Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR KOGNITIF

Dosen Pengajar :
Dr. H. ISKANDAR ZULKARNAIN, M.Si
ANDI ICHSAN MAHARDIKA S.Pd.,M.Pd
MITRA PRAMITA M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 7 :

Adi Pebrian Rahman (1610131210001)


Akhmad Fauzan (1710131210003)
Merlina Eris Windia (17101311220005)
M.Arya Fadillah (1710131310023)

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS KEGURURAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Teori belajar kognitif dan penerapannya
dalam pembelajaran”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyamapaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini..
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masi ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala sara dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Teori belajar
kognitif dan penerapannya dalam pembelajaran ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan terhadap pembaca

Banjarmasin, 07 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
BAB II................................................................................................................................. 2
A. Pengertian Teori Belajar Kognitif ........................................................................... 2
B. Teori Kognitif Menurut Beberapa Pakar................................................................. 3
C. Ranah Kognitif ........................................................................................................ 6
D. Kelebihan dan Kelemahan dari Teori Kognitif ....................................................... 7
E. Penerapan teori kognitif pada Belajar dan Pembelajaran........................................ 8
F. Isu Kognitif ............................................................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................. 13
PENUTUP ........................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada di sekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan
kepada pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman yang
diciptakan guru. Menurut Sudjana (1989:28) belajar juga merupakan proses melihat,
mengamati, dan memahami sesuatu. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua
orang pelaku, yaitu guru dan siswa.

Dalam ilmu psikologi, kognitif sangat dikenal dengan cara berpikir seseorang.
Karena kognitif berangkutan dengan intelektual seseorang, daya ingat, dan
memecahkan masalh. Dengan kata lain kognitif berhubungan erat dengan otak.
Dalam belaar kita selalu menggunakan otak dan intelektual kita untk belajar. Maka
wajib bagi para pengajar seperti guru dan calon guru untuk mengerti pemahaman
tentang kognitif.

Dalam hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan


paling utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SMP, dan di SMA pada
umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Dalam ilmu
psikologi, kognitif sangat dikenal dengan cara berpikir seseorang. Karena kognitif
berangkutan dengan intelektual seseorang, daya ingat, dan memecahkan masalah.
Dengan kata lain kognitif berhubungan erat dengan otak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Kognitif ?
2. Sebutkan tokoh-tokoh yang berperan dalam teori kognitif ?
3. Apa saja ranah dari Teori Kognitif ?
4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif ?
5. Bagaimana penerapan teori kognitif dalam Belajar dan Pembelajaran ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teori kognitif
2. Mengetahui siapa saja tokoh yang mengemukakan dan berperan dalam teori
kognitif
3. Mengetahui ranah pembelajaran dari teori kognitif
4. Mengetahui apa saja kelebihan dan dan kelemahan dari teori kognitif
5. Mengetahui bagaimana penerapan teori kognitif dalam Belajar dan Pembelajaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Kognitif


Secara etimologi istilah “Cognitive” berasal dari kata cognitio artinya adalah
pengertian, mengerti. Dalam artian yang luas Cognition adalah perolehan, penataan,
dan penggunaan pengetahuan (Syah, 2013). Kognitid ini menjadi sebagai salah satu
wilayah psikologi manusia atau konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental.

Teori ini juga mementingkan belajar daripada hasil, atau bisa dikatakan tidak
memperdulikan hasil tetapi fokus kepada proses belajarnya. Hal ini kognitif lebih
menekankan arti penting proses internal dan mental manusia. Para ahli mengatakan
tingkah laku manusia tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental, yakni : motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. (Syah, 2013).

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak
sekedar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Teori kognitif berpendapat bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan


antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan
terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-
sambung, dan menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, tidak hanya
memahami not-not balok pada partitur sebagai informasi yang saling lepas dan
berdiri sendiri, tapi sebagai suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran
dan perasaannya. Selain itu, dalam psikologi kognitif , manusia melakukan
pengamatan secara keseluruhan lebih dahulu, menganalisinya, lalu
mensintesikannya kembali. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain
perkembangan kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, discovery
learning oleh Jeron Bruner, dan reception learning oleh Ausubel.

2
Belajar dilihat dari perspektif kognitif merupakan peristiwa mental, bukan
peristiwa behavioral tampak lebih nyata hanpir dalam setiap peristiwa belajar.
Perilaku individu bukan semata-mata respons terhadap yang ada, melainkan yang
lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya (Suprijono, 2009).

B. Teori Kognitif Menurut Beberapa Pakar


1. Piaget
Menurut piaget (Uno,2006: 10-11) salah satu penganut aliran kognitif yang
kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan yaitu asimilasi,
akomodasi, ekuilibrasi (Thobroni, 2011).
a. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintregasian) informasi baru ke
struktur kognitif yang sudah ada dalam bentuk siswa.
b. Proses akomodasi adalah penyesuai struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru.
c. Proses ekuilibrasi adalah penyesuai berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.

Piaget membagi dalam beberapa tahapan yang dilalui oleh seorang siswa,
dia berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan
perkembangan kognitifnya (Thobroni, 2011). Yaitu :
a. Tahap sensori motor
Pada tahap ini seorang anak mengembangkan dan mengatur kegiatan
fisik dan mental menjadi rangkaian pembuatan yang bermakna.
b. Tahap pra-operassional (2-7 tahun )
Pada tahap ini seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia belum
mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu
secara konsisten.
c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun )
Pada tahap ini seorang anak dapat membuat kesimpulan dari sesuatu
pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu
mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara bersama-sama
(misalnya, antara bentuk dan ukuran).
d. Tahap operasional formal (11 tahun keatas )

3
Pada tahap ini kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan
benda nyata. Selain itu pula kemampuan menalar secara abstrak meningkat
sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif. Dan juga pada
tahap ini, seseorang mampu mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
situasi secara bersama-sama.

2. Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebut free Discovery learning ( Uno,
2008:12). Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan
(termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) sebagai contoh-contoh yang
mengambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Siswa dibimbing
secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya, untuk
memahami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal definisi kata kejujuran,
tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh itulah,
siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.

Lawan pendekatan ini disebut “belajar ekspositori” belajar dengan cara


menjelaskan. Dalam hal ini, siswa diberi informasi umum untuk diminta
menjelaskan informasi tersebut melalui contoh-contoh khusus dan konkret.

Menurut pandangan Bruner (Uno, 2008 :13), teori belajar bersifat


deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif. Misalnya, teori
belajar memprediksi berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran mengguraikan bagaimana cara-cara
mengajarkan penjumlahan. Menurut Bnuner, perkembangan kognitif seseorang
terjadi tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu
sebagai berikut:
a. Tahap enaktif
Seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk
memahami lingkungan sekitarnya. Suatu tahap pembelajaran ketika materi
pembelajaran bersifat abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan benda-

4
benda konkret. Dengan demikian, topik pembelajaran tersebut
dipresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
b. Tahap ikonik
Tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran bersifat abstrak,
dipelajari siswa dengan menggunkan ikon, gambar dan diagram yang
menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret. Dengan
demikian, topic pembelajaran yang bersifat abstrak ini telah
direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata yang
dapat diamati siswa, lalu dipresentasikan atau diwujudkan dalam gambar
atau diagram yang bersifat semi-konkret.
c. Tahap simbolik
Seseorang telah mampu mempunyai ide-ide abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa atau logika. Cara yang
baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery
learning).

3. David P. Ausubel
Teori ini disebut juga teori hafalan (rote learning)sebagaimana pernyataan
yang dikutip (Bell, 1978:132) berikut: “…, if the learner’s intention is to
memorise it verbatim as a series of arbitrarily related word, both the learning
process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless.” (
jika seseorang, contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk mempelajari sesuatu
tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain sudah diketahuinya, maka
baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan
dan tidak bermakna sama sekali baginya.)

Kelemahan lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan besar tidak


dapat menjawab soal baru lainya. karena materi ilmu komputer bukanlah
pengetahuan yang terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang
utuh dan saling berkaitan antara yang satu dan yang lainnya, setiap siswa harus
menguasai beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dahulu. Setelah itu
siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan

5
yang sudah dimilikinya agar terjadi suatu proses pembelajaran yang berrmakna
(meaningful learning).

Karenanya Ausubel menyatakan berikut sebagaimana dikutip Orton (1987


: 34). “if I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I
would say this: the most important single factor influencing learning is what the
learner already knows. Ascertain this and teach accordingly.” Jelaslah bahwa
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan bermakna
tidaknya suatu proses pembelajaran. Belajar hafalan akan terjadi jika siswa tidak
mampu mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama.

C. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup keitana otak. Atinya, segala upaya
yang menyangkut aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif.
Berikut penjelasan dari masing-masing tingkatan ranah kognitif menurut Winkel
(2004) dan Mukhtar(2003).
1. Pengetahuan
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kembali
tenang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya; mencakup ingatan
akan akan hal-hal yang akan dipelajari dan disimpan dalam ingatan yang meliputi
fakta, kaidah, prinsip serta metode yang diketahui.
2. Pemahaman
Yaitu kemampuan eseorang untuk mengerti atau memahami ssuatu setelah
sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap
makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguaikan
isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk
tertentus
3. Penerapan
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang
peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman

6
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setinggat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
4. Analisis (analysis)
Yaitu kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di
antaranya: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-
bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan
baik, yang dinyatakan dengan penganalisisan bagian-bagian pokok atau
komponen-komponen dasar dengan hubungan bagian-bagian itu.
5. Sintesis (synthesis)
Yaitu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari kemampuan
analisis; mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola yang
baru, yang dinyatakan dengan membuat suatu rencana, yang menuntut adanya
kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud.
6. Evaluasi (evalution)
Yaitu merupakan jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif
ini, yang merupakan suatu situasi, nilai, atau ide; mencakup kemampuan untuk
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan
mempertanggungjawabkan pendapat itu berdasarkan kriteria tertentu, yang
dinyatakan dengan kemampuan memberikan penilaian terhadap suatu hal.

D. Kelebihan dan Kelemahan dari Teori Kognitif


Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan teori
belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan-kelebihannya ada pula kelemahan-
kelemahannya. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kelemahan teori kognitif
Kelebihan Teori Belajar Kognitif :
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena
mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses
informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan
mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri
contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri
karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah
daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain.

7
b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah
karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses
pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh
kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan pada
pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.

Kelemahan teori belajar kognitif :


a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan
b. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
c. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih
belum tuntas.

E. Penerapan teori kognitif pada Belajar dan Pembelajaran


Penerapan Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran, Ada beberapa hal
penting yang diambil terkait teori kognitif sebagaimana dikemukakan oleh Piaget,
diantaranya adalah :
a) Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
Yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu
mampu mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan
ke tingkat yang lebih tinggi. Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh
setiap individu dapat dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri melalui
interaksi dengan lingkungan yang terus-menerus dan selalu berubah.Dalam
berinteraksi dengan lingkungan tersebut, individu mampu beradaptasi dan
mengorganisasikan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan dalam struktur
kognitifnya, pengetahuan, wawasan dan pemahamannya semakin berkembang.
Atau dengan kata lain, individu dapat pintar dengan belajar sendiri dari
lingkungannya.
b).Individualisasi dalam pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan
pada perkembangan kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses
pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar
akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Hal ini disebabkan karena setiap tahap perkembangan kognitif

8
memiliki karakteristik berbeda-beda.Susunan saraf seorang akan semakin
kompleks seiring dengan bSertambahnya umur. Hal ini memungkinkan
kemampuannya semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam proses belajar
seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan
umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu
sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang di luar
kemampuan kognitifnya.

F. Isu Kognitif
Barangkali isu kognitif terpenting yan timbul dari kaarakteristik pembelajaran
murid seperti digariskan sebelumnya, adalah yang terkait dengan tabiat STM dan
LTM(Child, 2007; Schunk, 2008). Isu-isu ini menyangkut tiga aspek pokok
pembelajaran:
 Apa yang menandai berfungsinya STM?
 Bagaimana informasi diteruskan dari STM dan disimpan di dalam LTM?
 Bagaimana pembelajaran sebelumnya digunakan untuk memenuhi tuntutan-
tuntutan baru (‘disebut transfer pembelajaran’)?

Aspek paling menarik dari berfungsinya STM adalah yang terkait dengan
aktivitas mental sadar dalam pembelajaran. Ini mencakup konsep ‘upaya mental’,
yang bisa dimaknai secara luas sebagai kombinasi perhatian dan konsentrasi, dan
konsep ‘metakognisi’, terkait aktivitas mental murid secara aktif dan sadar terhadap
pembelajaran. Keduanya jelas dipengaruhi oleh sikap dan motivasi umum murid, dan
oleh pengalaman belajar sebelumnya. Ketika dihadapkan pada sebuah aktivitas
belajar, murid terlihat dalam suatu jaringan kompleks pengambilan keputusan,
mungkin termasuk reaksi seperti ‘kegiatan ini membosankan’, ‘aku tidak paham’,’Ini
penting jadi aku harus berkonsentrasi’. Reaksi-reaksi tersebut akan mempengaruhi
upaya dan startegi yang menandai berjalannya fungsi STM mereka.

Pertanyaan tentang bagaimana informasi diolah di dalam STM dan kemudian


diteruskan dan disimpan di dalam LTM adalah luar biasa kompleks. Apa yang diolah
di dalam STM tampaknya diteruskan ke LTM dan disimpan di sana. Namun, masalah
utamanya adalah tentang penelusuran kembali-kembali (retrieval) informasi dari
LTM. Kegagalan retrieval terlihat jelas ketika seorang murid tidak mampu mengingat

9
kembali sepotong informasi namun mampu mengenalinya jika diberikan pilihan
jawaban. Gejala lupa tampaknya terutama merupakan ketidakmampuan menelusuri-
kembali informasi yang tersimpan. Bagaimanapun juga, pembelajaran yang terpenting
bisa dikonsolidasikan dengan praktik dan teknik-teknik revisi, dan melalui pengaitan
pembelajaran dengan bermacam-macam aspek pemahaman murid. Pembelajaran yang
tersimpan namun memiliki sedikit sekali asosiasi dengan pembelajaran lainnya akan
sangat menyulitkan bagi penelusuran-kembali. Namun, masalah ini bisa diatasi jika
pembelajaran telah ‘dipelajari secara berlebih’ dengan penyimakan berulang kali dan
sering digunakan (misalnya, sebuah rumus matematika) atau jika digunakan sebagai
jembatan-keledai(mnemonic) (misalnya, penggunaan rima semacam’Thirty days has
September’, atau melalui asosiasi dengan cara menempatkannya berdampingan
dengan sebuah citra visual yang jelas).

Meaningful learning memiliki kelebihan bagi retrieval karena LTM diorganisir


melalui jaringan asosiasi yang kompleks, di mana tautan-tautan yang bermakna
menjadi penting artinya. Secara umum, retrieval bergantung pada kuatnya
penyimpanan awal (melalui upaya mental) dan adanya link (entah itu bermakna atau
tidak) untuk menentukan lokasi informasi yang diperlukan. Ini dikonsolidasi dengan
praktik selanjutnya dan pembentukan link lebih jauh.

‘Transfer pembelajaran’ mengacu pada kemampuan murid dalam menggunakan


pembelajaran sebelumnnya untuk menangani tugas baru dan dalam situasi baru.
Barangkali salah satu tugas terpenting pengajaran efektif adalah memfasilitasi transfer
seperti itu. Salah satu penghalang pokok terhadap transfer tersebut adalah para murid
cenderung menciutkan pembelajaran mereka, menggunakan skema retrieval yang
bergantung pada pencocokan karakteristik spesifik tugas belajar dengan pemahaman
parsial tertent.Ini terungkap dari fakta kerapnya murid gagal melakukan transfer
pembelajaran dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lainnya, atau terkadang
bahkan dari satu topik ke topik lainnya dalam pelajaran yang sama. Kecenderungan
ini untuk sebagain muncul karena mayoritas murid melihat pembelajaran sekolah
sebagai kegiatan menghasilkan jawaban yang benar. Dari situ, mengerjakan tugas
sekolah dengan baik terutama diartikan sebagai mencocokakan tindakan secara tepat
dengan tugas yang diberikan oleh guru. Karenya seorang murid bisa gagal
mengapresiasi bahwa tindakan yang berhasil dimanfaatkan untuk mengerjakan satu

10
tugas bisa juga relevan dengan topik lain dalam bidang studi yang sama atau dengan
topik dalam bidang studi lain.

Istilah ‘pembelajaran yang tersituasikan’ sekarang banyak digunakan sebagai


rujukan kepada kecenderungan kuat untuk mengaitkan apa yang dipelajari dengan
situasi tempat ia dipelajari (Anderson et al,1996). Dengan demikian jelas bahwa tugas
pengajaran efektif adalah menggunakan aktivitas yang bisa menunjukan bagaimana
penerapannya aktivitas yang bisa menunjukan bagaimana penerapannya dipelajari
dalam rangka memfasilitasi transfer pembelajaran, khususnya dari pembelajaran ke
sekolah ke’suasana kehidupan-nyata’ (misalnya, menghitung suku bunga kredit,
meneliti karat yang ada dimobil, menulis surat ke redaksi surat kabar, memesan kamar
hotel dalam bahasa Prancis).

Seperti sudah disebutkan di muka, LTM terdiri atas jaringan asosiasi yang luar
biasa kompleks. Asosiasi lebih tepat bila dijelaskan mneurut tipe pengkondisian
lainnya, yang diistilahkan ‘pengkondisian klasik’, sebagaimana dikembangkan oleh
Pavlov(1927). Pengkondisian klasik didasarkan atas aosisiasi yang dibagnun di antara
stimuli yang dipasangkan persama , biasanya dala jeda waktu yang singkat dan dalam
lingkungan yang signifikan secara psikologis, sehingga kemunculan satu sinyal akan
memunculkan sinyal lainnya. Contoh Pavlov yang paling sering dikutif adalah seeokor
anjing yang belajar berliur sebagai tanggapan atas bunyi bel, di mana sebelumnya
bunyi vel diikuti dengan pemberian makanan pada sejumlah kesempatan.

Terkait pengajaran efektif, teori pengkondisian klasik mengandung dua


implikasi pokok. Pertama, ia menarik perhatian kita kepada fakta bahgaimana asosiasi
bisa dibangun melaui kedekatan waktu. Kedua, bahwa begitu satu tanggapan (respon)
mengkutti stimuli tertentu, tangapan itu bisa digeneralisir untuk stimuli lain yang
serupa. Dari situkah murid bisa membangun asosiasi di antara respon-respon
emosional, baik yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, dan stimuli
tertentu. Misalnya, seorang anakmungkin sangat gugup di hadapan guru yang mirirp
dengan ayah yang ditakutinya; atau setelah murid terserang rasa panik dalm tes
membaca karena kesluitan membaca, ia mungkin mengalami serangan panik serupa
dalam tes aritmatika kendati ia lancar dalam hal aritmetika.

11
Dua isu kognitif penting lainnya terkait dengan pengisyaratan(cueing) dan tata
mental(mental set). Pengisyaratan mengacu pada sinyal yang bisa digunakan oleh guru
untuk mengngatkan murid agar menggunakan cara yang tepat dalam menghadapi
tututan kegiatan. Sinyal tersebut bisa jadi ekspilist, seperti ketika guru mengatakan
bahwa butir pelajaran tertentu akan sukar dipahami, atau mungkin diindikasikan
melalui nuansa halus oleh gerak-gerik tubuh atau nada suara guru, misalnya, ketika
seorang guru membuat jeda agak lebih lama daripada biasanya untuk memberikan
tanda bahwa anak yang tidak memperhatikan. Tata mental mengacu pada harapan
umum yang dimiliki murid terkait sebuah aktivitas belajar, berkisar dari level
minatnya hingga ke startegi belajar apa yang cenderung paling efektif. Penggunaan
isyarat dalam sebuah pelajaran bisa membantu menghasilkan tata mental yang tepat
bagi tugas yang tengah dihadapi(tertarik dan memperhatikan, berharap agar berhasil,
dan siap menerapkan strategi belajar yang pas), yang krusial untuk membangun dan
mempertahankan pembelajaran murid yang berhasil.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

Kyriacou, C. (2012). Effective Teaching: Theory and Practice. Bandung: Nusa Media.

Suprijono. (2009).

Syah. (2013).

Thobroni, M. (2011). Belajar & Pembelajaran. Yogyakarja: AR-RUZZ MEDIA.

14

Anda mungkin juga menyukai