Disusun Oleh :
Kelompok 2
: 21416286206097
Febby Febrianti : 21416286206030
Khansa Dhia Septiani Putri : 21416286206022
Maulidya Nabilah Rohmatilah : 21416286206029
Nurul Hijriyyah Al Hanifah : 21416286206043
Sukandar Permana : 21416286206025
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran dalam konteks keterampilan abad 21.........................................................3
2.2 Prinsip pokok pembelajaran abad 21................................................................................6
2.3 Model pembelajaran pada abad 21....................................................................................7
2.4 Tantangan pendidikan profesional dalam upaya mengimplementasikan pembelajaran
dan keterampilan abad 21..................................................................................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................12
3.2 Saran.................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
dijelaskan atau dasar kecenderungan, respon bawaan , kematangan atau
keadaan-keadaan sesaat seseorang.
M.Dalyono, Belajar itu merupakan usaha melakukan perubahan progressive
dalam tingkah laku , sikap dan perbuatan.
Oemar Hamalik, Belajar merupakan proses penerimaan pengetahuan yang
diserap melalui lingkungan peserta didik dengan pengamatan yang dibantu
melalui panca indranya.
Ahmad Thonthowi, Belajar merupakan tingkah laku karena proses latihan dan
pengalaman para peserta didik
Dari beberapa perspektif pengertian belajar menurut para ahli yang dijelaskan di atas
yaitu, belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan yang
bersifat relative konstan. Dan diharapkan melalui belajar anak diharapkan mengalami
peningkatan kepribadian yang diinginkan
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002) adalah seorang psikolog
Pendidikan Amerika yang paling dikenal karena “Kondisi Belajar”.
Menurut Teori Belajar Gagne, belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang
diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah
laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar secara kumulatif.
Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia. Setelah belajar
secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne
berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri
dan keduanya saling berinteraksi.
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme di mana seseorang
menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi,
skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia.
Sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya
disebut kapasitas.
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-
fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa
(yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam
pikiran siswa (proses internal utama). Berikut adalah 4 fase-fase belajar menurut Gagne,
yaitu:
1. Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase seseorang
memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami
stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.
2. Stage of acquisition, fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu
kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan
informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya.
3. Storage, adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam
jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi
dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4. Retrieval, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi
yang ada dalam memori.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (5) Fase motivasi (6)
Fase generalisasi adalah fase transfer informasi (7) Fase penampilan (8) Fase umpan balik
MENERAPKAN TEORI GAGNE DALAM MENGAJARKAN IPA DI SD
Model mengajar menurut Gagne meliputi delapan langkah yang sering disebut
kejadian-kejadian instruksional (instructional events), meliputi :
a) Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
b) Memberi tahu pelajar tentang tujuan-tujuan belajar (instructional information)
c) Mengarahkan perhatian (directing motivation)
3
d) Merangsang ingatan (stimulating recall)
e) Menyediakan bimbingan belajar (providing learning guidance)
f) Meningkatkan retensi (enhancing retention)
g) Membantu transfer belajar (helping transfer of learning)
h) - Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance)
- Memberi umpan balik (providing feedback)
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hierarkis,
artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar
sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Menurut Etty Ratnawati (2016) proses
belajar Piaget harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa,
yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat tahap, yaitu tahap sensorimotor
(ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap Pra-operasional (2/3 sampai 7/8 tahun),
tahap operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun), dan tahap operasional formal (14
tahun atau lebih). Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi
empat, yaitu sebagai berikut.
Piaget mengatakan pada tahap di antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda,
4
dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua,
yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah
mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep nya, walaupun
masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.
Karakteristik tahap ini yaitu :
1. Self counter nya sangat menonjol.
2. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan
mencolok.
3. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria
yang benar.
4. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antara deretan.
Pada usia ini individu mulai memiliki kecakapan motoric untuk melakukan
dari apa yang dilihat dan di dengar, namaun belum mampu memahami secara
mental (makna atau hakikat) terhadap apa yang dilakukannya.
c. Tahap Intuitif ( umur 4-7 atau 8 tahun )
5
terkandung di dalamnya. Namun taraf berpikirnya sudah bisa dikatakan maju.
Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. Untuk
menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga
ia mampu menelaah persoalan.
Inti dari tahap operasional konkret yaitu dimana setiap Individu mulai berpikir
secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret. Individu sudah dapat
membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda.
Pada tahap perkembangan ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan
logis dengan menggunakan pola berpikir ‘’ kemungkinan ‘’. Model berpikir
ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak,
dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan
hipotesa. Berikut ini tahap ini kondisi berpikir anak yang sudah di dapat yaitu :
1. Bekerja secara efektif dan sistematis.
2. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua
kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat
merumuskan beberapa kemungkinan.
3. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam
proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.
4. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini
mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal
operations paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan
penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa
bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat
melakukan formal operation.
Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan, dan setiap tahap
tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap
tersebut. Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan
intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang
semakin kompleks. Hal ini berarti bahwa semakin bertambah umur seseorang,
maka semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula
kemampuan kognitifnya. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan
kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.
6
pendidikan sains. Ausubel percaya bahwa pemahaman konsep, prinsip, dan gagasan
dicapai melalui Penalaran. Ia percaya pada gagasan pembelajaran yang bermakna
dibandingkan dengan rote menghafal. Ausubel juga berpendapat bahwa terdapat
perbedaan mendasar antara belajar menghapal dengan belajar bermakna. Di dalam
belajar menghapal, siswa menghapalkan materi yang sudah diperolehnya, sedangkan
pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh tersebut tersebut dikembangkan
sehingga belajarnya menjadi lebih dimengerti.
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Meliputi
fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Agar terjadi
belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep
konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dan harus memperhatikan prinsip
prinsip berikut; pengatur awal, diferensiasi progresif, belajar superordinate, dan
penyesuaian integrative.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa
dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi dalam bentuk final ataupun
dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri
sebagaian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat ke dua siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah
dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat juga
hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengaan
pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar
hafalan.
Menurut Ausubel, prasyarat belajar bermakna ada dua, sebagai berikut: (1) Materi
yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; dan (2) Siswa yang akan belajar
harus bertujuan untuk melaksanakan belaJar bermakna. Sesuai pendapat Ausubel, faktor
penting yang memengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui siswa. Jadi agar
terjadi belajar bermakna, konsep atau informasi batu harus dikaitkan dengan konsep-
konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Di dalam menerapkan teori
Ausubel dalam belajar, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, sebagai berikut
1. Pengaturan awal
Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka
pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan yang dapat dipergunakan dalam membantu menanamkan
pengetahuan baru.
2. Diferensiasi Progresif
Proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan konsep yang
paling inklusif, kemudian konsep kurang inklusif, dan terakhir adalah hal hal
yang paling khusus
7
3. Belajar Superordinat
Belajar superordinate terjadi bila konsep konsep yang telah dipelajari
sebelumnya.
4. Penyesuaian Integratif
Untuk mencapai penyesuaian integrative, materi pelajaran hendaknya
disusun demikian rupa sehingga kita menggerakkan hierarki hierarki
konseptual keatas dan ke bawah selama informasi disajikan.
Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat di ingat, dengan cara-
cara lain.
Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik
daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-
prinsip yang di jadikan milik kognitif seseorang lebih mudah di terapkan pada
situasi-situasi baru.
Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa
dan kemempuan untuk berfikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan
melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
8
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi
pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilaku Bruner yakin bahwa orang yang belajar
berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di
lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari penyusunan makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
3.2 Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Heri MS. Teori Belajar Kognitivisme menurut Piaget, Bruner dan Ausubel beserta Prinsip
dan Implikasinya. Sariksa.com. Published October 18, 2020. Accessed March 6, 2023.
https://www.sariksa.com/2020/10/teori-belajar-kognitivisme-menurut.html
View of Kontribusi Teori Belajar Kognitivisme David P. Ausubel dan Robert M. Gagne
dalam Proses Pembelajaran. Uin-suka.ac.id. Published 2023. Accessed March 6, 2023.
https://ejournal.uin-suka.ac.id/tarbiyah/JPM/article/view/4782/2360
11