Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

Disusun Oleh:
Disusun Oleh:
GULSHENDEEP KAUR
Mahasiswi Fakultas Ilmu Pendidikan Prodi PG-PAUD
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Sumutera Utara – Kota Medan.
gulshendp@gmail.com

Dosen Pengampu:
Rahmi Wardah Ningsih, M.Pd
Mata Kuliah:
Konsep Dasar PAUD II

PROGRAM STUDI PG-PAUD


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat, hidayah serta karunia-Nya yang meridhoi kami sehingga saya dapat
memenuhi dalam penyelesaikan tugas saya untuk menyusun makalah ini dengan baik.
Makalah ini saya susun dalam guna memenuhi tugas mata kuliah ‘Konsep Dasar PAUD II’
oleh dosen pengampu, Ibu Rahmi Wardah Ningsih, M.Pd tentang “Teori Belajar Dan

Pembelajaran Anak Usia Dini”.


Saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang
tercinta, Ibu Rahmi Wardah Ningsih, M.Pd. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, para pembaca, agar dapat menambah wawasan dan berguna bagi kita semua.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka saya mohon maaf jika
ada kesalahan dalam makalah ini. Saya mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca.
Terima kasih.

Penulis

Gulshendeep Kaur

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah................................................................................. 2
1.4 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.5 Tujuan Penulis ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Belajar dan Pembelajaran ..................................................... 3
2.1.1. Konsep Belajar ....................................................................... 3
2.1.2. Konsep Pembelajaran ............................................................ 4
2.2. Teori Belajar dan Pembelajaran Menurut Para Ahli.......................... 5
2.3. Teori Belajar Berdasarkan Keyakinan ............................................... 6
2.3.1. Teori Behaviorisme................................................................ 6
2.3.2. Teori Kognitivisme ................................................................ 8
2.3.3. Teori Humanisme .................................................................. 10
2.4. Teori Pembelajaran ............................................................................ 12
2.5. Tipe Belajar Menurut Gagne ............................................................. 17
2.6. Implementasi Pembelajaran PAUD.................................................... 20
PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 21
3.2 Saran................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena
adanya interaksi dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya, sehingga
mampu berinteraksi dengan lingkungannya. (Burton, 1984). Hakikat belajar merupakan
proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada
di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui
berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu yang
dipelajarai dan bersifat relative konstan.
Adapun beberapa devinisi yang dijadikan sebagai landasan penguraian
mengenai apa yang dimaksud dengan belajar adalah sebagai berikut:
1) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975), mengemukakan
“belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu,dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh orang dan sebagainya).
2) Gange, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa:
“belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi
siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengelami situasi tadi.
3) Crow dan Crow (1958) merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan
kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara lain
untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru.
4) Surya (1985), mengemukakan pengertian belajar sebagai proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya
dengan lingkungan.

1
1.2. Identifikasi Masalah
Apakah pendidikan anak usia dini sudah terlaksanakan sebagaimana
mestinya sesuai dengan hakekatnya pembelajaran anak usia dini dan apakah teori-teori
para ahli dapat diterapkan sebagai landasan untuk menentukan proses belajar dan
pembelajaran pada anak usia dini.

1.3. Batasan Masalah


Pada makalah ini akan membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan
teori-teori dan konsep belajar dan pembelajaran anak usia dini berdasarkan pendapat
para ahli dan juga keyakinan.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut.
 Apa pengertian dari teori belajar menurut para ahli?
 Apa pengertian dari teori pembelajaran menurut para ahli?
 Bagaiman mengimplementasikan teori belajar dan pembelajaran pada anak usia
dini?

1.5. Tujuan Penulis


Adapun tujuan penulis menulis makalah ini adalah untuk mengetahui
pendapat-pendapat dari para ahli yang telah mengkonsep teori-teori belajar dan
pembelajaran pada anak usia dini sesuai dengan usia dan kecerdasan mereka. Sehingga
para pembaca juga dapat menambah wawasan sehingga lebih memahami pengertian
dari belajar dan pembelajaran pada anak usia dini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Belajar dan Pembelajaran


2.1.1. Konsep Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan
dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun
implisit (tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam teori ini meliputi
teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum dan
modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku belajar
terdiri dan kegiatan psikis dan fisik yang saling bekerja sama secara terpadu
dan konferhensif integral. Dengan demikian belajar dapat dipahami sebagai
suatu usaha atau latihan supaya mendapat kepandaian dalam implementasinya,
belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar para ahli psikologi dan guru-
guru pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah,
pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antara pengertian proses
belajar dengan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan.
Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar
tersebut individu menggunakan kemampuan pada anak-anak.
a) Kognitif, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,
penalaran atau pikiran, terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b) Afektif, yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan emosi dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori
penerimaan, partisipasi, penilaian, atau penentuan sikap, organisasi dna
pembentukkan pola hidup.
c) Psikomotorik, yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan
jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreatifitas.

3
Belajar sebagai proses akan terarah pada tercapainya tujuan, dalam
aspek ini dapat dilihat dari pihak siswa untuk mencapai sesuatu yang berarti
baginya maupun guru sesuai dengan tujuan. Belajar merupakan komponen
paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan,
sehingga tanpa proses belajar tidak pernah ada pendidikan.
Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu
mengulangi, menyampaikan dan mengekspresikan kembali materi yang telah
dipelajarinya dengan bahasanya sendiri. Belajar disimpulkan terjadi bila
tampak tanda-tanda bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya
proses pembelajaran.

2.1.2. Konsep Pembelajaran


Sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktifitas
siswa dalam arti yang luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan
informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberikan fasilitas belajar agar
proses belajar lebih memadai. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan
yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan
atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang akademinya, latar belakang sosial
ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik
siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar
dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Bahan pelajaran dalam proses pembelajaran hanya merupakan
perangsang tindakan pendidik atau guru, juga hanya merupakan tindakan
memberikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada pencapaian tujuan
belajar. Antara belajar dan mengajar dengan pendidikan bukanlah sesuatu yang
terpisah atau bertentangan. Justru proses pembelajaran adalah merupakan
aspek yang terintegrasi dari proses pendidikan.
Hanya saja sudah menjai kelaziman bahwa proses pembelajaran
dipandang sebagai aspek pendidikan jika berlangsung disekolah saja. Hal ini
menunjukkan bahwa proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar
dalam aktivitas pendidikan di sekolah. Dari proses pembelajaran tersebut siswa
memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar yaitu mengalami proses untuk meningkatkan kemampuan mentalnya

4
dan tindak mengajar yaitu membelajarkan siswa. Guru sebagai pendidik
melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku dalam
tindakan tersebut guru menggunakan asas pendidikan maupun teori
pendidikan. Guru membuat desain instruksional, mengacu pada desain ini para
siswa menyusun program pembelajaran dirumah dan bertanggung jawab
sendiri atas jadwal belajar yang dibuatnya. Sementara itu siswa sebagai
pembelajaran di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan tujuan. Siswa
tersebut mengalami perkembangan jiwa sesuai asas emansipasi dirinya menuju
keutuhan dan kemandirian.

2.2. Teori Belajar dan Pembelajaran Menurut Para Ahli


Setelah mengetahui definisi belajar, maka pendidik sebaiknya sebaiknya
mengetahui dan memahami teori-teori belajar yang menjadi acuan dalam proses
pembelajaran. Berikut ini dikemukakan tiga teori belajar, yaitu:
a) Teori Belajar Ilmu Jiwa Daya
Menurut teori ini otak manusia terdiri dari bagian-bagian atas daya-daya seperti
kognisi, emosi, konasi, afektif, dan psikomotor. Dalam hal ini, peserta didik dapat
dilatih otaknya dengan memberikan problem solving sehingga dapat dilihat
bagaimana cara anak memecahkan masalah tersebut, sehingga proses untuk
mendapatkan informasi-informasi atau jawaban dari pemecahan masalah tersebut
diproses melalui pola piker. Misalnya, anak sedang bermain perosotan, sehingga
ia harus sabar menunggu giliran bergantian, dalam hal ini anak sedang dilatih
untuk mengembangkan emosionalnya meski tanpaa anak sadari, sehingga
jelashlah bahwa anak sedang belajar dengan cara melibatkan struktur mental.
b) Teori Belajar Asosiasi
Teori ini disebut juga dengan S-R Bond Theory artinya menurut teori ini aktivitas
pendidik di dalam permbelajaran harus memberikan stimulus-stimulus sehingga
peserta didik dapat belajar dengan baik. Dengan demikian, adanya perubahan
perilaku yang ditunjukkan oleh anak merupakan respons dari akibat adanya
rangsangan yang diberikan oleh pendidik. Misalnya di taman kanak-kanak,
dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan melalui bermain makan
akan memudahkan anak dalam mencerna bahan ajar yang disampaikan sehingga
kemampuan yang dimiliki oleh anak berupa keterampilan fisik-motorik, kognitif,
bahasa, sosial-emosional, moral agama dan seni anak dapat dikembangkan dengan
baik.

5
c) Teori Belajar Organisme Gestalt
Menurut teori ini, peserta didik dipandang sebagai suatu keseluruhan organisme
yang dinamis dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Artinya bahwa seseorang belajar karena berdasarkan
pengalaman-pengalaman langsung dari suatu lingkungan, seseorang belajar
karena seseorang dihadapkan pada suatu masalah dan harus dipecahkan dengan
cara-cara yang logis atau factual. Dengan demikian, belajar merupakan suatu
proses yang bermakna dengan melibatkan pengalaman langsung, pola pikir,
perasaan dan melibatkan inisiatif.

2.3. Teori Belajar Berdasarkan Keyakinan


Berdasarkan tiga teori belajar menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa teori-teori belajar merupakan acuan-acuan bagi pendidik dalam proses
pembelajaran sehingga mampu memberikan bahan ajar yang sesuai dan tepat dengan
karakter yang dimiliki anak yang melibatkan struktur mental melalui pengalaman
langsung dan memberikan stimulus-stimulus sehingga adanya respons berupa
tanggapan dari peserta didik. Menurut para ahli ada tiga kelompok teori belajar
berdasarkan keyakinan yaitu teori behaviorisme, teori kognitivisme dan teori humanism.
2.3.1. Teori Behaviorisme
Pada dasarnya teori behaviorisme memandang bahwa manusia
sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang perilakunya dikontrol oleh faktor-
faktor yang datangnya dari luar, dengan kata lain, lingkungan merupakan
faktor penentu dari perilaku manusia. Tokoh yang terkenal dalam teori ini
adalah Thorndike, Ivan Pavlow dan B.F. Skinner.
a) Teori Belajar Thorndike
Menurut Thorndike (Rahmat dkk, 2002) mengemukakan bahwa
proses pendidikan Behavioristik mengandung tiga unsure penting, yaitu
stimulus, respond an penguatan (Reinforcement). Selain itu Thorndike
mengemukakan bahwa belajar pada binatang juga berlaku bagi manusia
yaitu belajar coba-coba. Hasil percobaannya melahirkan tiga prinsip
yaitu:
1) Law of Readiness atau Hukum Kesiapan, artinya keberhasilan
belajar akan tercapai jika peserta didik telah siap untuk
melakukan pembelajaran tersebut, kesiapan tersebut berupa
kesiapan mental dan fisik peserta didik sehingga dalam proses

6
pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Contohnya ketika anak
mulai belajar berjalan maka anak dapat di fasilitasi dengan alat
bantu yang terbuat dari bamboo dan di tancapkan di halaman
rumah.
2) Law of Exercise atau Hukum Latihan, menyatakan bahwa belajar
memerlukan banyak latihan atau ulangan-ulangan. Artinya anak
diberikan latihan untuk dapat memecahkan suatu masalah yang
berkaitan dengan konsep atau teori sehingga anak mendapatkan
permahaman yang dapat digunakan untuk belajar lebih lanjut.
3) Law of Effect atau Hukum Pengaruh yang disebut hukum yang
mengetahui hasil, artinya supaya peserta didik dapat belajar lebih
bersemangat lagi maka hasil belajar anak perlu untuk
diketahuinya.
b) Teori Belajar Ivan Pavlow
Ivan Pavlow telah membuktikan bahwa beberapa aktivitas
belajar manusia dihasilkan oleh proses pengontrolan (conditioning),
sebagaimana ia melakukan percobaannya terhadap anjing. Dalam hal ini
peserta didik diberikan stimulasi belajar karena telah diatur dalam suatu
kondisi tertentu. Misalnya anak usia dini melakukan kegiatan berbaris
setelah dibunyikan bel dahulu lalu setelah itu masuk kelas untuk belajar.
Teori ini memberikan gambaran terutama pada guru akan pentingnya
menciptakan kondisi pembelajaran yang teratur, disiplin yang pada
akhirnya akan mengantarkan peserta didik untuk mengikuti berbagai
aturan, norma, kaidah dan etika.
c) Teori Belajar B.F. Skinner
Skinner dikenal dengan teori penguatan atau teori pembiasan perilaku
respon (operant conditioning), yaitu adanya respon balik dari pendidik
terhadap anak akibat dari hasil proses belajarnya. Jika tingkah laku
operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku
tersebut akan meningkat, tetapi sebaliknya jika timbulnya tingkah laku
operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak
diiringi dengan stimulus penguat maka kekuatan tingkah laku tersebut
akan menurun atau hilang. Misalnya anak yang memenangkan lomba
mewarnai diberi hadiah, tujuannya supaya anak dapat mempertahankan
dan meningkatkan prestasinya.

7
2.3.2. Teori Kognitivisme
Teori Kognitivisme adalah teori yang lebih menekankan terhadap
pentingnya proses internal yaitu mental manusia, artinya tingkah laku manusia
yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya. Cirri utama
dari teori kognitivisme itu adalah adanya kecenderungan untuk memahami
pikiran. Prinsip dari teori ini adalah pengenalan individu terhadap
lingkungannya adalah hasil transformasi yang bukan hanya dilakukan oleh
organ indera tetapi juga oleh sistem yang mengolah menterjemahkan masukan-
masukan indera..
Tokoh –tokoh yang mendukung teori belajar kognitif diantaranya
adalah Piaget dan Howard Gardner.
a) Teori Jean Piaget
Jean Piaget menyatakan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan berpikirnya maka anak harus diberikan berbagai pertanyaan
sehingga kemampuan berpikir anak akan berkembang dengan ditandai
adanya tanggapan berupa jawaban dari anak. Selain itu Piaget
mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif adalah interaksi dari
hasil kematangan manusia dan pengaruh lingkungan. Manusia aktif
mengadakan hubungan dengan lingkungan, menyesuaikan diri terhadap
objek-objek yang ada disekitarnya yang merupakan proses interaksi
untuk mengembangkan aspek kognitif.
Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dibagi kedalam
empat tahap yaitu:
 Fase Sensori Motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak akan berinteraksi dengan lingkungannya
melalui panca indera. Dimulai dengan adanya gerakan reflek yang
dimiliki sejak lahir yaitu dengan gerakan instink yang disebabkan
oleh dorongan dalam diri untuk memuaskan dorongan itu,
misalnya bayi menyusu dan tahu bagaimana caranya, kemudian
dapat menggenggam, melihat, melempar dan lain-lain.
 Fase Pra Operasional (3-7 tahun )
Pada tahap ini masa permulaan anak untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Pada tahap ini anak
dapat berpikir secara simbolik, memiliki kemampuan berbahasa

8
yang baik sehingga dapat menggunakan kata-katanya untuk
menandai suatu objek. Selain itu, anak melihat dunia berdasarkan
perspektifnya sendiri (egosentrik). Anak dapat memutuskan sesuatu
bukan berdasarkan analisis rasional melainkan secara intuitif
artinya dalam menciptakan sesuatu anak tidak tahu pasti mengapa
ia melakukan hal tersebut, misalnya anak menyusun balok atau
menggambar.
 Fase Operasional Konkrit
Anak telah mampu memecahkan masalah yang bersifat konkrit dan
masih sulit memecahkan masalah yang bersifat abstrak.
 Fase Operasional Formal
Tahap ini, anak dapat berpikir secara abstrak seperti
mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi,
berpikir masa depan secara realistic, mengerti bahasa kiasan dan
mampu menyimpulkan sebuah cerita.
b) Teori Howard Gardner
Teori Howard Gardner adalah Teori Multiple Intelligence, yang
merupakan penilaian yang melihat secara deskriptif tentang bagaimana
anak memecahkan masalahnya dengan menggunakan kecerdasan-
kecerdasan yang dimilikinya sehingga mendapatkan sesuatu yang
bernilai. Berikut delapan kecerdasan jamak yang dikemukakan oleh
Howard Gardner:
Kecerdasan
No. Kemampuan
…..
1 Linguistik Mengolah kata
2 Logika-
Hal angka dan logika, urutan yang logis
Matematika
3 Visual-Spasial Melihat dan mengamati dunia visual dan spasial
secara akurat
4 Musikal Menikmati, mengamati, membedakan,
mengarang, membentuk, dan mengekspresikan
bentuk-bentuk music
5 Intrapersonal Kesadaran diri dan pengetahuan tentang diri
sendiri

9
6 Interpersonal Memahami dan bekerjasama dengan orang lain,
mampun mengamati maksud, motivasi dan
perasaan orang lain.
7 Kinestetik Menggunakan tubuh kita secara terampil untuk
menggunakan ide, pemikiran dan perasaan.
8 Naturalis Mengenali, membedakan, mengungkapkan dan
membuat kategori terhadap apa yang di jumpai
di alam maupun di lingkungan.
9 Spiritual mematuhi perintah Tuhan Yang Maha Esa dan
menjauhi laranganNya.

2.3.3. Teori Humanisme


Teori Humanisme adalah teori yang meyakini bahwa belajar
menjadi lebih bermakna dengan melibatkan kemampuan intelektual maupun
emosional pesertadidik. Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah belajar
menurut J.J Rousseau,Abraham Maslow dan C. Rogers.
a) Teori menurut J.J Rousseau
Rouseau menyatakan bahwa peserta didik memiliki potensi atau
kekuatanyang masih terpendam, yaitu potensi berpikir, berperasaan,
berkemauan, keterampilan, berkembang, mencari dan menemukan
sendiri apa yang diperlukannya. Melalui berbagaikegiatan dan usaha
belajar peserta didik mengembangkan segala potensi yang
dimilikinya.Oleh karena itu, Rosseau menganjurkan agar peserta didik
tidak usah terlalu banyak diaturdan diberi, biarkan mereka mencari dan
menemukan dirinya sendiri, sebab peserta didikdapat berkembang
sendiri.
b) Teori menurut Abraham Maslow
Maslow yang memandang bahwa aktualisasi peserta
didikmerupakan suatu kebutuhan asasi. Tiap peserta didik memiliki
“self” masing-masing yangtidak di kenal dan di dasarinya,yang
teersembunyi atau tertekan dan karena itu perlu di bangkitkan dan di
kembangkan . maslow termasuk salah satu tokoh humanistik
yangmenginginkan pendidikan membebaskan peserta didik agar
lebih otonom dan bersikap lebihsehat terhadap dirinya,terhadap
temannya,dan terhadap pelajarannya.

10
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran harus terdapat
hubungan baik antara guru dan peserta didik dalamsusana saling percaya,
peserta didik belajar tanpa adanya paksaan dari pihak guru.
c) Teori menurut Carl Rogers
Menurut Pandangan C. Rogers Teori psikologi belajar yang term
assuk golongan humanistik adalah teori belajaryang dikemukakan oleh
C. Rogers (1969). Teori ini membedakan dua jenis belajar yaitu kognitif
learning yang berhubungan dengan pengetahuan terapan. Menurut teori
ini proses belajar dengan adanya keterlibatan pribadi, inisiatif diri, dan
evalusi diri. ExperiantialLearning menyimpulkan bahwa belajar harus
dilakukan oleh peserta didik, sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator. Guru menciptakan ligkungan yang kondusif yang baik. Pada
teori humanisme selain menganut aliran-aliran pendidikan romantik,
menurut syaodih (1997) juga berpefang pada konsep Gestalt. Bahwa
anak harus dipandang sebagai suatu keseluruhanorganisme ang mencapai
suatu tujuan tertentu (Arbi dan Syahrun, 1992). Dalam pendidikan
Gestalt, pendidikan hendaknya diarahkan untuk membina peserta didik
yang utuh bukan saja pada aspek fisik dan intelektual akan tetapi juga
aspek sosial dan afektif (emosi, sikap,erasaan dan nilai). Sedangkan
menurut Nasution (1991) para Gestalist menginginkan adanya integrasi,
pikiran dan perbuatan yang memberika kebulatan pengalaman
yang menyenangkan sesuai dengan keinginan peserta didik..
Beberapa pengaruh teori humanisme terhadap prosese
pembelajaran.
1) Individualisasi : perlakuan individual didasrkan pada kebutuhan
dan individualitas / kepribadian;
2) Motivasi : Motivasi belajar bersifat intrinsik, bersasarkan
pemuasan kebutuhan individu;
3) Metodologi : Menggunakan pendekatan proyek yang terpadu,
menekankan pada mempelajari kehidupan sosial;
4) Tujuan-tujuan kulikuler : Memusatkan diri pada pengembangan
sosial, keterampilan berkomunikasi, tanggap pada kebutuhan
kelomok dan individu;
5) Bentuk pengelolaan kelas : Peseta didik diberi kebebasan
memilih, sedangkan guru membantu bukan mengarahkan.

11
Teori belajar behaviorisme, untuk saat ini kurang relevan bila di
bandigkandengan teori kognitivisme dan humanisme. Pada teori
humanisme dan kognitivisme saat inidianggap relevan untuk
dikembangkan dalam berbagai pembelajaran.
.
2.4. Teori Pembelajaran
 Teori Deskriptif dan Teori Preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif
dan teori belajar adalah deskriptif, preskriptif karena tujuan utama teori
pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, dan
deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memerika proses belajar. Teori
belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang
menentukan hasil belajar, atau sebagaimana seseorang belajar.Teori pembelajaran
menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar
terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi
dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
Teori belajar yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan
metode pembelajaran sebagai given, dan memerika hasil pembelajaran sebagai
variabel yang diamati atau kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel
bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori
pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan
sebagai given dan metode yang optimal dtempatkan sebagai variabel yang
diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif
adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah
goal free (untuk memberikan hasil). Variabel yang diamati dalam pengembangan
teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal
untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran
deskriptif variabel yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interasi antara
metode dan kondisi. Jadi, teori ini mengemukakan bahwa adanya keterkaitan
antara belajar dengan pembelajaran. Ketercapaian belajar merupakan hasil dari
tercapainya tujuan dari pembelajaran.

12
 Teori Behavioristik
Teori behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu
menunjukkan perubahantingkah laku. Pandangan behaviouristik mengakui
pentingnya masuan atau input yang berupastimulus dan keluaran atau output yang
berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon di
anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur.Yang bisa
diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
Penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam
belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin
kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement)
maka respon juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behaviouristik antara
lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull dan Guthrie.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar
ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi
pelajaran mengikuti urutan dari bagian- bagian keseluruhan. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut suatu jawaban benar.
Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas
belajarnya.

 Teori Kognitif
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan
persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur
kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi
pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki seseorang.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat
dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengkaitkan pengetahuan baru dengan steruktur kognitif yag telah dimilii siswa.
Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu,

13
dari sederhan ke kompleks. Perbedaanindividual pada diri siswa perlu
diperhatikan, karena faktor ini sangat mepengaruhikeberhasilan siswa.

 Teori Konstruktivistik
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki
kepekaan, mandiri, bertanggung-jawab, dapat mendidik dirinya sendiri
sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah,
diperlukan layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri
manusia tersebut, dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk
mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar
merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamnnya melalui
asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya,
memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran
diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan
tersebut secara optimal padadiri siswa.
Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa
kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan
membentuk suatu kunstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran
struktur kognitifnya. Guru-guru konstrutivistik yang mengakui dan menghargai
dorongan dari manusia atau siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya
sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukannya akan diarahkan agarterjadi
aktifitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

 Teori Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, siswa telah
mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung
bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apasaja asal
tujuannya tercapai. Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran
cenderung mendorong siswa untuk berfikir induktif. Teori ini juga amat
mementingan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.

14
 Teori Sibermetik
Teori sibernetik menekankan bahwa belajar adalah pemrosesan
informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi
yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan
oleh sistem informasi dari pesan tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik
berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala
situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Proses
pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses pengodean
informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan
diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi yang
terorganisasi dan proses penulusuran bergerak secara hirakhis, dari informasi yang
paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum dan rinci, sampai
informasi yang diinginkan diperoleh. Konsepsi landa dengan model
pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik mengatakan bahwa belajar
algoritmik menuntut siswa untuk berpikir sistematis, tahap demi tahap, linear ,
menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan belajar heuristic menuntut siswa
untuk berpikir devergan, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus. Aplikasi
teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam
teori Gagne dan Briggs.

 Teori Revolusi-Sosiokultural
Pandangan yang dianggap lebih mampu mengakomodasi tuntunan
sosiocultural - revolution adalah teori belajar yang dikembangkan oleh
Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang
terutama berasal dari kehidupan social atau kelompoknya, dan bukan
sekedar dari individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut
pendekatan ko-konstruktivisme. Konsep- konsep penting dalam teorinya yaitu
genetic low of development, zona of proxsimal development, dan
mediasi, mampu membuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti
dari latar sosial budaya dan sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan
perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi
kesadaran sosial bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.
Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya
anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona

15
perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.
Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan yang dapat
memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Bantuan dapat dalam bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau teman
yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif –kolaboratif serta
belajar kontekstual sangat tepat digunakan. Sedangkan anak yang telah mampu
belajar sendiri perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga tidak perlu menunggu
anak yang berada di bawahnya dengan demikian diperlukan pemahaman yang
tepat tentang karaktristik siswa dan budayanya sebagai pijakan dalam
pembelajaran.

 Teori Kecerdasan Ganda


Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner yang kemudian
dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri dari kecerdasan verbal/bahasa,
kecerdasan logika/matematik, kecerdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak
tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan
intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan
eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka mengembangkan keterampilan hidup.
Semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi
keterpaduannya berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-
masing budaya, namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat
diubahdan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol
kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah. Para pakar
kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap
kecerdasan hanya terbatas pada aspek kognitif, sehingga manusia telah tereduksi
menjadi sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, ia
memandang manusia tidak hanya sekedar komponen kognitif, namun suatu
keseluruhan. Melalui teori kecerdasan ganda ia berusaha menghindari adanya
penghakiman terhadap manusia dari sudut pandang kecerdasan (inteligensi).
Tidak ada manusia yang sangat cerdas dan tidak cerdas untuk seluruh aspek yang
ada pada dirinya. Yang ada adalah ada manusia yang memiliki kecerdasan tinggi
pada salah satu kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin seseorang memiliki
kecerdasan tinggi untuk kecerdasan logika-matematika tetapi tidak untuk
kecerdasan musicatau kecerdasan bidy-kinestetik. Strategi pembelajaran

16
kecerdasan ganda bertujuan agar semua potensi anak dapat berkembang. Strategi
dasar pembelajarannya dimulai dengan:
1) membangunkan/memicu kecerdasan
2) memperkuat kecerdasan
3) mengajarkan dengan /untuk kecerdasan
4) mentransfer kecerdasan.

2.5. Tipe Belajar Menurut Gagne


 Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti
menutup mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara. Lambaian
tangan, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dan lambaian tangan
adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam
ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi, respons yang dilakukan itu
bersifat umum, kabur dan emosional. Menurut Krimble (1961) bentuk belajar
semacam ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara
tidak sadar.
 Stimulus – Respons
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional.
Tipe belajar Stimulus – Respons, respons bersifat spesifik. Seperti 2 x 3 = 6
adalah bentuk suatu hubungan stimulus dan respons. Menghirup aroma masakan
sedap, keluar air liur, itupun ikatan stimulus dan respons. Jadi belajar stimulus
respons sama dengan teori asosiasi (S-R bond). Setiap respons dapat diperkuat
dengan reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.
Stimulus respon artinya dorongan atau tindakan atau rangsangan yang kita berikan
pada peserta didik.
 Rangkaian/Rantaikan (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar stimulus
dan respons yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik, seperti
gerakan dalam mengikat sepatu, makan, minum, atau gerakan verbal seperti
selamat tinggal, bapak-ibu. Berantai memahami dan mentransfer ilmu dari yang
satu ke yang lain.

17
 Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Suatu kalimat “unsure itu berbangun limas” adalah contoh asosiasi verbal.
Seseorang dapat menyatakan bahwa unsur berbangun limas kalau ia mengetahui
berbagai bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi
verbal terbentuk jika unsure-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu
mengikuti yang lain. Asosiasi artinya perkumpulan. Asosiasi verbal merupakan
belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang,
atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat.
 Diskriminasi (Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian. Seperti
membedakan berbagai bentuk wajah, waktu, binatang atau tumbuh-tumbuhan.
 Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan symbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat tafsiran
terhadap fakta. Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulang belakang
menurut cirri-ciri khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilian, amphibian,
burung, ikan. Dapat pula digolongkan, manusia berdasarkan ras (warna kulit),
kebangsaan, suku bangsa, atau hubungan keluarga. Kemampuan membentuk
konsep ini terjadi jika orang dapat melakukan diskriminasi.
 Belajar Aturan (Rule Learning)
Hukum, dalil atau rumus adalah aturan (rule). Tipe belajar ini banyak terdapat
dalam semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan, besar
sudut dalam segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar aturan ternyata mirip
dengan rangkaian verbal (verbal chaining), terutama jika aturan itu tidak
diketahui artinya. Oleh karena itu, setiap dalil atau rumus yang dipelajari harus
dipahami artinya.
 Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Ini merupakan pemikiran.
Upaya pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan berbagai urusan
yang relevan dengan masalah itu. Dalam pemecahan masalah diperlukan waktu,
adakalanya singkat adakalanya lama. Juga seringkali harus dilalui berbagai
langkah, seperti mengenal tiap unsure dalam masalah itu, mencari hubungannya
dengan aturan (rule) tertentu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran.
Tampaknya pemecahan masalah terjadi dengan tiba-tiba (insight). Dengan
ulangan-ulangan masalah tidak terpecahkan, dan apa yang dipecahkan sendiri
yang penyelesaiannya ditemukan sendiri akan lebih mantap dan dapat ditransfer

18
kepada situasi atau problem lain. Kesanggupan memecahkan masalah
memperbesar kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah lain.

2.6. Implementasi Pembelajaran PAUD


Belajar dan pembelajaran memiliki pengertian berbeda namun saling
berkaitan.Setelah memahami konsep dan teori belajar dan pembelajaran, pendidik perlu
mengaplikasikannya ke dalam kehidupan nyata. Konsep dan teori terus berkembang
seiring zaman, namun perubahan tersebut jarang di aplikasikan langsung oleh para
pendidik. Informasi yang diterima oleh pendidik hanya menjadi pengetahuan belaka.
Tak jarang sarajana pendidikan yang memiliki prestasi akademik dan pengetahuan
tinggi namun tidak mampu mengimplementasikannya ketika ia mengajar. Kebanyakan
beralasan bahwa mereka ragu dan takut untuk memperbaharui sistem pembelajaran
yang sudah ada di sekolah tempat mengajar yang umumnya kasus ini terjadi pada guru-
guru muda. Oleh karena itu pelatihan dan penataran untuk semua kalangan guru sangat
diperlukan agar semua guru memiliki visi dan misi yang sejalan. Pada sebelumnya, guru
hanya sebagai pengajar yang berarti memberikan materi pelajaran pada anak didiknya.
Namun sekarang guru bukan hanya sebatas memberikan materi saja namun
guru merupakan pendidik yang berarti memberikan materi pelajaran dan memastikan
bahwa anak didiknya mampu memahami maksud pembelajaran tersebut. Kiniguru juga
tidak hanya memberikan materi saja namun juga memberikan didikan, memotivasi,
memberi teladan, serta membetuk karakter anak didiknya juga. Berdasarkan konsep
pembelajaran, anak dapat belajar melalui stimulus yang diberikanoleh guru yang
kemudian akan di respon oleh anak dalam perilakunya. Maka dari itu pendidik, baik itu
guru ataupun orang tua perlu berhati-hati dalam memberikan stimulus pada anak sebab
hal tersebut akan berkaitan langsung dengan respon yang dipertunjukkan anak.Itulah
sebabnya mengapa pendidik tidak hanya sekedar perlu mengetahui konsep dan teori
namun perlu memahami dan mengaplikasikannya. Pengaplikasian pembelajaran
tentunya berbeda berdasarkan tingkat usia dan perkembangan anak sebab kemampuan
dan kematangannya juga berbeda. Pada pembelajaran anak usia dini tentunya berbeda
dengan anak yang sudah berusia lebih dari 8 tahun. Pada pembelajaran anak usia dini
dipusatkan pada kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengoptimalkan
perkembangannya. Sebaiknya guru dapat menstimulus anak agar ia mampu menemukan
dan mengembangkan pengetahuannya sendiri. Guru juga tidak hanya cukup memahami
teori saja namun juga perlu memahami karakter setiap anak didiknya agar mampu
mengaplikasikan ilmunya dengan tepat dan optimal. Anak usia dini merupakan peniru

19
ulung dan menyerap apa yang mereka temukan sebagai pengetahuannya, maka guru
ataupun pendidik perlu menciptakan lingkungan yang berpotensi baik.
Adapun ciri-ciri belajar pada anak usia dini:
a) Adanya kemampuan baru atau perubahan bersifat pengetahuan.
b) Perubahan tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
c) Perubahan tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha.
d) Perubahan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh
obat-obatan.
Bagaimana anak belajar pada usia dini?
 Mikro : Proses belajar disesuaikan dengan perkembangan anak
 Makro : pembelajaran terkait komponen yang terdiri dari siapa peserta
didiknya, sasaran program, analisis konteks

20
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau
murid, sehingga mengupayakan terjadinya interaksi antara guru dan murid. Dalam
pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pembelajaran yang
diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan keampuan berfikir
siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang
kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh
guru. Jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode
pengajaran yang sesuai kebutuhan materi ajaryang mengacu pada prinsip pedagogik,
yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak
dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Adapun hakikat
pembelajaran itu sendiri sebagai berikut:
 Proses interaksi peserta didik dengan pendidik beserta sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar
 Usaha yang dilaksanakan secara sengaja, tearah dan terencana, dengan tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan serta
pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri
seseorang.

1.2 Saran
Saran saya sebagai penulis terhadap para pembaca agar dapat memahami
tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar para pembaca ataupun calon guru dapat
memahami ataupun menerapkan model pembelajaran pada anak usia dini sesuai dengan
pemahaman-pemahaman para ahli yang sebelumnya sudah meneliti karakteristik anak
usia dini sehingga dapat mempermudah para pendidik untuk menerapkan teknik,
metode pembelajaran pada anak usia dini. Terima Kasih.

21
DAFTAR PUSTAKA

Jailani, M. Syahran, 2014. “Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab


Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Usia Dini”, https://journal. walisongo.
ac.id/index.php/Nadwa/article/download/580/527. Diakses 25 Maret 2023 pukul
21.25 WIB

Christianti, Martha. 2007. “Anak dan Bermain” http://staffnew.uny.ac.id


/upload/ 132319834/penelitian/1.Anak%20Dan%20Bermain.pdf, pada 18 Maret
2023 pukul 21.15 WIB

Nuraini Yuliani. 2019. Perspektif Baru Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. Campustaka: Jakarta

Nuraini, Y., Hartati, S., dan Sihadi 2020. Memacu Kreativitas Melalui Bermain.
Jakarta: Bumi Aksara

Sit, Masganti. 2016. Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini Teori dan
Praktik. Medan: Perdana Publishing

Musfiroh, Tadkiroatun. “Teori dan Konsep Bermain”,


http://repository.ut.ac.id /4699/1/PAUD4201-M1.pdf, diakses pada 17 Maret
2023 pukul 21.32 WIB

Tedjasaputra, Mayke S. 2010. Bermain, Mainan, dan Permainan untuk


Pendidikan Usia Dini”, https://books.google.co.id/books?id=6rk4juj VmFsC
&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false, diakses pada 18 Maret
2023 pukul 11.15 WIB

22

Anda mungkin juga menyukai