Anda di halaman 1dari 13

MATEMATIKA DAN SAINS BAGI PAUD

“PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI


KOGNITIF PIAGET”

DOSEN PENGAMPU :

Lily Yuntina, MM

Disusun Oleh :

Yanti Susilawati - 1862350011

Zikri -

PROGRAM STUDI PG PAUD

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCA SAKTI BEKASI

2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji dan syukur kami sembahkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan
karunianya hingga kami bisa menyelesaikan makalah dalam pembelajaran Matematika
dan Sains bagi Paud yang berjudul “Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori
Kognitif Piaget”.

Rasa terima kasih juga kami sampaikan kepada keluarga dan teman-teman yang telah
mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada para keluarga
yang telah memberikan semangat kepada kami untuk menempuh pendidikan ini.

Mungkin akan banyak terdapat kekurangan dalam makalah yang telah kami buat ini,
namun kami penulis telah mengupayakan sesuai kemampuan kami untuk menyelesaikan
makalah ini. Kami mohon maaf untuk segala kekurangan yang ada dalam makalah kami.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca maupun penulis.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 24 Maret 2024

Penyusun

Kelompok

I
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH

KATA PENGANTAR .............................................................................................. I

DAFTAR ISI ............................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget ......................................................... 3

2.2 Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Peaget .................................................... 4

2.3 Penerapan Teori Jean Peaget Dalam Pembelajaran Matematika ......................... 6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 8

3.2 Saran ................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jean Piaget adalah seorang tokoh pendidikan yang dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada
tanggal 9 Agustus 1896. Ayahnya bernama Arthur Piaget sedangkan ibunya bernama Rebecca
Jackson. Ayahnya adalah seorang profesor sastra sedangkan ibunya orangnya cerdas dan
energik. Jean Piaget terkenal dengan teorinya tentang perkembangan psikologis
manusia. Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan
intelektual dalam pembelajaran. Salah satunya adalah menekankan perkembangan dalam
pembelajaran matematika.

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat yang khas kalau dibandingkan
dengan disiplin lain. Oleh karena itu kegiatan belajar dan mengajar matematika seyogyanya
juga tidak disamakan begitu saja dengan ilmu lain, karena kemampuan peserta didik
berbeda–beda, maka kegiatan belajar dan mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan
kemampuan peserta didik. Pada umumnya proses belajar-mengajar matematika berkenaan
dengan perubahan tingkah laku seseorang dipelajari melalui psikologi, sehingga
diterapkanlah teori–teori psikologi yang berkaitan dengan proses belajar–mengajar
matematika. Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mempengaruhi dunia pendidikan,
terutama pendidikan kognitif pada masa anak–anak sampai remaja.

Oleh karena itu, sebagai calon para pendidik (guru) harus mengetahui mengenai “Bagaimana
penerapan teori belajar Piaget dalam pembelajaran matematika?”. Hal ini sangat penting bagi
guru mengetahui perkembangan kognitif anak didiknya agar dapat menunjukkan pengajaran
dan mengarahkan para anak didik secara tepat dalam mencapai tujuan umum Pendidikan.

1
B. Rumusan masalah

1. Apakah yang dinamakan dengan Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget?

2. Apa sajakah Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Peaget?

3. Apa sajakah Penerapan Teori Jean Peaget dalam Pembelajaran Matematika?

C. Tujuan

1. Mengetahui Apakah yang dinamakan dengan Teori Perkembangan Kognitif Jean


Peaget?
2. Mengetahui Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Peaget?
3. Mengetahui Penerapan Teori Jean Peaget dalam Pembelajaran Matematika?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana
anak beradaptasi dengan menginterpretasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas. Piaget tertarik bagaimana cara seorang anak memahami dunianya. Dia
mengamati perilaku si anak lalu menghasilkan teori yang menekankan bahwa anak-anak
memiliki cara berfikir yang berbeda dengan orang dewasa.
Dalam teori ini, proses belajar tidak hanya berhubungan dengan masalah pematangan, karena
meskipun anak-anak bergerak dari tahap yang satu ke tahap berikutnya seiring dengan
semakin dewasanya mereka, perkembangan anak pun tergantung pada interaksi lingkungan
juga termasuk interaksi lingkungan keluarga.

Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori
perkembangan Piaget, yaitu :

a. Intelegensi (kecerdasan)
Menurut Piaget, intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas
akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman,
intelegensi juga merupakan bagian integral dari setiap organisme karena semua organisme
yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup mereka. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan intelektual adalah lingkungan fisik, kematangan,
pengaruh sosial dan proses pengaturan diri (ekuilibrium).

b. Skemata

Piaget menggunakan skema (schema, jamaknya skemata, schemata) sebagai perantara


favoritnya. Skema adalah cara mempersepsi, memahami, dan berfikir tentang dunia. Skema
yang ada pada seseorang akan menentukan bagaimana ia akan merespons lingkungan fisik.
c. Asimilasi

Asimilasi adalah adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Bagi
guru matematika, Teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan menggunakan teori itu,
guru akan bisa mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan
berpikir anak-anak di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang
tepat bagi para siswanya.

d. Akomodasi

Akomodasi adalah konsep piaget mengenai pembentukan skema agar sesuai dengan
informasi dan pengalaman baru. Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman yang baru, seorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu bisa
jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.

2.2 Tahap Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Adapun tahapan perkembangan kognitif anak adalah sebagai berikut :

a. Tahap Sensorimotor (Umur 0 – 2 tahun)

Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayis belajar tentang diri
mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan
melalui aktivitas motor. (Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman,
2008:212 dalam Fatimah Ibda: 2015). Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat indra
(sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu melakukan
pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini
merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk
melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.
(Mohd. Surya, 2003: 57 dalam Fatimah Ibda: 2015).

4
b. Tahap pra-operasional (Umur 2 – 7 tahun)

Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal
diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan. Anak
sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda–tanda dan simbol.
Cara berpikir anak pada tingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis.
Hal ini ditandai dengan ciri-ciri :

1. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak
logis
2. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab-akibat
secara tidak logis
3. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
4. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa
seperti manusia
5. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di
dengar
6. Mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban
dari persoalan yang dihadapinya
7. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
8. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya.
(Mohd. Surya, 2003: 57-58 dalam Fatimah Ibda: 2015).

c. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7 – 12 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi,
tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang
kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan
kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik
di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan
besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149-150 dalam Fatimah
Ibda: 2015). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang

5
berlainan (edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan
boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith lebih
terang dari rambut susan. Rambut edith lebih gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah
yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional kongkrit mengalami kesulitan karena
mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambing-lambang.

d. Tahap Operasional Formal (Umur 12 – Dewasa)

Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat menggunakan
operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks. (Matt Jarvis,
2011:111 dalam Fatimah Ibda: 2015). Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak
perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan
untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak
dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal.

2.3 Penerapan Teori Jean Piaget dalam Pembelajaran Matematika

Kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu perkembangan kognitif
seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh siswa itu dapat memanipulasi dan aktif
berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya, seberapa jauh pengetahuan atau pengalaman
barunya itu dapat dikaitkan.

Berikut adalah beberapa penerapan teori Jean Piaget dalam pembelajaran matematika :

1. Tahap Sensorimotor (Umur 0 - 2 tahun)


Anak–anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka
dan menghitung. Misalnya: Anak diajak oleh orang tua untuk mengenal angka terlebih dahulu
melalui pengamatan gambar atau permainan puzzle angka. Kemudian orang tua dapat
membantu anak-anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak
dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang ia punya
hilang.

2. Tahap Preoperational (Umur 2 - 7 Tahun)

6
Pada tahap ini, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi, perkembangan itu belum
penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk
pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Anak-anak baru hanya diperkenalkan
dengan bentuk. Pada materi bangun ruang mengenai bola cukup pada bentuknya, contoh
aplikasi sekitar, serta warna jika ada. Misalnya anak diajak untuk mengamati beberapa bola
berukuran kecil dengan warna yang berbeda (kuning dan hijau). Kemudian anak diberi
pertanyaan: “Warna bola mana yang lebih banyak?”.
Kemungkinan jawaban masing-masing anak berbeda. Hal ini terjadi karena anak masih sulit
untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya.

3. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7 - 12 Tahun)


Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan
pada aturan–aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system
operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/ konkret. Dalam matematika, diterapkan
dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-).
Dimisalkan para siswa SD/ MI sudah belajar tentang penjumlahan dan sudah menguasai
penjumlahan seperti 2 + 2 + 2 = 6. Pada pembelajaran tentang perkalian, guru dapat
mengawali kegiatan, misalnya dengan menunjukkan adanya tiga tempat pensil yang masing-
masing berisi 2 pensil seperti ditunjukkan gambar di bawah ini.

Ketika guru meminta siswanya untuk menentukan banyaknya pensil yang ada, maka
diharapkan para siswa akan dengan mudah menentukan jawabannya. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan siswa dan dapat diterima guru untuk menentukan hasilnya, yaitu: (1) dengan
membilang dari 1 sampai 6 atau (2) dengan menjumlahkan 2 + 2 + 2 = 6. Setelah itu guru lalu
menginformasikan bahwa notasi lain yang dapat digunakan adalah 3 × 2 = 6. Hal ini
menyebabnya siswa paham bahwa penjumlahan berulang dapat disebut juga dengan
perkalian.

4. Tahap Operasional Formal (Umur 12 Tahun – Dewasa)

7
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak. Misalkan, apabila dihadapkan kepada
suatu benda berbentuk kerucut. Seperti halnya ia ingin mengetahui volume dari topi ayahnya
yang berbentuk kerucut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi dan jari–jari
kerucut. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu
memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang (volume kerucut)

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana
anak beradaptasi dengan menginterpretasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya.
Konsep utama dalam teori Piaget adalah intelegensi (kecerdasan), skemata, asimilasi dan
akomodasi. Sedangkan kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu
perkembangan kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh siswa itu dapat
memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya, seberapa jauh
pengetahuan atau pengalaman barunya itu dapat dikaitkan.

Piaget mendeskripsikan tahap perkembangan anak dalam empat tahap utama, yaitu: (1)
sensorimotor (0-2 tahun), di mana anak berhadapan langsung dengan lingkungan dengan
menggunakan refleks bawaan mereka; (2) pra-operasional (2-7 tahun), di mana anak mulai
menyusun konsep sederhana; (3) operasional konkrit (7-12 tahun), di mana anak
menggunakan tindakan yang telah diinteriorisasikan atau peimikiran untuk memecahkan
masalah dalam pengalaman mereka; dan (4) operasional formal (12 tahun-dewasa), di mana
anak dapat memikirkan situasi hipotesis secara penuh.

B. Saran

Segala saran dan kritik yang membangun sangatlah kami harapkan dari semua pihak, karena
kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik
tersebut semoga saja dapat menjadi acuan atau pelajaran bagi kami untuk dapat menjadi lebih
baik lagi dihari besok. Atas segala waktu dan perhatiannya, saya mengucapkan Terimakasih.

9
DAFTAR PUSTAKA

Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman. 2008. Psikologi
Perkembangan. Cet. I. Jakarta: Kencana. hal. 212
Hariyanto. 2010. “Biografi Jean Piaget”. 16 Oktober 2016.
http://belajarpsikologi.com/biografi-jean-piaget/
Hutabarat, Juandi. 2013. “Penerapan Teori Belajar Piaget dalam Pengajaran
Matematika”. 16 Oktober 2016. http//juandipranata12.blogspot.co.id/2013/03/teori-
piaget.html?m=1
Ibda, Fatimah. (2015). “Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget”. 1(3): 32-35.
Jarvis, Matt. 2011. Teori-Teori Psikologi. Cet. X. Bandung: Nusa Media. hal. 142
Surya, Mohd. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Cet. II. Bandung:
Yayasan Bhakti Winaya. hal. 56

Anda mungkin juga menyukai