Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR MATEMATIKA

“PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN TEORI KOGNITIF


PIAGET”

DOSEN PENGAMPU: IKA MAULIDA THAMIMI, M. Pd. I

OLEH:

RAHMIDA YANTI

JURUSAN: PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEMESTER: V (LIMA)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIKMAH MEDAN


TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji dan syukur kami sembahkankehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan
karunianya hingga saya bisa menyelesaikan makalah saya dalam pembelajaran Media dan
Teknologi Informasi PAUD yang berjudul “Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori
Kognitif Piaget”.
Rasa terima kasih juga saya sampaikan pada dosen pengampu Konsep Dasar Matematika
yaitu Ibu Ika Maulida Thamimi M. Pd. I Karena telah membimbing saya dalam memahami
pelajaran ini.

Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada keluarga dan teman-teman yang telah
mendukung saya dalam menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada para keluarga yang
telah memberikan semangat kepada saya untuk menempuh pendidikan ini.

Mungkin akan banyak terdapat kekurangan dalam makalah yang telah saya buat ini,
namun saya penulis telah mengupayakan sesuai kemampuan saya untuk menyelesaikan
makalah ini. Saya mohon maaf untuk segala kekurangan yang ada dalam makalah saya.
Semoga makalah ini bias bermanfaat bagi pembaca maupun penulis.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hormat Kami

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan 2

BAB II Pembahasan 3
A. Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget 4
B. Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Peaget 6
C. Penerapan Teori Jean Peaget dalam Pembelajaran Matematika 6

BAB III Penutup 8


A. Kesimpulan 8
B. Saran 8
Daftar Pustaka9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jean Piaget adalah seorang tokoh pendidikan yang dilahirkan di Neuchâtel, Swiss,
pada tanggal 9 Agustus 1896. Ayahnya bernama Arthur Piaget sedangkan ibunya
bernama Rebecca Jackson. Ayahnya adalah seorang profesor sastra sedangkan ibunya
orangnya cerdas dan energik. Jean Piaget terkenal dengan teorinya tentang perkembangan
psikologis manusia. Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Salah satunya adalah menekankan
perkembangan dalam pembelajaran matematika.

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat yang khas kalau
dibandingkan dengan disiplin lain. Oleh karena itu kegiatan belajar dan mengajar
matematika seyogyanya juga tidak disamakan begitu saja dengan ilmu lain, karena
kemampuan peserta didik berbeda–beda, maka kegiatan belajar dan mengajar haruslah
diatur sekaligus memperhatikan kemampuan peserta didik. Pada umumnya proses
belajar-mengajar matematika berkenaan dengan perubahan tingkah laku seseorang
dipelajari melalui psikologi, sehingga diterapkanlah teori–teori psikologi yang berkaitan
dengan proses belajar–mengajar matematika. Teori perkembangan kognitif Piaget banyak
mempengaruhi dunia pendidikan, terutama pendidikan kognitif pada masa anak–anak
sampai remaja.

Oleh karena itu, sebagai calon para pendidik (guru) harus mengetahui mengenai
“Bagaimana penerapan teori belajar Piaget dalam pembelajaran matematika?”. Hal ini
sangat penting bagi guru mengetahui perkembangan kognitif anak didiknya agar dapat
menunjukkan pengajaran dan mengarahkan para anak didik secara tepat dalam mencapai
tujuan umum Pendidikan.
B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dinamakan dengan Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget?
2. Apasajakah Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Peaget?
3. Apasajakah Penerapan Teori Jean Peaget dalam Pembelajaran Matematika?

C. Tujuan
1. Mengetahui Apakah yang dinamakan dengan Teori Perkembangan Kognitif
Jean Peaget?
2. Mengetahui Tahapan Perkembangan Kognitif Jean Peaget?
3. Mengetahui Penerapan Teori Jean Peaget dalam Pembelajaran Matematika?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget


Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan menginterpretasikan obyek dan kejadian-kejadian
di sekitarnya. Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam
menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Piaget tertarik bagaimana cara seorang
anak memahami dunianya. Dia mengamati perilaku si anak lalu menghasilkan teori
yang menekankan bahwa anak-anak memiliki cara berfikir yang berbeda dengan orang
dewasa.
Dalam teori ini, proses belajar tidak hanya berhubungan dengan masalah
pematangan, karena meskipun anak-anak bergerak dari tahap yang satu ke tahap
berikutnya seiring dengan semakin dewasanya mereka, perkembangan anak pun
tergantung pada interaksi lingkungan juga termasuk interaksi lingkungan keluarga.
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori
perkembangan Piaget, yaitu:
a. Intelegensi (kecerdasan)
Menurut Piaget, intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas
akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat
pengalaman, intelegensi juga merupakan bagian integral dari setiap organisme karena
semua organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan
hidup mereka. Faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual adalah lingkungan
fisik, kematangan, pengaruh sosial dan proses pengaturan diri (ekuilibrium).

b. Skemata
Piaget menggunakan skema (schema, jamaknya skemata, schemata) sebagai perantara
favoritnya. Skema adalah cara mempersepsi, memahami, dan berfikir tentang dunia.
Skema yang ada pada seseorang akan menentukan bagaimana ia akan merespons
lingkungan fisik.
c. Asimilasi
Asimilasi adalah adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Bagi guru matematika, Teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan
menggunakan teori itu, guru akan bisa mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan
tertentu pada kemampuan berpikir anak-anak di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa
memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya.
d. Akomodasi
Akomodasi adalah konsep piaget mengenai pembentukan skema agar sesuai dengan
informasi dan pengalaman baru. Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman yang baru, seorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu
bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.

B. Tahap Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Adapun tahapan perkembangan kognitif anak adalah sebagai berikut:

a. Tahap Sensorimotor (Umur 0 – 2 tahun)


Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayis belajar tentang diri
mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan
melalui aktivitas motor. (Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin
Feldman, 2008:212 dalam Fatimah Ibda: 2015). Aktivitas kognitif terpusat pada aspek
alat indra (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu
melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya.
Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori
motor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungan. (Mohd. Surya, 2003: 57 dalam Fatimah Ibda: 2015).

b. Tahap pra-operasional (Umur 2 – 7 tahun)


Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai
hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan.
Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda–tanda
dan simbol. Cara berpikir anak pada tingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten,
dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
1. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi
tidak logis
2. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab-akibat
secara tidak logis
3. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
4. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai
jiwa seperti manusia
5. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di
dengar
6. Mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya
7. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya.
(Mohd. Surya, 2003: 57-58 dalam Fatimah Ibda: 2015).

c. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7 – 12 tahun)


Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau
operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah
hilang kecenderungan terhadap animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan
kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek
fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami
kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149-150
dalam Fatimah Ibda: 2015). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan
warna rambut yang berlainan (edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasikan boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi
pertanyaan, “rambut edith lebih terang dari rambut susan. Rambut edith lebih gelap
daripada rambut lily. Rambut siapakah yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap
operasional kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya
dengan menggunakan lambing-lambang.

d. Tahap Operasional Formal (Umur 12 – Dewasa)


Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat
menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih
kompleks. (Matt Jarvis, 2011:111 dalam Fatimah Ibda: 2015). Kemajuan pada anak
selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa
konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu
memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu
disebut operasional formal.

C. Penerapan Teori Jean Piaget dalam Pembelajaran Matematika

Kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu perkembangan
kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh siswa itu dapat memanipulasi dan
aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya, seberapa jauh pengetahuan atau
pengalaman barunya itu dapat dikaitkan.

Berikut adalah beberapa penerapan teori Jean Piaget dalam pembelajaran


matematika:
1. Tahap Sensorimotor (Umur 0 - 2 tahun)
Anak–anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep
angka dan menghitung. Misalnya: Anak diajak oleh orang tua untuk mengenal angka
terlebih dahulu melalui pengamatan gambar atau permainan puzzle angka. Kemudian
orang tua dapat membantu anak-anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan
permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila
ada benda yang ia punya hilang.

2. Tahap Preoperational (Umur 2 - 7 Tahun)


Pada tahap ini, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi, perkembangan itu
belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu
bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Anak-anak baru hanya
diperkenalkan dengan bentuk. Pada materi bangun ruang mengenai bola cukup pada
bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna jika ada. Misalnya anak diajak untuk
mengamati beberapa bola berukuran kecil dengan warna yang berbeda (kuning dan
hijau). Kemudian anak diberi pertanyaan: “Warna bola mana yang lebih banyak?”.
Kemungkinan jawaban masing-masing anak berbeda. Hal ini terjadi karena anak masih
sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya.
3. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7 - 12 Tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang
didasarkan pada aturan–aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai
dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/ konkret.
Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-).
Dimisalkan para siswa SD/ MI sudah belajar tentang penjumlahan dan sudah menguasai
penjumlahan seperti 2 + 2 + 2 = 6. Pada pembelajaran tentang perkalian, guru dapat
mengawali kegiatan, misalnya dengan menunjukkan adanya tiga tempat pensil yang
masing-masing berisi 2 pensil seperti ditunjukkan gambar di bawah ini.

Ketika guru meminta siswanya untuk menentukan banyaknya pensil yang ada, maka
diharapkan para siswa akan dengan mudah menentukan jawabannya. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan siswa dan dapat diterima guru untuk menentukan hasilnya, yaitu:
(1) dengan membilang dari 1 sampai 6 atau (2) dengan menjumlahkan 2 + 2 + 2 = 6.
Setelah itu guru lalu menginformasikan bahwa notasi lain yang dapat digunakan adalah 3
× 2 = 6. Hal ini menyebabnya siswa paham bahwa penjumlahan berulang dapat disebut
juga dengan perkalian.

4. Tahap Operasional Formal (Umur 12 Tahun – Dewasa)


Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak. Misalkan, apabila dihadapkan kepada
suatu benda berbentuk kerucut. Seperti halnya ia ingin mengetahui volume dari topi ayahnya
yang berbentuk kerucut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi dan jari–jari
kerucut. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu
memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang (volume kerucut).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan menginterpretasikan obyek dan kejadian-kejadian
di sekitarnya. Konsep utama dalam teori Piaget adalah intelegensi (kecerdasan),
skemata, asimilasi dan akomodasi. Sedangkan kunci utama teori Piaget yang harus
diketahui guru matematika yaitu perkembangan kognitif seorang siswa bergantung
kepada seberapa jauh siswa itu dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya. Artinya, seberapa jauh pengetahuan atau pengalaman barunya itu
dapat dikaitkan.

Piaget mendeskripsikan tahap perkembangan anak dalam empat tahap utama,


yaitu: (1) sensorimotor (0-2 tahun), di mana anak berhadapan langsung dengan
lingkungan dengan menggunakan refleks bawaan mereka; (2) pra-operasional (2-7
tahun), di mana anak mulai menyusun konsep sederhana; (3) operasional konkrit (7-12
tahun), di mana anak menggunakan tindakan yang telah diinteriorisasikan atau
peimikiran untuk memecahkan masalah dalam pengalaman mereka; dan (4)
operasional formal (12 tahun-dewasa), di mana anak dapat memikirkan situasi
hipotesis secara penuh.

B. Saran
Bagi guru matematika, teori belajar Piaget jelas sangat relevan untuk diterapkan
terutama pada masing-masing tahap perkembangan kognitif anak, karena dengan
menggunakan teori ini, guru dapat mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan
tertentu pada kemampuan berpikir anak di kelasnya. Dengan demikian guru bisa
memberikan perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya dalam memilih cara
penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya, sesuai
dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-
masing.
Daftar Pustaka

Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman. 2008. Psikologi
Perkembangan. Cet. I. Jakarta: Kencana. hal. 212
Hariyanto. 2010. “Biografi Jean Piaget”. 16 Oktober 2016. http://belajarpsikologi.com/biografi-
jean-piaget/
Hutabarat, Juandi. 2013. “Penerapan Teori Belajar Piaget dalam Pengajaran Matematika”. 16
Oktober 2016. http//juandipranata12.blogspot.co.id/2013/03/teori-piaget.html?m=1
Ibda, Fatimah. (2015). “Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget”. 1(3): 32-35.
Jarvis, Matt. 2011. Teori-Teori Psikologi. Cet. X. Bandung: Nusa Media. hal. 142
Surya, Mohd. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Cet. II. Bandung: Yayasan Bhakti
Winaya. hal. 56

Anda mungkin juga menyukai