasrat untuk mewujudkan tujuan tertentu.

2. Motivasi Ekstrintrik

Motivasi ekstrinsik ialah suatu keinginan seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu
yang disebabkan oleh faktor dorongan dari luar diri seseorang untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang menguntungkan dirinya.

Sedangkan, pengertian belajar adalah berusaha (berlatih dan sebagainya) dengan tujuan
mendapat suatu kemampuan atau kepandaian.60 Hal-hal tersebut dapat dicapai melalui proses

58
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: ANDI, 2004, h. 220
59
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran berbasis Kompetensi, Jakarta : Gaung Persada, 2007, h. 85
60
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta:Balai Pustaka, 2007), hlm.121,
atau upaya yang dilakukan setiap individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, baik
dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai positif sebagai suatu pengalaman dari
berbagai materi yang telah dipelajari. Dari beberapa informasi diatas dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar adalah suatu dorongan yang timbul karena suatu faktor baik dari dalam
maupun luar diri seorang siswa untuk melakukan kegiatan dan aktifitas pembelajaran sehingga
tujuan yang dikehendaki dapat tercapai.

B. Fungsi Motivasi Dalam Pembelajaran

Motivasi dirumuskan sebagai dorongan bagi siswa baik dari dalam maupun dari luar siswa,
untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tersebut sangat
berhubungan dengan proses pembelajaran. Motivasi siswa dapat digambarkan sebagai bahan
bakar mesin penggerak, tanpa adanya bahan bakar maka mesin tidak akan berfungsi bergerak
dengan baik. Motivasi belajar yang baik akan mendorong siswa aktif dalam pembelajaran
didalam kelas.

Motivasi itu sendiri adalah sesuatu yang kompleks. Motivasi dapat menyebabkan
terjadinya sesuatu perubahan yang ada pada diri manusia karena berkaitan dengan persoalan
kejiwaan (psikologi). Kesungguhan dan kesuksesan suatu pembelajaran bergantung pada aspek
tersebut. Semua itu didorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan dalam diri siswa.
Ketika seorang siswa memiliki motivasi yang kuat dalam suatu pembelajaran, maka kegiatan
pembelajaran akan dapat terlaksana secara tepat dan lancer. Di lain sisi, jika motivasi seorang
siswa dalam pembelajaran tergolong lemah, maka tentunya suatu pembelajaran mungkin akan
terhambat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

Jika kita memaksakan pembelajaran pada siswa yang tidak memiliki motivasi terhadap
suatu pelajaran, bukan tidak mungkin bahwa hal tersebut mungkin akan menghasilkan
penyimpangan pada pola pikir dan tindak laku seorang murid. Hal ini menunjukan bahwa
motivasi pembelajaran memiliki fungsi dan peran besar dalam kegiatan pembelajaran dan
aspek psikologi seorang siswa.

Menurut Sardiman (2016), motivasi belajar memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujuan.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan


yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Berdasarkan informasi diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam


pembelajaran selain sebagai pendorong siswa agar aktif dalam kegiatan pembelajaran, juga
sebagai penentu dan pembimbing arah perbuatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar menurut Suciati & Prasetya dalam
Nursalam & Efendi diantaranya:61

1. Faktor Internal
a. Cita-cita dan Aspirasi

Cita-cita merupakan faktor yang dapat memberikan semangat serta memberikan


tujuan yang jelas dalam belajar. Aspirasi merupakan harapan seseorang akan suatu
keberhasilan atau prestasi tertentu. Cita-cita yang berasal dari diri seseorang akan
menimbulkan tanda sebagai berikut:

1. keingintahuan yang tinggi untuk menyelidiki dunia yang luas


2. kreativitas yang tinggi
3. keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang dialami
4. keinginan untuk bekerja sama dengan pendidik maupun sesama mahasiswa.62
5. berusaha untuk menguasai seluruh mata pelajaran
6. memiliki anggapan bahwa semua mata pelajaran itu pentin.
2. Kemampuan peserta didik Kemampuan peserta didik merupakan segala potensi intelektual
(kemampuan problem solving), kognitif, motorik, verbal, dan sikap.37
1. Kemampuan intelektual Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang membuat
individu berkompeten dengan kemahiran berbahasa dan kegiatan ilmiah.

61
Efendi N. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
62
Dahlan. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
2. Kemampuan kognitif Kemampuan kognitif adalah kemampuan mengingat, berpikir,
dan mengatur perilaku.
3. Kemampuan motorik Kemampuan motorik adalah kemampuan yang berhubungan
dengan kerja saraf dan otot.
4. Kemampuan verbal Kemampuan verbal adalah kemampuan yang mahasiswa untuk
mengutarakan pendapat terhadap menghadapi suatu masalah tertentu.
5. Sikap Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk memutuskan sesuatu.63

Menurut Bradshaw dalam Efendi, kemampuan mahasiswa keperawatan yang perlu


dimiliki antara lain:

1. Kemampuan sosial
a. Bekerja sama yang baik dengan teman sejawat
b. Kesadaran diri yang tinggi terhadap diri sendiri dan lingkungan.
2. Keterampilan berkomunikasi
a. Ketrampilan berbicara untuk mengutarakan pendapat dan mendengarkan orang
lain yang sedang berbicara.
b. Ketrampilan dalam memahami materi yang diberikan dan ketrampilan menulis
karya ilmiah.
3. Ketrampilan Praktik
a. Ketrampilan dalam menggunakan alat-alat yang akan digunakan dalam praktik
keperawatan.
b. Teknik aseptik yang akan mencegah dari penyebaran penyakit.
c. Pemberian obat dengan prinsip yang benar.
4. Kemampuan mengambil keputusan
a. Kemampuan mengambil keputusan dalam membuat asuhan keperawatan
kepada pasien.
b. Kemampuan manajemen
c. Kemampuan mahasiswa dalam melakukan pendidikan kesehatan.64
5. Kondisi peserta didik Kesehatan jasmani dan rohani yang sehat akan mendorong
pemusatan perhatian dan gairah dalam belajar. Kondisi secara fisiologis yang
mempengaruhi motivasi belajar diantaranya:

63
Santoso S. Statistik Nonparametrik. Jakarta: Gramedia; 2010.
64
Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:IKAPI; 2010.
a. Kesehatan Kesehatan memiliki peran dalam proses belajar seseorang misalnya
kelelahan, tingkat semangat, penyakit, rasa kantuk.
b. Panca Indera Sedangkan kondisi psikologis yang akan mempengaruhi motivasi
belajar diantaranya:
1. Bakat
Bakat merupakan kemampuan individu yang dapat dikembangkan melalui
belajar yang akan menjadi kecakapan yang nyata. Materi kuliah yang
dipelajari mahasiswa apabila sesuai dengan bakatnya akan memberikan
hasil belajar yang lebih baik karena mahasiswa akan lebih senang belajar
dan lebih giat dalam belajarnya.
2. Inteligensi
Inteligensi merupakan kemampuan psiko-fisik yang akan mereaksikan
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang
tepat. Inteligensi65 tidak hanya berkaitan dengan otak namun juga
berhubungan dengan organ-organ tubuh yang lain. Inteligensi behubungan
dengan organ otak karena fungsinya sebagai pengendali seluruh aktivitas
manusia. Inteligensi adalah faktor psikologis yang penting dalam proses
belajar, karena akan menentukan motivasi belajar.
3. Sikap
Sikap adalah respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek.
Sikap mahasiswa dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak
senang pada penampilan dosen maupun lingkungan sekitar yang akan
mempengaruhi motivasi belajar. Mencegah munculnya sikap negatif dalam
belajar misalnya malas, sulit untuk diberikan masukan/saran, pendidik
berusaha bekerja secara profesional dan meyakinkan bahwa bidang studi
yang dipelajari bermanfaat bagi diri mereka.
Persepsi
Persepsi mengenai manfaat belajar dan cita-cita akan mempengaruhi
kemauan belajar mahasiswa.
4. Minat

65
Dharma KK. Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil. Jakarta:
Trans Info Media; 2011.
Minat akan memberikan pengaruh yang besar terhadap belajar karena
apabila bidang yang digeluti tidak sesuai66 dengan minat mahasiswa maka
mahasiswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak
ada daya tarik untuk individu tersebut.

D. Teori Motivasi

Teori motivasi menurut Stoner dan Freeman dalam S. Suarli dan Yanyan Bahtiar, terdiri dari:

1. Teori Kebutuhan Teori ini dikemukakan oleh Maslow, teori kebutuhan memfokuskan pada
apa yang dibutuhkan untuk hidup berkecukupan. Seseorang akan memiliki motivasi jika
belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam hidupnya. Contohnya, mahasiswa akan
giat belajar karena belum puas dengan nilai yang diperoleh.
2. Teori Keadilan Teori ini dikemukakan oleh Adams, teori keadilan didasarkan pada asumsi
bahwa faktor utama dalam motivasi adalah evaluasi individu atau keadilan dari
penghargaan yang diterima. Seseorang akan termotivasi apabila apa yang didapatkan
seimbang dengan usaha yang dikerjakan. Contohnya, mahasiswa akan termotivasi dalam
belajar apabila usahanya seimbang dengan hasil belajar yang diperoleh.
3. Teori Harapan Teori ini dikemukakan oleh Vroom, teori harapan memfokuskan cara
memilih dan bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapan terhadap
keuntungan yang akan diperoleh dari setiap langkahnya. Contohnya, seseorang memilih
belajar keperawatan berdasarkan pertimbangan keuntungan tertentu yang diperoleh. 26
4. Teori Penguatan Teori ini dikemukakan oleh Skinner yang mengemukakan teori proses
motivasi yang disebut operant conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat dari
perilaku yang disebut modifikasi perilaku. Perilaku merupakan operant, yang dapat
dikendalikan dan diubah melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku yang positif yang
diharapkan harus dapat dihargai atau diperkuat, karena penguatan akan memberikan
motivasi. Contohnya, mahasiswa yang mendapatkan prestasi yang bagus dari hasil belajar
yang optimal diberikan penguatan agar selalu mempertahankan perilakunya.
5. Penetapan Sasaran Teori ini dikemukakan oleh Locke, teori penetapan sasaran
mengemukakan tujuan kemudian seseorang tersebut akan bekerja untuk mencapai tujuan
tersebut. Orientasi terhadap tujuan menentukan perilaku seseorang. Contohnya, mahasiswa

66
Setiadi. Konsep Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007.
akan mempunyai tujuan yang jelas dalam belajar akan mendapatkan hasil yang optimal
karena termotivasi untuk mencapai tujuan belajar tersebut.
E. Metode Self-Regulated Learning

Self-regulated learning secara umum dicirikan sebagai partisipan yang aktif yang
mengontrol secara efisien pengalaman belajar mereka sendiri dengan cara yang berbeda,
mencakup menentukan lingkungan kerja yang produktif dan menggunakan sumber-sumber
secara efektif, mengorganisir dan melatih informasi untuk dipelajari, memelihara emosi yang
positif selama tugas-tugas akademik, dan mempertahankan kepercayaan motivasi yang positif
tentang kemampuan mereka, nilai belajar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.

Self-regulated learning menunjuk kepada belajar yang sebagian besar terjadi dari pikiran,
perasaan, strategi, dan perilaku yang dihasilkan pebelajar sendiri yang ditujukan kepada
pencapaian tujuan. Pemahaman konsep tentang self-regulation adalah penting dalam
pengembangan kemampuan prestasi pebelajar. Self-regulated learning adalah tindakan
prakarsa diri (self-initiated) yang meliputi goal setting dan usaha-usaha pengaturan untuk
mencapai tujuan, pengelolaan waktu, dan pengaturan lingkungan fisik dan sosial.4 Untuk
membantu pebelajar agar belajar mereka menjadi efektif, pendidik hendaknya membantu
pebelajar menjadi percaya atas caracara alternatif terhadap pendekatan situasi belajar.

Strategi self-regulated learning diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu strategi


kognitif dan strategi metakognitif.

1. Strategi kognitif yang memfokuskan pada proses informasi seperti latihan/ulangan


(reherseal), perluasan (elaboration), dan organisasi.
2. Strategi metakognisi yang membicarakan perilaku yang diperlihatkan pebelajar selama
situasi belajar. Beberapa taktik ini membantu pebelajar dalam mengontrol perhatian,
kecemasan. Metakognisi adalah kesadaran, pengetahuan, dan control terhadap kognisi.

Teori kognitif sosial memandang self-regulation terdiri dari 3 (tiga) sub proses, yaitu :

1. Observasi diri

Pembelajar mengobservasi perilaku mereka sambil sibuk dalam tugas-tugas belajar.


Tujuan observasi perilaku mereka ini adalah untuk menilai perilaku mereka terhadap tujuan-
tujuan atau estándar-standar yang telah disusun oleh pebelajar, instruktur, atau pebelajar lain
melalui pemodelan sosial. Proses-proses observasi diri meliputi menyelesaikan dan
memusatkan pembelajaran.29 Observasi diri adalah perhatian pebelajar yang diberikan pada
perilakunya saat belajar.

2. Keputusan diri (self-judgment).

Self-judgment adalah perbandingan performan saat sekarang dengan tujuan-tujuan


seseorang. Bandura memberikan 2 (dua) faktor atau komponen penting pengaturan diri (self-
regulation) yaitu keputusan (decision) membandingkan perkembangan seseorang pada
standar sosial atau standar internal pada sifat-sifat tujuan (yaitu absolut melawan normatif).
Antara absolut atau tujuan personal (internal) dan tujuan normatif (eksternal) menyumbang
informasi yang berharga pada diri atau perbandingan internal. Setelah pembelajar membuat
keputusan tentang perkembangan pencapaian tujuan, mereka mungkin menghubungkan
(atribut) keberhasilan atau kegagalan mereka pada pengunaan strategi, keberuntungan,
kemampuan, atau usaha. Atribusi adalah proses keputusan diri yang vital yang
menghubungkan monitoring dan penggunaan strategi.

3. Reaksi diri (self-reaction).

Kemampuan refleksi diri (self-reflect) adalah mempertimbangkan fungsi manusia yang


paling unik pada sub proses pengaturan diri (self-regulation). Reaksi diri pada perkembangan
tujuan mengajukan (initiate) perilaku.

Self-regulated learning merupakan perpaduan keterampilan (skill) dan keinginan (will).


Pebelajar yang strategis adalah pebelajar yang belajar merencanakan, mengontrol dan
mengevaluasi kognitifnya, motivasi/afektif, perilaku dan proses-proses yang kontekstual.
Pembelajar yang mengetahui bagaimana belajar adalah pembelajar yang memotivasi diri,
mengetahui kemungkinan dan keterbatasannya, mengontrol dan mengatur proses-proses
belajar agar membiasakan diri pada tujuan tugas dan konteks, beroptimis atas performan dan
meningkatkan ketrampilan melalui praktek. Salah satu ciri pebelajar yang mengatur diri pada
belajarnya adalah kontrol terhadap motivasi dan emosi mereka. Di samping itu adalah bahwa
pebelajar mengorientasikan pada tujuan prestasi (achievement) yang memperlihatkan motivasi,
kognitif dan pola perilaku yang mencerminkan belajar dan performan.

F. Strategi Seorang Guru Meningkatkan Motivasi Belajar

Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat
penting. Sering terjadi siswa kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang
kurang, akan tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga siswa tersebut
tidak berusaha untuk menggerakkan kemampuannya untuk belajar. Guru sebagai pembelajar
berkewajiban untuk memotivasi siswa dalam belajar. Prestasi belajar siswa dapat dikatakan
tergantung pada bagaimana guru sebagai pendidik mampu memotivasi siswanya dalam belajar,
sehingga siswa berusaha untuk meningkatkan prestasinya. Kejenuhan belajar adalah masalah
yang banyak dialami oleh para siswa di mana akibat serius dari masalah tersebut adalah
menurunnya keinginan dalam belajar, timbulnya rasa malas yang berat, dan menurunnya
prestasi belajar. Motivasi belajar siswa merupakan hal yang amat penting bagi pencapaian
kinerja atau prestasi belajar siswa.

Berikut ada cara menumbuhkan motivasi belajar siswa yang penulis terapkan pada siswa
pada mata pelajaran apapun sebelum pembelajaran dimulai yaitu:

1. Menggunakan metode dan kegiatan belajar mengajar yang beragam. Melakukan kegiatan
yang sama secara terus-menerus tentu akan menimbulkan rasa bosan yang berlebihan, hal
ini tentu dapat menurunkan semangat belajar para siswa.
2. Konsisten dalam menegakkan peraturan. Maksudnya yaitu penegakkan hukum yang tetap
dan sesuai dengan kesalahannya, serta hukum tidak membeda-bedakan suku, agama, ras
dan budayanya.
3. Jadikan lingkungan fisik kelas kita sedapat mungkin bernuansa belajar.
4. Jadikan siswa sebagai peserta aktif.
5. Menciptakan suasana kelas yang kondusif karena kelas yang aman dan tidak mendikte
umumnya akan membuat siswa merasa didukung untuk berusaha.
6. Pemberian penghargaan untuk memotivasi. Hadiah kecil ketika mendapatkan pencapaian
yang baik mungkin juga cukup efektif untuk menumbuhkan semangat belajar siswa.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Berikanlah cara belajar baru yang baik dan benar
baik ketika siswa tersebut sedang belajar sendiri maupun berkelompok.
8. Gunakan media belajar yang baik dan sesuai. Media pembelajaran biasanya digunakan
sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar.

Segala sesuatu yang ada di sekitar sesungguhnya dapat kita manfaatkan untuk merangsang
pikiran, kemampuan, keterampilan belajar, serta perhatian sehingg dapat mendorong terjadinya
proses belajar. Pembelajaran dengan memberikan motivasi dalam proses belajar bagi siswa
merupakan hal yang dapat membuat siswa aktif dan dapat terlibat dalam pembelajaran. Selain
itu, pembelajaran yang baik juga harus mampu memberikan stimulus yang tepat guna membuat
siswa benar-benar ingin melibatkan diri dalam pembelajaran dengan pelajaran.
BAB III
SIMPULAN

A. Kesimpulan

Motivasi belajar merupakan suatu energi psikologis yang dimiliki oleh siswa atau peserta
didik yang digunakan sebagai pendorong, penggerak, dan pengarah perbuatan dalam suatu
aktivitas pembelajaran yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman atau latihan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses yang mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar ada dua, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Bila kebutuhan intrinsik
dan ekstrinsik terpenuhi, proses dan hasil belajar bias dicapai sesuai dengan harapan. Cara
belajar juga memiliki tiga tipe, visual, auditori, dan kinestik. Bila kita mengetahui cara belajar
yang lebih kita gemari, kenyamanan dalam belajar mungkin akan didapat. Dengan mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan motivasi belajar kita akan mendapat pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai cara meningkatkan motivasi siswa guna meningkatkan efisiensi dalam
kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Daftar Pustaka

Sardiman, AM. 2016. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.

https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-motivasi.html Diakses pada 16 juni 2022

https://www.padamu.net/pengertian-motivasi-faktor-fungsi-dan-jenis-motivasi Diakses pada


16 juni 2022

Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

D.H. Schunk dan B.J. Zimmerman, Self-regulated Learning: From Teaching to Self-
Reflective Prctice (New York: The Guilford Press, 1998), hlm.viii

B.J. Zimmerman dan Risemberg R. “Self-Regulatory Dimensions of Academic

Learning and Motivation” dalam D.D. Phye (Ed.), Handbook of Academic


Learning:Constructing of Knowledge (San Diego: Academic Press, 1997), hlm.105-125.

A. Bandura, “Social Cognitive Theory of Self-regulation” dalam Organizational Behavior


and Human Decision Processess, (50, 1991), hlm. 248-287.

https://radarsemarang.jawapos.com/artikel/untukmu-guruku/2021/06/10/strategi-tingkatkan-
motivasi-belajar-siswa/ Diakses pada 16 juni 2022.
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/view/18441 Diakses pada 16 juni
2022
Suyasa IGA. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Motivasi Belajar Mahasiswa.
Community Publishing in Nursing. 2015:Vol 3 (1).

Kristini RE. Hubungan antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Akademik pada Mahasiswa
Prodi Keperawatan S1 Program A Angkatan I Stikes Rs. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS.
Baptis. Juli 2010;3(1):13-18.

Bahtiar Y & Suarli. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga;
2010.

Kusbiantoro D. Hubungan Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Semester I


Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Muhammadiyah Lamongan Tahun Akademik
2013/2014. SURYA. Maret 2014;1(17):28-35.
Makalah Educational Psychology

“Motivasi Belajar”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Educational Psychology

Dosen Pengampu:

Dra. Arbaiyah, YS. MA

Disusun Oleh Kelompok 7 Kelas C:

4. Anggi viona (06010521002)


5. Alifia Rahma (06020521030)
6. M. Rafi Putra L (06030521075)

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebi jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

4. Latar belakang
Motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku
tertentu, dan memberi arah da ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut
(Wlodkowski:1985). Berdasarkan rumusan tersebut motif merupakan faktor dinamis,
penyebab seseorang melakukan perbuatan. Suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh
suatu motif. Namun juga bisa disebabkan oleh beberapa motif. Dalam belajar,
motivasi punya peranan yang penting. Dalam membicarakan macam-macam motivasi
belajar, ada dua macam sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam
pribadi seseorang yang biasa disebut “motivasi ekstrinsik”. Setiap anak harus
memiliki motivasi belajar agar dapat tercapainya sesuatu atau hasil sesuai yang
diharapkan.
5. Rumusan masalah
5. Apa itu motivasi belajar.
6. Sebutkan indikator motivasi belajar.
7. Sebutkan prinsip-prinsip motivasi belajar.
8. Apa saja fungsi motivasi belajar.
9. Apa saja unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar.
10. Apa saja upaya meningkatkan motivasi belajar.
6. Tujuan penulisan
5. Mengetahui apa itu motivasi belajar.
6. Mengetahui indikator motivasi belajar.
7. Mengetahui prinsip-prinsip motivasi belajar.
8. Mengetahui fungsi motivasi belajar.
9. Mengetahui unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar.
10. Memahami upaya meningkjatkan motivasi belajar.
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang dimiliki oleh seseorang
untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi belajarnya yang diwujudkan dalam
aktivitas bersekolah.67 Kemampuan belajar dalam rangka memperoleh hasil belajar
yang baik adalah sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Jika seseorang
mempunyai mempunyai motivasi besar, maka ia akan lebih giat untuk melakukan
sesuatu tersebut, dan demikian juga jika motivasinya rendah, maka untuk melakukan
sesuatu juga rendah pula.

Motivasi menurut Djamarah (2011) adalah dorongan yang dilakukan individu


untuk mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk
mencapai tujuan.68

Menurut Sadirman (2014) mengatakan bahwa motivasi belajar adalah


dorongan dalam kegiatan beajar, sehingga motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin
kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan
dapat tercapai.69

Menurut Santrock (dalam Saguni & Amin, 2014) motivasi adalah proses
memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku.70

2. Indikator Motivasi Belajar


Menurut Uno (2016) indikator motivasi belajar meliputi:71

67
Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd., dkk, Psikologi Pendidikan, hal.131
68
© Motivasi Belajar: Teori, Aspek, Indikator, Prinsip, dan Fungsi Motivasi dalam Belajar - Universitas
Psikologi | Warning - Copyright! Sumber Tulisan: https://www.universitaspsikologi.com/2019/12/motivasi-
belajar-teori-aspek-indikator.html, diakses pada tanggal 14 Juni 2022
69
Ibid
70
Ibid
71
Uno, B. Hamzah. 2016. Teori Motivasi Dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
4. Adanya penghargaan dalam belajar
5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seseorang
siswa dapat belajar lebih baik.

3. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar


Menurut Djamarah (2011) menyatakan bahwa beberapa prinsip
motivasi dalam belajar, yaitu:72

1. Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar


2. Motivasi intrinsik lebih utama dari pada motivsi ekstrinsik\
3. Motivasi berupa pujian lebih baik dari pada hukuman
4. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar
5. Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar
6. Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar.

Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong dalam usaha pencapaian. Sidjabat


(1993:111-114) menyatakan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk
mendorong anak agar termotivasi belajarnya, yaitu:73

1. Menghargai pendapat peserta didik dan memberikan penghargaan atas


keberaniannya untuk berpendapat. Memberikan pujian yang tulus (reinforcement)
pada tiap-tiap peserta didik agar mereka semakin bersemangat dan termotivasi
untuk belajar.
2. Menghargai peserta didik sebagai suatu pribadi yang memiliki keunikan sendiri.
Selain itu berikan perhatian khusus pada masingmasing peserta didik secara
pribadi.
3. Membina persahabatan dengan peserta didik dan memelihara suasana kelas yang
akrab dan dinamis. Menanamkan pada mereka perasaan bahwa mereka diterima

72
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
73
Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd., dkk, Psikologi Pendidikan, hal.132
oleh teman sekelas dan gurunya (social acceptance), sehingga mereka tidak
merasa kesepian di dalam kelas.
4. Memberikan pengertian bahwa mereka sangat berarti (personal meaning), baik
bagi dirinya sendiri, keluarga, teman, dan gurunya.
5. Menanamkan rasa percaya diri (self conidence) dalam dirinya agar proses belajar
semakin meningkat.
6. Menjauhkan peserta didik dari perasaan takut gagal atau takut salah dalam
melakukan sesuatu. Untuk itu peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba
sesuatu secara pelan-pelan supaya tidak merasa takut melakukan kesalahan.
7. Memberi kesempatan pada mereka untuk menjawab pertanyaan anda (cari
pertanyaan yang kira-kira bisa dijawab dengan benar), dan berikan pujian bila
mereka dapat menjawabnya. Perasaan sukses dalam mengerjakan sesuatu pada
diri peserta didik dapat mendorong semangat mereka dalam belajar.
8. Memberikan motivasi untuk mau mencapai nilai tertinggi
4. Fungsi motivasi belajar.
Ada 3 fungsi motivasi menurut Sardiman (2004:85) sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah kegiatan yang harus dikerjakan sesuai
dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan
menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan
belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau
membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.
5. Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar.
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah:
a. Cita-cita atau aspirasi siswa.
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil. Keberhasilan
mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan
dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan. Dari segi emansipasi
kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan
semangat belajar. Dari segi pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau
juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan
kemudian kemauan menjadi cita-cita.
b. Kemampuan siswa.
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau
kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak
untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
c. Kondisi siswa.
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat
mempengaruhi motivasi belajar.
d. Kondisi lingkungan siswa.
Lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Dengan kondisi lingkungan
tersebut yang aman, tentram, tertib dan indah maka semangat dan motivasi
belajar mudah diperkuat.
e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran.
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang
mengalami perubahan pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman
sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar.
6. Upaya meningkatkan motivasi belajar.
Menurut Sardiman (1990:91-92) menumbuhkan motivasi belajar disekolah itu
antara lain:
a. Memberikan angka pada peserta didik.
b. Memberikan hadiah.
c. Menciptakan situasi kompetisi dikelas.
d. Melibatkan ego peserta didik.
e. Memberikan ulangan.
f. Memberikan pujian.
g. Memberikan hukuman.
h. Menumbuhkan hasrat untuk belajar kepada peserta didik.
i. Menumbuhkan minat.
j. Menurunkan tujuan belajar yang diakui dan diterima oleh anak.
Sedangkan menurut Prayitno (1989:160-162) mengemukakan bahwa ada
beberapa teknik yang dapat digunakan oleh guru untuk memotivasi anak dalam
belajar yaitu:
a. Memusatkan perhatian siswa pada satu topik yang diajarkan.
b. Mengemukakan kepada siswa apa yang perlu dicapai oleh siswa setelah
mempelajari materi pelajaran tertentu.
c. Mengemukakan tujuan jangka pendek yang akan dicapai melalui proses
pembelajaran.
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Motivasi belajar ialah daya penggerak yang timbul dari dalam diri individu atau siswa
yang mendorong individu melakukan aktivitas belajar. Motivasi belajar juga dapat
didefinisikan sebagai kekuatan yang timbul dari dalam diri individu melakukan aktivitas
belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Nurhidayah, M.Pd., dkk, Psikologi Pendidikan.


Motivasi Belajar: Teori, Aspek, Indikator, Prinsip, dan Fungsi Motivasi dalam Belajar -
Universitas Psikologi | Warning - Copyright! Sumber Tulisan:
https://www.universitaspsikologi.com/2019/12/motivasi-belajar-teori-aspek-indikator.html
Uno, B. Hamzah. 2016. Teori Motivasi Dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta:
PT Bumi Aksara.Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
“Penilaian dan Pengukuran Belajar Berbasis Analisis Psikologi”

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah educational psychology

Disusun Oleh :
Kelompok VI
Habibana Romadhon (06010521009)
Nanda Fitri Romadhona (06010521016)
Wildan Dwi Cahya Rizaldi (06020521068)

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Arba’iyah YS., MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur selalu kita panjatkan ke kehadirat Allah SWT sebagai
Rabbul ‘Aalamiin, Tuhan seluruh alam. Atasan limpahan rahmat dan hidayahNya, kami
dapat menyelesaikan dan merampungkan makalah kami yang berjudul “Penilaian dan
Pengukuran Belajar Berbasis Analisis Psikologi”, yang mana dapat kami rampungkan
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Shalawat serta salam semoga selalu tetap
tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Nabiyullah Muhammad SAW sebagai
Khaatamunnabiyyiin. Dan semoga, kelak kita semua mendapatkan syafa’at dari beliau
pada yaumul qiyamah esok.

Makalah dengan judul “Penilaian dan Pengukuran Belajar Berbasis Analisis


Psikologi” ini telah kami susun berdasarkan dari sumber-sumber yang terpercaya. Kami
berusaha untuk selalu mengutip penjelasan yang kami sampaikan melalui makalah
sederhana ini dengan mencantumkan referensi-referensi berdasarkan dari buku atau
jurnal yang sudah direkomendasikan untuk para mahasiswa sebagai sumber literasi.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan
selanjutnya. Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan semangat untuk kami dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan mendapatkan nilai yang baik. Amin Ya Rabbal Alamin.

Surabaya, 13 Juni 2022

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses belajar mengajar merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling
berkaitan (interpenden) dan saling berinteraksi dalam mencapai tujuan. Salah satunya ialah
evaluasi. Evaluasi sangatlah berperan penting dalam sistem pengajaran karena dengan diadakannya
evaluasi ini, prestasi para siswa dapat diketahui setelah menyelesaikan program belajar yang
dicapai siswa dalam kurun waktu tertentu, dapat diketahui ketetapan metode mengajar yang
digunakan dalam menyajikan pelajaran, serta dapat diketahui tercapai dan tidaknya tujuan
instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan demikian evaluasi berfungsi pula
sebagai feed back (umpan balik) dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan oleh guru.

Evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematik untuk mencerminkan seberapa jauh
tujuan instruksional dapat tercapai. Definisi ini secara tidak langsung mengatakan bahwa proses
evaluasi haruslah sistematik dan sesuai dengan tujuan instruksional dari materi yang dipelajari.
Untuk mengembangkan strategi evaluasi yang tepat dalam mengevaluasi membutuhkan
perencanaan yang matang. Tidaklah mudah bagi guru untuk menyusun evaluasi yang adil,
obyektif, fleksibel, valid dan efisien. Tugas ini akan lebih mudah jika guru telah memiliki tujuan
evaluasi yang jelas dan suatu rencana yang telah dikembangkan untuk mengevaluasi hasil belajar
siswa dalam kelas.

B. RUMUSAN MASALAH
Penulis mengidentifikasi beberapa rumusan berdasarkan masalah sebagai berikut :
4. Apa pengertian pengukuran dan penilaian?
5. Apa sifat pengukuran dan penilaian?
6. Apa saja jenis-jenis alat ukur psikologis?
7. Apa saja fungsi pengukuran dan penilaian dalam proses pembelajaran?
8. Bagaimana evaluasi penilaian dan pengukuran dalam tinjauan psikologi?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :
4. Mengetahui pengertian pengukuran dan penilaian.
5. Mengetahui sifat pengukuran dan penilaian.

2
6. Mengetahui jenis-jenis alat ukur psikologis
7. Mengetahui fungsi pengukuran dan penilaian dalam proses pembelajaran.
8. Mengetahui evaluasi penilaian dan pengukuran dalam tinjauan psikologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengukuran dan Penilaian


Pengukuran dan penilaian dalam pendidikan merupakan suatu rangkaian dari proses pendidikan.
Penilaian dilakukan setalah proses pendidikan usai atau telah selesai dilaksanakan. Penilaian
digunakan untuk mengetahui kualitas suatu proses pendidikan. Pendidikan dikatakan berkualitas
ketika terdapat evaluasi yang berbentuk hasil evaluasi pendidikan. Adapun bentuk-bentuk
evaluasi dapat berupa penilaian dan pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui
kualitas secara kuantitatif tanpa interpretasi, sedangkan penilaian dilakukan untuk mengetahui
kualitas secara kualitatif yang telah menggunakan interpretasi sehingga pengukuran yang
dilakukan memiliki makna.

1. Pengukuran (Measurement)
Sebelum seorang penilai menilai tentang proses sebuah pendidikan, maka langkah awal yang
dilakukan adalah melakukan sebuah pengukuran. Dalam penilaian pendidikan, penilai harus
mengatahui standar penilaian yang telah telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai acuan
dasar, sehingga dari situ penilai mampu melakukan pengukuran sesuai dengan apa yang
seharusnya diukur dalam bidang pendidikan. Umumnya sebuah pengukuran, akan dapat
dilakukan dengan baik apabila penilai mengetahui dengan pasti objek apa yang akan diukur,
dengan begitu penilai dapat menentukan instrument yang digunakan dalam pengukuran.

Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu
standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi
juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti
tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen. Pengukuran juga merupakan proses
pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-
atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya
tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.

Pengertian pengukuran menurut para ahli:


a. Sutrisno Hadi mendefinisikan pengukuran sebagai suatu tindakan untuk mengidentifikasi
besar kecilnya suatu gejala.
b. Menurut Suharsimi (1999:3), pengukuran merupakan proses membandingkan sesuatu
dengan satu ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif.
c. Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang
dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda,
sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
d. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya
menjadi kuantitatif.

2. Penilaian (Evaluation)
Penilaian dalam kegiatan evaluasi hasil belajar merupakan tindakan untuk memberikan
interpretasi terhadap hasil pengukuran yang telah dilakukan dengan menggunakan norma-
norma tertentu dengan tujuan untuk mengetahui tinggi-rendah atau baik-buruk tentang aspek-
apsek tertentu yang dievaluasi.

Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang
sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai
kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan bagaimana pengajar (guru)
dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui
sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana
tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat
pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. Penilaian merupakan kegiatan menentukan
nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan
semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pengertian penilaian menurut para ahli:


a. Menurut Suharsimi (1999:3), penilaian merupakan kegiatan pengambilan suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk dan penilaian lainnya yang
bersifat kualitatif. Hasil pengukuran tidak ada gunanya tanpa dinilai dengan
menggunakan norma sehingga semua usaha membandingkan hasil pengukuran terhadap
bahan pembanding berupa patokan atau norma tertentu yang dikenal dengan istilah
penilaian.
b. Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah
value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
c. Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan
hasil pengukuran.
d. Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses
untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun non-tes.

Untuk dapat mengadakan penilaian, kita mengadakan pengukurun terlebih dahulu. Dengan
demikian, kita mengenal ada dua macam ukuran, yakni ukuran yang standar (meter,
kilogram, takaran, dan sebagainya). Ukuran tidak standar (depa, jengkal, langkah, dan
sebagainya), dan ukuran perkiraan berdasarkan hasil pengalaman, seperti pengalaman dalam
menentukan jeruk yang baik kualitasnya.

Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita itulah yang disebut
evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita
mengadakan pengukuran. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran dan
sifatnya adalah kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik dan buruk, dan sifatnya adalah kualitatif. Pengertian pengukuran terarah
kepada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, karena itu biasanya
diperlukan alat bantu. Sedangkan penilaian atau evaluasi terarah pada penentuan kualitas atau
nilai sesuatu.74

Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang
dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian atau pengukuran belajar dan pembelajaran.
Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan pembelajaran adalah proses

74Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu PendekatanTeoritis Psikologis (Cet. II;
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h. 246.
membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan
belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif, sementara pengertian
penilaian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan
belajar dan pembelajaran secara kualitatif.

B. Sifat Pengukuran dan Penilaian


Dalam aktivitas pendidikan kita banyak bergelut dengan hal-hal yang bersifat abstrak seperti
sikap, minat, bakat, kepandaian dan kemampuan-kemampuan yang lainnya. Untuk mengetahui,
mengungkap, atau menilai hal-hal tersebut harus menggunakan instrumen yang sesuai dengan
hal yang akan diungkap. Karena penilaian pendidikan banyak berkaitan dengan hal-hal yang
abstrak, maka penilaian pendidikan bersifat:

1. Tidak langsung (Indirect)


Untuk mengetahui kemampuan matematika seorang siswa, kita tidak dapat secara langsung
mengamati keadaan siswa secara fisik misalnya dilihat dari cara berpakaian yang rapi, atau
dahinya yang lebar. Tetapi untuk mengetahui kemampuan matematika siswa kita harus
melalui prosedur atau proses yang benar dan menggunakan instrumen yang tepat sesuai
dengan tujuan yang kita kehendaki. Karena. dalam evaluasi harus melalui prosedur atau
proses dan menggunakan alat yang relevan, maka evaluasi bersifat tidak langsung (indirect).
2. Kuantitatif
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkaitan dengan penilaian yang bersifat
abstrak misalnya kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, sikap, bakat, inteligensi
dsb, namun dalam praktekmya hal-hal yang bersifat abstrak tersebut dalam penilaiannya
selalu dikuantitatifkan, misaInya IQ = 100, kemampuan maternatika diskor 8, kemampuan
berbahasa di skor 7 dsb. Karena hal-hal yang abstrak tersebut selalu dikuantitatifkan, maka
evaluasi pendidikan bersifat kuantitatif.

Penilaian hasil belajar dilakukan berdasarkan asas-asas tertentu. William R. Lucck dalam
bukunya, An Introduction to Teaching, mengemukakan bahwa penilaian harus berdasarkan
asas-asas sebagai berikut:
1. Penilaian bersifat kuantitas atau kualitas. Penilaian bersifat kualitatif dan kuantitatif
berkenaan dengan mutu hasil belajar. Penilaian kuantitatif berkenaan dengan banyaknya
materi yang telah dipelajari
2. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan. Penilaian dilakukan sejak awal
proses belajar, dilanjutkan sepanjang proses berlangsung, dan diakhiri pada akhir
pembelajaran
3. Penilaian bersifat keseluruhan. Penilaian dilakukan terhadap keseluruhan aspek pribadi
siswa yang mencakup aspek-apek intelektual, hubungan sosial, sikap, watak, sifat
kepemimpinan, hubungan personal sosial, moral tanggung jawab, ketekunan bekerja,
kejujuran, kesehatan jasmani, dan semua aktivitasnya, hubungan, kesehatan rohani jasmani,
dan semua aktivitasnya, baik di dalam maupun luar sekolah.
4. Penilaian bersifat obyektif. Penilaian ditujukan ke arah pemeriksaan perkembangan dan
kemajuan siswa dalam hubungan dengan pencapaian tujuan belajar. Penilaian diberikan
sebagaimana adanya siswa, tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur emosi, hubungan sosial
tertentu, atau sikap guru terhadap siswa. Pendeknya subyektivitas guru tidak berpengaruh
terhadap hasil penilaian
5. Penilaian bersifat kooperatif. Kegiatan penilaian adalah tanggung jawab bersama, baik
para guru, orang tua, siswa maupun maysrakat. Jadi penilaian itu merupakan hasil kerja sama
antara semua pihak yang terkait, baik di dalam lingkungan seolah maupun di luar sekolah.
Mehl Mills Douglass (1958) mengemukakan tujuh asas penilaian sebagai berikut :
1. Penilaian harus dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan pengajaran, yakni
tujuan siswa, tujuan unit, dan tujuan pelajaran harian
2. Penilaian harus dilakukan terhadap hasil belajar sejak siswa melakukan kagiatan
belajarnya sampai akhir pelajaran
3. Penilaian bertalian dengan latar belakang dan potensi-potensi dalam diri individu siswa.
Siswa yang superior, yang memiliki latar belakang yang baik, akan maju lebih cepat dan
lebih baik untuk mencapai tujuan instruksional
4. Penilaian berlangsung secara terus menurus sepnjang institusi belajar. Penilaian
direncanakan oleh guru dan siswa dan dilaksanakan secara berkesinambungan terhadap
kelompok dan individual siswa
5. Teknik dan alat penilaian yang digunakan harus disusun seobyektif mungkin
kendatipun mungkin segi seubyektivitas tak dapat dihindari
6. Penilaian sendiri oleh siswa perlu sebagaimana halnya penilaian oleh guru. Dalam
batas-batas tertentu banyak hal yang dapat diungkapkan sendiri oleh masing-masing individu
siswa yang bermanfaat untuk menentukan keberhasilan belajar mereka
Penilaian bersifat konstruktif. Penilaian dimaksudkan untuk mengadakan perbaikan serta
membentuk meningkatkan kemajuan siswa
C. Jenis-Jenis Alat Ukur Psikologis
Terdapat beberapa jenis alat ukur psikologis yang biasanya digunakan dalam penelitian
psikologis, antara lain: tes, inventori kepribadian, skala sikap, observasi, dan wawancara (Ary,
Yacob, & Razavieh, 1985; Baltes, Reese, & Nesselroad, 1988; Gay, 1987; Mc-Millan &
Schumacher, 2002). Berikut adalah penjelasan secara garis besar tentang jenis-jenis alat ukur
tersebut. 75

1. Tes
Menurut Ary, Jacobs, & Razavieh (1985), tes merupakan alat ukur yang sangat penting dalam
penelitian psikologi. Tes merupakan seperangkat stimuli yang disajikan kepada individu
untuk mendatangkan atau memperoleh respon-respon yang diekspresikan dalam bentuk skor
angka. Skor ini didasarkan pada sampel perilaku individu yang representatif atau pada
indikator-indikator dari atribut yang diukur oleh suatu tes. Dalam penelitian psikologi,
dikenal adanya tes terstandar (tes baku) dan tes tak terstandar (disusun dan dikembangkan
sendiri oleh peneliti guna mengukur atribut yang sedang diamati). Termasuk dalam tes
terstandar antara lain adalah tes inteligensi (intelligence test), yaitu tes yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecerdasan subjek, dalam arti kemampuannya untuk mempersepsi
hubungan, memecahkan masalah, dan menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam
berbagai macam konteks.

2. Inventori kepribadian (personality inventory)


Karakteristik kepribadian di samping dapat diukur melalui tes projektif, juga dapat diukur
melalui tes non proyektif, yakni yang biasa di sebut dengan inventori kepribadian. Salah satu
bentuk inventori ini adalah laporan (self report), dan salah satu bentuk laporan diri tersebut
adalah angket (questionnaire). Dalam inventori, subjek disajikan sejumlah pernyataan yang
menggambarkan pola-pola perilaku tertentu dan diminta untuk menyatakan apakah pola-pola
perilaku yang dinyatakan tersebut merupakan karakteristik perilakunya atau bukan, dengan
menjawab ya atau tidak, atau dengan memberikan cek pada salah satu pilihan jawaban yang
disediakan.

3. Skala sikap (attitude scale)

75 Psympathic, 2010, Vol. III, No.1: 107 - 120


Menurut beberapa penulis (Ary at al., 1985; gay, 1987; Friedenburg, 1995), skala sikap
merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, nilai, dan karakteristik
lain. Dalam skala sikap berisikan nilai-nilai bilangan untuk menilai subjek, obyek, atau
perilaku-perilaku untuk maksud mengkuantifikasikan atau mengukur kualitas-kualitas. Skala
sikap berbeda dengan tes, sebab tidak seperti halnya hasil tes, hasil pengukuran skala sikap
tidak menyatakan kekuatan atau kelemahan, keberhasilan atau kegagalan. Skala sikap
mengukur seberapa jauh individu memiliki karakteristik nilai, keyakinan, minat, atau
pandangan terhadap sesuatu.

4. Beberapa teknik pengukuran lain


Di samping berbagai macam alat ukur seperti telah dikemukakan, terdapat beberapa teknik
lain yang sering digunakan dalam penelitian psikologi, yakni: observasi dan wawancara.

Dalam banyak kasus, melakukan observasi atau pengamatan langsung terhadap perilaku
individu merupakan metode pengukuran yang sangat krusial (Ary at al., 1985; Elmes at al.,
1992). Dalam teknik observasi, peneliti mengidentifikasi perilaku-perilaku yang ingin dikaji
dan menggunakan suatu prosedur yang sistematis untuk mengindentifikasi,
mengkategorikan, dan merekam perilaku subjek dalam cara yang terencana dan netral. Secara
khusus, metode observasi telah banyak digunakan untuk secara luas dalam penelitian yang
melibatkan subjek bayi dan anak-anak pra sekolah.

Wawancara pada dasarnya merupakan suatu metode pengumpul data yang tidak berbeda
dengan metode laporan diri atau angket, tetapi tidak seperti halnya dalam metode angket,
metode wawancara melibatkan komunikasi langsung secara lisan antara peneliti dengan
subjek sumber data atau responden (McMillan & Schumacher, 2001). Karena dilakukan
melalui komunikasi langsung, maka metode wawancara memiliki kelebihan dibanding
metode lain, dalam arti bahwa wawancara dapat mengungkap data secara lebih mendalam
tentang aspek-aspek perilaku subjek. Demikian pula – bagi para peneliti yang mahir – melalui
wawancara akan dapat diketahui apakah subjek memberikan jawaban dengan jujur atau tidak
jujur.

D. Fungsi Penilaian dan Pengukuran Dalam Pembelajaran


Penilaian dan pengukuran dalam pembelajaran juga memiliki fungsi-fungsi sebagaimana
tersebut di bawah ini.
1. Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian raport.
2. Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan.
3. Fungsi diagnostic untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program
remedial teaching (pengajaran perbaikan).
4. Sebagai sumber BP yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan
dan penyuluhan (BP).
5. Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi
pengembangan kurikulum, metode, dan alat-alat PBM.

Wuradji (1974) mengemukakan fungsi evaluasi ke dalam tiga golongan yaitu:

a. Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan murid


1. Untuk mengetahui kemajuan belajar
2. Dapat dipergunakan sebagai dorongan (motivasi) belajar
3. Untuk memberikan pengalaman dalam belajar.

b. Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan pendidik


1. Untuk menyeleksi murid yang selanjutnya berguna untuk meramalkan keberhasilan
studi berikutnya.
2. Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar murid, yang selanjutnya berguna
untuk memberikan bimbingan belajar kepada murid.
3. Untuk pedoman mengajar.
4. Untuk mengetahui ketepatan metode mengaiar.
5. Untuk menempatkan murid dalam kelas (ranking, penjurusan, kelompok belajar dan
lainnya).

c. Fungsi evaluasi hasil belajar untuk kepentingan organisasi atau lembaga pendidikan :
1. Untuk mempertahankan standar pendidikan.
2. Untuk menilai ketepatan kurikulum yang disediakan.
3. Untuk menilai kemajuan sekolah yang bersangkutan.

E. Evaluasi Penilaian dan Pengukuran Dalam Tinjauan Psikologi


Evaluasi pembelajaran menurut psikologis mengandung fungsi yang cukup signifikan, baik bagi
siswa, guru dan orang tua siswa. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu mengatasi
kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemajuan dirinya
sendiri. Dengan mengetahui taraf kemampuan dan kemajuan dirinya sendiri, siswa memiliki self-
consciousness, kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi dirinya, dan juga metacognitive,
pengetahuan yang benar mengenai batas kemampuan akalnya sendiri.76 Dengan demikian,
siswa diharapkan mampu menentukan posisi dan statusnya secara tepat di antara teman-teman
dan masyarakatnya sendiri.

Bagi orang tua atau wali siswa, dengan evaluasi itu kebutuhan akan pengetahuan mengenai hasil
usaha dan tanggung jawabnya mengembangkan potensi anak akan terpenuhi. Pengetahuan
seperti itu dapat mendatangkan rasa pasti kepada orang tua dan wali siswa dalam menentukan
langkah-langkah pendidikan lanjutan bagi anaknya. Sementara itu, bagi para guru sendiri
(sebagai evaluator) hasil evaluasi prestasi tersebut dapat membantu mereka dalam menentukan
warna sikap “efikasi diri” dan “efikasi kontekstual.”

Istilah evaluasi sering sering dikacaukan dengan pengukuran. Keduanya memang ada kaitan
yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Suryabrata sebagaimana
yang dikutip oleh Abu Ahmadi & Widodo Supriyono di dalam bukunya Psikologi Belajar
menyatakan bahwa pengertian pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi
yang dapat dikuantifikasikan, baik dengan tes maupun cara-cara lain. Sedangkan pengertian
evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun cara
lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.77

Dengan demikian, pengukuran dan evaluasi mempunyai hubungan yang erat. Evaluasi
memberikan petunjuk pada bidang-bidang mana yang diperlukan measurement (pengukuran),
sebaliknya evaluasi tidak mungkin dilakukan tanpa pengukuran. Pengukuran dilakukan atas
keterampilan, kesanggupan dan achievement individu atau kelompok. Evaluasi juga dilakukan
dengan cara membanding-bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi
yang sudah lewat.

76 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hal. 198.


77 H. Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hal. 187.
Syarat alat ukur untuk assesment, atau karakteristik-karakteristik penting assesment yang baik,
memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
a) Reliabilitas suatu instrumen atau prosedur, artinya sejauh mana assesment tersebut
memberikan informasi yang konsisten tentan pengetahuan, keterampilan, atau karakteristik yang
ingin kita ukur. Sebuah instrumen assesment jarang memberikan hasil yang persis sama untuk
siswa yang sama pada dua kesempatan berbeda, bahkan kalaupun pengetahuan atau kemampuan
yang dinilai tetap sama. Banyak kondisi temporer yang tidak berkaitan dengan kemampuan yang
diukur cenderung mempengaruhi performa siswa dan mengakibatkan fluktuasi tertentu dalam
hasil assesment. Faktor-faktor temporer seperti :
Perubahan harian dalam diri siswa (misal : perubahan kondisi kesehatan, motivasi, suasana hati
dan tingkat energi)
- Variasi dalam lingkungan fisik (misal : variasi suhu ruangan, tingkat kebisingan, dan
distraksi di luar kelas)
- Variasi dalam pelaksanaan assesment (misal : variasi pengajaran, penentuan waktu, dan
jawaban guru terhadap pertanyaan siswa)
- Karakteristik instrumen assesment (misal : panjang, kejelasan, dan kesulitan tugas)
- Subyektivitas dalam pemberian nilai (misalnya didasarkan pada kriteria yang tidak jelas
dan tidak tepat)
a.1) Menentukan Reliabilitas Secara Matematis
a.2) Mengestimasi Kesalahan Dalam Hasil Assesment
a.3) Meningkatkan Reliabilitas Assesment Kelas
b) Standarisasi, karakteristik assesment dikatakan baik apabila memenuhi standarirasi,
yaitu assesment mencakup isi dan format yang sama serta dilaksanakan dan diskor dalam cara
yang sama untuk setiap orang. Misalnya di sebagian besar situasi semua siswa seharusnya
memperoleh instruksi yang sama, mengerjakan tugas yang sama atau mirip, memiliki tengat
waktu yang sama, serta bekerja dengan tantangan yang sama.
c) Validitas, suatu instrumen assesment dikatakan baik yaitu sejauh mana instrumen
tersebut mengukur apa yang ingin diukur dan memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan
yang tepat tentang karakteristik atau kemampuan yang dibicarakan.
1) Validitas Isi, yaitu sejauh mana berbagai pertanyaan kita akan sangat terfokus pada
validitas sampel yang representatif dari seluruh isi pengetahuan dan keterampilan yang kita nilai.
Validitas yang tinggi sangat penting ketika kita menggunakan instrumen penelitian untuk tujuan
evaluasi sumatif, yaitu untuk menentukan pengetahuan dan keterampilan apa yang telah dikuasai
siswa dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan pengajaran yang penting.
2) Validitas Prediktif, yaitu sejauh mana instrumen assesment memprediksi perfora masa
depan di bidang tertentu.
3) Validitas Konstruk, sejauh mana suatu instrumen assesment benar-benar mengukur
karakteristik yang abstrak dan tidak dapat diamati. Validitas konstruk berfokus utama ketika
mencoba mengambil kesimpulan umum tentang sifat dan kemampuan siswa sehingga kita dapat
menyesuaikan metode-metode dan bahan-bahan pengajaran dengan lebih baik untuk memenuhi
kebutuhan individual mereka.
d) Praktikalitas, yaitu sejauh mana instrumen dan prosedur assesment relatif mudah
digunakan. Praktikalitas meliputi masalah-masalah seperti :
- Berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk mengembangkan instrumen tersebut
- Dapatkah assement itu dilakukan untuk banyak siswa secara bersamaan atau
dilaksanakan satu persatu
- Apakah material yang dilibatkan
- Berapa banyak waktu aktivitas pengajaran akan berkurng untuk assesment itu
- Seberapa cepat dan seberapa mudah performa siswa dapat dievaluasi
BAB III

SIMPULAN

Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang
dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian atau pengukuran belajar dan pembelajaran.
Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan pembelajaran adalah proses
membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan
belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif, sementara pengertian
penilaian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan
belajar dan pembelajaran secara kualitatif.

Dalam aktivitas pendidikan kita banyak bergelut dengan hal-hal yang bersifat abstrak seperti
sikap, minat, bakat, kepandaian dan kemampuan-kemampuan yang lainnya. Untuk
mengetahui, mengungkap, atau menilai hal-hal tersebut harus menggunakan instrumen yang
sesuai dengan hal yang akan diungkap. Karena penilaian pendidikan banyak berkaitan dengan
hal-hal yang abstrak. Terdapat beberapa jenis alat ukur psikologis yang biasanya digunakan
dalam penelitian psikologis, antara lain: tes, inventori kepribadian, skala sikap, observasi, dan
wawancara.

Evaluasi pembelajaran menurut psikologis mengandung fungsi yang cukup signifikan, baik
bagi siswa, guru dan orang tua siswa. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu
mengatasi kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan
kemajuan dirinya sendiri. Dengan mengetahui taraf kemampuan dan kemajuan dirinya
sendiri, siswa memiliki self-consciousness, kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi
dirinya, dan juga metacognitive, pengetahuan yang benar mengenai batas kemampuan
akalnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2005.

Psympathic, 2010, Vol. III, No.1: 107 - 120

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1991
MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENILAIAN DAN PENGUKURAN BELAJAR BERBASIS


ANALISIS PSIKOLOGI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan C

Dosen pengampu:
Dr. Hj. Arba`iyah YS., MA

Disusun oleh Kelompok 8

4. Efri Putri Wulandari (06010521005)

5. Ulya Faroha (06020521066)

6. Vinna Putri Handayani (06010521024)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penilaian dan Pengukuran
Belajar Berbasis Analisis Psikologi ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Dr. Hj. Arba`iyah YS., MA. pada mata kuliah
psikologi pendidikan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Arba`iyah YS., MA. selaku dosen
mata kuliah studi psikologi pendidikan yang telah membimbing kami, serta ucapan terima
kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Sidoarjo, 14 Juni 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
D. Latar belakang

Dalam pembelajaran pengukuran dan penilaian belajar peserta didik sangat diperlukan
untuk mengetahui keberhasilan dari suatu proses pembelajaran dan mengetahui kesulitan yang
dialami peserta didik, maka diperlukan penilaian dan pengukuran belajar. dan salah satunya
dengan perspektif psikologi, dimana pendidik bertanggung jawab dalam materi yang harus
dikuasai oleh peserta didiknya dengan atau melalui pengajarannya. pengertian dari pengukuran
dan penilaian sendiri, selalu dianggap sama. namun, pengukuran umumnya berupa angka yang
menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang kemudian
diinterpretasi dengan norma tertentu yang digunakan sebagai acuan untuk mengetahui seberapa
baik atau buruknya aspek tertentu. Seperti yang kita ketahui bahwasanya setiap perserta didik
berbeda antara satu dengan yang lain maka penilaian dan pengukuran berlajar haruslah
berorientasi kepada kompetensi yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap dan
keterampilan peserta didik dengan menemukan kesulitan dalam pembelajaran yang kemudian
diberikan perlakuan yang tepat.

E. Rumusan masalah

4. Apa yang dimaksud dengan penilaian dan pengukuran belajar?

5. Apa saja tujuan dari adanya penilaian dan pengukuran belajar?

6. Apa saja fungsi dari adanya penilaian dan pengukuran belajar?

7. Bagaimana kriteria dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas?

F. Tujuan penulisan

4. Untuk memahami pengertian dari penilaian dan pengukuran belajar

5. Untuk memahami tujuan dari adanya penilaian dan pengukuran belajar

6. Untuk memahami fungsi dari adanya penilaian dan pengukuran belajar

7. Untuk memahami kriteria dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penilaian dan Pengukuran Belajar
Dalam kehidupan sehari-hari antara pengertian pengukuran dan penilaian sering
dicampuradukkan oleh banyak orang. Hal itu terjadi karena mereka banyak yang belum
memahami apa itu pengukuran dan penilaian. Karena itu pada bagian ini akan
dikemukakan pengertian pengukuran dan penilaian.78
Menurut Sutrisno Hadi (1997) pengukuran dapat diartikan sebagai suatu
tindakan untuk mengidentifikasikan besar-kecilnya gejala. Sedang menurut Remmers
dkk (1960) memberikan rumusan sebagai berikut : 'Measurement' berasal dari kata "to
measure" yang berarti suatu kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti luas,
dimensi dan kuantitas dari sesuatu dengan cara membandingkan terhadap ukuran
tertentu. Di samping itu ada yang mengartikan pengukuran sebagai usaha untuk
mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya, pengukuran dapat berupa
pengumpulan data tentang sesuatu.
Hasil pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang
menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur. Namun
demikian, hasil pengukuran itu sendiri belum dapat mengatakan apa-apa kalau hasil
pengukuran tersebut tidak ditafsirkan dengan jalan membandingkan dengan suatu
patokan atau norma atau kriteria tertentu.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses
belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat
pengukur. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pemyataan yang
mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa, yang lebih dikenal
dengan prestasi belajar. 79
Contoh: Untuk mengungkap kemarnpuan belajar siswa tentang maternatika,
dipergunakan tes maternatika yang terdiri 10 butir soal, setiap butir soal yang dijawab
benar diskor 1. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Anik mendapat skor 7 Dedi mendapat skor 6
Beni mendapat skor 4 Ema mendapat skor 5
Cica mendapat skor 10 Fani mendapat skor 6

78
Sugiyanto. 2018, Psikologi Pendidikan Pengukuran Dan Penilaian Hasil Belajar, Yogyakarta, hlm. 2
79
Suharsimi, AK, 1989. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara, hlm. 6
Langkah ini merupakan kegiatan pengukuran. Skor 7, 4, 10 , 6, 5, dan 6 di atas,
merupakan hasil pengukuran.
Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap hasil
pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui tinggi-rendahnya
atau baik-buruknya aspek tertentu. Hasil pengukuran tidak akan dapat dinilai jika tanpa
menggunakan norma tertentu. Jadi semua usaha membandingkan hasil pengukuran
terhadap suatu bahan pembanding atau patokan atau norma disebut penilaian.80
Seperti halnya contoh hasil pengukuran di atas, tidak ada artinya bila tidak
dibandingkan dengan norma tertentu untuk memberikan penilaian. MisaInya dari hasil
pengukuran tersebut untuk memberikan penilaian dipergunakan norma yaitu skor 6.
Skor 6 ini untuk menetapkan baik-buruknya atau tinggi-rendahnya kemampuan
menguasai mata pelajaran matematika. Adapun hasil penilaiannya sebagai berikut:
Anik termasuk anak cukup pandai, Beni termasuk anak bodoh, Cica termasuk anak
sangat pandai, Dedi dan Fani termasuk anak sedang, Ema termasuk anak kurang
pandai. Sangat pandai, cukup pandai, sedang, kurang pandai dan bodoh merupakan
hasil penilaian. Skor di atas norma dinilai baik atau tinggi sedang di bawah norma
dinilai kurang atau rendah. Jadi apabila kita akan mengadakan penilaian, maka kita
harus mernpunyai norma sebagai pembanding terhadap hasil pengukuran.
Berbicara mengenai masalah norma, secara garis besar ada dua macam norma
yaitu norma abstrak dan norma konkrit. Norma abstrak adalah norma yang hanya ada
pada benak si penilai, sehingga tidak dapat diketahui oleh orang lain. Sedang norma
konkrit adalah norma nyata yang dapat diamati oleh orang lain dan dapat dipergunakan
oleh orang lain pula. 81
Selanjutnya norma konkrit ada dua macam yaitu norma ideal dan norma
kelompok atau rerata.Norma ideal adalah skor maksimal sebagal patokan atau norma,
sedang norma kelompokditentukan berdasarkan hasil rerata skor pengukuran. Dalam
bidang pendidikan, untuk mengetahui tingkat kemampuan sesuatu bagi siswa dapat
dipergunakan:

80
Ibid, hlm. 7
81
Ibid, hlm. 8
a. Angka atau skor yang diperoleh kawan sekelasnya.
b. Batas penguasaan kompetensi terendah yang harus dicapai untuk dapat dianggap
lulus(batas lulus)
c. Prestasi anak itu sendiri di masa lampau
d. Kemampuan dasar anak itu sendiri.
Kaitannya dengan keseluruhan strategi dan proses belajar mengajar, biasanya
norma yang dipergunakan dalam rangka usaha penilaian adalah hal-hal yang diturunkan
dari tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai melalui pengajaran. Norma tersebut
dikenal dengan istilah Penilaian Acuan Norma (Norm Reference Evaluation) dan
Penilaian Acuan Patokan ( Criterion Reference Evaluation).82
a. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma. disebut juga Penilaian Acuan Relatif atau Penilaian
Acuan Kelompok, yaitu penilaian yang dilakukan dengan membandingkan hasil
belajar seorang siswa terhadap hasil belajar siswa lainnya dalarn kelompok.
Patokan ini dapat dikatakan sebagai patokan apa adanya dalam arti bahwa
patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan yang diperoleh pada
saat pengukuran berlangsung.
Penilaian Acuan Norma pada dasarnya menggunakan kurve normal dan hasil
perhitungannya sebagai dasar penilaian. Dua kenyataan yang ada dalam kurve
normal yang dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang
diperoleh masing-masing siswa yaitu angka rerata (mean) dan angka simpang
baku (standard deviation). Patokan ini bersifat relative karena dapat berubah-
ubah atau dapat bergeser ke atas atau ke bawah sesuai dengan besamya dua
kenyataan yang diperoleh di dalam kurve normal itu. Karena itu patokan ini
disebut Penilaian Acuan Relatif, dan dikatakan juga sebagai Penilaian Acuan
Kelompok karena yang dijadikan pembanding bergantung kepada hasil yang
dicapai oleh kelompok yang dijadikan sasaran. Penetapan norma ini dilakukan
setelah diadakan pengukuran, karena norma yang ditetapkan sangat bergantung
hasil pengukuran pada suatu saat.83

82
Sugiyanto. 2018, Psikologi Pendidikan Pengukuran Dan Penilaian Hasil Belajar, Yogyakarta, hlm. 4
83
Ibid, hlm. 4
b. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan artinya penilaian yang dilakukan dengan
membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa sebelum
usaha atau kegiatan penilaian dilakukan, terlebih dahulu harus ditetapkan
patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil
pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Patokan yang telah
ditetapkan sebelum pengukuran atau penilaian dilakukan biasanya disebut
"batas lulus" atau "tingkat penguasaan minimum'. Dengan demikian siswa yang
dapat mencapai batas lulus dapat menempuh atau mempelajari bahan
selanjutnya, begitu pula sebaliknya bagi siswa yang belum mencapai skor batas
lulus agar memantapkan belajarnya sehingga akhimya lulus.84

B. Fungsi Penilaian dan pengukuran Belajar


Evaluasi pembelajaran dapat befungsi sebagai alat seleksi, penempatan, dan
diagnostik, guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran.
Penjelasan dari setiap fungsi tersebut adalah:
1. Fungsi seleksi
Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi
calon peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.
2. Fungsi penempatan
Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap
orang (peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada jenis dan/ atau jenjang
pendidikan yang sesuai dengna bakat dan kemampuannya masing-masing.
3. Fungsi Diagnostik
Evaluasi diagnostic berfungsi atau dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan
belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar
tersebut.85

Sedangkan, Suryabrata (1986) menjelaskan fungsi evaluasi hasil belajar


meliputi :

84
Ibid, hlm. 4
85
Evaluasi Belajar dan Pengukuran Dalam Pendidikan - Psikologi Multitalent, Bandung, 2015
1. Fungsi Psikologis, yaitu agar siswa memperoleh kepastian tentang status di dalam
kelasnya. Di samping itu, bagi guru merupakan suatu pertanggungjawaban sampai
seberapa jauh usaha mengajamya dikuasai oleh siswa-siswanya.
2. Fungsi Didaktis, bagi anak didik, keberhasilan maupun kegagalan belajar akan
berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya. Sedang bagi pendidik, penilaian
hasil belajar dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan mengajarnya
termasuk di dalamnya metode mengajar yang dipergunakan.
3. Fungsi Administratif, dengan adanya penilaian dalam bentuk rapor akan dapat
dipenuhi berbagai fungsi administratif yaitu:
a. Merupakan inti laporan kepada orang tua siswa, pejabat, guru dan siswa itu
sendiri.
b. Merupakan data bagi siswa apabila ia akan naik kelas, pindah sekolah, maupun
untuk melamar pekerjaan.
c. Dari data tersebut kemudian dapat berfungsi untuk menentukan status anak dalam
kelasnya.
d. Memberikan informasi mengenai segala hasil usaha yang telah dilakukan oleh
lembaga pendidikan.86

C. Tujuan Penilaian dan Pengukuran Belajar


Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.
3. Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.
4. Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka
perbaikan.
Arikunto (1989) menyatakan bahwa harus ada hubungan yang erat antara: 1) tujuan
kurikulum dengna bahan pelajaran 2) bahan pelajaran dengan evaluasi, dan 3) tujuan
kurikulum dengna evaluasi. Jadi evaluasi itu harus merujuk kepada kurikulum dan
bahan pelajaran. Hubungan evaluasi terhadap kurikulum dan bahan pelajaran adalah
sebuah hubungan yang saling control.

86
Sutrisno Hadi. 1997. Methodologi Research II. Yogyakarta: Yasbit. Psikologi UG, hlm. 22
Apabila materi pelajaran sudah relevan dengan tujuan pembelajran yang tercantum
dalam kurikulum, maka evaluasi yang berhubungan dengan materi akan secara
otomatis berhubungan dengan kurikulum. Namun jika materi pelajaran tidak relevan
dengan kurikulum, maka tes yang dibuat berdasarkan materi tidak akan menyokong
tujuan kurikulum. Fokusnya tertuju kepada tujuan yang ada dalam kurikulum. Materi
dan metode merupakan sarana untuk pencapaian tujuan. Pemikiran ini bisa
diformulasikan kedalam bentuk lain bahwa pencarian, pembahasan, dan perumusan
materi adalah untuk menjawab persoalan dalam evaluasi yang mengacu pada tujuan
pembelajaran.
Konsep fungsi diagnostik menurut Tagliante (1996) adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi bertujuan untuk menemukan kesulitan pembelajaran dalam mengikuti
pelajaran, yang selanjutnya akan diberikan perlakuan yang tepat, sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapainya.
2. Evaluasi dilaksanakan selama berlangsungnya proses pembelajaran.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk merespon dua prinsip itu adalah: pertama,
untuk menemukan kesulitan pembelajar dalam mencapai tujuan pembelajaran, seorang
pengajar dapat merancang sebuah tes yang benar-benar valid. Valid itu maksudnya
adalah mengukur apa yang hendak diukur. Validitas benar-benar berorientasi kepada
hasil tes.

D. Kriteria Untuk Penilaian dan Pengukuran Belajar


Dalam proses pembelajaran seseorang pendidik mempunyai posisi netral dalam
menentukan keberhasilan dan kegagalan kegiatan penilaian proses pembelajaran.
87
Untuk itu, dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas harus memperhatikan kriteria-
kriteria berikut:
1. Validitas
Validitas dalam penilaian kelas merupakan penilaian yang dilakukan dengna
menilai apa yang harus dinilai dan menggunakan alat penilaian yang sesuai dengan
apa yang akan dicapai dengan tepat atau sahih (valid). Artinya, ada kesesuaian
antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat
ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang
masuk salah sehingga kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi

87
Evaluasi Belajar dan Pengukuran Dalam Pendidikan - Psikologi Multitalent, Bandung, 2015
salah. Contoh: guru menilai kompetensi berbicara akan valid bila menggunakan tes
lisan. Jika menggunakan tes tertulis, penilaian itu tidak valid.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi hasil penilaian. Penilaian yang reliable
memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misalnya,
guru menilai proyek, penilaian akan reliable jika hasil yang diperoleh itu cenderung
sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relative sama. Untu
menjamin penilaian yang reliable, petunjuk pelaksanaan proyek dan penskoran
harus jelas.
3. Mendidik
Penilaian kelas harus memberikan sumbangan positif pada proses pembelajaran
artinya penilaian dilakukan untuk mempberbaiki proses pembelajaran bagi guru dan
meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik. Penilaian dilakukan untuk
memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar
bagi peserta didik.
4. Berorientasi Pada Kompetensi
Penilaian kompetensi siswa di kelas yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap,
dan keterampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan
pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
5. Objektif
Penilaian berbasis kelas harus dilakukan secara objektif, dengan cara
mempertimbangkan rasa keadilan, terencana, berkesinambungan, menggunakan
bahasa yang dapat dipahami oleh peserta didik dan membuat kriteria yang jelas
dalam pembuatan keputusan atau pemberian skor (nilai) kepada peserta didik.
6. Terbuka
Penilaian berbasis kelas hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai
kalangan baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang
keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa
atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.
7. Berkesinambungan
Penilaian kelas dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari waktu
ke waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa, sehingga
kegiatan dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian.
8. Keseluruhan atau Komperhensif
Penilaian berbasis kelas secara keseluruhan atau komperhensif artinya penilaian
harus menyeluruh dengan menggunakan baragam cara dan alat untuk menilai
beragam kompetensi atau kemampuan sehingga tergambar profil kemampuan
peserta didik yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotrik serta
berdasarkan pada strategi dan prosedur penlaian dengan berbagai bukti hasil kerja
siswa yang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
9. Bermakna
Penilaian berbasis kelas diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua
pihak. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang
prestasi siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan
tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
D. KESIMPULAN
Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap hasil
pengukuran dimana pengukuran dapat berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang
menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang diukur.
kemudian dinilai dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui tinggi-
rendahnya atau baik-buruknya aspek tertentu. Dalam kegiatan belajar mengajar,
pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan
tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar.

norma yang digunakan dalam penilaian dibedakan menjadi dua. antara lain,norma
abstrak dan norma konkrit. Norma abstrak adalah norma yang hanya ada pada benak si
penilai, sehingga tidak dapat diketahui oleh orang lain. norma konkrit, dibagi lagi
menjadi dua macam yaitu norma kelompok dan norma ideal.Norma ideal adalah skor
maksimal sebagal patokan atau norma, sedang norma kelompokditentukan berdasarkan
hasil rerata skor pengukuran.

selain itu ada juga norma yang digunakan sebagai acuan penilaiandan acuan
patokan.Penilaian Acuan Norma pada dasarnya menggunakan kurve normal dan hasil
perhitungannya sebagai dasar penilaian.Penilaian Acuan Patokan artinya penilaian yang
dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang
telah ditetapkan sebelumnya.

fungsi penilaian dan pengukuran belajar antara lain :


1) Fungsi seleksi
Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon
peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.
2) Fungsi penempatan
Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap orang
(peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada jenis dan/ atau jenjang pendidikan
yang sesuai dengna bakat dan kemampuannya masing-masing.
3) Fungsi Diagnostik
Evaluasi diagnostic berfungsi atau dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan
belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.
Sedangkan, Suryabrata (1986) menjelaskan fungsi evaluasi hasil belajar meliputi :
1) Fungsi Psikologis, yaitu agar siswa memperoleh kepastian tentang status di
dalam kelasnya. Di samping itu, bagi guru merupakan suatu
pertanggungjawaban sampai seberapa jauh usaha mengajamya dikuasai oleh
siswa-siswanya.
2) Fungsi Didaktis, bagi anak didik, keberhasilan maupun kegagalan belajar akan
berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya. Sedang bagi pendidik,
penilaian hasil belajar dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan
mengajarnya termasuk di dalamnya metode mengajar yang dipergunakan.
1) Fungsi Administratif, dengan adanya penilaian dalam bentuk rapor akan dapat
dipenuhi berbagai fungsi administratif
Evaluasi bertujuan untuk menemukan kesulitan pembelajaran dalam mengikuti
pelajaran, yang selanjutnya akan diberikan perlakuan yang tepat, sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapainya.
Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan lain, antara
lain sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2) Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.
3) Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.
4) Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka
perbaikan.

Apabila materi pelajaran sudah relevan dengan tujuan pembelajran yang tercantum
dalam kurikulum, maka evaluasi yang berhubungan dengan materi akan secara otomatis
berhubungan dengan kurikulum. Namun jika materi pelajaran tidak relevan dengan
kurikulum, maka tes yang dibuat berdasarkan materi tidak akan menyokong tujuan
kurikulum. Fokusnya tertuju kepada tujuan yang ada dalam kurikulum.
ada pula kriteria dalam pengukuran dan penilaian belajar antara lain :
1. Validitas
Validitas dalam penilaian kelas merupakan penilaian yang dilakukan dengna menilai
apa yang harus dinilai dan menggunakan alat penilaian yang sesuai dengan apa yang
akan dicapai dengan tepat atau sahih (valid). Artinya, ada kesesuaian antara alat ukur
dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki
kesahihan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang masuk salah sehingga
kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi salah. Contoh: guru menilai
kompetensi berbicara akan valid bila menggunakan tes lisan. Jika menggunakan tes
tertulis, penilaian itu tidak valid.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi hasil penilaian. Penilaian yang reliable
memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misalnya, guru
menilai proyek, penilaian akan reliable jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama
bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relative sama. Untu menjamin
penilaian yang reliable, petunjuk pelaksanaan proyek dan penskoran harus jelas.
3. Mendidik
Penilaian kelas harus memberikan sumbangan positif pada proses pembelajaran artinya
penilaian dilakukan untuk mempberbaiki proses pembelajaran bagi guru dan
meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik. Penilaian dilakukan untuk
memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi
peserta didik.
4. Berorientasi Pada Kompetensi
Penilaian kompetensi siswa di kelas yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan
berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan
dapat diketahui secara jelas dan terarah.
5. Objektif
Penilaian berbasis kelas harus dilakukan secara objektif, dengan cara
mempertimbangkan rasa keadilan, terencana, berkesinambungan, menggunakan bahasa
yang dapat dipahami oleh peserta didik dan membuat kriteria yang jelas dalam
pembuatan keputusan atau pemberian skor (nilai) kepada peserta didik.
6. Terbuka
Penilaian berbasis kelas hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan
baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa
jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-
sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.
7. Berkesinambungan
Penilaian kelas dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari waktu ke
waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan
dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian.
8. Keseluruhan atau Komperhensif
Penilaian berbasis kelas secara keseluruhan atau komperhensif artinya penilaian harus
menyeluruh dengan menggunakan baragam cara dan alat untuk menilai beragam
kompetensi atau kemampuan sehingga tergambar profil kemampuan peserta didik
yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotrik serta berdasarkan pada
strategi dan prosedur penlaian dengan berbagai bukti hasil kerja siswa yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
9. Bermakna
Penilaian berbasis kelas diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua
pihak. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi
siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan tingkat
penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Baba, M. A. (2018). Dasar-Dasar dan ruang lingkup pendidikan islam di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Iqra', 6(1).

Hadi, I. A. (2017). Pentingnya Pengenalan Tentang Perbedaan Individu Anak Dalam


Efektifitas Pendidikan. INSPIRASI: Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam, 1(1), 71-
92.

Karim, B. A. (2020). Teori kepribadian dan perbedaan individu. Education and Learning
Journal, 1(1), 40-49.

Riswanti, C., Halimah, S., Magdalena, I., & Silaban, T. S. (2020). Perbedaan individu dalam
lingkup pendidikan. PANDAWA, 2(1), 97-108.

Turhusna, D., & Solatun, S. (2020). Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran. As-
Sabiqun, 2(1), 18-42.
Penutup

Teori belajar perlu kita ketahui sebagai bekal kita yang nantinya terjun dalam dunia
Pendidikan. Lalu pada perkuliahan Psikologi Pendidikan, kita telah semikan teori-teori
belajar dan alhamdulillah dapat dikumpulkan menjadi satu dalam “Seminar Psikologi
Pendidikan” oleh mahasiswa II kelas C tahun 2021-2022 ini.
Semoga tugas-tugas tentang teori-teori belajar telah disemikan ini menjadi paham
bacaan dan refrensi bagi para pembacanya.
Demikian kumpulan materi tentang Teori Belajar oleh mahasiswa II kelas C tahun
2021-2022. Besar harapan kami akan adanya masukan berupa saran yang membangun demi
kesempurnaan kumpulan tugas-tugas yang diseminarkan tentang Teori Belajar.

Anda mungkin juga menyukai