Anda di halaman 1dari 18

TEORI BELAJAR KOGNITIVISME

(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan dan Teori Belajar)

Dosen pengampu : Nur Hidayah Hanifah,M.Pd

Disusun oleh :

Rara Novita Sari (220106110044)

Shofiyah Izzatun Nisa’ (2210106110025)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “TEORI BELAJAR
KOGNITIVISME” dengan baik tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan dan Teori Belajar.

Tidak lupa saya menyampaikan rasa terimaksih kepada dosen pembimbing saya, Ibuk
Nur Hidayah Hanifah,M.Pd, yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan makalah perkuliahan ini. Kami mengucapakan terimakasih
kepada rekan-rekan yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga
bermanfaat bagi pembaca. Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini kerena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Malang, 5 April 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iii
BAB I ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................ 4
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5
A. Definisi Pembelajaran Kognitivisme ............................................................................................ 5
B. Implementasi Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran ............................................................... 7
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif ........................................................................................ 12
D. Teori Sosiokultural Atau Teori Konstruktivisme Sosial .............................................................. 14
BAB III ................................................................................................................................................. 17
PENUTUP ............................................................................................................................................ 17
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 17
B. Saran ......................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori pembelajaran menyangkut suatu tindakan untuk membimbing dan
mengajarkan individu bagaimana caranya siswa mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat di
sekitarnya. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia
belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari
belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme,
dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan
seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat
dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri.
Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah
teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai
untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran. Maka dari itu, diperlukan pembahasan atau penjelasan mengenai
teori pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian perkembangan menurut teori kognitivisme, teori sosialkultural
vygotsky?
2. bagaimana tahapan-tahapan dalam perkembangan menurut teori kognitivisme, teori
sosialkultural?

C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian perkembangan menurut teori kognitivisme, teori
sosialkultural
2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam perkembangan kognitivisme, sosialkultural

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pembelajaran Kognitivisme
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai
persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas
kognition/kognisi ialah perolahan penataan,penggunaan pengetahuan. Teori belajar
kognitivis melebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu
sendiri.Baharudin menerangkan teori ini lebih menaruh perhatian dari
padaperistiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan
teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yangsangat kompleks. Teori belajar
kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif leih
mementingkan proses belajar dari pada hasil bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang
mempelajari prsesbelajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar
kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model
perceptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Perubahan Belajar merupakan persepsidan pemahaman yang
tidak selalu dapat terlihat sebaigai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari sistuasi
saling berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil
dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakupingatan, retensi, pengolahan infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya.Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang ssangat
komplek. Prose belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang di terima
danmenyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan sudah terbentuk
dalam diri sesorang berdasarkan pemahman dan pengalaman-pengalaman
sebelumnnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak

5
dalamrumusan-rumusan seperti: “tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan
olehj.piaget, advance organizer oleh ausubel, pemahaman konsep oleh bruner, hirarki
belajar oleh gagne, webteacing oleh norman dan sebagainya.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu
prosesyang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu
prosesusaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibatdari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai
sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Dalam belajar, kognitivisme mengakui
pentingnya faktor individu dalambelajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau
lingkungan. Bagi kognitivisme,belajar merupakan interaksi antara individu dan
lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu
perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita:
mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah,
mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi
yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran padateori
ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belumdapat
berfikir secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar, yaitu Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi
juga melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam
diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Menurut psikologi kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti
sesuatu dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah
ada.Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupamencari
pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan,
mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan

6
yang dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi
pengetahuan yang baru.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi
yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran padateori
ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belumdapat
berfikir secara abstrak.

B. Implementasi Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran


Implementasi teori kognitif dalam pembelajaran. Proses belajar terjadi
berdasarkan konsep atau pola tahapan-tahapan perkembangan tertentu sesuai dengan usia
siswa. Proses belajar terjadi melalui tahapan-tahapan diantaranya:
a. Asimilasi
b. Akomodasi, yakni penyesuaian mata dalam menerima bayangan yang jelas dari objek
yang berbeda.
c. Equilibrasi, proses belajar lebih ditetapkan oleh cara kita mengatur materi
pembelajaran bukan ditetapkan oleh usia siswa. Proses belajar terjadi dengan tahapan-
tahapan: enaktif (kegiatan), ekonik (visual-verbal) dan simbolik. Secara umum teori
kognitivisme lebih menekankan bagaimana memahami struktuk kognitif siswa, dan itu
tidaklah gampang, dengan memahami struktur kognitifi siswa, maka dengan tepat
pelajaran disesuaikan sampai mana kemampuan siswa dalam pembelajaran. Selain itu,
metode penyusunan materi pelajaran sebaiknya disusun didasarkan pada konsep atau pola
dan logka tertentu supaya lebih mudah dimengerti dan sebaiknya dalam proses
pembelajaran, materi tidak dihafal melainkan memahami apa saja yang sedang dipelajari.
Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan
pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam
pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan
pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :

7
1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya.Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar denganbaik terutama
jika mendengarkan benda-benda kongrit.
3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karenahanya
dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4) Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh si pelajar.
5) Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun
dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6) Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal

Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental
yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan
pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan
membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.
1. Percobaan Tollman
Sesungguhnya, pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah
meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus
belajar mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia
menemukan bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau
peta mental) bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakakan hasil
belajarnya sampai mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya
melintasi maze—suatu fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent.
Eksperimen Tolman menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar
memperkuat respons melalui penguatan.

8
2. Jerome Bruner
Jerome Bruner adalah guru besar di dua universitas terkemuka dunia yaitu Harvard
(AS) dan Oxford (Inggris). Yatim di usia 12 tahun dan keluarga yang sering pindah
tidak menghalanginya untuk berprestasi. Bruner memiliki peran besar dalam
perubahan arus utama psikologi dari behaviorisme ke kognitivisme pada dekade
1950-an dan 1960-an. Karya pentingnya yang secara eksplisit mengawali
kognitivisme diterbitkan tahun 1956, A Study in Thinking. Dalam bukunya tersebut
Bruner mendefinisikan proses kognitif sebagai “alat bagi organisme untuk
memperoleh, menyimpan, dan mentransformasi informasi.” Bruner juga pelopor
utama konstruktivisme. Gagasan utama Bruner didasarkan kategorisasi. "Memahami
adalah kategorisasi, konseptualisasi adalah kategorisasi, belajar adalah membentuk
kategori-kategori, membuat keputusan adalah kategorisasi." Bruner berpendapat
bahwa orang menginterpretasikan dunia melalui persamaannya dan perbedaannya.
Taksonomi Bloom, Bruner berpendapat tentang adanya suatu sistem pengkodean di
mana orang membentuk susunan hierarkhis dari kategori-kategori yang saling
berhubungan. Gagasannya yang disebut instructional scaffolding (dukungan dalam
pembelajaran) ini berupa hierarkhi kategori berjenjang di mana semakin tinggi
semakin spesifik, menyerupai gagasan Benjamin Bloom tentang perolehan
pengetahuan. Bruner mengemukakan ada dua mode utama dalam berpikir: naratif dan
paradigmatik. Dalam berpikir naratif, pikiran fokus pada berpikir yang sekuensial,
berorientasi pada kegiatan, dan dorongan berpikir secara rinci. Dalam berpikir
paradigmatik, pikiran melampaui kekhususan sehingga memperoleh pengetahuan
yang sistematis dan kategoris. Pada mode pertama, proses berpikir seperti halnya
cerita atau drama. Pada mode kedua, berpikir secara berstruktur seperti halnya
menghubungkan berbagai gagasan mendasar dengan cara yang logis.
Dalam penelitiannya terhadap perkembangan anak (1966), Bruner menelorkan
gagasan tentang tiga mode representasi: representasi enactive (berbasis tindakan),
representasi iconic (berbasis gambaran), dan representasi simbolik (berbasis bahasa).
Semua representasi mode tersebut tidak bisa dijelaskan sebagai jenjang yang terpisah,
namun terintegrasi dan hanya terpisah secara sekuensial selagi "diterjemahkan" satu
sama lain. Representasi simbolik menjadi mode terakhir, karena yang paling misterius

9
dari ketiganya. Teori Bruner berpendapat adalah produktif ketika menghadapi materi
baru dengan mengikuti representasi secara progressif dari enactive ke iconic baru ke
simbolik; bahkan hal ini juga berlaku bagi pembelajar dewasa. Untuk para perancang
kegiatan pembelajaran, karya Bruner tersebut juga berpendapat bahwa seorang
pembelajar bahkan ketika masih belia sudah mampu mempelajari materi dalam waktu
lama apabila materi tersebut diorganisasi secara baik. Pendapat ini sangat berbeda
dengan teori Piaget dan teoris tentang tahapan perkembangan yang lain.
3. Teori Noam Chomsky
Dalam Belajar Bahasa Avram Noam Chomsky adalah profesor emeritus bidang
linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Ia mengawali revolusi
kognitif dalam psikologi di tahun 1959 dengan menulis "A Review of B. F. Skinner's
Verbal Behavior" di jurnal Language. Buku Skinner yang direview Chomsky berjudul
Verbal behavior tersebut terbit tahun 1957. Chomsky menganggap terjadi kesalahan
dalam bagian tulisan Skinner tentang perkembangan bahasa seseorang. Chomsky
mengemukakan bahwa anak-anak di seluruh dunia mulai belajar berbicara rata-rata
pada usia yang sama dan berkembang melalaui tahapan-tahapan yang rata-rata sama
pula meskipun tanpa secara eksplisit diajar atau diberi hadiah untuk upayanya
tersebut. Menurut Chomsky, kapasitas manusia untuk belajar bahasa adalah bawaan.
Ia memiliki teori bahwa otak manusia memiliki “hardware” untuk bahasa sebagai
hasil dari evolusi. Dengan menunjuk fungsi vital disposisi biologis dalam
perkembangan bahasa, teori Chomsky memukul secara telak asumsi behavioris
bahwa semua perilaku manusia dibentuk dan dipertahankan melalui reinforcement
(penguatan). Dalam meneliti belajar bahasa, Chomsky fokus pada pertanyaan-
pertanyaan tentang cara kerja dan perkembangan struktur internal bawaan untuk
sintaksis yang mampu secara kreatif mengorganisasi, menyatukan, menyesuaikan,
dan mengkombinasikan kata-kata dan frase-frase menjadi tutur yang dapat dipahami.
Dalam reviewnya Chomsky menekankan bahwa penerapan ilmiah prinsip-prinsip
behaviorisme dari penelitian terhadap hewan sangat kurang memadai dalam
memberikan penjelasan tentang perilaku verbal manusia karena teori tersebut
membatasi diri terhadap kondisi eksternal. Meneliti "apa yang dipelajari" saja tidak
memadai untuk menjelaskan tata bahasa generatif. Chomsky menekankan contoh-

10
contoh perolehan bahasa yang cepat oleh anak-anak, termasuk cepat berkembangnya
kemampuan untuk membentuk kalimat yang sesuai tata bahasa. Chomsky memiliki
prinsip bahwa untuk memahami perilaku verbal manusia seperti aspek-aspek kreatif
dari penggunaan dan pengembangan bahasa, seseorang harus pertama-tama menerima
postulat (dalil) adanya genetika yang membawa kemampuan linguistik.
4. Teori Pieget
Piaget profesor psikologi di Universitas Jenewa, Swiss. Teorinya tentang
perkembangan kognitif anak (dibahas pada bab tersendiri) merupakan salah satu
tonggak munculnya kognitivisme. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan
logika berpikir dari bayi sampai dewasa. Piaget memiliki asumsi dasar kecerdasan
manusia dan biologi organism berfungsi dengan cara yang sama. Keduanya adalah
sistem terorganisasi yang secara konstan berinteraksi dengan lingkungan.
Pengetahuan merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Outcome dari
perkembangan kognitif adalah konstruksi dari schema kegiatan, operasi konkret dan
operasi formal. Komponen perkembangan kognitif adalah asimilasi dan akomodasi,
yang diatur secara seimbang. Memfasilitasi berpikir logis melalui ekperimentasi
dengan objek nyata, yang didukung boleh interaksi antara peer dan guru. (Schema
adalah struktur terorganisasi yang merefleksikan pengetahuan, pengalaman, dan
harapan dari individu terhadap berbagai aspek dunia nyata).
5. Teori Vygotsky
Lev Vygotsky adalah pakar psikologi lulusan Insitut Psikologi Moskow, Uni Soviet
(sekarang Rusia). Meninggal pada tahun 1930-an di usia relatif muda (40 tahun)
karena penyakit TBC, ia meninggalkan banyak karya yang banyak dieksplorasi orang
hingga kini. Dalam masa karir akademiknya yang singkat, Vygotsky aktif di sejumlah
bidang akademik, termasuk analisis psikologis dalam seni dan cerita rakyat; psikologi
anak yang meliputi masalah anak-anak tuna rungu dan tuna grahita; dan analisis
psikologis untuk orang dewasa penderita kerusakan otak. Karya utamanya antara lain
Thought and Language (1937), Selected Psychological Studies (1956), dan
Development of the Higher Mental Processes (1960). Karyanya dalam bidang
perkembangan bahasa dan linguistik didasarkan atas hipotesisnya bahwa proses
kognitif tingkat tinggi merupakan hasil dari perkembangan sosial.

11
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi
hingga dewasa. Melalui observasinya, Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif
terjadi dalam empat tahapan. Masing-masing tahapan berhubungan dengan usia dan
tersusun dari jalan pikiran yang berbeda-beda. Tahap-tahapan ini yakni:
1. Tahap sensori-motorik : 0 – 2 tahum
Tahap sensorimotorik. Tahap ini berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia
dua tahun. Dalam tahapan ini, bayi menyusun pemahaman dunia denga
mengoordinasikan pengalaman indra (sensory) mereka dengan gerakan motorik (otot). Di
usia antara satu sampai empat bulan, seorang bayi mengandalkan reaksi sirkular primer,
yaitu tindakan atau gerakan yang dia buat sebagai respons dari tindakan sebelumnya
dengan bentuk yang sama. Di usia empat sampai dua belas bulan, bayi beralih pada reaksi
sirkular sekunder yang berisi tindakan-tindakan yang berusaha terlibat dengan
lingkungan sekitar. Selain itu pada tahap ini anak juga mulai belajar untuk mengingat
objek secara permanen. Di usia dua belas sampai dua puluh empat bulan, anak-anak
menggunakan reaksi sirkular tersier, yaitu mempertahankan hal-hal yang menarik, akan
tetapi dengan variasi yang lebih tetap. Ketika seorang bayi berusia satu setengah tahun,
bayi tersebut mengalami perkembangan representasi mental, yaitu kemampuan
mempertahankan citraan dalam pikirannya untuk jangka waktu yang lebih lama. Sebagai
contoh; bayi dapat terlibat dalam apa yang disebut imitasi yang tertunda, seperti
memasang mimik jengkel setelah melihat seseorang sejam sebelumnya. Dia juga dapat
menggunakan kombinasi mental tertentu untuk menyelesaikan persoalan yang sederhana,
seperti menggunakan mainannya untuk membuka pintu.
Menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukkan pola sensorimotorik yang lebih
kompleks. Piaget percaya bahwa pencapaian kognitif yang penting di usia bayi adalah
objek permanen, yang berarti bahwa pemahaman objek dan kejadian terus eksis bahkan
ketika objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar atau disentuh. Pencapaian
kedua adalah realisasi bertahap, bahwa ada perbedaan atau batas antara diri dan
lingkungan sekitar. Menjelang akhir periode sensorimotorik, anak bisa membedakan
antara dirinya dan dunia sekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada dari waktu ke
waktu.

12
2. Tahap pra-operasional : 2 – 7 tahun
Pada tahap ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi
berbagai hal diluar dirinya. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan
menggunakan tanda-tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada tahap ini bersifat tidak
sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
a. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi
tidak logis.
b. Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebabakibat
secara tidak logis.
c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai
jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di
dengar,
f. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.

3. Tahap operasional konkrit : 7 – 12 tahun


Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-12 tahun. Pada tahap ini anak
akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.Kemampuan
untuk mengklasifikasikan sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa memecahkan masalah-
masalah abstrak. Operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa dibalikkan yang
berkaitan dengan objek konkret nyata.
Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang
berlainan (edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan
boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith lebih
terang dari rambut susan. Rambut edith lebih gelap daripada rambut lily. Rambut
siapakah yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional kongkrit mengalami

13
kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambing-
lambang.

4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas


Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Pada tahap ini anak
sudah mulai memikirkan pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak,
idealis dan logis. Kualitas abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam
pemecahan problem verbal.Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu
berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan
untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak
dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal.

D. Teori Sosiokultural Atau Teori Konstruktivisme Sosial


Menurt teori ini belajar bagian dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan
sosial Maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh
dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dapat terlihat bahwa teori
Vygotsky jauh berbeda dibandingkan dengan teori perkembangan kognitif Piaget. Anak-
anak bertindak berdasarkan lingkungan mereka untuk belajar, sementara Vygotsky
menekankan tentang bagaimana anak-anak belajar melalui interaksisosial dan
kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan teman-teman mereka untuk
memperoleh nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Piaget dan
Vygotsky setuju bahwa anak-anak secara aktif membangun pengetahuan. Namun,
Vygotsky mengklaim bahwa sebagian besar dari apa yang dipelajari anak-anak berasal
dari budaya di mana mereka tinggal. Ini menunjukkan bahwa bahasa adalah alat utama
untuk pendampingan karena menyediakan blok bangunan untuk berpikir dan seiring
bertambah nya usia anak, ia berfungsi sebagai alat belajar yang paling penting (Huang,
2021).

14
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of
Proximal Development (ZPD) dan scaffolding:
a. Zone of Proximal Development(ZPD)
Merupakan rentang antara tingkat perkembangan sesungguhnya (kemampuan pemecahan
masalah tanpa melibatkan bantuan orang lain) dan tingkat perkembangan potensial
(kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui
kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu).
b. Scaffolding
Merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada pelajar selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar setelah pelajar dapat melakukan nya
sendiri (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada pelajar
untuk belajar dan memecahkan masalah. Pandangan yang mampu mengakomodasi
sociocultural-revolution yaitu untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara
menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari
asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya
(Moll & Greenberg, 1990).
1. Implementasi Teori Sosiokultural
Gagasan Vygotsky mengenai rekonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dapat
diterapkan dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris, dengan ini guru perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran, perhatian guru harus
dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar
sendiri, yaitu mereka yang hanya dapat menyelesaikan masalah dengan bantuan.
Contoh, guru Bahasa Inggris perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan
yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang
dihadapinya. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh
ungkapan Bahasa Inggris, petunjuk atau pedoman mengerjakan sebuah tulisan atau
karangan,pemberian balikan pada kualitas speaking, listening, reading comprehension
atau writing.

15
b. Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten dalam
Bahasa Inggris atau dikenal dengan MKO (More Knowledgable Others)sangat efektif
untuk meningkatkan produktivitas belajar Bahasa Inggris. Bimbingan oleh orang
dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk memahami
konsep-konsep Bahasa Inggris yang sulit. Dalam kerja kelompok guru bisa
mengelompokkan pelajar dengan kemampuan Bahasa Inggris yang lebih baik dengan
pelajar yang kemampuan Bahasa Inggris kurang dalam satu kelompok.
c. Kelompo kanak yang masih mengalami kesulitan meskipun telah diberikan berbagai
bantuan, mungkin karena soalnya terlalu sulit, perlu diberikan soal yang bisa ia
kerjakan dengan bantuan atau tuntunan orang lain. Contohnya, anak-anak yang sama
sekali tidak memahamikonsep past continuous walau sudah diberikan bantuan, bisa
diberikan scaffolding dengan menjelaskan konsep present continuous sebelum ke
konsep past continuous kemudian meminta salah satu anak yang lebih mampu untuk
turut membantunya memahami dua konsep ini. Contoh lainya dalam pembelajaran
kosakata melalui menebak makna kata dengan representasi gerak tubuh, anak-anak
yang belum begitu menguasai Bahasa Inggris hanya perlu menonton gerakan
temannya untuk mengetahui makna kata yang tidak diketahui (Brouillette, 2012).
d. Cooperative Learning juga merupakan aplikasi konsep Vygotsky. Hal ini disebabkan
karena pelajar mengkonstruksi pengetahuannya melalui berinteraksi dengan
temannya. Misalnya, dalam kelas reading bisa menggunakan teknik jigsaw dimana
pelajar saling ketergantungan secara positif dengan temannya untuk memahami
sebuah reading text.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Definisi “Cognitive”berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan
dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalamarti yang luas kognition/kognisi ialah
perolahan penataan, penggunaan pengetahuan. Teori belajar kognitivis melebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan
teori ini lebih menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Sedangkan teori
Sosiokultural yakni pendekatan yang menfokuskan pemabelajaran dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial Maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar
lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62).
Dapat terlihat bahwa teori Vygotsky jauh berbeda dibandingkan dengan teori
perkembangan kognitif Piaget. Anak-anak bertindak berdasarkan lingkungan mereka
untuk belajar, sementara Vygotsky menekankan tentang bagaimana anak-anak belajar
melalui interaksi sosial dan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan teman-
teman mereka untuk memperoleh nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat.
Tahapan-tahapan dalam teori kognitif ada empat yakni:tahap sensori-motorik yang terjadi
pada usia anak 0 – 2 tahun, tahap pra-operasional yang terjadi pada usia anak 2 – 7 tahun,
tahap operasional konkrit yang terjadi pada usia anak 7 – 12 tahun, dan yang terakhir
yakni tahap operasional formal yang terjadi pada usia anak12 tahun keatas

B. Saran
Dengan pemaparan materi diatas diharapkan pihak orang tua serta sekolah dapat
berperan aktif dalam membimbing dan mendampingi setiap tumbuh kembang
anakterutama pada tahap perkembangan sosial mereka

17
DAFTAR PUSTAKA

(Kognitivisme, 2014)Hilal, R. F. (2020). Analisis Peranan Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan


Dalam Mempersiapkan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas Pada Bidang Penerbangan
Di Indonesia. Jurnal Manajemen Dirgantara, 14(1), 30–36.

Ibda, F. (2015). PERKEMBANGAN KOGNITIF : TEORI JEAN PIAGET. 3, 27–38.

Journal, E., & Whildan, L. (2021). Permata : Jurnal Pendidikan Agama Islam Analisis Teori
Perkembangan Kognisi Manusia Menurut Jean Piaget. 2, 11–22.

Juwantara, R. A., Pendidikan, P., Madrasah, G., Universitas, P., Negeri, I., & Kalijaga, S. (2019).
ANALISIS TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET PADA TAHAP ANAK USIA
OPERASIONAL KONKRET 7-12 TAHUN DALAM.

Kognitivisme, P. T. (2014). Jurnal Biology Science & Education 2014 Wiwik widiyati. 3(2).

Perkembangan, T., & Jean, K. (n.d.). PIAGET DAN PROBLEMATIKANYA PADA Pendahuluan.
116–152.

Rahman, M. (2020). penerapan teori kognitivisme dalam psoses pembelajaran. 79–81.

S, F. (2018). TEORI BELAJAR. 1–48.

Syah, M., Rosdakarya, R., Sumantri, M., & Didik, P. P. (2013). teori kognitif jean pieget. 6(1),
89–99.

Hilal, R. F. (2020). Analisis Peranan Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Dalam Mempersiapkan
Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas Pada Bidang Penerbangan Di Indonesia. Jurnal
Manajemen Dirgantara, 14(1), 30–36.

18

Anda mungkin juga menyukai