Anda di halaman 1dari 24

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

DAN KOGNITIF

Makalah Presentasi
Dosen Pengampu:
Dr. Ruslan, S.Pd., M.Ed

Disusun Oleh
Kelompok 6

RAISA NISFIRA (2306102020006)


MELISA NOVIANTI (2306102020026)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGRUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi
Pendidikan, dengan judul :
“Teori Belajar Behavioristik dan Kognitif”
Tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah berkontribusi dalam proses pembuatan karya ilmiah ini, sehingga karya ilmiah
ini dapat terselesaikan. Manusia tidak pernah luput dari kesalahan, kami menyadari
bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun dari berbagai
pihak. Kami berharap karya ilmiah yang telah kami susun ini dapat memberikan
manfaat kepada kita semua.

Banda Aceh, September 2023


Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 5

BAB II TINAJUAN PUSTAKA ................................................................................ 6

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 6

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................... 6

A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK ........................................................................... 6

1.1 Pengertian Behavioristik ............................................................................................ 6

1.2 Teori Belajar Behavioristik ........................................................................................ 7

1.3 Pelatihan perilaku virtual siswa melalui game dalam sistem pembelajaran .............. 8

1.4 Tokoh-tokoh behavioristik ....................................................................................... 10

1.5 Prinsip-Prinsip Behavioristik ................................................................................... 13

1.6 Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran Behavioristik 14

1.7 Behavioristik menurut pandangan Islam.................................................................. 15

B. TEORI BELAJAR KOGNITIF ..................................................................................... 16

2.1 Pengertian Belajar .................................................................................................... 16

2.3 Perbandingan teori belajar Jean Piaget dan Vygotsky .............................................. 19

2.4 Pentingnya pengembangan kognitif ......................................................................... 20

2.5 Faktor yang mempengaruhi pengembangan kognitif ............................................... 20

2.6 Peran guru dalam membangun pengetahuan anak ................................................... 21

BAB V KESIMPULAN............................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di dalam proses pembelajaran, terdapat konsep-konsep dasar yang harus kita
perhatikan serta gunakan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran, diantaranya
yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar humanistik, dan
teori belajar konstruktivisme.

Teori belajar behavioristik merupakan teori yang lebih mengedepankan


tingkah laku peserta didik dalam proses pemelajaran. Teori ini memandang belajar dari
segi hasil belajar yang dapat diamati dan diukur. Teori belajar kognitif yaitu teori yang
mengedepankan proses berpikir siswa seperti analisis, problem slolving, mengolah
informasi yang terjadi disekitarnya dan lain-lain. Teori belajar kognitif memandang
belajar dari segi proses belajar dengan berbagai komponen yang mempengaruhi
prosesnya. Kemudian teori belajar humanistik memandang belajar dari sudut pandang
kondisi dan potensi individu manusianya sebagai manusia yang memiliki berbagai
potensi dan perbedaan. Dan yang terakhir yaitu teori belajar konstruktivisme
merupakan teori pembelajaran dengan membangun pengalaman dan pengetahuan
yang unik bagi peserta didik. Keempat teori belajar tersebut saling berhubungan dan
sama pentingnya. Akan tetapi, pada makalah ini kami akan membahas mengenai salah
dua dari konsep dasar pembelajaran, yaitu teori belajar behavioristik dan teori belajar
kognitif.

Teori belajar behavioristik merupakan sebuah bentuk perubahan yang dialami


siswa dalam bentuk perubahan kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Selain itu, teori belajar
behavioristik meskipun sering terjadi perubahan mental pada individu setelah belajar,
faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan dan tidak dianggap sebagai hasil belajar
karena dianggap tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Sedangkan teori belajar
kognitif merupakan suatu proses berpikir manusia yaitu berupa kemampuan untuk
mengolah, menilai, menghubungkan informasi antar bagian dan mempertimbangkan
suatu kejadian. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan seseorang
terutama yang ditujukan dalam ide-ide dan belajar. Kemampuan inilah yang
menentukan cepat tidaknya terselesaikan masalah yang sedang dihadapi.

4
Kecerdasan merupakan mental yang paling tinggi yang dihadapi manusia.
Tingkat kecerdasan manusia dapat membantu dalam menghadapi berbagai
permasalahan di hidupnya. Kecerdasan manusia sudah dimiliki sejak lahir dan dapat
terus dikembangkan hingga dewasa. Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan
sebaiknya dilakukan sedini mungkin dengan memberikan stimulasi pada kelima panca
indranya ketika anak baru saja dilahirkan.

Kecerdasan Intelektual memang memainkan peran penting dalam kehidupan


manusia, akan tetapi intelektual bukan menjadi faktor satu-satunya yang menentukan
sukses tidaknya kehidupan seseorang. Masih banyak faktor lain yang ikut menentukan
yaitu EQ (kecerdasan emosional) dan SQ (kecerdasan spiritual).

Di dalam proses pembelajaran, setiap peserta didik memiliki tingkat kesulitan


yang berbeda-beda dalam memahami pelajaran. Hal tersebut merupakan hal yang
wajar terjadi karena pada saat itu peserta didik sedang berusaha mengintegrasikan
pengetahuan yang baru di dapatkan ke dalam sistem kognitifnya. Maka dari itu, kita
sebagai pendidik harus tau cara untuk mengatasi kesulitan peserta didik. Sebelum itu,
marilah kita terlebih dahulu mengetahui lebih dalam tentang apa itu teori belajar
behavioristik dan kognitif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu teori belajar behavioristik?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori belajar behavioristik?
3. Bagaimana penerapan teori belajar behavioristik dalam proses
pembelajaran?
4. Apa itu teori belajar kognitif?
5. Apa pengertian kognitif menurut Jean Piaget dan Vygotsky?
6. Apa pentingnya pengembangan kognitif?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar behavioristik.
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dar teori belajar
behavioristik.
3. Untuk menerangkan tentang penerapan teori belajar behavioristik di
dalam proses pembelajaran.
4. Unruk mengetahui pengertian teori belajar kognitif.

5
5. Untuk mendeskripsikan makna kognitif dari pandangan tokoh-tokoh
kognitif yaitu Jean Piaget dan Vygotsky.
6. Untuk mengetahui tentang pentingnya perkembangan kognitif bagi
peserta didik.

BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

Jean Piaget (Gredler, 2013) Untuk mengetahui gagasan kemampuan belajar


seseorang, yang harus dilakukan yaitu menjelaskan bagaimana seseorang dapat
membangun dan menciptakan, bukan hanya mengulang dan meniru. Berdasarkan
pernyataan tersebut, seseorang yang sudah memahami apa yang telah dipelajarinya
dapat menjelaskan kembali apa yang sudah ia pelajari.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang kami gunakan untuk membuat makalah ini yaitu metode
penelitian kualitatif yang menggunakan sumber-sumber dari artikel dan jurnal baik
dari sinta, scopus dan jurnal internasional terkait kajian yang kemudian di analisi
secara kritis dan mendalam.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


1.1 Pengertian Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang mempelajari tingkah laku
manusia yang mengunakan pendekatan objektif ,mekanistik,materialistik,dengan
mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan
pengamatan atas tingkah laku yang terlihat.teori ini memandang manusia seperti mesin
dapat di kendalikan prilakunya lewat perkondisian.prilaku selalu dimulai dengan
adanya rangsangan(stimulu)dan diikuti oleh suatu reaksi (respons).Dalam proses

6
belajar mengajar yang terpenting adalah seseorang dianggap telah belajar ketika sudah
menunjukan perubahan prilakunya.untuk mempelajari tingkah laku seseorang
seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengematan.atas tingkah laku yang
terlihat pengamatan sangat penting dalam teori ini,akibat adanya pengematan ini untuk
melihat terjadi atau tidak nya perubahan tingkah laku.Dalam teori ini belajar
merupakan hal penting yang berhubungan dengan input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respons.belajar behavioristik ini belajar yang lebih menekankan
pada tingkah laku seseorang.akibat dari interaksi yang masih berhubungan dengan
stimulus dan respons teori ini sangat berpengaruh dalam bidang perkembangan
pendidikan dan pembelajaran.aliran ini lebih menekankan pada terbentuknya prilaku
yang terlihat dalam hasil belajar.Secara rincinya belajar dalam teori ini lebih di pahami
dalam tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil dari
pengelaman yang menimbulkan interaksi dengan lingkungan sekitarnya bisa
mengakibat kan timbulnya kematangan fisiknya dapat dilihat dari aktivitasnya seperti
dalam kondisi mabuk,lelah,dan jenuh hal tersebut dapat di pandang sebagai proses
belajar.

1.2 Teori Belajar Behavioristik


Teori belajar Behavioristik ini adalah segala bentuk perubahan seseorang yang
mana dapat di ketahui melalui tingkah laku. Dapat diukur melalui kemampuannya
yaitu ada sebab akibat dari hasil interaksi stimulus dan respons terhadap lingkungan
.Stimulus perubahan terjadi melalui rangsangan yang menimbulkan perilaku
berdasarkan hukum Mekanistik.Yang penting dalam teori ini dimana seseorang
dianggap telah belajar apabila menunjukkan hasil perubahan terhadap tingkah laku
nya.Teori Behavioristik ini merupakan indikator utama dalam melihat hasil
seseorang.perubahan yang terjadi di dunia nyata menjadi tolak ukur seseorang berhasil
dalam belajar.teori belajar ini juga memandang tentang cara belajarnya individu lebih
terlihat dan terukur kepada aspek-aspek mental atau psikologisnya yaitu seperti
bakat,minat, kecerdasan,dan perasaan atau perubahan emosi siswa itu dalam
belajar.pengukuran sangat penting dalam belajar behavioristik,hal tersebut dapat
dilihat dari terjadi atau tidaknya perubahan tingkah lakunya.kegiatan pembelajaran
dapat diaplikasikan dalam beberapa hal seperti tujuan pembelajaran,karakter seorang
siswa,materi yang harus di pelajari,media dan fasilitas yang tersedia dalam
pembelajaran yang ada di sekolah pada umumnya.dari sistem pengatahuan pengajar
disini itu pun sangat memberi pengaruh kepada siswa.karena peran guru disini yaitu
mendidik,mengembangkan pembelajaran yang telah di rancang dengan mengunakan

7
standard nya masing-msing sekolah yang akan di capai oleh siswa.disini siswa di
harapkan memiliki pemahaman tentang pengetahuan yang telah di ajarkan.

1.3 Pelatihan perilaku virtual siswa melalui game dalam sistem pembelajaran
Agar pelajar dapat memperoleh manfaat penuh dari bimbingan instruksional,
maka bimbingan tersebut harus dirancang dan diterapkan dengan hati-hati, terutama
dalam lingkungan pembelajaran yang sangat kompleks dan interaktif, seperti konteks
pembelajaran berbasis permainan (GBL) (Tsai et al., 2013; Yang et al. , 2018; Wouters
& Van Oostendorp, 2013). Dalam meta-analisis penelitian pembelajaran sains berbasis
permainan, Tsai dan Tsai (2020) menemukan bahwa meskipun siswa pada tahap
pembelajaran yang berbeda dapat memanfaatkan pembelajaran sains berbasis
permainan, namun desain permainan (dengan efek sedang) dan mekanisme dari
pembelajaran sains berbasis permainan. Permainan (efek kecil hingga sedang) juga
mempengaruhi belajar siswa. Mengenai dampak berbagai jenis desain pembelajaran,
Teori Kognitif Pembelajaran Multimedia (CTML) yang dikemukakan oleh Mayer
(2009) memberikan banyak studi empiris sebagai referensi. Diantaranya, prinsip pra-
pelatihan menekankan bahwa memberikan informasi penting kepada siswa, seperti
nama dan fitur topik yang akan dipelajari, dapat mendorong pembelajaran konsep yang
lebih mendalam. Misalnya, Mayer dkk. (2002) menyimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah peserta didik dalam simulasi permainan online geografi dapat
ditingkatkan jika mereka mempelajari konsep dan karakteristik geologi terlebih
dahulu. Namun, di Meyer koresponden writers. (2019), mereka menyelidiki efek
penerapan prinsip-prinsip pra-pelatihan dalam tugas pembelajaran biologi sel
sementara peserta secara acak ditugaskan ke empat kondisi (dengan/tanpa pra-
pelatihan x VR/video imersif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pra-pelatihan
berdampak positif terhadap pengetahuan faktual, kinerja transfer pembelajaran, dan
efikasi diri siswa pada kelompok VR, sedangkan pada kelompok video tidak terdapat
dampak signifikan. Meskipun pra-pelatihan diasumsikan membantu siswa mengingat
kembali pengetahuan yang ada dan mengurangi beban kognitif intrinsik dalam proses
melakukan tugas tanpa mencari sumber daya yang relevan, hal ini juga dapat memberi
petunjuk kepada pelajar bahwa tugas-tugas selanjutnya terkait dengan materi pra-
pelatihan, yang memungkinkan siswa untuk fokus pada informasi yang relevan dalam
mengerjakan tugas. Namun demikian, tampaknya dampak pra-pelatihan dapat
bervariasi dalam kondisi yang berbeda-beda. Selain itu, prinsip sinyal CTML
menunjukkan bahwa dalam lingkungan pembelajaran multimedia, pelajar dapat

8
memperoleh manfaat dari isyarat yang jelas untuk fokus pada informasi yang relevan
dan dengan demikian mendorong pembelajaran (Scheiter & Eitel, 2015; Ozcelik et al.,
2010; Stull & Mayer, 2007; Wouters & Van Oostendorp, 2013). Misalnya, melalui data
pergerakan mata, Jamet (2014) menyimpulkan bahwa isyarat visual dapat secara
efektif membimbing siswa untuk kurang memperhatikan informasi yang tidak relevan,
dan berkonsentrasi pada pengintegrasian sumber belajar visual dan pendengaran yang
sesuai.

1. Tujuan
Meskipun terdapat banyak penelitian dalam bidang ini, hanya sedikit dari
penelitian tersebut yang memperhatikan dampak kombinasi desain
pembelajaran yang berbeda terhadap mekanisme kognitif peserta didik dan
hasil tugas dalam lingkungan pembelajaran berbasis permainan. Mengikuti
penelitian sebelumnya (Tsai et al., 2016), penelitian ini lebih lanjut menguji
interaksi antara pra-pelatihan dan efek isyarat (yaitu, video instruksional dan
isyarat teks). Video instruksional ditempatkan sebelum tugas utama sebagai
materi pra-pelatihan, sedangkan isyarat teks disematkan dalam permainan
untuk memberikan dukungan pembelajaran waktu nyata. Pada saat yang
sama, empat perlakuan (isyarat yang lebih relevan dengan pra-pelatihan,
isyarat yang lebih relevan tanpa pra-pelatihan, isyarat yang kurang relevan
dengan pra-pelatihan, isyarat yang kurang relevan tanpa pra-pelatihan)
dilakukan untuk menguji interaksi antara kombinasi pembelajaran.
mendukung. Secara bersamaan, efek pembelajaran pada proses kognitif
siswa diperiksa dengan menggunakan metodologi pelacakan mata. Selain
itu, penelitian ini menggunakan analisis sekuensial untuk menyelidiki pola
perilaku visual dalam lingkungan pembelajaran berbasis permainan dengan
perlakuan berbeda
2. Metode
Penelitian ini mengadopsi desain eksperimen eyetracking 2 x 2
(dengan/tanpa video pra-pelatihan versus isyarat yang lebih/kurang relevan)
untuk mengeksplorasi efek instruksional pada perilaku visual dan hasil tugas
(pasca tes dan kinerja permainan) dalam pembelajaran berbasis permainan.
Metode ini dijelaskan secara rinci pada bagian berikut; 1. Peserta Empat
puluh empat mahasiswa (usia rata-rata = 21,27, SD = 2,81, 19 perempuan
dan 25 laki-laki) secara sukarela berpartisipasi dalam eksperimen pelacakan

9
mata pembelajaran berbasis permainan ini. Jurusan akademis mereka
meliputi ilmu sosial, ilmu komputer, teknik, serta administrasi bisnis. Semua
siswa melaporkan sendiri bahwa mereka memiliki pengalaman bermain
game komputer di masa lalu. 2. Perlakuan Permainan yang digunakan dalam
penelitian ini dirancang agar peserta didik dapat memahami bahan-bahan
yang dibutuhkan dan proses pembuatan elektromagnet. Tata letak proses
perakitan kunci untuk menyelesaikan permainan didasarkan pada prinsip
desain Alessi dan Trollip (2001). Peserta didik diharapkan untuk terlibat
dalam proses berpikir berulang-ulang, coba-coba, dan manipulasi saat
tenggelam dalam lingkungan virtual. Peserta didik dalam kelompok eca
diberikan kombinasi intervensi instruksional yang berbeda (misalnya, video
pra-pelatihan dan isyarat waktu nyata). Isi video pra-pelatihan adalah
menjelaskan komponen-komponen elektromagnet dan mendemonstrasikan
langkah-langkah perakitan elektromagnet. Durasi video adalah 1 menit 30
detik. Ini berfungsi sebagai bahan untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan awal yang relevan sebelum memasuki permainan. Sedangkan
untuk isyarat realtime, setelah memasuki permainan digital, ketika peserta
didik mengklik komponen yang ada di area adegan, mereka akan langsung
menerima dialog kontekstual dengan beberapa informasi di area isyarat.
Perbedaan antara isyarat yang lebih relevan dan isyarat yang kurang relevan
terletak pada jumlah informasinya. Sementara isyarat yang lebih relevan
memuat fungsi komponen dan petunjuk utama, isyarat yang kurang relevan.

1.4 Tokoh-tokoh behavioristik


1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)
Thorndike lahir pada 1874.ia adalah seorang pendidik dan psikolog yang
berkembang di Amerika.Lulus S1 dari universitas Wesleyan (1895) S2 di Harvard
University (1896) dan S3/Doctor di Columbia (1898). Pandangan-pandangan
Thorndike banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan memberi sumbangan
dalam perkembangan dunia pendidikan. Menurut Thorndike, belajar merupakan
suatu proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa yang
merangsang terjadinya perubahan tingkah laku atau perasaan, dan hal-hal lain yang
dapat di simak melalui alat penglihatan atau suatu perubahan dari lingkungan
sekitar yang menjadi tanda untuk mengaktifkan suatu koneksi - koneksi untuk
bereaksi atau berbuat. respon yaitu suatu tangapan yang di beri oleh peserta didik

10
ketika belajar, yang berupa ungkapan, perasaan, atau gerakan dan tindakan yang di
sebab kan adanya rangsangan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat dapat diamati, atau tidak dapat diamati.walaupun begitu aliran behavioristik
sangat penting mengunakan pengematan, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike
bisa disebut pula dengan teori koneksi (Slavin, 2000). Menurut Thorndike, belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut
terjadi nya rangsangan(stimulus) dengan diikuti respon ada sebuah eksperimen nya
yaitu menarik kucing di dalam sangkar dikatakan agar tercapai hubungan antara
stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat
serta melalui usaha-usaha dan kegagalan-kegagalan terlebih dahulu.

1. Ada tiga hukum paling utama yang di kemukakan oleh Thorndike yaitu
2. Hukum kesiapan yaitu apabila kita semakin siap akan suatu organisasi itu
akan menimbulkan kepuasan bagi kita sendiri terhadap perubahan tingkah
laku tersebut.
3. Hukum latihan yaitu dimana kita sering mengulang atau melatihnya maka
perubahan tersebut akan semakin kuat
4. Hukum akibat merupakan interaksi antara stimulus respons.lebih di perkuat
apabila akibat yang menyenangkan dan akan di perkemah apabila
akibatnya tidak memuaskan.

2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 – 1936)

Ivan Pavlov lahir pada 14 sebtember 1849 di Rusia,ayah nya adalah seorang
pendeta.pavlov lulus S1 sebagai sarjana kedokteran bidang fisiologis.ia aktif dalam
melakukan penelitian tentang fisiologis pencernaan setelah direktur departemen
fisiologi institute of Eksperimen medicine.

Eksperimen dan teori classical conditionin.

Pavlov melakukan eksperimen dengan mengunakan anjing,dagin,dan bel.dia


mengkombinasikan daging sebagai perangsang asli dengan bell perangsang
netral.yang menjadi stimulus bersyarat,dengan mengkombinasikan daging dan bell
di lakukan bersamaan dengan berulang-ulang hingga memunculkan reaksi yang
akan di capai atau di inginkan,yaitu munculnya air liur anjing,meskipun hanya
mendengar bunyi bell.

11
Aplikasi teori classical conditioning dalam pembelajaran :

1. Menyediakan ruang membaca yang enak,nyaman dan menarik minat


untuk belajar,dan meningkatkan kegiatan belajar seperti membaca
dengan cara menyenangkan.
2. Terus mendorong pertumbuhan siswa yang pemalu,dengan cara
meminta bantuan kepada siswa lain yang tertinggal materi cara
memahami trik dalam mempelajari materi tertentu.
3. Apabila ada siswa yang merasa sangat penakut dan malu di saat
berbicara di depan kelas ,dibantu dengan cara perlahanlahan yaitu
seperti membaca laporan di dalam sebuah kelompok walaupun sambil
duduk atau pun berdiri dan mulai latih ke kelompok yang lebih besar
untuk membacakan laporan di depan kelas.

3. Burhus Frederic Skiner(1904–1990)


a. Skiner lahir di Susquehanna tahun 1904 dan berkebangsaan Amerika.Ayah
nya adalah ahli hukum pada masa itu.dia meraih gelar master tahun 1930
dan pH.D tahun 1940 dari universitas Harvard.skinner mengajar psikologi
di universitas Minnesota tahun 1936–1945.pada 1945,dia pergi ke
universitas Indiana sebagai pimpinan Departemen psikologi dan tahun
1948 kembali ke Harvard.
b. Menurut Skinner, perkembangan yaitu perilaku. Dan sebab itu para
behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai
dengan pengalaman- penglaman lingkungan. Untuk mendemo
pengkondisian operan di laboratorium, ada sebuah eksperimen yang
dilakukan skinner yaitu meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah
kotak, yang disebut skinner box. Kotak itu terdapat tikus yang dibiarkan
melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam
aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan
keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk
memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Percobaan itu terus di
ulang berkali-kali dan terus diamati dalam waktu tertentu.proses ini disebut
dengan pembentukan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang di dasari oleh
pengelaman dalam bentuk stimulus dan respons.dan adanya respon tadi
bisa menimbulkan konsekuensi-konsekuensi itu bisa memengaruhi tingkah
laku.

12
4. Albert Bandara
Albert Bandara lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare Alberra,dia warga
negara kanada.pendidikan nya pada bidang psikologi.dia sangat dikenal dengan
Eksperimen bandura nya yaitu Bobo Doll.Eksperimen nya melibat kan seorang
anak kecil bersama dengan sebuah boneka.proses nya anak kecil di letakkan di
sebuah ruang yang terpisah dengan sekat yang tembus pandang,disebelah nya
terdapat sebuah boneka dan seorang dewasa yang telah d kondisikan di tempat
sehingga si anak dapat mengamati aktivitas orang dewasa dengan
bonekanya.ornag dewasa tersebut melakukan tindakan seperti memainkan
bonekanya,memperlakukan secara kasar seperti di pukul,di tendang.sesuai
skenario yang telah di buat. beberapa saat kemudian setelah di beri jeda giliran
anak itu pula di taruh di ruangan yang sama persis yang di tempati orang dewasa
tadi dengan bonekanya. Setelah diamati anak itu bermain bonekanya dengan cara
wajar.namun setelah beberapa saat bermain dengan bonekanya,mulai tampak
muncul prilaku kasar serta agresif seperti yang di lakukan orang dewasa dalam
memperlakukan bonekanya.jadi teori belajar ini menunjukkan betapa pentingnya
dalam proses pengamatan dan meniru prilaku dalam proses belajar.dengan itu
proses belajar ini ditegaskan kebanyakan prilaku manusia di pelajari oleh hasil
pengamatan melalui proses modeling.

1.5 Prinsip-Prinsip Behavioristik


Behavioristik ini telah di terapkan nya teknik pendidikan untuk waktu yang
lama untuk mendorong perilaku yang diinginkan dan untuk mencegah perilaku yang
tidak diinginkan.
• Stimulus dan Respons
Stimulus yaitu apa saja yang diberikan oleh seorang guru kepada siswa misalnya
seperti alat peraga, gambar dan hal-hal lain yang bisa meningkatkan minat belajar nya
tertentu dalam rangka membantu belajarnya. Sedangkan respons yaitu reaksi siswa
terhadap rangsangan yang telah diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini juga harus
dapat diamati dan diukur.
• Reinforcement (penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan itu bisa juga memperkuat prilaku penguatan.
Sedangkan konsekuensi yaitu yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku
disebut dengan hukuman punishment. o Pembagian-pembagian yang di ikuti oleh
penguatan yang ada pada tingkah laku.

13
1) Penguatan positif dan negatif
Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif.
Dan sebalik nya peristiwa yang dinilai negatif untuk memperkuat perilaku disebut
penguatan negatif
2) Penguatan primer dan sekunder
Penguat primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan fisik. Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan non fisik.
3) Kesegeraan memberi penguatan kesiapan
Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku muncul karena akan
menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih baik dari pada pemberian penguatan
yang telah di ulurnya waktu
4) Pembentukan perilaku
Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan-tahapan yang lebih
rinci; menentukan penguatan yang akan digunakan
5) Kepunahan
Akan terjadi apabila tidak menerima respon lagi teori behaviorisme yang
menekankan adanya hubungan antara stimulus dengan respons secara umum dapat
dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar.
Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan
cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward
yang berfungsi sebagai penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan

1.6 Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran Behavioristik


Menekankan lebih ke cara belajarnya dengan terbentuknya perilaku terlihat
sebagai hasil belajar.Teori belajar behavioristik dengan model interaksi stimulus
respons, menekankan siswa yang belajar sebagai siswa yang aktif. Munculnya perilaku
siswa yang kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai
hukuman.teori ini sangat mempengaruhi dalam belajar karena belajar ditafsirkan
sebagai latihan-latihan untuk membentuknya hubungan antara rangsangan dan reaksi.
Dengan memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi rangsangan
tersebut. Hubungan stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan siswa
dengan cara otomatis belajar. Dengan demikian muncullah stimulus tertentu.
Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
komponen seperti: tujuan pembelajaran, materi karakteristik siswa, media, pelajaran,
fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan. Teori belajar behavioristik
14
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik
merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang
pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu
siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya di sini seorang siswa itu akan mendengarkan dan memberi reaksi
terhap apa yang di sampaikan oleh gurunya.

1.7 Behavioristik menurut pandangan Islam


Teori belajar behavioristik bukan hal yang baru kita dengar.Teori ini sudah di
mulai dari zaman nya nabi. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:
‫ َك َحامِ ِل‬، ِ‫الصالح و َجلِيس السُّوء‬
ِ ِ ‫ «إنما َمثَل ال َجل‬:‫عن أبي موسى األشعري رضي هللا عنه مرفوعًا‬
‫ِيس‬
(ً‫ وإما أن تجد منه ) ِري ًحا طيبة‬،‫ع منه‬ ْ ‫ وإما‬، َ‫أن ي ْح ِذ َيك‬
َ ‫أن ت َ ْبت َا‬ ْ ‫ إما‬: ِ‫ فَ َحامِ ل المِ سْك‬،‫ِير‬
ِ ‫ِخ الك‬
ِ ‫ ونَاف‬، ِ‫ المِ سْك‬،
(‫ وإما أن تجد منه ) ِري ًحا م ْنتِنَة‬،‫ إما أن يحرق ثيابك‬:‫ِير‬
ِ ‫ونَافِخ الك‬
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti pedagang minyak
kesturi dan peniup api tukang besi. Si pedagang minyak kesturi mungkin akan
memberinya kepadamu atau engkau membeli kepadanya atau setidaknya engkau
dapat memperoleh bau yang harum darinya, tapi si peniup api tukang besi
mungkin akan membuat badanmu atau pakaianmu terbakar atau mungkin
engkau akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.”
Dalam hadits ini, Rasul sallahu alaihi wasallam menganjurkan seseorang
muslim untuk memilih sahabat yang baik.Hadist ini bukan bermakna
menyingung.Akan tetapi hadist di atas hanyalah perumpamaan bahwa lingkungan
pergaulan seseorang bisa mempengaruhi kehidupannya.Kita bisa lihat dari segi
pertemanan orang Sholeh yang mana ketika seseorang itu bergaul dengan orang yang
Sholeh yang ahli ibadah,bisa saja dia akan ikut ibadah dan sebaliknya ketika seseorang
bergaul dengan ahli maksiat,jika tidak kuat imannya maka bisa jadi ia terjerumus ke
dalam hal -hal yang tidak baik pula.
Dalam al-Qur’an, juga terdapat ayat yang menunjukkan pentingnya
lingkungan dan pengkondisian:
‫علَ ْي َها َل نَسْـَٔلكَ ِر ْزقًا نَ ْحن ن َْرزقكَ َو ْال َعا ِق َبة لِلت َّ ْق ٰوى‬ َ ‫ص‬
َ ‫ط ِب ْر‬ َّ ‫َوأْم ْر ا َ ْهلَكَ ِبال‬
ْ ‫ص ٰلو ِة َوا‬
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melaksanakan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya”. (Q.S. At-Thaha:132)

15
Dari ayat diatas,kita di perintah menyuruh sholat ini merupakan isyarat dari
teori belajar behavioristik yang mengutamakan agar kondisinya kita lewat latihan-
latihan.Agar terbentuknya prilaku yang baik-baik lewat aktivitas yang sering
dilakukan maksud dari aktivitasnya yaitu aktivitas yang masih berhubungan dengan
nilai-nilai positif.
Selain belajar tentang kelakuan, sikap, dan keterampilan, teori belajar
behavioristik juga bisa diterapkan pada kognitif. Menururt taksonomi Bloom, dalam
pembelajaran kognitif dengan pendekatan behavioristik, anak baru mencapai tingkat
berpikir paling rendah.

B. TEORI BELAJAR KOGNITIF

2.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses psikologi


yang terjadi antara pelaku dan lingkungannya yang
dilakukan dengan sengaja untuk menghasilkan
perubahan-perubahan baik dalam kemampuan,
pemahaman, pengetahuan, keterampilan, sikap
Gambar 1. Kegiatan belajar mengajar
serta kebiasaan baik melalui latihan maupun praktik.

Terdapat 4 ciri-ciri belajar yaitu: perubahan, bersifat permanen, adanya usaha, dan
perubahan karena proses belajar. Aspek belajar dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar bisa dilakukan dalam bentuk formal atau
informal. Pembelajaran formal yaitu proses pembelajaran yang di terjadi di sebuah
instansi atau lembaga tertentu seperti sekolah. Sedangkan pembelajaran informal yaitu
proses pembelajaran serta pengalaman yang kita dapati dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar merupakan proses internal yang mencakup: ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi dan faktor-faktor lain.

2.2 Pengertian Teori Belajar Kognitif

Kognitif berasal dari kata “Cognition” yang memiliki persamaan dengan


“knowing” yang artinya mengetahui. Dalam arti yang luas kognisi adalah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar menurut teori kognitif adalah perubahan
persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku.
Gagasan utama teori ini adalah bagian-bagian situasi tertentu saling berhubungan
16
dengan konteks seluruh situasi tersebut. Kognisi merupakan salah satu aspek
perkembangan individu yang meliputi kemampuan dan aktivitas mental yang
berkaitan dengan proses penerimaan, pemrosesan, dan penggunaan informasi dalam
bentuk berpikir, pemecahan masalah, dan adaptasi.

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajarnya. Aliran kognitif muncul karena adanya respon
ketidaksepakatan pada teori belajar behavioristik yang menganggap bahwa belajar
hanya masalah stimulus dan respon. Menurut Asri Budiningsih, penganut aliran
kognitif menganggap bahwa belajar tidak hanya sekedar hubungan stimulus dan
respon saja, tetapi juga melibatkan proses berpikir secara kompleks, yang berarti
terdapat aktivitas yang terjadi di dalam otak individu selama proses belajar
berlangsung.

1. Teori belajar kognitif menurut Jean Piaget

Jean Piaget (dalam Gredler, 2013), menjelaskan bahwa, ” To understand the


idea of capable learning, we must first explain how the individual constructs and
creates, not just how he or she repeats and imitates”.
Pengetahuan menurut Piaget adalah genetic artinya
pengetahuan itu berkembang atau developmental bukan
sesuatu yang diwariskan secara biologis. Sehingga,
pengetahuan dalam pandangan Piaget datang dari
tindakan yang berimplikasi pada perkembangan
kognitifnya. Hal ini dipengaruhi oleh seberapa jauh
individu aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
Gambar 2. Jean Piaget
dengan lingkungannya. Hal ini berdasarkan hasil
penelitian Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl dari Universitas California, Los
Angelos, yang menyatakan bahwa bagian otak yang berfungsi memahami kata-
kata dendrit mempunyai korelasi dengan kuantitas belajar. Hal ini menguatkan
teori Piaget, alih-alih semakin berkurang, kecerdasan manusia akan semakin
berkembang ketika manusia terus belajar.

Menurut Piaget, proses fundamental belajar berlangsung dalam tiga tahapan


yakni: asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi. Asimilasi adalah proses penyatuan atau
pengintegrasian informasi baru ke dalam sistem kognitif yang sudah ada.
Margaret E. Gredler menambahkan, terjadi penggabungan elemen eksternal

17
(objek atau kejadian) ke dalam sensorimotor atau skema konseptual subjek.
Akomodasi adalah proses penyesuaian dan penyusunan kognitif ke dalam situasi
yang baru. Ekuilibrasi adalah proses yang dilakukan dalam memelihara keadaan
yang tetap saat perubahan terus berlangsung. Ekuilibrasi merupakan proses
penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Apabila
dengan asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi dengan
lingkungannya, maka akan terjadi ketidakseimbangan (diliquibrasi). Jadi,
seseorang yang mengalami equilibrasi akan mengalami perubahan intelektual
yang lebih tinggi.

Empat tahapan perkembangan kognitif anak menurut Jean Piaget yaitu:

1. Tahap sensorimotor (usia 18-24 bulan)

2. Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun)

3. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun)

4. Tahap Operasional formal (usia 12 tahun ke atas)

Teori ini akan terus berlanjut hingga memasuki masa tua.

2. Teori belajar kognitif menurut Vygotsky

Vygotsky merupakan pelopor lahirnya teori konstruktivisme yang berarti


membangun kognitif anak melalui interaksi sosial. Pemikiran Vygotsky sering
disebut dengan perspektif sosiokultral. Asumsi dari teori konstruktivisme sosial
Vygotsky yaitu “What the child can do in coperation today he can do alone
tomorrow”.

Menurut Vygotsky,’pelajar memiliki dua tingkat


perkembangan berbeda: tingkat perkembangan aktual
dan tingkat perkembangan potensial’. Tingkat
perkembangan aktual terjadi ketika individu mampu
menggunakan kemampuan kognitifnya sesuai dengan
fungsinya. Lalu perkembangan potensial merupakan
tingkatan kecerdasan yang bisa diraih oleh anak-anak
Gambar 3. Lev Vygotsky
melalui bantuan orang yang lebih tua, seperti guru, orang
tua, dan lain-lain. Maka dari itu, Vygotsky menyarankan agar guru dapat menjadi
fasilitator bagi siswanya.

18
Margaret E. Gredler (2013) menjelaskan, terdapat empat tahap penggunaan
lambang yang dimulai ketika masa anak-anak dan meluas sampai ke masa remaja.
Empat tahap tersebut ialah:

1. Tahap primitive

Tahap Primitive menurut Margaret E. Gredler (2013) terjadi ketika anak


mengandalkan pada proses mental elementer.

2. Tahap psikologi naif


Tahap psikologi naif terjadi ketika anak berusaha menggunakan stimuli
bantuan yang ada, namun tidak mengetahui hubungan psikologis yang
diperlukan antara stimuli dan tugas.
3. Tahap penggunaan lambang eksternal
Tahap penggunaan lambang eksternal (usia sekolah) terjadi ketika anak secara
hati-hati memilih atau menata stimuli eksternal berkenaan dengan kebutuhan
tugas.
4. Tahap penggunaan lambang internal
Dan tahap penggunaan lambang internal terjadi ketika subjek (individu)
mengandalkan pada stimuli internal yang dibuat sendiri.

2.3 Perbandingan teori belajar Jean Piaget dan Vygotsky

Vygotsky dan Piaget keduanya memfokuskan pemikirannya pada


perkembangan kognitif (perkembangan berpikir). Namun terdapat beberapa perbedaan
mendasar di antara keduanya. Margaret E. Gredler (2013) mendedahkan perbedaan
tersebut. Pertama, Piaget memfokuskan pada pemikiran logis yang berpuncak pada
kapabilitas untuk memecahkan permasalahan multifaktor dipandang dari segi sebab-
akibat. Sementara Vygotsky berfokus pada perkembangan atensi, persepsi, dan
memori, dimana penguasaan sistem simbol (lambang) dan pemikiran konseptual
merupakan hal yang sangat penting. Kedua, Piaget memandang bahwa bayi dan anak
kecil sebagai tertutup dalam dirinya sendiri (egocentrism), menerima objek dan orang
di sekitarnya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Sementara Vygotsky memandang
bahwa pemikiran anak berawal dari interaksi sosial dengan orang dewasa. Teori
kognitif Piaget mendasarkan pada proses asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi dan
interiorisasi, Vygotsky lebih memfokuskan pada perkembangan atensi, persepsi, dan
memori, serta pemikiran konseptual atas penguasaan sistem simbol (bahasa). Baik
Piaget maupun Vygotsky keduanya secara umum mendasarkan perkembangan
19
kognitifnya pada “interaksi” antara individu dengan lingkungannya sehingga terjadi
perkembangan tingkat kognitif anak.

2.4 Pentingnya pengembangan kognitif

Proses kognitif meliputi aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol penalaran dan
pemecah masalah. Maka guru mempunyai peran penting dalam mengembangkan
kemampuan kognitif pada anak. Peran guru dimaksudkan agar:

1. Agar anak mampu melatih ingatannya.


2. Agar anak mampu mengembangkan pemikirannya dengan
menghubungkan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
3. Agar anak mampu melakukan penalaran baik yang terjadi spontan atau
percobaan.
4. Agar anak mampu memecahkan masalahnya sendiri supaya ia bisa
menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri.

2.5 Faktor yang mempengaruhi pengembangan kognitif

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kognitif antara lain


sebagai berikut:
1. Keturunan (Hereditas)
Teori hereditas pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli filsafat
Schopenhauer. Pendapatnya mengatakan bahwa manusia sejak lahir sudah
membawa potensi tertentu yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut
teorinya, taraf kemampuan sudah ditentukan sejak anak baru dilahirkan. Taraf
kecerdasan yang merupakan warisan atau faktor keturunan berupa 75-80%.
Pembawaan ditentukan oleh ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Jadi, meskipun
anak anak menerima pelajaran dan latihan yang sama, perbedaan-perbedaan
tersebut tetap masih ada.

2. Lingkungan (Empirisme)
Pertama kali dikemukakan oleh John Locke. Berdasarkan pendapatnya,
teori perkembangan takaran kemampuan sangat dipengaruhi oleh pengalaman
dan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan hidupnya.

20
3. Kematangan
Seseorang dapat dikatakan telah matang fisiknya apabila ia telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

4. Pembentukan
Pembentukan yaitu segala keadaan dari luar diri seseorang yang dapat
mempengaruhi perkembangan kecerdasannya. Pembentukan ada yang sengaja
seperti sekolah atau formal dan tidak sengaja seperti pengaruh lingkungan
sekitar atau informal.

5. Minat dan Bakat


Minat merupakan perbuatan kepada suatu tujuan. Apa yang menarik
minta seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih baik dan lebih giat lagi.
Sedangkan bakat merupakan kemampuan bawaan sejak lahir, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat
seseorang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasannya, jika seseorang punya
bakat, maka akan semakin mudah ia untuk memahami dan mempelajari hal
tersebut.

6. Kebebasan
Kebebasan manusia untuk berpikir dan memilih sendiri cara-cara untuk
memecahkan masalah serta bebas memilih masalah sesuai kebutuhannya.

2.6 Peran guru dalam membangun pengetahuan anak


Membangun pengetahuan anak tidak terlepas dari peran guru. Peran guru yang
diharapkan adalah yang mampu memberikan kebebasan kepada muridnya untuk
bereksporasi, dana dapat membangun pengetahuan sehingga anak mampu membangun
pengetahuan dari apa yang dilakukannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
seorang guru yaitu:
a. Guru sebagai model
Peran guru yang pertama yaitu dapat menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebagian
besar proses pembelajaran dilakukan di sebuah instansi belajar yang ada gururnya.
Seluruh tindakan guru akan diamati oleh anak dan dicontohkan. Hendaklah guru
menjadi model yang baik bagi murid-muridnya agar bisa menjadi panutan serta contoh
yang baik bagi murid-muridnya.

21
b. Guru sebagai motivator
Guru sebagai motivator artinya guru harus mampu menjadi motivator anak dalam
membangun pengetahuan. Guru harus mampu memotivasi anak agar tidak mudah
menyerah dalam melakukan sesuatu.
c. Guru sebagai fasilitator
Guru juga harus bisa memberikan fasilitas serta sarana kepada muridnya. Di zaman
sekarang, sosok guru dituntut untuk menjadi seorang yang profesional yang punya cara
pandang era pengetahuan, wawasan masa depan, keunggulan keimanan, penguasaan
IPTEK, disiplin, profesionalisme, kepastian karir dan kesejahteraan lahir batin.
Mereka mempunyai peranan dalam mempersiapkan peserta didik sebagai generasi
muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan
menguasai kemampuan yang baik.

BAB V

KESIMPULAN

Dalam teori belajar behavioristik ada beberapa fungsi antara lain fungsi
pemahaman, fungsi prediktif, fungsi kontrol, dan fungsi rekomendatif. Melalui fungsi
rekomendatif, teori behavioristik dapat merekomendasikan pedoman instruksional
kepada pendidik, yang berupa stimulus-stimulus yang tepat dalam proses
pembelajaran sehingga memunculkan respon peserta didik yang merupakan hasil
belajar yang diinginkan. Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Dari beberapa teori belajar behavioristik yang dikembangkan dapat
disimpulkan bahwa untuk memunculkan respon yang diharapkan dibutuhkan
penguatan (reinforcement).

Aplikasi teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampaun


yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya sehingga model
yang paling cocok contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk
melatih kebiasaan baik, karena anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada
dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian dan penghargaan. Sedangkan untuk
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori behavioristik ini banyak digunakan
antara lain untuk melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori belajar memiliki beberapa fungsi
22
dalam proses pembelajaran, antara lain fungsi pemahaman fungsi kontrol, dan fungsi
rekomendasi. Melalui fungsi rekomendatif, teori behavioristik dapat
merekomendasikan pedoman instruksional kepada pendidik, yang berupa stimulus-
stimulus yang tepat dalam proses pembelajaran sehingga memunculkan respon peserta
didik yang merupakan hasil belajar yang diinginkan. Teori belajar behavioristik
menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dari beberapa teori belajar behavioristik yang
dikembangkan dapat disimpulkan bahwa untuk memunculkan respon yang diharapkan
dibutuhkan penguatan (reinforcement). Aplikasi teori belajar behavioristik sangat
cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya
tahan dan sebagainya sehingga model yang paling cocok adalah Drill dan Practice,
contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk melatih kebiasaan
baik, karena anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada dilingkungannya dan
sangat suka dengan pujian dan penghargaan. Sedangkan untuk pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi teori behavioristik ini banyak digunakan antara lain untuk
melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya.

Teori belajar kognitif merupakan proses belajar yang lebih menekankan pada
proses belajar itu sendiri. Penganut aliran kognitif menganggap bahwa belajar tidak
hanya sekedar hubungan stimulus dan respon saja, tetapi juga melibatkan proses
berpikir secara kompleks, yang berarti terdapat aktivitas yang terjadi di dalam otak
individu selama proses belajar berlangsung. Dua tokoh terkenal dari teori
perkembangan kognitif yaitu Jean Piaget dan Vygotsky. Teori kognitif Piaget
mendasarkan pada proses asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi dan interiorisasi, Vygotsky
lebih memfokuskan pada perkembangan atensi, persepsi, dan memori, serta pemikiran
konseptual atas penguasaan sistem simbol (bahasa). Baik Piaget maupun Vygotsky
keduanya secara umum mendasarkan perkembangan kognitifnya pada “interaksi”
antara individu dengan lingkungannya sehingga terjadi perkembangan tingkat kognitif
anak.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Andriyani, Fera. “Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam”, Vol. 10, No, 2 (2015)
(Sinta 4)
2. Dwi Kenia dan Muhammad Uyun. “Islamic Religiosity and Perceived
Behavioral Control on Academic Cheating”, Vol, 4, No. 1 (2023). (Sinta 2)
3. Ekawati, Mona. “Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Serta
Implikasinya Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran”, Vol. 7, No. 4 (2019)
4. Howe, William T. “Beyond hours of video gameplay: Connections between
verbal aggressiveness, genre preference, and technology used”, Vol. 3, No. 17
(2021). (Scopus)
5. Irwan Nahar, Novi. “Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial”, Vol. 1(2016)
(Sinta 5)
6. Mauliya, Annisa. “Perkembangan kognitif pada peserta didik SMP (Sekolah
Menengah Pertama) menurut Jean Piaget. Science Edu: Jurnal Pendidikan
IPA”, Vol. 2, No.2 (2019). (Scopus)
7. Meng-Jung Tsai dan An-Hsuan Wu. “Pra-trainingand cueing effect on
students’ visual behavior and task outcomes in game-based learning”,
Vol. 6 (2022) (Scopus)
8. Mu’mi, Sitti Aisyah. “Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget”, Vol. 6, No.
1 (2013)
9. Nada Irfani, Ranu. “Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam”, Vol. 6, No. 1 (2017)
10. Rosyid, M. Fairuz, Baroroh, R. Umi. “Teori belajar kognitif dan implikasinya
dalam pembelajaran Bahasa Arab”, AL-Lisan: Jurnal Bahasa (e-Journal) IAIN
Sultan Amai Gorontalo, vol. 4, no. 2 (2019). (Sinta 3)
11. Setiawati, Siti. “Telaah Teoritis: Apa Itu Belajar?”, Vol. 35, No. 1 (2018) (Sinta
5)
12. Wisman, Yossita. “Cognitive Learning Theory and Implementation in
Learning Process”, Vol.11, No. 1 (2020). (Sinta 3)

24

Anda mungkin juga menyukai