Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

“ TEORI BELAJAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN ”

DISUSUN

O
L
E
H
GUNAWAN (01202301008)

DOSEN MATKUL : Zulkadir S,PD M.M

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUSLIM BUTON
SIOTAPINA TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga makalah dengan judul “MAKALAH TEORI BELAJAR PSIKOLOGI
PENDIDIKAN ” dapat terselesaikan pada waktunya.

Terimaka kasih juga saya ucapkan kepada dosen pembimbing Bapak Zulfikar S,PD
M.M ,yang telah memberikan saya tugas terkait materi saya tersebut

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca
namun terlepas dari itu,saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi tercapainnya makalah yang baik dan benar untuk kedepannya.

Pasarwajo, 22 Desember 2023

Gunawan

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
A. Latar Belakang ................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................


A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK.......................................................
B. TEORI BELAJAR KOGNITIF ...............................................................
C. TEORI BELAJAR PIAGET ...................................................................
D. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME ……...........................................
E. TEORI NEO BEHAVIORISTIK ............................................................
F. TEORI HUMANISTIK .......................................................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................


A. Kesimpulan .....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori belajar merupakan teori dalam psikologi pendidikan yang mampu
mempengaruhi cara peserta didik untuk menyerap ilmu. Teori ini melibatkan
sejumlah aspek yaitu guru, peserta didik, metode dan strategi belajar, serta media
pembelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar berarti berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan
yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan teori belajar dapat didefinisikan
sebagai upaya yang dilakukan untuk mendeskripsikan cara manusia belajar sehingga
manusia dapat memahami proses kompleks dari belajar.
Teori psikologi belajar bertujuan untuk membantu guru dalam membimbing
siswa dalam proses pertumbuhan belajar melalui dasar dasar yang luas dalam hal
mendidik serta membantu menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan
efektif guna meningkatkan arah pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Terdapat enam teori belajar yang akan dibahas antara lain :
1. Teori Belajar Behavioristik
2. Teori Belajar Kognitif
3. Teori Belajar Piaget
4. Teori Belajar Konstruktivisme
5. Teori Belajar Neo Behavioristik Gagne
6. Teori Belajar Humanistik

Setiap teori belajar memuat beberapa komponen seperti pengertian, konsep


dasar, faktor yang mempengaruhi, serta karakteristik.

4
B. Rumusan Masalah

a. Apa itu Teori Belajar Behavioristik?

b. Apa itu Teori Belajar Kognitif?

c. Apa itu Teori Belajar Piaget?

d. Apa itu Teori Belajar Konstruktivisme?

e. Apa itu Teori Belajar Neo Behavioristik Gagne?

f. Apa itu Teori Belajar Humanistik?

C. Tujuan

a. Mengetahui apa itu Teori Belajar Behavioristik

b. Mengetahui apa itu Teori Belajar Kognitif

c. Mengetahui apa itu Teori Belajar Piaget

d. Mengetahui apa itu Teori Belajar Konstruktivisme

e. Mengetahui apa itu Teori Belajar Neo Behavioristik Gagne

f. Mengetahui apa itu Teori Belajar Humanisti

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik merupakan teori yang mempelajari tingkah laku

manusia. Menurut Desmita (2009:44) teori belajar behavioristik adalah teori belajar

untuk mengerti tingkah laku manusia menggunakan pendekatan mekanistik,

objektif, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang

dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian.

Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan

melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan

mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan

pengamatan, karena pengamatan adalah suatu hal penting untuk melihat terjadi atau

tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Teori behavioristik menekankan pada

kajian ilmiah mengenai berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan penentu

lingkungannya. Teori ini menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat

dari interaksi antara stimulus dan respon. Aliran ini menekankan pada terbentuknya

perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

2. Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran dalam teori belajar yang

sangat menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang dapat diamati.

Menurut Andriyani, 205 belajar didefinisikan sebagai akibat adanya interaksi antara

stimulus (S) dengan respons (R).

6
Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa

stimulusdan output yang berupa respon. Seseorang dianggap telah belajar jika dapat

menunjukkan perubahan perilaku (Zulhammi, 2015). Teori ini memandang individu

lebih kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti

kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini

menurut Sujanto (2009:118), teori belajar behaviorisme objek ilmu jiwa harus

terlihat, dapat di indera, dan dapat diobservasi.

3. Tokoh Tokoh Behavioristik

1. John B.Watson

Menurut Desmita(2009:44), behavioristik adalah sebuah aliran dalam

pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson (1878-

1958), seorang ahli psikologi Amerika pada tahun 1930, sebagai reaksi atas teori

psikodinamika.

Pandangan Watson mengenai belajar (dalam Putrayasa, 2013:46), yaitu

proses interaksi antara stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud

harus dapat diamati dan dapat diukur. Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya

perubahan-perubahan mental dalam diri selama proses belajar. Watson adalah

seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu

lain seperi biologi atau fisika yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik

yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Watson berasumsi bahwa hanya dengan cara

demikianlah akan dapat diramalkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah

seseorang melakukan tindak belajar.

7
2. Ivan P. Pavlov

Ivan P. Pavlov (1849-1936) merupakan ilmuan Rusia yang mengembangkan

teori perilaku melalui percobaan tentang anjing dan air liurnya. Karya besarnya yang

terkenal adalah Paradigma kondisioning klasik.

Dalam proses belajar, teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada

sejumlah prosedur pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk

menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur ini

disebut klasik karena prioritas historisnya seperti dikembangkan Pavlov. Stimulus itu

yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat

(Zulhammi, 2015).

3. B.F Skinner Skinner

B.F Skinner Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa

mengembangkan teori perilaku Watson. Pandangannya tentang kepribadian disebut

dengan behaviorisme radikal. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak

sadar, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Menurut

Skinner, perkembangan adalah perilaku.

Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa perkembangan dipelajari

dan sering berubah sesuai dengan pengalaman-pengalaman lingkungan. Menurut

Skinner hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan

lingkungannya, kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak

sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya.

Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak sesederhana

demikian, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan

interaksi antar stimulus tersebut yang mempengaruhi respons yang dihasilkan.

8
Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-

konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).

4. Ciri Ciri Teori Behavioristik

Menurut Ahmadi (2003:46), teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri,

sebagai berikut :

1. Aliran behavioristik mempelajari perbuatan manusia dengan cara

mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan bukan dari

kesadarannya.

2. Aliran ini memandang segala perbuatan dikembalikan kepada refleks.

Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling sederhana yakni perbuatanperbuatan

bukan kesadaran.yang dinamakan refleks (reaksi yang tidak disadari terhadap suatu

pengarang).

3. Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang

adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikanlah yang akan mengubah seseorang.

5. Penerapan Teori Behavioristik

Dalam Pembelajaran Teori belajar behavioristik cenderung membawa siswa

untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik merupakan proses

pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu, sehingga

menjadikan siswa yang tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik memandang

pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan,

sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa.

9
Hal yang paling penting dalam teori belajar behavioristik adalah masukan

dan keluaran yang berupa respons. Menurut teori ini, antara stimulus dan respons

dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur.

Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu,

apa saja yang diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh siswa semuanya

harus dapat diamati dan diukur yang bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan

tingkah laku.

B. TEORI BELAJAR KOGNITIF

1. Pengertian Teori Belajar Kognitif

Dalam perspektif kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mental

seseorang yang memberikan kapasitas untuk menunjukkan perubahan prilaku.

Struktur mental ini meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan dan

mekanisme lain dalam kepala pembelajar. Fokus teori kognitif adalah potensi untuk

berprilaku dan bukan pada prilakunya sendiri.( Khodijah, 2014)

2. Pengertian Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli

1. Saam (2010 : 59) menyatakan bahwa Teori kognitif menekankan bahwa

peristiwa belajar merupakan proses internal atau mental manusia. Teori kognitif

menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang tampak tidak bisa diukur dan

diterangkan tanpa melibatkan proses mental yang lain seperti motivasi, sikap, minat,

dan kemauan.

10
2. Gredler dalam Uno (2006 : 10) menyatakan bahwa Teori belajar kognitif

merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil

belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, 8 belajar tidak sekedar melibatkan

hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih erat dari itu, belajar melibatkan

proses berpikir yang sangat kompleks.

3. Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli

1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget Gredler (2011:324) menyatakan

bahwa fokus dari teori Jean Piaget adalah menemukan asal muasal logika alamiah

dan transformasinya dari satu bentuk penalaran ke penalaran lain. Tujuan ini

mengharuskan dilakukannya penelitian atas akar dari pemikiran logis pada bayi,

jenis penalaran yang dilakukan anak kecil, dan proses penalaran remaja dan dewasa.

Berikut ini akan dijelaskan tentang teori perkembangan Kognitif menurut

Jean Piaget sebagai berikut:

1. Proses Kognitif Santrock (2008:43) menyatakan dalam memahami

dunia anak-anak secara aktif, mereka menggunakan skema (kerangka kognitif atau

kerangka referensi). Sebuah skema adalah konsep atau kerangka eksis di dalam

pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan mengin terpretasikan

informasi.

2. Tahap Tahap Piagetian Santrock (2008:47-60) menyatakan bahwa

melalui observasinya, Piaget juga menyakini bahwa perkembangan kognitif terjadi

dalam empat tahapan. Masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan tersusun

dari jalan pikiran yang berbeda beda, antara lain

11
1. Tahap Tahap sensorimotor

2. Tahap pra-operasional Tahap ini adalah tah

3. Tahap Operasional Konkret

4. Tahap operasional Formal

4. Teori Kognitif menurut Lewin (Teori Medan)

Teori ini dikemukakan oleh Kurt Lewin (1892-1947). Menurutnya,

masingmasing individu berada dalam medan kekuatan yang bersifat psikologis.

Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup

perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya; orang-orang yang

dijumpainya, objek material yang ia hadapi, serta fungsi kejiwaan yang ia miliki.

Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam

struktur kognitif.

Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan:

a. Struktur medan kognisi

b. Kebutuhan motivasi internal individu (Khodijah, 2014)

5. Implikasi Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif dalam

Pembelajaran

Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah dengan cara:

a. Dorong siswa untuk berpikir tentang materi pelajaran dengan cara yang

akan membantu mereka mengingatnya.

b. Bantu siswa mengindentifikasi halhal yang paling penting bagi mereka

untuk dipelajari.

c. Berikan pengalaman yang akan membantu siswa memahami topiktopik

12
yang mereka pelajari.

d. Kaitkan ide-ide baru dengan hal-hal yang telah diketahui dan diyakini

siswa tentang dunia.

e. Pertimbangkan kelebihan dan keterbatasan dalam kemampuan pemrosesan

kognitif siswa pada tingkat usia berbeda.

f. Rencanakan kegiatan-kegiatan kelas yang membuat siswa secara aktif

berpikir dan menggunakan mata pelajaran di kelas.

C. TEORI BELAJAR PIAGET

1. Jean Piaget

Jean Piaget merupakan salah satu ahli dibidang filsafat yang berasal dari

Swiss yang lahir pada tahun 1896. Beliau merupakan tokoh dalam teori kognitif

kepribadian sebenarnya Piaget berfokus pada dua bidang yaitu biologi dan filsafat

pengetahuan.

Dalam sejarah penelitiannya Piaget pernah meneliti ketiga anaknya sendiri

dan hasi dari penelitian tersebut dibukukan dengan judul The Origins of Inteligence

in Children dan The Construction of Reality in the Child. Piaget meninggal di tahun

1980 dan semasa hidupnya ia pernah menulis lebih dari 60 buku dan artikel.

2. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

Piaget memfokuskan penelitiannya pada perkembangan kognitif. Piaget

menyatakan jika kemampuan individu dalam memerima pengetahuan sangat

dipengaruhi oleh kematangan pikiran anak dan tahap-tahap perkembangan yang

sedang dijalani si anak.

Menurut Piaget sejak lahir anak sudah memeiliki beberapa skemata

13
sensorimotor dan skemata tersebut yang menentukan pengalaman dan batasan

pengalaman bagi anak. Pengalaman yang unik akan diakomodasi oleh struktur

kognitif anak. Adanya interaksi dengan lingkungan dapat membuat struktur kognitif

berubah. Piaget berpikir jika ini proses yang lambat karena skemata yang baru

terbentuk dari skemata yang lama. Anak mampu melakukan tindakan yang kompleks

jika kita membiarkan anak untuk berhadapan langsung dengan lingkungan dan

memberi tahukan cara yang tepat untuk menangani lingkungan yang sesuai.

3. Perkembangan Intelektual

a. Struktur

Pengertian struktur sangat erat kaitannya dengan pengertian operasi karena

pikiran logis anak sangat dipengaruhi oleh tindakan fisik dan tindakan mental.

Tindakan merupakan Langkah awal untuk menuju perkembangan operasi untuk

selanjutnya dilanjutkan dengan perkembangan struktur.

Ada empat ciri perkembangan operasi yaitu. Pertama, operasi adalah

tindakan terinternalisasi maksudnya antara tindakan fisik dan tindakan mental didak

dapat dipisahkan. Kedua, operasi bersifat reversible, miyalnya menambah dan

mengurangi yang bersifat berlawanan. Ketiga, operasi tidak bisa berdiri sendiri,

harus ditunjang dengan yang lain karena saling berhubungan. Keempat, struktur

disebut juga skemata. Struktur dapat terbentuk dapat terbentuk lebih mudah untuk

menghadapi tuntutan dilingkungannya.

b. Isi

Maksud dari isi adalah perilaku yang muncul karena anak menghadapi

masalah maupun situasi di lingkungannya. Pada tahun 1920 dan 1930 Piaget pernah

meneliti tentang apa yang dipikirkan oleh anak-anak.

14
c. Fungsi

Menurut Piaget terdapat dua fungsi yang mempengaruhi perkembangan

intelektual yaitu fungsi organisme dan adaptasi. Fungsi organisme merupakan fungsi

yang membuat suatu proses agar tersusun dan terstruktur. Fungsi kedua adalah

adaptasi, adaptasi tidak bisa dipisahkan dari proses asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi merupakan proses penyatuan konsep, presepsi, dan pengalaman ke

ddalam benak seseorang, sedangkan akomodasi proses penyesuaian individu

terhadap lingkungan barunya.

4. Tahap perkembangan intelektual

Menurut Piaget setiap individu melalui empat tahap perkembangan, meski

usia masuknya berbeda. Empat tahap tersebut merupakan tahapan dasar yang pasti

dilalui individu.

a. Tahap sensorimotor Tahap ini dimulai saat usia nol sampai dua tahun.

Pada tahap ini belajar mengenali dirinya sendiri melalau inderanya. Aktivita kognitif

ini merupakan tahap dasar untuk tahapan selanjutnya.

b. Tahap pra-operasional Pada tahap ini anak biasanya berusia antara dua

smapai enam tahun. Disini anak sudah dapat menghadapi situasi diluar namuan

pikiran anak belum tersistem dengan baik. Egosentrisme anak sudah mulai muncul

pada tahap ini.

c. Tahap operasional kongkrit Ditahap ini anak sudah bisa menggunakan

pikiran yang terorganisasi meskipun tidak secara maksimal dan mereka butuh benda

kongkrit untuk menjadi subjeknya. Sifat egosentris sudah mulai berkurang dan

kemampuan dalam mengkonversi tugas menjadi lebih baik. Anak berusia enam

sampai dua belas tahun pada tahap ini.

15
d. Tahap operasional formal Disini anak sudah berusia dua belas tahun

keatas, anak sudah bisa menggunakan pikiran logikanya meskipun tidak

menggunakan benda kongkrit. Selain itu anak sudah bisa memberikan pendapatnya

dan memahami pendapat orang lain.

5. Tingkatan Perkembangan Intelektual

a. Kedewasaan Kedewasaan sangat penting untuk perkembangan

intelektual. Perkembangan kognitif juga sangat dipengaruhi oleh sistem

saraf otak, dll.

b. Penalaran moral Interaksi dengan lingkungan fisik untuk mengabstrakkan

nilai benda. Pengalaman fisik dibutuhkan karena untuk meningkatkan

pikiran kompleks mereka.

c. Pengalaman logika matematika Pengalaman yang diciptakan anak untuk

membangun hubungan antara objek-objek disekitarnya.

d. Transmisi sosial Para orang dewasa memegang peranan penting disini

karena anak-anak mendapatkan pengetahuan dari orang dewasa

disekitarnya.

e. Pengaturan sendiri Proses dimana kemampuan untuk kembali ke dalam

posisi keseimbangan. Pengaturan diri merupakan proses untuk mencapai

tingkattingkat yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi untuk

tujuan perkembangan kognitif.

16
D. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap

manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk

menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang

lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau

teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni).

Suatu hal yang perlu diingat, tidak mungkin untuk menciptakan sebuah

pembelajaran konstruktivis yang bersifat "generik", berlaku untuk semua situasi.

Menurut sifatnya, Konstruktivisme (construktism) merupakan landasan berfikir

pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya

diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba (Sagala).

2. Proses Belajar Konstruktivistik

Proses belajar konstuktivistik berupa “Constructing and restructuring of

knowledge and skills within the individual in a complex network of increasing

conceptual consistently”. Membangun dan merestrukturisasi pengetahuan dan

keterampilan individu dalam lingkungan sosial dalam upaya peningkatan konseptual

secara konsisten. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada

pengelolaan peserta didik dalam memproses gagasannya bukan semata-mata olahan

peserta didik dan lingkungan belajarnya bahkan prestasi belajarnya yang dikaitkan

dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai ijazah dan sebagainya. Penerapan

teori belajar.

Konstruktivisme sering digunaka pada model pembelajaran pemecahan

17
masalah (problem solving seperti pembelajaran menemukan (discovery learning) dan

pembelajaran berbasis masalah (problembased learning). Untuk memperbaiki

pendidikan harus diketahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara

pembelajarannya. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi (bentukan) dari

dirinya.

Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang

dipelajari melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,

pengalaman maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada

dan tersedia, sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai

suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami

reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Bila pendidik bermaksud

menstranfer konsep, ide dan pengetahuan tentang sesuatu kepada siswa,

pentransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh siswa melalui

pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri.

3. Pandangan Konstruktivitas Belajar

Menurut pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses

pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan individu yang belajar.

Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi

makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil

prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya

belajar.

Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah

niat belajar siswa itu sendiri. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa pada

hakikatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Paradigma konstruktivistik

18
memandang siswa sebagai pribadi yang memiliki kemampuan awal sebelum

mempelajari sesuatu pengetahuan yang baru. Bagi kontruktivistik, kegiatan belajar

adalah kegiatan aktif siswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri

pengetahuannya, bukan merupakan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.

Siswalah yang bertanggungjawab atas hasil belajarnya.

Siswa yang membuat penalaran atas apa yang dipelajari dengan cara

mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahui serta

menyelesaikan ketidaksamaan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang

diperlukan dalam pengalaman baru. Setiap siswa mempunyai cara yang cocok untuk

mengkontruksikan pengetahuannya yang kadang-kadang sangat berbeda dengan

teman teman yang lain. Dalam hal ini sangat penting bahwa siswa dimungkinkan

untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting bahwa

guru menciptakan bermacam-macam situasi dan metode yang membantu siswa. Satu

pembelajaran saja tidak akan banyak membantu siswa.

4. Sarana Belajar Konstruktivistik

Menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas

siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan,

peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan

tersebut.

Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya

sendiri tentang sesuatu yang dihadapi. Dengan cara demikian siswa akan terbiasa

dan terlatih untuk berfikir kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan

pemikirannya secara rasional.

19
5. Berpikir Kritis

Berpikir kritis dapat diartikan sebagai upaya seseorang untuk memeriksa

kebenaran dari suatu informasi menggunakan ketersediaan bukti, logika, dan

kesadaran akan bias (Halpern, 1998; Larsson, 2017). Mengingat kondisi sosial yang

semakin kompleks dan kemajuan teknologi informasi, mendorong derasnya

pertukaran informasi yang belum terverifikasi.

Sebelum seseorang mampu berpikir kritis sesuai proses diatas, ia perlu

memiliki kemampuan dasar berpikir. Konstruktivisme psikologis terfokus pada

bagaimana individu membangun elemenelemen tertentu dari aparatus kognitif atau

emosionalnya (Phillips, D.C. dalam Dadang Supardan). Para konstruktivis ini

tertarik dengan pengetahuan, keyakinan, konsep-konsep diri, atau identitas

individual, sehinnga mereka kadang-kadang disebut konstruktivis individual, atau

konstruktivis psikologi-kognitif, atau konstruktivis endogenous; mereka semuanya

memfokuskan pada kehidupan psikologis dalam diri orang.

Teori Pembelajaran yang didasarkan pada gagasan ini disebut teori

pembelajaran konstruktivis (constructivis theories of learning). Inti teori

konstruktivis ialah gagasan bahwa masing-masing pelajar harus menemukan dan

mengubah informasi yang rumit jika mereka ingin menjadikannya milik sendiri

(Anderson, Greeno, rader, Simon&Fosnot).

Pandangan ini mempunyai implikasi yang sangat besar bagi pengajaran,

karena itu menyarankan peran siswa yang sangat besar bagi pengajaran. Peran siswa

yang jauh lebih aktif dalam pembelajaran mereka sendiri dari pada yang biasanya

ditemukan di banyak ruang kelas.

20
6. Model Konstruktivisme

Model Konstruktivisme Gagnon & Collay dalam Dadang Supardan yang

terdiri atas enam tahapan, yakni;

a. Situasi: gambarkan situasi tertentu yang berhubungan dengan

tema/topik pembahasan

b. Pengelompokan: buat kelompok bisa berdasarkan no urut maupun

campuran tingkat kecerdasannya;

c. Jembatan; memberikan suatu masalah sederhana/permainan/ teka-teki

untuk dipecahkan;

d. Pertanyaan; buat pertanyan pembuka maupun kegiatan inti agar siswa

tetap termotivasi untuk belajar lebih jauh;

e. Mendemonstrasikan: memajangkan/ memamerkan/menyajikan hasil

kerja siswa dikelas;

f. Refleksi: merenungkan, menindak-lanjuti laporan kelompok yang

dipresentasikan.

7. Tahapan Tahapan Dalam Pembelajaran Konstruktivisme

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme,

yaitu sebagai berikut :

a. Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan

awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan

pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering dijumpai seharihari oleh

peserta didik dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya,

peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan

pemhamannya tentang konsep tersebut.

21
b. Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan

menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan

penginterprestasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru.

Secara keseluruhan dalam hidup ini akan terpenuhi rasa keingintahuan peserta didik

tentang fenomena dalam lingkungannya.

c. Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang

didasarkan pada hasil observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru.

Selanjutnya peserta didik membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang

dipelajari.

d. Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya,

baik melalui kegiatan maupun pemunculan masalah masalah yang berkatian dengan

isu-isu dalam lingkungan peserta didik tersebut (Yager dalam Lapono, dkk,)

8. Penerapan Pendekatan Konstruktivisme

Penerapan pendekatan konstruktivisme di dalam kelas adalah sebagai

berikut:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan

cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri

pengalaman dan keterampilan barunya

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Citpakan “Masyarakat Belajar” (belajar dalam kelompok -kelompok)

(Abimanyu Soli, dkk.).

22
9. Aplikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran :

a. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas

yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.

b. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat

hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-

ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

c. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia

adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran

yang datangnya dari berbagai interpretasi.

d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu

usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

E. TEORI NEO BEHAVIORISTIK

Neobehaviorisme muncul sebagai teori revisi yang telah dicetuskan ahli

psikologi pendidikan yang ada pada masa abad ke-19 yakni ilmuwan itu bernama

Watson, dan Skinner. Teori ini dipopulerkan oleh Robert M. Gagne. Teori ini lebih

cenderung pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku seorang siswa.

Teori neobehaviorisme merupakan salah satu teori yang mampu berkembang

menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap arah pengembangan teori

dan praktek pendidikan dan pembelajaran.

Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai

hasil belajar. Teori ini lebih cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar,

tentunya setelah melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme. Teori

neobehaviorisme ini hadir sebagai teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas

23
tingkah laku. Karena di balik tingkah laku itu terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji

oleh teori Gagne dalam teori neobehaviorisme-nya.

Pendekatan neobehaviorisme ini menekankan pada teori yang melihat hasil

dari konsep yang hanya memandang tingkah laku. Dan hasil dari tingkah laku

tersebut dijadikan dasar atau tolak ukur keberhasilan proses belajar. Teori belajar

yang dikemukakan Robert M. Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara

behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori pemrosesan informasi.

Menurut gagne (1975), belajar merupakan sesuatu yang terjadi dalam benak

seseorang, di dalam otaknya. Belajar disebut suatu proses karena secara formal ia

dapat dibandingkan dengan proses-proses organik manusia lainnya, seperti

pencernaan dan pernapasan. Namun belajar merupakan proses yang rumit dan

kompleks.

Belajar terjadi ketika seseorang merespon dan menerima rangsangan dari

lingkungan eksternalnya. Belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia

memodifikasi tingkah lakunya secara permanen, sedemikian hingga modifikasi yang

sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru. Pengamat akan mengetahui tentang

terjadinya proses belajar pada orang yang diamati bila pengamat itu memperhatikan

terjadinya perubahan tingkah laku.

Kematangan menurut Gagne, bukanlah belajar, sebab perubahan tingkah laku

yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan struktur dan diri manusia itu. Dengan

demikian belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang datangnya

dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu.

Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang

tersebut berinteraksi dengan lingkungan.

Komponen- komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat

24
digambarkan sebagai SR. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons

atas stimulus itu, dan garis di antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan

respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian

dengan sistem alat saraf di mana terjadi transformasi perangsang yang diterima

melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan

respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang

dapat diamati.

Gagne berpendapat pengajaran adalah upaya guru menyakinkan siswa bahwa

setiap siswa mempunyai kemampuan persyaratan untuk tugas-tugas belajarnya,

menstimulir penggunaan kemampuan siswa sehingga siap menyelesaikan dan

mengatur persyaratan belajar.

Dengan demikian pengajaran adalah faktor eksternal bagi siswa. Pada situasi

belajar, tingkatan belajar yang tepat terdiri dari hal-hal yang berhubungan dengan

persyaratan keterampilan intelektual dan melibatkan penggunaan persyaratan belajar.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari belajar bagi.

Gagne adalah perkembangan kemampuan untuk perubahan sikap peserta

didik. Gagne menyamakan perubahan sikap itu sendiri dengan belajar. Buku

utamanya “The Condition of Learning” menguraikan delapan tingkah laku belajar

yang dapat dibedakan sesuai dengan persyaratan belajar yang dihubungkan satu

dengan lainya. Ia membedakan persyaratan luar dengan persyaratan dalam tentang

belajar.

Persyaratan luar meliputi pernyataan-pernyataan seperti perhatian, motivasi,

dan ingatan dari kemampuan yang dipelajari sebelumnya yang relevan dengan

peristiwa belajar saat itu. Oleh karena itu untuk mengenal tingkatan dan

25
keanekaragaman belajar yang terjadi, pertama-tama harus melihat pada kemampuan

yang ada dalam siswa kemudian baru kepada situasi perangsangan yang berada di

luar siswa.

Ide Gagne yang sangat penting adalah pengetahuan dari kemampuan baru

membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih rendah yang

terlibat dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh: seseorang yang pada

tingkat kemampuan yang lebih tinggi, membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari

kemampuan yang lebih sederhana. Jadi suatu pengetahuan yang dicapai seseorang

dapat dianalisis kemampuannya dari pengetahuan yang lebih rendah.

Gagne menanamkan gerak maju dari belajar itu dengan istilah tingkatan

belajar (learning hierarchy). Gagne mengemukakan lima kategori besar dari

kemampuan manusia berkenaan dengan hasil belajar, yaitu :

a. Informasi verbal (Verbal Information)

b. Keterampilan intelektual (Intellectual Skill)

c. Strategi kognitif (Cognitive Strategies) d. Sikap (Attitudes)

e. Keterampilan motorik (Motor Skills)

1. Fase-fase Belajar menurut Robert M. Gagne

Robert M. Gagne menerapkan konsep pengolahan (proses) kognitif dalam

kupasannya terhadap hal belajar. Ia menemukan delapan tahapan pengolahan yang

esensial bagi belajar dan harus dilaksanakan secara berurutan. Kedelapan tahapan itu

disebut fase belajar.

a. Fase mengarahkan perhatian (attending phase)

Pada fase ini akan menjadikan siswa peka/sadar akan adanya stimulus yang muncul

dari situasi belajar. Siswa dapat melihat stimulus-stimulus tersebut dan sifat-sifatnya.

26
Apa yang dilihat siswa, akan diberi kode secara unik oleh setiap siswa dan akan

dicatat dalam pikirannya.

Hal ini biasa terjadi dalam proses belajar mengajar. Bila guru memberikan

pelajaran (stimulus), mungkin guru melihat isi pelajaran berbeda dengan yang dilihat

siswa, dan setiap siswa mungkin saja berbeda persepsinya satu dengan yang lainnya.

b. Fase pengharapan (expectancy phase)

Pada fase ini membawa siswa tahu tujuan belajar. Misalnya siswa menetapkan

bahwa ia akan memperoleh suatu keterampilan motorik, defenisi baru, atau belajar

memecahkan suatu masalah. Orientasi tujuan yang sudah terbentuk pada tahap ini

membuat siswa bisa memilih hasil apa yang sesuai pada tiap fase berikutnya dalam

pengolahan informasi.

c. Fase perolehan (acquisition phase)

Ini merupakan fase mendapatkan fakta, keterampilan, konsep atau prinsip yang

dipelajari. Pemilikan pengetahuan dapat ditentukan dengan mengamati atau

mengukur apa yang telah dimilikinya itu. Hal ini perlu dilakukan di dalam proses

belajar mengajar agar supaya guru dapat mengetahui apa yang telah dimiliki dan apa

yang belum dimiliki.

d. Fase retensi (Retention phase)

Dalam fase ini kemampuan baru yang telah diperoleh dipertahankan atau diingat.

Sarana menyimpan bagi manusia adalah ingatan (memory). Penelitian

mengindikasikan bahwa terdapat dua tipe memori, yaitu memori jangka pendek

(short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory).

27
Memori jangka pendek mempunyai kapasitas terbatas dan hanya bertahan

dalam waktu singkat. Banyak orang dapat menahan (menyimpan) tujuh atau delapan

informasi berbeda dalam memori selama tiga puluh detik. Memori jangka panjang

adalah kemampuan kita mengingat informasi selama lebih dari tiga puluh detik, dan

ini disimpan dalam pikiran secara permanen.

e. Fase memanggil kembali (Retrieval phase)

Yaitu kemampuan memanggil ke luar (call out) informasi yang telah dimiliki dan

disimpan dalam memori. Proses memanggil kembali informasi ini adalah sangat

tidak teliti (imprecise), tidak teratur (disorganized), dan malahan penuh rahasia

(mystical).

Kadang-kadang informasi yang diinginkan, misalnya “nama”, tidak dapat

dipanggil keluar dari memori atas permintaan seseorang, tetapi kemudian mungkin

saja ke luar pada saat orang itu memikirkan sesuatu yang tidak ada kaitan dengan

“nama” tadi. Ada informasi yang tersimpan dalam pikiran (memori) begitu

dalamnya, sehingga diperlukan teknik khusus, misalnya dengan rangsangan elektrik

untuk mengeluarkannya.

f. Fase generalisasi (Generalization phase)

Tujuan belajar bukanlah sekedar untuk menambah pengetahuan atau mengubah

kelakuan, akan tetapi agar apa yang dipelajari itu dapat digunakan dalam berbagai

situasi lain, sehingga mantap dan dapat terus digunakan. Menggunakan apa yang

dipelajari dalam situasi-situasi yang baru yang belum pernah dihadapi sebelumnya

disebut transfer. Menurut Gagne, konteks yang bervariasi untuk belajar merupakan

suatu hal yang esensial yang dapat menjamin terjadinya transfer dalam proses

28
belajar.

Transfer dapat bersifat horizontal, yakni apa yang dipelajari itu dapat

digunakan untuk situasi-situasi lain yang bersamaan dan setaraf tingkatnya.

Misalnya prinsip-prinsip yang dipelajari dalam matematika dapat digunakan dalam

ilmu bumi, fisika, atau kimia. Di samping itu ada lagi transfer vertikal. Apa yang

dipelajari dapat digunakan untuk mencapai prinsip yang lebih tinggi. Hierarki dalam

tipe belajar menunjukkan perlunya dikuasai tipe belajar yang lebih rendah agar dapat

dipelajari tipe belajar yang lebih tinggi. Tipe belajar yang lebih rendah menjadi

prasyarat untuk tipe belajar pada tingkat yang lebih tinggi.

g. Fase penampilan (Performance phase)

Dalam fase ini, siswa menampilkan tindakan/tingkah laku yang merefleksikan apa

yang sudah ia pelajari. Tingkah laku baru yang ditampilkan sebagai hasil belajar ini,

penting bagi siswa karena akan memberikan kepuasan, dan selanjutnya akan

mendorongnya untuk belajar lebih lanjut. Fase ini memberikan gambaran apakah

tujuan belajar telah tercapai atau belum.

h. Fase umpan balik ( Feedback phase)

Belajar tidak dengan sendirinya berhasil baik. Oleh sebab itu pelajar harus

mengetahui apakah jawabannya tepat. Feedback pada manusia merupakan tanda

bahwa jawabannya benar. Di sini pun tak perlu selalu dikatakan bahwa jawabannya

itu benar. Sering anak mengetahuinya dari senyuman, anggukan kepala, pandangan

mata guru atau isyarat lain.

Feedback mempertinggi efektivitas dan efisiensi belajar. Feedback dapat juga

dilakukan oleh murid sendiri, yakni bila ia dapat atau diberi jalan untuk memeriksa

29
sendiri benar tidaknya jawabannya. Mengetahui keberhasilan belajar memberi

kepuasan yang mempercepat proses belajar. Siswa yang sanggup men-check

kebenaran hasil belajarnya telah sanggup untuk belajar secara individual dan belajar

sepanjang hidupnya. Tidak ada metode mengajar yang menjamin keberhasilan.

Keberhasilan baru diketahui bila ada penilaian yang dapat menunjukkan kesalahan

dan kekurangan sebagai feedback untuk diperbaiki. Mengabaikan feedback adalah

meniadakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar.

2. Tipe Belajar Robert M Gagne

Membedakan delapan tipe belajar, yang dipusatkan kepada hasil belajar

yang diperoleh dan disusun secara hierarkis dan sistematik dimana tipe belajar yang

satu menjadi landasan bagi tipe belajar yang berikutnya. Delapan tipe belajar

tersebut adalah:

1. Signal Learning (Belajar isyarat)

Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah

sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum, kabur, emosional

dan timbulnya refleks dan tak dapat dikuasai. Contohnya: melihat ular timbul rasa

takut, melihat orang tersenyum timbul rasa senang.

2. Stimulus-respon learning (belajar stimulus-respon)

Dalam pola belajar ini, dibentuk hubungan antara suatu perangsang dan suatu raksi,

berdasarkan efek yang mengikuti pemberian reaksi tertentu. Pola ini hampir sama

dengan yang dikemukakan oleh Skinner.

30
3. Chaining (Rantai atau rangkaian)

Rangkaian terjadi jika terbentuk hubungan antara beberapa S-R oleh sebab yang satu

terjadi setelah yang satu lagi, berdasarkan continuity (pembiasaan).

4. Verbal association (Assosiasi verbal)

Terbentuknya hubungan antara suatu perangsang dengan suatu reaksi verbal.

Contohnya: jika anak diperlihatkan suatu bangun geometris, maka dia akan bisa

mengatakan ”persegi” atau ”jajar genjang” karena dia sudah mengenal bentuk

bentuk geometris.

5. Discrimination learning (belajar diskriminasi)

Hasil dari cara belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antara

objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik yang real. Contohnya: siswa dapat

mengenal berbagai merk mobil berdasarkan ciri- cirinya sehingga siswa mampu

mendiskriminasikan jenis-jenis mobil tersebut.

6. Concept learning ( belajar konsep )

Untuk memahami suatu konsep, seseorang harus bisa mendiskriminasi untuk

membedakan apa yang masuk dan apa yang tidak masuk dalam konsep itu.

Misalnya, orang yang tidak mempunyai persepsi yang jelas tentang variasi dalam

bentuk ukuran, dan warna tanaman, akan mengalami kesulitan dalam menggolong-

golongkan suatu tanaman.

31
7. Rule learning (belajar aturan)

Cara belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa

konsep. Pengungkapan hubungan atau relasi tetap di antara konsep-konsep itu,

biasanya dituangkan dalam bentuk suatu kalimat.

8. Problem solving (pemecahan masalah)

Cara belajar ini mnghasilkan suatu prinsip yang dapat dipergunakan dalam

pemecahan suatu problem. Problem yang dihadapi akan dapat dipecahkan dengan

menghubung-hubungkan beberapa kaidah sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu

kaidah yang lebih tinggi, yang oleh Gagne disebut ”higher- order rule” dan kerap

dilahirkan sebagai hasil berpikir, bila orang menghadapi suatu problem untuk

dipecahkan.

Sistematika ”delapan tipe belajar” kemudian diganti oleh Gagne dengan

sistematika lain atau yang biasa disebut dengan Neobehaviorisme, sehingga

sistematika terdahulu tidak aktual lagi namun tetap mempunyai suatu nilai historis,

karena di dalamnya terkandung dua keyakinan yaitu bentuk/jenis belajar berjumlah

lebih dari satu dan hasil belajar yang satu menjadi landasan belajar hasil yang lain.

3. Sifat atau Ciri-ciri Neobehaviorisme

Sebagai Hasil Belajar Sistematika ”lima jenis belajar” dikemukakan oleh

Gagne meliputi lima kategori hasil belajar, yang masing-masing mencakup sejumlah

kemampuan internal yang bercirikan sama dan sekaligus berbeda sifatnya dari

kemapuan internal dalam kategori lain.

32
Kelima kategori hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah sebagai berikut:

1. Informasi verbal

2. Kemahiran intelektual

3. Pengaturan kegiatan kognitif

4. Ketrampilan motorik

5. Sikap Perlu diselidiki sampai seberapa jauh terdapat hubungan antara

sistematika ”delapan tipe belajar” dan sistematika ”lima jenis belajar” yang

keduanya dikembangkan oleh Gagne.

Dari uraian di atas, jelas bahwa kedua sistematika itu tidak bisa dilepaskan

satu sama lain, meskipun sistematika ”lima jenis belajar” lebih bermanfaat untuk

diterapkan dalam menganalisa proses belajar mengajar di sekolah, karena dibedakan

dengan tegas aspek hasil dan aspek proses dalam suatu jenis belajar.

4. Pengaruh Teori Neobehaviorisme

Kalau dilihat historis dari pada teori Gagne atau neobehaviorisme ini, teori

yang mampu berkembang menjadi aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap

arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal

sebagai aliran Neobehavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku

yang tampak sebagai hasil belajar.

Sebenarnya teori ini hampir ada kesamaan dengan teori sebelumnya, namun

teori ini lebih cenderung melihat hasil dari proses belajar mengajar tersebut, tentunya

setelah melalui pengaruh yang telah ada dalam behaviorisme, nah, teori

neobehaviorisme ini hadir sebagai teori yang melihat nilai daripada hanya sebatas

tingkah laku.

33
Karena di balik tingkah laku itu terdapat nilai yang dalam hal ini dikaji oleh

teori Gagne atau neobehaviorisme. Teori behaviorisme memandang bahwa

pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka peserta didik atau orang yang

belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu

secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,

sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan

dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau

kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Dari

pernyataan di atas dapat dilihat bahwa teori behaviorisme yang hadirnya sebelum

teori ini (neobehaviorisme) lebih mengutamakan penguasaan material saja tanpa

melihat nilai yang diterapkan di dalamnya.

Sedangkan teori nebehaviorisme ini menbidik nilai penerapan dari tingkah

laku peserta didik setelah ia belajar. Dan inilah merupakan salah satu pengaruh yang

terdapat dalam teori neobehaviorisme ini.

F. TEORI HUMANISTIK

1. Pengertian Teori Belajar Humaristik

Teori adalah suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan

yang didukung oleh data dan argumentasi. Secara garis besar teori humanistik ini

adalah sebuah teori belajar yang mengutamakan pada proses belajar bukan pada

hasil belajar.

Teori ini mengemban konsep untuk memanusiakan manusia sehingga

manusia (siswa) mampu memahami diri dan lingkungannya. Teori Humanistik ini

bermula pada ilmu psikologi yang amat mirip dengan teori kepribadian. Sehingga

34
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka teori ini diterapkan

dalam dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran formal maupun non formal

dan cenderung mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam dunia pendidikan.

Teori ini memberikan suatu pencerahan khususnya dalam bidang pendidikan

bahwa setiap pendidikan haruslah berparadigma Humanistik yakni, praktik

pendidikan yang memandang manusia sebagai satu kesatuan yang integralistik, harus

ditegakkan, dan pandangan dasar demikian diharapkan dapat mewarnai segenap

komponen sistematik kependidikan dimanapun serta apapun jenisnya.

2. Prinsip Teori Belajar Humanistik

Teori belajar ini memiliki prinsip yang tidak jauh-jauh dari manusia itu

sendiri, yaitu sebagai berikut.

a. Setiap manusia memiliki nalar untuk belajar secara alamiah.

b. Belajar terasa sangat bermanfaat jika memiliki relevansi dengan maksud

tertentu.

c. Proses belajar bisa mengubah persepsi seseorang akan dirinya.

d. Makna belajar akan terasa jika dilakukan oleh diri sendiri.

e. .Setiap pembelajar harus mampu menumbuhkan kepercayaan dirinya.

f. Belajar sosial tentang proses belajar itu sendiri.

3. Konsep Teori Belajar Humanistik

Konsep dasar yang harus dijadikan acuan pada teori belajar ini adalah

manusia memegang peranan penting pada kesuksesan dirinya sendiri. Untuk

mencapai kesuksesannya, seorang individu harus memiliki motivasi yang kuat

sehingga tidak pernah menyerah untuk terus belajar dengan tetap memperhatikan

35
pada beberapa aspek penting, yaitu kognitif dan afektif.

Adapun motivasi bisa berasal dari dalam maupun luar individu. Selain

motivasi, seseorang juga harus memahami bagaimana cara belajar teori humanistik.

Perpaduan antara keduanya diharapkan bisa menghasilkan kesuksesan.

4. Penerapan Teori Humaristik

Dalam Pembelajaran Berikut ini beberapa contoh penerapan teori humanistik

dalam pembelajaran:

a. Guru dapat memberikan reward kepada peserta didik yang telah berhasil

melakukan suatu hal, agar peserta didik tersebut semakin semangat dalam

pembelajaran.

b. Peserta didik perlu di hindarkan dari tekanan pada lingkungan sehingga

mereka merasa aman untuk belajar lebih mudah dan bermakna.

c. Beri kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan

kemampuanya agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar.

d. Pendidik harus menfasilitasi peserta didiknya dengan memberikan sumber

belajar yang mendukung. Sebagian besar tindakan manusia mewakili upaya

untuk memenuhi kebutuhankebutuhan bersifat hierarkis (tingkatan). Dalam

pembelajaran tugas utama guru yaitu bertindak supaya fasilitator yang

membangun suasana kelas menjadi lebih efektif.

5. Manfaat Teori Belajar Humanistik

Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut.

a. Mampu mengubah sikap atau perilaku individu, dari yang awalnya tidak

baik karena belum mengetahui menjadi baik.

36
b. Membiasakan individu untuk berlaku secara demokratis, partisipatif, dan

humanis.

c. Mampu menjadikan individu sebagai insan yang mudah menghargai

perbedaan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan dalam menyatakan

ide/gagasan.

d. Mampu meningkatkan keinginan belajar individu.

6. Tujuan Toeri Belajar Humaristik

Pada prinsipnya, tujuan teori belajar humanistik adalah memanusikan

manusia, sehingga seorang individu bisa lebih mudah dalam memahami diri dan

lingkungannya untuk mencapai aktualisasi diri.Jika merujuk pada tujuan ini, seorang

pendidik harus mampu mengarahkan (menjadi fasilitator) tanpa ikut campur terlalu

mendalam pada proses pengendalian diri peserta didik, sehingga diharapkan bisa

tercapai tujuan pembelajaran.

7. Ciri-Ciri Teori Belajar Humaristik

Suatu teori belajar dikatakan humanistik jika memiliki ciri-ciri sebagai

berikut.

a. Menekankan pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai sosok individu yang

bisa mengeksplorasi dirinya).

b. Proses merupakan hal penting yang menjadi fokus belajar.

c. Melibatkan peran aspek kognitif dan afektif.

d. Mengedepankan pengetahuan atau pemahaman.

e. Mengedepankan bentuk perilaku diri sendiri.

f. Tidak ada yang berhak mengatur proses belajar setiap individu.

37
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan

Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Beberapa

ilmuwan yang termasuk pendiri dan penganut teori ini antara lain adalah Thorndike,

Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner. Menurut teori behavioristik, adalah perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan

kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal

kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi

stimulus dan respon. Pembelajaran yang dirancang pada teori belajar behavioristik

memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan

pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa.

Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap

pengetahuan yang diajarkan. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik

ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas

“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan

yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Pembelajaran dan

evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Tujuan konstruktivisme(Thobroni, 2015:95). Yaitu:

❖ Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari

sendiri pertanyanya

❖ Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep

secara lengkap

38
❖ Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri

Neobehaviorisme muncul sebagai teori revisi yang telah dicetuskan ahli psikologi

pendidikan yang ada pada masa abad ke-19 yakni ilmuwan itu bernama Watson, dan

Skinner. Teori ini dipopulerkan oleh Robert M. Gagne. Teori ini lebih cenderung

pada proses belajar yang didasarkan pada tingkah laku seorang siswa. Teori

neobehaviorisme merupakan salah satu teori yang mampu berkembang menjadi

aliran psikologi belajar dan berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan

praktek pendidikan dan pembelajaran. Aliran ini menekankan pada terbentuknya

perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori ini lebih cenderung melihat hasil

dari proses belajar mengajar, tentunya setelah melalui pengaruh yang telah ada

dalam behaviorisme. Teori neobehaviorisme ini hadir sebagai teori yang melihat

nilai daripada hanya sebatas tingkah laku. Karena di balik tingkah laku itu terdapat

nilai yang dalam hal ini dikaji oleh teori Gagne dalam teori neobehaviorisme-nya.

Pendekatan neobehaviorisme ini menekankan pada teori yang melihat hasil dari

konsep yang hanya memandang tingkah laku. Dan hasil dari tingkah laku tersebut

dijadikan dasar atau tolak ukur keberhasilan proses belajar. Teori belajar yang

dikemukakan Robert M. Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara

behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori pemrosesan informasi.

Menurut gagne (1975), belajar merupakan sesuatu yang terjadi dalam benak

seseorang, di dalam otaknya. Belajar disebut suatu proses karena secara formal ia

dapat dibandingkan dengan proses-proses organik manusia lainnya, seperti

pencernaan dan pernapasan. Namun belajar merupakan proses yang rumit dan

kompleks. Belajar terjadi ketika seseorang merespon dan menerima rangsangan dari

lingkungan eksternalnya. Belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia

memodifikasi tingkah lakunya secara permanen, sedemikian hingga modifikasi yang

39
sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru. Pengamat akan mengetahui tentang

terjadinya proses belajar pada orang yang diamati bila pengamat itu memperhatikan

terjadinya perubahan tingkah laku.

B. SARAN

Pada saat pembuatan makalah ini penyusun menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan

kritik serta saran yang membangun mengenai pembahasan makalah ini yang

nantinya sangat penting bagi kami untuk memperbaiki kesalahan dalam penyusunan

makalah ini.

40

Anda mungkin juga menyukai