Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
A. As’ad Fathan (210404501022)
Nur Annisa Anshar (210404502023)
Putri Sabrina Arzam (210404500018)
Puji syukur Kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat dan Karunia-Nya. sehingga Penulis dapat menyelesaikan Makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Teori BK Belajar
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Suciani Latif, S.Pd.,
M.Pd. dan bapak M. Amirullah, S.Pd., M.Pd. sebagai dosen pengampu mata
kuliah ini.
Penulis telah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin.
Namun tentunya penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Sehingga dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tugas
makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan serta informasi
yang bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis pribadi.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar menurut M. Sobry Sutikno merupakan usaha manusia untuk
memperoleh dan meningkatkan tingkah laku manusia baik itu bentuknya berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap positif, dan berbagai kemampuan-kemampuan
lainnya. Teori Belajar merupakan suatu teori yang di dalam teori tersebut
mencakup prosedur pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan
peserta didik, dan metode pembelajaran yang akan dilakukan baik itu di dalam
kelas maupun di luar kelas.
Maka dari itu, teori belajar kognitif ini dimunculkan oleh Jean Piaget, J.S
Bruner, Wolfgang Kohler, dll. dengan alasan bahwasanya siswa itu memiliki
kemampuan untuk mengarahkan dirinya, mengendalikan dirinya yang bersifat
kognitif serta ia dapat menolak respon yang diberikan jika ia tidak
menghendakinya. Dan di dalam teori belajar kognitif ini juga, siswa dilibatkan
aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, makalah ini
disusun untuk membahas teori belajar kognitif lebih jauh.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Teori Belajar Kognitif?
2. Tokoh-Tokoh Teori belajar Kognitif dan pandangannya serta Implikasinya
dalam pembelajaran?
3. Apa prinsip-prinsip teori belajar kognitif dalam pembelajaran?
4.Bagaimana Implementasi/Pengaplikasian teori belajar kognitif dalam
pembelajaran?
5. Bagaimana Keterkaitan pendekatan kognitif dengan Bimbingan dan
Konseling?
6. Apa Kelebihan dan kekurangan Teori belajar kognitif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Teori belajar kognitif
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Teori Belajar Kognitif
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai
persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Teori belajar kognitif
adalah teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya (Baharuddin, 2012). Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang
paling banyak digunakan di Indonesia. Teori ini merupakan kritik dari teori-
teori yang telah ada sebelumnya seperti teori behavioristik, para tokoh
kognitivisme kurang setuju bahwa belajar hanya proses antara stimulus dan
respons yang tersusun secara mekanistik. Yang terpenting di dalam teori
kognitif adalah insight atau pemahaman terhadap situasi yang ada di
lingkungan sehingga individu mampu memcahkan permasalahan yang
dihadapinya dan juga bagaimana individu berpikir (thinking).
3
B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif dan Pandangannya beserta
Implikasinya dalam Pembelajaran
1. Jean Piaget
4
c) Tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun). Individu mulai berpikir secara
logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkrit. Individu sudah dapat
membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). pada operasional formal
terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal. Pada masa ini individu mulai
memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu
mengalami perkembangan penalaran abstrak. Individu dapat berpikir secara
abstrak, lebih logis dan idealis.
Ada tiga konsep yang digunakan oleh Piaget dalam mendeskripsikan
proses kognitif anak terbentuk yaitu asimilasi (assimilation), akomodasi
(accommodation), dan ekuilibrium (equilibrium) (Brewer, 2007). (Santrock,
2010) mendeskripsikan aspek-aspek yang terlibat dalam proses terbentuknya
kognitif pada anak yaitu skema (schemes), asimiliasi (assimilation),
akomodasi (accommodation), organisasi (organization) dan ekuilibrium
(equilibrium). Dalam teori Piaget, asimiliasi (assimilation) yaitu
menempatkan informasi kedalam skema atau kategori yang sudah ada.
konsep asimilasi ini memberikan penjelaskan yang mudah dipahami untuk
mendeskripsikan bagaimana anak mengkonstruk pengetahuannya. Melalui
asimilasi ini skema anak yang memiliki kategori yang sama akan terus
berkembang kearah yang lebih kompleks. Misalnya jika seorang anak telah
memiliki skema untuk anjing, kemudian dia melihat ada jenis anjing yang
berbeda maka bisa ia masukan informasi tersebut pada skema untuk anjing.
Skema-skema ini akan terus berkembang dan semakin kompleks apabila anak
terus secara aktif mengeksplorasi lingkungannya. Informasi yang diperoleh
anak dari hasil eksplorasi akan memperkaya struktur kognitif pada skema
anak.
Apabila dalam proses asimiliasi tidak ditemukan skema yang cocok untuk
menempatkan informasi baru yang diperoleh anak maka akan muncul skema
baru dalam otak anak untuk mengakomodasi informasi tersebut. Peristiwa
seperti ini dalam teori Piaget disebut dengan akomodasi (accommodation).
Misalnya pada waktu anak berinterkasi dengan lingkungan ada satu objek
5
yang dilihatnya dan objek tersebut belum diketahui sebelumnya atau hal baru,
maka dia akan membetuk skema baru dalam otaknya untuk mengakomodasi
informasi baru tersebut. Ekuilibrium (equilibrium) merupakan mekanisme
yang diusulkan Piaget untuk menjelaskan bagamana anak-anak bergeser dari
satu tahap berpikir ketahap berpikir berikutnya. Pergeseran ini terjadi saat
anak-anak mengalami konflik kognitif, atau disekuilibrium dalam mencoba
memahami lingkungannya (Santrock, 2010) Ekuilibrium juga diartikan
sebagai keseimbangan yang dicapai setiap kali informasi atau pengalaman
ditempatkan kedalam skema yang sudah ada atau skema baru dibuat
untuknya.
a. Tekanan pada Murid. Bagi Piaget, pengetahuan itu dibentuk sendiri oleh
murid dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang
dipelajarinya. Jadi di sini, tekanan lebih pada murid yang lebih aktif dan
bukan guru yang selalu aktif. Dalam kaitan ini, menjadi penting bagi guru
untuk mengerti cara berpikir murid, pengalaman murid, dan bagaimana murid
mendekati suatu persoalan. Selain itu, guru juga perlu menyediakan dan
memberikan bahan sesuai dengan taraf perkembangan kognitif murid agar
lebih berhasil membantu murid berpikir dan membentuk pengetahuan.
6
disimpulkan bahwa, metode acvtive learning yang perlu dipakai guru untuk
proses belajar mengajar.
c. Peranan Guru. Peran guru di sini adalah lebih sebagai mentor atau
fasilitator, dan bukan pentransfer ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak
dapat ditransfer dari guru ke murid tanpa keaktifan murid itu sendiri. Menurut
Piaget, penyajian pengetahuan yang sudah jadi kemudian murid disuruh
untuk menghafalkan, bukanlah penyajian yang baik karena murid menjadi
pasif. Agar guru dapat membantu murid aktif dalam pembelajaran, guru perlu
mengetahui kemampuan dan tahap kognitif murid yang sedang belajar.
Perangsangan bahan yang sesuai dengan level kognitif murid akan lebih
meningkatkan daya pikir murid. Pemberian bahan yang terlalu sulit akan
membosankan dan membingungkan murid, sedangkan bahan yang terlalu
mudah akan juga kurang baik bagi murid, karena kurang memacu berpikir
murid.
7
Teori kognisi J. S Bruner menekankan pada cara individu
mengorganisasikan apa yang telah dialami dan dipelajari, sehingga individu
mampu menemukan dan mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan
prinsip-prinsip melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Untuk meningkatkan proses belajar, menurut Bruner diperlukan lingkungan
yang dinamakan “discovery learnig envoirment” atau lingkungan yang
mendukung individu untuk melakukan eksplorasi dan penemuan-penemuan
baru. Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model
pembelajaran atau belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut
Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan yang
terjadi dalam proses belajar. Guru harus menciptakan situasi belajar yang
problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaanpertanyaan, mencari
jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar
penemuan adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan
contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri dan melakukan eksperiman.
Salah satu model belajar penemuan yang diterapkan di Indonesia adalah
konsep yang kita kenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA. Dengan
cara seperti ini, pengetahuan yang diperoleh oleh individu lebih bermakna
baginya, lebih mudah diingat dan lebih mudah digunakan dalam pemecahan
masalah.
Dasar pemikiran teori ini memandang bahwa manusia sebagai pemeroses,
pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan, belajar merupakan suatu
proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di
luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Menurut Bruner, belajar pada
dasarnya merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada 3
proses kognitif dalam belajar, yaitu: a) Proses pemerolehan informasi baru. b)
Proses mentransformasikan informasi yang diterima. c) Menguji atau
mengevaluasi relevansi dan ketepatan pengetahuan
Implikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran
8
Bruner, diantaranya adalah:
a). Partisipasi aktif individu dan mengenal perbedaan. Dalam proses
pembelajaran harus menekankan pada cara individu mengorganisasikan apa
yang telah dialami dan dipelajari. Sehingga dengan demikian individu mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-
prinsip melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Untuk
mewujudkan hal tersebut, harus diciptakan lingkungan yang mendukung
individu untuk melakukan eksplorasi dan menemukan gagasan-gagasan baru.
b) Guru sebagai tutor, fasilitator, motivator dan evaluator. Guru tidak harus
mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran
pada penemuan dan pemecahan masalah.
9
Implikasi Teori Gestalt dalam pembelajaran
a. Pengalaman tilikan (insight)
Tilikan bisa disebut juga pemahaman mengamati. Dalam proses belajar,
hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu mengenal
keterkaitan unsur-unsur suatu objek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
dalam hal ini unsur-unsur yang bermakna akan sangat menunjang
pembentukan tilikan Dalam proses pembelajaran. Hal ini akan sangat
bermanfaat dan membantu peserta dalam menangani suatu masalah. Jadi, hal-
hal yang dipelajari para peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas
dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior)
Suatu perilaku akan terarah pada tujuan. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika para peserta didik mengerti tujuan yang ingin dicapainya. Jadi,
hendaknya para guru membantu para peserta didik untuk memahami arah dan
tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space)
Perilaku individu memiliki hubungan dengan tempat dan lingkungan dia
berada. Jadi, materi yang diajarkan harusnya berhubungan dengan situasi dan
kondisi lingkungan kehidupan individu.
d. Transfer dalam belajar yaitu proses pemindahan pola tingkah laku dalam
situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.
a) Siswa lebih ditekankan pada proses belajar bukan pada hasil belajar
b) Peserta didik bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berpikirnya
10
c) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan
baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit atau benda-benda yang
nyata (dapat dilihat, diraba, dan sebagainya).
g) Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar
bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Tugas guru adalah menunjukkan
hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui
peserta didik.
11
2. Guru tidak menuntut siswanya untuk cepat dalam proses berpikirnya karena
peserta didik bukanlah orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya
4. Guru tidak menyamakan semua peserta didiknya karena setiap peserta didik
memiliki perbedaan individual pada dirinya. Baik itu perbedaan pada motivasi,
kemampuan berpikirnya, persespsi, dan lain sebagainya.
6. Guru menggunakan Bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik dan
senantiasa memberikan contoh atau analogi yang ada disekitar lingkungan.
12
terhadap peristiwa itu (Christine, 2004). Melalui pendekatan kognitif
diharapkan remaja mampu memperbaiki pola pikir negatif mereka, adanya
pikiran baru akan mendorong mereka untuk tidak lagi secara emosional dan
berperilaku delinkuen dalam menghadapi peristiwa dan menyelesaikan
permasalahan kehidupannya.
13
c) Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memberikan dasar-
dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan kelanjutannya
deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan
menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah diberikan.
d) Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan
ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi
yang diberikan karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan
pada daya ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang
telah diberikan.
e) Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan
satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari
itu dalam metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan
hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada
menjadi lebih baik lagi.
f) Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah banyak
diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam segala tingkatan
Kekurangannya yaitu:
a) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan
khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami
dan pemahamannya masih belum tuntas.
b) Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan ingatan
peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta didik, sehingga
kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik
itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
c) Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik
dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara
peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing
peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
d). Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka
dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang
diberikan.
14
e) Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa
adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam
praktek kegiatan atau materi.
f) Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan
kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah
diterimanya.
15
BAB III
KESIMPULAN
Teori belajar kognitif adalah teori yang lebih menekankan ke arah proses
belajar yang dilakukan oleh siswa, bukan lebih mementingkan ke arah hasil
belajar yang diraih oleh siswa. Teori ini merupakan teori yang kedua paling
banyak diterapkan di sekolah setelah teori behavioristik.
Oleh karenanya, Hal tersebut akan sangat bermanfaat dan membantu peserta
dalam menangani suatu masalah. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika
para peserta didik mengerti tujuan yang ingin dicapainya dan dapat terlibat aktif
dalam proses pembelajarannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Andi, M. (2006). Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
17
Santrock, J. (2010). Child Development (Thirtheenth Edition). New York:
McGrawHill.
18