Dosen Pengajar :
Dr. H. ISKANDAR ZULKARNAIN, M.Si
ANDI ICHSAN MAHARDIKA S.Pd.,M.Pd
MITRA PRAMITA M.Pd
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Teori belajar kognitif dan penerapannya
dalam pembelajaran”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyamapaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini..
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masi ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala sara dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Teori belajar
kognitif dan penerapannya dalam pembelajaran ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan terhadap pembaca
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada di sekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan
kepada pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman yang
diciptakan guru. Menurut Sudjana (1989:28) belajar juga merupakan proses melihat,
mengamati, dan memahami sesuatu. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua
orang pelaku, yaitu guru dan siswa.
Dalam ilmu psikologi, kognitif sangat dikenal dengan cara berpikir seseorang.
Karena kognitif berangkutan dengan intelektual seseorang, daya ingat, dan
memecahkan masalh. Dengan kata lain kognitif berhubungan erat dengan otak.
Dalam belaar kita selalu menggunakan otak dan intelektual kita untk belajar. Maka
wajib bagi para pengajar seperti guru dan calon guru untuk mengerti pemahaman
tentang kognitif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Kognitif ?
2. Sebutkan tokoh-tokoh yang berperan dalam teori kognitif ?
3. Apa saja ranah dari Teori Kognitif ?
4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif ?
5. Bagaimana penerapan teori kognitif dalam Belajar dan Pembelajaran ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori kognitif
2. Mengetahui siapa saja tokoh yang mengemukakan dan berperan dalam teori
kognitif
3. Mengetahui ranah pembelajaran dari teori kognitif
4. Mengetahui apa saja kelebihan dan dan kelemahan dari teori kognitif
5. Mengetahui bagaimana penerapan teori kognitif dalam Belajar dan Pembelajaran.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Teori ini juga mementingkan belajar daripada hasil, atau bisa dikatakan tidak
memperdulikan hasil tetapi fokus kepada proses belajarnya. Hal ini kognitif lebih
menekankan arti penting proses internal dan mental manusia. Para ahli mengatakan
tingkah laku manusia tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental, yakni : motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. (Syah, 2013).
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak
sekedar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
2
Belajar dilihat dari perspektif kognitif merupakan peristiwa mental, bukan
peristiwa behavioral tampak lebih nyata hanpir dalam setiap peristiwa belajar.
Perilaku individu bukan semata-mata respons terhadap yang ada, melainkan yang
lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya (Suprijono, 2009).
Piaget membagi dalam beberapa tahapan yang dilalui oleh seorang siswa,
dia berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan
perkembangan kognitifnya (Thobroni, 2011). Yaitu :
a. Tahap sensori motor
Pada tahap ini seorang anak mengembangkan dan mengatur kegiatan
fisik dan mental menjadi rangkaian pembuatan yang bermakna.
b. Tahap pra-operassional (2-7 tahun )
Pada tahap ini seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum
mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu
secara konsisten.
c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun )
Pada tahap ini seorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu
pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu
mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama
(misalnya, antara bentuk dan ukuran).
d. Tahap operasional formal (11 tahun keatas )
3
Pada tahap ini kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan
benda nyata. Selain itu pula kemampuan menalar secara abstrak meningkat
sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif. Dan juga pada
tahap ini, seseorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
situasi secara bersama-sama.
2. Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebut free Discovery learning ( Uno,
2008:12). Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan
(termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) sebagai contoh-contoh yang
mengambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing
secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya, untuk
memahami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal definisi kata kejujuran,
tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh itulah,
siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.
4
benda konkret. Dengan demikian, topik pembelajaran tersebut
dipresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
b. Tahap ikonik
Tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran bersifat abstrak,
dipelajari siswa dengan menggunkan ikon, gambar dan diagram yang
menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret. Dengan
demikian, topic pembelajaran yang bersifat abstrak ini telah
direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata yang
dapat diamati siswa, lalu dipresentasikan atau diwujudkan dalam gambar
atau diagram yang bersifat semi-konkret.
c. Tahap simbolik
Seseorang telah mampu mempunyai ide-ide abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa atau logika. Cara yang
baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery
learning).
3. David P. Ausubel
Teori ini disebut juga teori hafalan (rote learning)sebagaimana pernyataan
yang dikutip (Bell, 1978:132) berikut: “…, if the learner’s intention is to
memorise it verbatim as a series of arbitrarily related word, both the learning
process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless.” (
jika seseorang, contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk mempelajari sesuatu
tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain sudah diketahuinya, maka
baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan
dan tidak bermakna sama sekali baginya.)
5
yang sudah dimilikinya agar terjadi suatu proses pembelajaran yang berrmakna
(meaningful learning).
C. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup keitana otak. Atinya, segala upaya
yang menyangkut aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif.
Berikut penjelasan dari masing-masing tingkatan ranah kognitif menurut Winkel
(2004) dan Mukhtar(2003).
1. Pengetahuan
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kembali
tenang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya; mencakup ingatan
akan akan hal-hal yang akan dipelajari dan disimpan dalam ingatan yang meliputi
fakta, kaidah, prinsip serta metode yang diketahui.
2. Pemahaman
Yaitu kemampuan eseorang untuk mengerti atau memahami ssuatu setelah
sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap
makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguaikan
isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk
tertentus
3. Penerapan
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang
peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
6
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setinggat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
4. Analisis (analysis)
Yaitu kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di
antaranya: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-
bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan
baik, yang dinyatakan dengan penganalisisan bagian-bagian pokok atau
komponen-komponen dasar dengan hubungan bagian-bagian itu.
5. Sintesis (synthesis)
Yaitu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari kemampuan
analisis; mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola yang
baru, yang dinyatakan dengan membuat suatu rencana, yang menuntut adanya
kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud.
6. Evaluasi (evalution)
Yaitu merupakan jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif
ini, yang merupakan suatu situasi, nilai, atau ide; mencakup kemampuan untuk
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan
mempertanggungjawabkan pendapat itu berdasarkan kriteria tertentu, yang
dinyatakan dengan kemampuan memberikan penilaian terhadap suatu hal.
7
b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah
karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses
pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh
kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan pada
pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.
8
memiliki karakteristik berbeda-beda.Susunan saraf seorang akan semakin
kompleks seiring dengan bSertambahnya umur. Hal ini memungkinkan
kemampuannya semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam proses belajar
seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan
umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu
sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang di luar
kemampuan kognitifnya.
F. Isu Kognitif
Barangkali isu kognitif terpenting yan timbul dari kaarakteristik pembelajaran
murid seperti digariskan sebelumnya, adalah yang terkait dengan tabiat STM dan
LTM(Child, 2007; Schunk, 2008). Isu-isu ini menyangkut tiga aspek pokok
pembelajaran:
Apa yang menandai berfungsinya STM?
Bagaimana informasi diteruskan dari STM dan disimpan di dalam LTM?
Bagaimana pembelajaran sebelumnya digunakan untuk memenuhi tuntutan-
tuntutan baru (‘disebut transfer pembelajaran’)?
Aspek paling menarik dari berfungsinya STM adalah yang terkait dengan
aktivitas mental sadar dalam pembelajaran. Ini mencakup konsep ‘upaya mental’,
yang bisa dimaknai secara luas sebagai kombinasi perhatian dan konsentrasi, dan
konsep ‘metakognisi’, terkait aktivitas mental murid secara aktif dan sadar terhadap
pembelajaran. Keduanya jelas dipengaruhi oleh sikap dan motivasi umum murid, dan
oleh pengalaman belajar sebelumnya. Ketika dihadapkan pada sebuah aktivitas
belajar, murid terlihat dalam suatu jaringan kompleks pengambilan keputusan,
mungkin termasuk reaksi seperti ‘kegiatan ini membosankan’, ‘aku tidak paham’,’Ini
penting jadi aku harus berkonsentrasi’. Reaksi-reaksi tersebut akan mempengaruhi
upaya dan startegi yang menandai berjalannya fungsi STM mereka.
9
kembali sepotong informasi namun mampu mengenalinya jika diberikan pilihan
jawaban. Gejala lupa tampaknya terutama merupakan ketidakmampuan menelusuri-
kembali informasi yang tersimpan. Bagaimanapun juga, pembelajaran yang terpenting
bisa dikonsolidasikan dengan praktik dan teknik-teknik revisi, dan melalui pengaitan
pembelajaran dengan bermacam-macam aspek pemahaman murid. Pembelajaran yang
tersimpan namun memiliki sedikit sekali asosiasi dengan pembelajaran lainnya akan
sangat menyulitkan bagi penelusuran-kembali. Namun, masalah ini bisa diatasi jika
pembelajaran telah ‘dipelajari secara berlebih’ dengan penyimakan berulang kali dan
sering digunakan (misalnya, sebuah rumus matematika) atau jika digunakan sebagai
jembatan-keledai(mnemonic) (misalnya, penggunaan rima semacam’Thirty days has
September’, atau melalui asosiasi dengan cara menempatkannya berdampingan
dengan sebuah citra visual yang jelas).
10
tugas bisa juga relevan dengan topik lain dalam bidang studi yang sama atau dengan
topik dalam bidang studi lain.
Seperti sudah disebutkan di muka, LTM terdiri atas jaringan asosiasi yang luar
biasa kompleks. Asosiasi lebih tepat bila dijelaskan mneurut tipe pengkondisian
lainnya, yang diistilahkan ‘pengkondisian klasik’, sebagaimana dikembangkan oleh
Pavlov(1927). Pengkondisian klasik didasarkan atas aosisiasi yang dibagnun di antara
stimuli yang dipasangkan persama , biasanya dala jeda waktu yang singkat dan dalam
lingkungan yang signifikan secara psikologis, sehingga kemunculan satu sinyal akan
memunculkan sinyal lainnya. Contoh Pavlov yang paling sering dikutif adalah seeokor
anjing yang belajar berliur sebagai tanggapan atas bunyi bel, di mana sebelumnya
bunyi vel diikuti dengan pemberian makanan pada sejumlah kesempatan.
11
Dua isu kognitif penting lainnya terkait dengan pengisyaratan(cueing) dan tata
mental(mental set). Pengisyaratan mengacu pada sinyal yang bisa digunakan oleh guru
untuk mengngatkan murid agar menggunakan cara yang tepat dalam menghadapi
tututan kegiatan. Sinyal tersebut bisa jadi ekspilist, seperti ketika guru mengatakan
bahwa butir pelajaran tertentu akan sukar dipahami, atau mungkin diindikasikan
melalui nuansa halus oleh gerak-gerik tubuh atau nada suara guru, misalnya, ketika
seorang guru membuat jeda agak lebih lama daripada biasanya untuk memberikan
tanda bahwa anak yang tidak memperhatikan. Tata mental mengacu pada harapan
umum yang dimiliki murid terkait sebuah aktivitas belajar, berkisar dari level
minatnya hingga ke startegi belajar apa yang cenderung paling efektif. Penggunaan
isyarat dalam sebuah pelajaran bisa membantu menghasilkan tata mental yang tepat
bagi tugas yang tengah dihadapi(tertarik dan memperhatikan, berharap agar berhasil,
dan siap menerapkan strategi belajar yang pas), yang krusial untuk membangun dan
mempertahankan pembelajaran murid yang berhasil.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Kyriacou, C. (2012). Effective Teaching: Theory and Practice. Bandung: Nusa Media.
Suprijono. (2009).
Syah. (2013).
14