Anda di halaman 1dari 24

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF DARI PERSPEKTIF

SOSIAL BUDAYA DAN PROSES INFORMASI

MAKALAH

Oleh

KELOMPOK 2:

1. ANNISA’ NI’MA SAVIRA NIM. 858866226


2. NUR HARIYATI JAMILATUS S. NIM.858866946
3. ARISCHA FITRIYATUL ADCHA NIM.858867948

PROGRAM STUDI S1 – PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

NOVEMBER 2023
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF DARI PERSPEKTIF
SOSIAL BUDAYA DAN PROSES INFORMASI

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Mata


Kuliah Perkembangan Peserta Didik

Yang dibina Oleh Ajar Dirgantoro, M.Pd.

Oleh

KELOMPOK 2:

1. ANNISA’ NI’MA SAVIRA NIM. 858866226


2. NUR HARIYATI JAMILATUS S. NIM.858866946
3. ARISCHA FITRIYATUL ADCHA NIM.858867948

PROGRAM STUDI S1 – PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

OKTOBER 2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT Tuhan yang maha esa atas segala
rahmatnya sehingga makalah dengan judul “ Tahap perkembangan Bahasa dan
kemampuan berfikir matematis” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga
kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD. Selain itu, pembuatan makalah
ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Kediri, 31 Oktober 2023

Penyusun

3
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. 2

KATA PENGANTAR ..............................................................................................3

DAFTAR ISI ............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................5

A. Latar Belakang.................................................................................................5

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................6

C. Tujuan ..............................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................7

A. Teori-Teori Perkembangan Kognitif dari Perspektif Sosial Budaya………7

B. Teori Perkembangan Kognitif dari Perspektif Proses Informasi…………16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………………….23

B. Saran………………………………………………………………………23
Daftar Pustaka…………………..……………………………………………….24

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendekatan teori perkembangan kognitif dari perspektif sosial budaya dan
proses informasi memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana
individu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Dalam karya
ilmiah ini, mengarahkan pada dua pendekatan secara terpisah dan kemudian
membandingkannya untuk melihat kesamaan dan perbedaan antara keduanya.
Pertama, mari kita bahas teori perkembangan kognitif dari perspektif sosial
budaya. Teori ini dikembangkan oleh Lev Vygotsky, seorang psikolog Rusia.
Menurut Vygotsky, perkembangan kognitif dipengaruhi oleh interaksi sosial
dan budaya. Dia percaya bahwa anak-anak belajar melalui interaksi dengan
orang dewasa dan rekan sebaya mereka dalam konteks budaya mereka.
Dalam pendekatan ini, Vygotsky mengemukakan konsep zona
perkembangan dekat. Zona perkembangan dekat adalah jarak antara apa yang
dapat dicapai oleh individu secara independen dan apa yang dapat dicapai
dengan bantuan orang lain. Melalui interaksi sosial dengan orang dewasa atau
rekan sebaya yang lebih kompeten, individu dapat memperluas zona
perkembangan dekat mereka dan mencapai tingkat perkembangan yang lebih
tinggi.
Salah satu konsep penting dalam teori ini adalah pemahaman bersama.
Pemahaman bersama adalah proses di mana individu belajar melalui partisipasi
dalam aktivitas yang terstruktur dan terarah bersama dengan orang dewasa atau
rekan sebaya. Melalui pemahaman bersama, individu memperoleh pengetahuan
dan keterampilan baru. Sebagai contoh, Vygotsky menggambarkan konsep
"pemikiran luar" atau "bicara kepada diri sendiri" sebagai bentuk pemahaman
bersama. Ketika anak-anak berbicara kepada diri sendiri saat melakukan tugas,
mereka sebenarnya sedang memproses informasi secara internal dan
memperkuat pemahaman mereka. Namun, seiring dengan perkembangan, anak-
anak menginternalisasi pemikiran luar ini dan dapat melakukan tugas-tugas
tersebut tanpa berbicara kepada diri sendiri.

5
Sekarang, mari kita beralih ke pendekatan teori perkembangan kognitif dari
perspektif proses informasi. Pendekatan ini menekankan pada pemrosesan
informasi yang terjadi di dalam pikiran individu. Teori ini dikembangkan oleh
psikolog seperti Jean Piaget dan David Ausubel.
Menurut teori ini, individu secara aktif mengolah informasi yang diterima
melalui perhatian, pengkodean, penyimpanan, dan pemulihan informasi. Proses
pemrosesan informasi ini melibatkan keterlibatan kognitif yang kompleks,
seperti klasifikasi, pengelompokan, dan identifikasi. Sementara Vygotsky
menyakini bahwa pengetahuan berasal dari dari interaksi sosial yang dilakukan
oleh anak. Sehingga dalam karya ilmiah ini akan membahas dua sub bab, yaitu
teori-teori perkembangan kognitif dari perspektif sosial budaya, dan
perkembangan kognitif dari perspektif proses informasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori-teori perkembangan kognitif dari perspektif
sosial budaya?
2. Bagaimana teori perkembangan kognitif dari perspektif proses
informasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami teori-teori perkembangan
kognitif dari perspektif sosial budaya
2. Untuk mengetahui dan memahami teori perkembangan kognitif
dari perspektif proses informasi

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori-Teori Perkembangan Kognitif dari Perspektif Sosial Budaya


1. Karakteristik Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget merupakan teori
perkembangan anak. Jean Piaget meneliti bagaimana manusia dapat
memperoleh pengetahuan. Piaget berpendapat dari penelitiannya bahwa
pengetahuan bukan merupakan kondisi, tetapi proses. Pengetahuan
didefinisikan sebagai hubungan antara subjek (manusia) dan apa yang
diketahuinya. Ini adalah salah satu karakteristik dari teori Piaget yang
disebut sebagai epistemolog genetis. Epistemologi merupakan cabang
filosofis yang mempelajari ilmu pengetahuan. Sementara itu, istilah
genetis mengacu pada perkembangan atau kemunculan.
Proses memperoleh pengetahuan dilakukan secara mandiri oleh
anak ketika mereka membangun/mengkontruksi pengetahuan tersebut.
Mereka memahami sesuatu dengan mengalaminya secara fisik dan
mental. Manusia memiliki bagian aktif dalam dirinya untuk memilih dan
menginterpretasi informasi yang didapat dari lingkungan sekitar
mereka. Karena itu, pengetahuan tidak begitu saja terserap. Pengetahuan
pada anak berubah seiring perkembangan kognitif mereka.
Keseimbangan ekuilibrium adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya kondisi yang sesuai antara pemahaman anak
dan lingkungannya.
Teori perkembangan kognitif Piaget juga bersifat biologis.
Seperti Binatang dan tumbuhan yang beradaptasi dengan
lingkungannya, seorang anak juga beradaptasi secara psikologis.
Menurut Piaget, proses adaptasi ini bersifat universal. Selanjutnya,
konsep struktrualisme digunakan Piaget karena menurutnya pemikiran
pada anak bersifat sistematis. Mereka memiliki struktur mental dasar
atau skemata yang dijadikan landasan untuk menyerap pengetahuan-
pengetahuan baru. Membangun pengetahuan dilakukan dengan

7
menyelaraskan skemata yang telah anak miliki dengan skemata baru
yang diketahui. Dari proses inilah pengetahuan dan kecerdasan
berkembang.
1) Skemata
Skemata adalah sebuah representasi atau pemahaman dasar
yang dimiliki anak tentang hal-hal di sekitarnya. Skemata membuat
anak mampu menginterpretasi pengalaman mereka. Perkembangan
kognitif adalah perkembangan skemata- sekmata. Skemata tidak
hanya dibangun, tetapi juga dimodifikasi. Proses ini juga dikenal
dengan proses intelektual.
Ketika anak menggunakan skemata yang mereka miliki dan
mengombinasikannya dengan skemata yang lebih kompleks, proses
ini disebut dengan organisasi. Tujuan dari organisasi adalah
adaptasi atau penyesuaian dengan lingkungan. Adaptasi terjadi
melalui dua cara berikut:
a. Asimilasi
Proses seorang anak menginterpretasikan pengalaman baru
dengan skemata yang sudah mereka miliki.
b. Akomodasi
Berbeda dengan asimilasi yang memperkaya skemata awal
seseorang, dalam akomodasi, terjadi modifikasi skemata atau
struktur yang sudah ada untuk memahami pengalaman baru.
Menurut Piaget, asimilasi dan akomodasi bekerja sama untuk
membantu perkembangan kognitif dengan tujuan akhir untuk
beradaptasi atau mencapai keseimbangan ekuilibrium (Miller,
2011).
2) Pendekatan Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Perkembangan kognitif, menurut Piaget, dibagai dalam
beberapa tahap. Sebuah tahap didefinisikan sebagai satu periode
waktu ketika pemikiran dan tingkah laku anak menunjukan struktur
mental tertentu. Ketika anak berada pada tahap kognitif pertama,
cara-cara yang mereka lakukan untuk beradaptasi berbeda dengan

8
anak yang berada pada tahap kognitif ketiga. Teori tahap
perkembangan
Piaget memiliki lima ciri-ciri berikut:
a. Setiap tahap merupakan satu kesatuan keseimbangan ekuilibrium yang
terstruktur. Pengetahuan dan pengalaman yang dialami anak pada setiap
tahap akan berbeda sehingga menghasilka skemata yang berbeda pula.
Dalam teori Piaget, perubahan struktur atau skemata bersifat kualitaitf
atau tidak diukur dengan angka. Perubahan yang dapat diukur dengan
angka misalnya tinggi dan berat badan anak yang semakin bertambah.
Namun, dalam perkembangan kognitif, perubahan pemikiran dan
tingkah laku yang terjadi bersifat kualitatif.
b. Tahap-tahap dalam perkembangan kognitif Piaget akan
berkesinambungan dengan tahap selanjutnya. Skemata yang sebelumnya
telah diketahui anak akan tetap dimiliki pada tahap selanjutnya meskipun
pada tahap selanjutnya mungkin akan bertambah atau dimodifikasi
dengan asimilasi atau akomodasi. Tahap perkembangan yang terjadi
sebelumnya akan menyiapkan anak untuk tahap selanjutnya.
c. Tahap-tahap perkembangan terjadi secara berurutan atau tidak bisa
dibolak- balik. Selain itu, tidak ada tahap yang bisa terlewati. Dengan
kata lain, semua tahap akan dialami oleh anak.
d. Tahap-tahap perkembangan ini bersifat universal. Anak yang tinggal
diberbagai belahan dunia akan melewati tahap yang sama. Walaupun
demikian, penting untuk diingat bahwa umur setiap anak dalam tahap
yang mereka lewati bisa berbeda-beda. Piaget memberikan kisaran umur
untuk setiap tahap, tetapi dalam kenyataanya, patokan umur itu tidak
selalu tepat.
e. Setiap tahap perkembangan memiliki prosesnya masing-masing, akan
selalu ada trial and error dalam setiap tahap. Keterampilan dan
pengetahuan anak yang belum sempurna menjadi tanda bahwa terjadi
transisi dari satu tahap ke tahap berikutnya. Perubahan untuk
menyempurnakan keterampilan dan pengetahuan ini tidak terjadi dalam
sekali waktu, tetapi membutuhkan proses. Pada setiap tahap, anak akan
memasuki kondisi keseimbangan ekuilibrium ketika mereka akhirnya

9
berhasil melakukan adaptasi dengan pengetahuan dan pengalaman baru
dan menyelaraskannya dengan skemata yang mereka miliki.
3) Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Berikut ini adalah tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget.
a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun)
Indra (sensor) dan gerak (motor) adalah dua hal utama yang
digunakan bayi dalam tahap ini untuk membangun pemahaman
mereka tentang dunia. Setiap bayi atau anak juga terlahir memiliki
refleks untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Berbagai macam tingkah laku pada tahap sensorimotor bermula
dari refleks: menghisap, menggenggam, melihat, mendengarkan,
memendang dan sebagainya. Skemata sederhana yang dimiliki bayi
berkembang menjadi lebih kompleks seiring berjalannya waktu.
b. Tahap preoperasional (2-7 tahun)
Pada tahap preoperasional, pancaindra dan gerak bukan lagi
menjadi dua hal utama yang digunakan anak untuk membangun
pengetahuannya. Mereka membangun pengetahuan tentang objek,
hubungan kausalitas, ruang, dan waktu melalui media atau
representasi mental. Kemampuan representasi mental adalah
kemampuan anak memahami sutau benda yang disimbolkan dengan
benda lain.
Mental representasi bisa diawali dengan imitasi/meniru. Piaget
berpendapat bahwa kemampuan Bahasa tidak relevan dengan
pemikiran representasi anak. Meski kemampuan berpikir ini tidak
bergantung pada kemampuan Bahasa, Bahasa dapat membantu
perkembangan kognitif.
Dalam tahap preoperasional, penekanan pada hal-hal yang
tidak bisa dilakukan anak dibandingkan dengan apa yang bisa mereka
lakukan. Hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan ini menjadi ciri khas
tahap preoperasional sebagai berikut:
a) Egosentris

10
Anak tidak bisa membedakan sudut pandang dirinya dengan
orang di sekitarnya. Mereka hanya bisa melihat dari sudut
pandang mereka sendiri.
b) Pemikiran yang kaku
Istilah centration/sentrasi digunakan Piaget untuk
mendeskripsikan kecenderungan anak melihat sesuatu hanya
dari tampilan luarnya atau hanya dari satu sisi dan mengabaikan
yang lain.
c) Pemikiran semilogis
Pada tahap preoperasional ini, anak juga mulai mengenal
hubungans sebab akibat yang tidak logis. Mereka menganggap
bahwa benda tak hidup memiliki sifat atau karakteristik seperti
manusia.
d) Sosial kognitif yang terbatas
Kemampuan sosial kognitif anak masih terbatas karena mereka
memahami sesutau hanya berdasarkan apa yang mereka lihat
atau pernah mereka alami.
c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)
Puncak dari perkembanagn kognitif adalah kemampuan anak
melakukan operasi. Pada tahap operasional konkret, penggunaan logika
akan semakian baik sehingga anak sudah mampu berpikir konservasi.
Kemampuan operasi juga dapat dilihat dalam operasi matematika
sederhana, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian,
dan mengurutkan.
Pada tahap operasional konkret, anak lebih sadar akan hubungan
dalam keluarga, teman atau ruang lingkup sosial yang lebih besar.
Walaupun demikian, operasi konkret tetap membutuhkan permasalahan
konkret yang dapat dilihat anak. Mereka belum mampu memecahkan
atau memikirkan masalah atau konsep abstrak.
d. Tahap operasional formal (11-15 tahun)
Pada tahap operasional formal, anak mulai mampu memikirkan
konsep abstrak, berpikir logis, dan menarik kesimpulan. Mereka bisa
membuat prediksi tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat

11
terjadi dari sebuah isu. Masa depan atau kemungkinan-kemungkinan
merupakan hal abstrak yang dapat dilakukan seseorang dengan
kemampuan kognitif yang sudah sangat berkembang. Karena itu, pada
tahap ini, anak mampu berpikir tentang masa depan, pekerjaan ataupun
peran sosial. Mereka juga bisa membicarakan isu moral dan politik dari
sudut pandang yang berbeda-beda, tidak hanya dari sudut pandang
mereka sendiri.
B. Kritik dan Evolusi Teori Piaget
Konsep bahwa anak membangun sendiri pengetahuan mereka dapat
diterima oleh masyarakat luas saat ini, tetapi dulu sangat bertentangan
dengan keyakinan umum. Dalam tahaptahap perkembangan yang
dicetuskannya, deskripsi yang ia berikan untuk setiap tahap dinilai masuk
akal jika kita merefleksikan pengalaman kita sendiri. Beberapa detail
mungkin tidak tepat secara garis besar benar.
Salah satu kritik yang ditujukan pada Piaget menyebutkan bahwa Piaget
meremehkan kemampuan kognitif bayi, balita, dan murid-murid TK. Piaget
berfokus pada kompetensi-kompetensi pada setiap tahap perkembangan
yang menurutnya menentukan bgaimana performa anak dalam tugas kognitif
yang bervariasi. Piaget berasumsi jika anak tidak bisa menyelesaikan suatu
masalah, anak tersebut tidak memahami konsepnya. Kritik lain yang
ditujukan pada Piaget adalah ia tidak menaruh perhatian besar pada pengaryh
sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif anak. Anak-anak tinggal di
lingkungan sosial dan budaya yang berbeda-beda. Hal ini turut
mempengaruhi pemahaman anak tentang dunia atau lingkungan di sekitar
mereka.
Budaya tidak hanyamempengaruhi kecepatan perkembangan kognitif,
tetapi juga bagaimana anak berpikir. Interaksi sosial memiliki peran besar
terhadap bagaimana anak berkembang. Menurut Piaget, konflik antar teman
jika terjadi interaksi sosial akan memberikan dampak negatif pada
keseimbangan ekuilibrium yang sudah tercapai. Namun, saat ini interaksi
sosial dengan orang tua, guru, saudara, dan teman membantu
mengembangkan kognitif anak.

12
D. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Teori perkembangan Lev Vygotsky menekankan dua hal yaitu:
Perkembangan kognitif terjadi dalam konteks sosiokultural yang
mempengaruhi perkembangan tersebut; Banyak kemampuan kognitif
penting pada anak yang berkembang dari adanya interaksi sosial dengan
orang tua, guru, dan orang lain yang memiliki kompetensi lebih tinggi dari
seorang anak.
a. Zona Perkembangan Proksimal (Zone Of Proximal Development)
Vygotsky menyatakan bahwa anak-anak adalah pembelajar yang
selalu merasa ingin tahu yang aktif dalam belajar dan menemukan hal
baru. Vygotsky percaya bahwa penemuan-penemuan penting yang
diperoleh anak terjadi karena adanya kolaborasi seseorang yang
memberikan contoh dan instruksi dengan anak yang memahami
instruksi tersebut dan mengaplikasikannya.
b. Scaffolding
Scaffolding merupakan salah satu konsep dari kolaborasi sosial yang
mendorong perkembangan kognitif. Scaffolding adalah bantuan belajar
yang diberikan pada seoang anak dalam proses belajar sebelum akhirnya
anak mampu memahami atau menyelesaikan sebuah masalah. Sebelum
ayah Rani memberikan scaffolding, Rani tidak bisa menaiki dan
mengendarai sepedanya tanpa bantuan. Setelah diberikan scaffolding
atau bantuan dari ayahnya, kini Rani bisa mengendarai sepeda
sepenuhnya.
c. Peran Seorang Kakak dalam Scaffolding
Seorang kakak dalam keluarga umumnya baik disadari maupun tidak
memiliki peran sebagai pengasuh untuk adik mereka. Peran mereka
sangat bermacam- macam bagi sang adik: guru, teman, atau sumber
dukungan emosional. Mereka juga bisa mengajarkan hal-hal yang tidak
diketahui sang adik.
e. Implikasi Teori Vygotsky terhadap Pendidikan
Vygotsky dan Piaget menekankan pada pembelajaran aktif.
Perbedaan dari kedua teori ada pada peran instruktur. Dalam teori Piaget,
aktivitas yang dilakukan anak bersifat mandiri.

13
f. Cooperative Learning
Cooperative learning menjadikan anak lebih termotivasi ketika
mereka menyelesaikan masalah bersama. Selain itu, jika anak
melakukan cooperative learning, mereka harus menyampaikan pendapat
mereka kepada orang. Dengan berbicaralah mereka bisa mengevaluasi
dan bisa lebih baik dalam penyampaian agar bisa dipahami orang lain.
E. Perbandingan Teori Piaget dan Vygotsky
Berikut ini merupakan perbedaan teori Piaget dan Vygotsky.
Gambar. 1

Dengan adanya perbedaan di atas, sebagai pendidik tidak hanya


mengajar dengan menggunakan satu strategi. Anak memiliki gaya belajar,
kebutuhan, dan preferensi yang berbeda-beda. Berikan kesempatan kepada
mereka untuk belajar sesuai dengan kapasitas dan kebutuhannya.
F. Peran Kemampuan Berbahasa dalam Perkembangan Kognitif
1. Teori Piaget dalam Bahasa
Menurut Piaget, anak-anak usia prasekolah yang berbicara satu sama
lain sebenarnya tidak benar-benar melakukan percakapan satu sama lain.
Dalam bercakap-cakap, kita harus mampu memahami apa yang lawanbicara
katakan dan sebaliknya. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada anak-anak

14
usia prasekolah. Mereka tidak melakukan dialog, tetapi monolog. Piaget
menyebutnya sebagai percakapan egosentris (egocentric speech).
Percakapan egosentris didefinisikan sebagai pecakapan yang tidak
ditujukan pada siapapun dan tidak diartikan dengan sungguh-sungguh untuk
dipahami lawan bicara seseorang. Percakapan ini tidak cukup signifikan
untuk perkembangan kognitif anak karena percakapan egosentris hanya
menggambarkan aktivitas mental seorang anak. Akan tetapi, seiring
bertambahnya usia anak, sifat percakapan egosentris akan semakin
berkurang. Mereka akan dapat bedialog dengan lawan bicara doisertai
dengan pemahaman karena anak akan semakin mampu melihat persepektif
lain di luar dirinya sendiri. Dengan demikian, perkembangan kognitif
dipercaya menjadi faktor perkembangan kemampuan bahasa dengan adanya
perubahann dari percakapan egosentris menjadi percakapan komunikatif.
2. Teori Vygotsky dalam Bahasa
Vygotsky sependapat dengan argumen Piaget yang mengatakan
bahwa pemikiran awal anak merefleksikan hal-hal yang telah anak ketahui.
Namun menurut Vygotsky pemikiran dan kemampuan berbahasa anak pada
akhirnya akan saling mempengaruhi. Percakapan-percakapan yang disebut
egosentris oleh Piaget sebetulnya merupakan transisi dari tahap ketika anak
belum mengenal bahasa sampai mereka mampu bernalar.
Monolog yang dilakukan anak muncul dalam konteks-konteks
tertentu ketika anak sedang mencoba memecahkan masalah. Dengan
melakukan monolog yang disebut Vygotsky sebagai private speech, anak
merencanakan solusi dan perilaku mereka agar dapar menyelesaikan suatu
masalah. Dalam teori Vygotsky, bahasa memiliki peran penting untuk
perkembangan kognitif karena membantu anak menyelesaikan masalah
dengan cara yang efisien dan terstruktur.
Perkembangan kognitif juga terjadi saat anak bisa mengaplikasikan
apa yang dikatakan lawan bicara pada diri mereka sendiri. Percakapan sosial
yang terjadi antara anak dan orang dewasa akan menjadi private speech
yang kemudian menjadi pemikiran anak.

15
B. Perkembangan Kognitif dari Perspektif Proses Informasi
1) Model Sistem Pemrosesan Informasi
Satu persamaan dari komputer dan pikiran manusia adalah fakta
bahwa keduanya memiliki kapasitas untuk memproses informasi. Perangkat
keras pada pikiran manusia adalah sistem saraf, termasuk otak, reseptor
sensorik, dan koneksi saraf. Sementara itu, perangkat lunak yang berupa
strategi dan program mental dimiliki manusia untuk menentukan informasi
apa yang akan masuk, diinterpretasi, disimpan, diingat kembali, dan
dianalisis. Seiring bertambahnya usia anak, mereka akan memiliki strategi
baru untuk merespons informasi yang masuk, menginterpretasikannya, dan
mengingat apa yang mereka alami.
Pada tahun 1968, Richard Atkinson dan Richard Shiffrin (Shaffer &
Kipp, 2014) mencetuskan model sistem informasi untuk mendeskripsikan
bagaimana seseorang menerima dan mengolah informasi. Terdapat tiga
komponen dalam model ini.
1. Sensory state/register
Informasi masuk dalam sistem melalui indra manusia. Saluran
informasi ini pun berbeda-beda tergantung pada indra yang digunakan.
Informasi disimpan dalam waktu yang singkat dan akan hilang jika
manusia memilih mengabaikannya. Sebaliknya, jika mereka memilih
mengolah lebih lanjut, informasi akan masuk dalam short-term store
(STS).
2. Short-term store (STS)
Ketika manusia mendapat stimulus dari lingkungannya, informasi
akan masuk ke dalam STS. Informasi dapat disimpan lebih lama dalam
STS, bergantung dari kebutuhan manusia akan informasi tersebut.
Namun, jika informasi tidak lagi dibutuhkan, informasi ini pun akan
terlupakan juga. STS disebut juga sebagai working memory karena
manusia secara sadar mengolah informasi dalam STS.
3. Long-term store (LTS):
Informasi yang telah diinterpretasi disimpan secara permanen untuk
digunakan pada kemudian hari, termasuk pengetahuan Anda sejauh ini,

16
pengalaman Anda pada masa lalu dan strategi yang Anda lakukan untuk
menyelesaikan masalah.
Menurut Jones, Rothbart, &Posner, 2003: Wieke, Epsy, &Choral.
2008 dalam Shaffer & Kipp. 2014, Ada fungsi eksekutif dalam model
sistem informasi yang dikenal sebagai metakognitif .Fungsi eksekutif
inilah yang menentukan seberapa besar atensi yang kita berikan terhadap
informasi, menyeleksi proses informasi dan strategi untuk menyimpan,
atau mengingat kembali informasi. Manusia memiliki cara/strateginya
masing-masing untuk menyelesaikan masalah.
2) Perkembangan Memori/Ingatan
Memori adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan proses
menyimpan dan mengingat kembali sebuah informasi. Memori dibagi
menjadi dua bagian :
1. Event memory
memori jangka panjang yang kita miliki dan mudah untuk diingar
kembali. Contohnya, apa yang Anda dapatkan sebagai hadiah ulang
tahun tahun lalu, ke mana Anda pergi liburan, dan apa yang Anda
lakukan dengan teman di kampus kemarin. Memori autobiografi atau
memori akan hal-hal yang terjadi pada diri Anda juga termasuk dalam
event memory
2. Strategic memory
proses yang terjadi ketika manusia secara sadar mencoba mengingat
kembali informasi yang mereka ciptakan. Contoh: nomor telepon, arah
jalan ke tempat yang belum pernah Anda datangi, dan pelajaran yang
akan diujikan besok.
a. Perkembangan Event Memory
1. Perkembangan Event dan Autobiographical Memory
Memori yang termasuk kategori ini bersifat personal dan
umumnya pengalaman yang dapat kita ingat dengan mudahnya.
Walaupun demikian, banyak dari kita yang tidak dapat mengingat
apa yang terjadi pada kita ketika kita masih sangat kecil. Fenomena
ini disebut juga dengan infantile amnesia.
2. Perkembangan Scripted Memory

17
Anak-anak umumnya cenderung mengorganisasikan
kegiatan rutin mereka dalam sebuah script/skenario. Mereka
mengurutkan apa yang terjadi, di mana, atau dengan siapa dalam
konteks yang familiar. Mereka bisa mengingat apa yang terjadi
ketika di sekolah, rumah teman, dan tempat yang telah mereka kenal.
3. Konstruksi Sosial dari Memori Autobiografi
Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial untuk
perkembangan kognitif anak, tak terkecuali dalam memori
autobiografi. Orang tua memiliki peran penting dalam
perkembangan memori autobiografi. Hudson dalam Shaffer & Kipp
(2014) menyebutkan bahwa event memory dapat bermula dari anak
yang menceritakan pengalaman mereka dan dibentuk oleh orang tua
yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan kontekstual, seperti ke
mana, dengan siapa, di mana, dan lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan
ini membantu anak mengingat-ingat unsur-unsur penting dalam
cerita mereka. Orang tua juga membantu anak mengingat
pengalaman mereka sebagai pengalaman yang personal.
b. Perkembangan Strategi Memori
Berbagai macam strategi digunakan oleh anak untuk mengingat
kembali sebuah informasi.
1. Rehearsal :dilakukan dengan mengulang kembali informasi yang
ingin diingat.
2. Organisasi :dilakukan dengan mengelompokkan informasi dalam
klasifikasi yang mudah diingat. Misalnya, ketika anak diminta
mengingat kata-kata berikut: kucing, ayam, truk, itik, mobil, anjing,
ikan, sepeda, motor, buaya, sapi, kapal, kambing, bus, sapi, kereta,
badak, atau pesawat, untuk memudahkan kita membagi kata-kata
tersebut dalam dua kelompok, yakni binatang dan transportasi.
3. Retrieval process: proses mengingat kembali dapat dilakukan dengan
dua cara berikut:
a. free call: mengingat tanpa adanya instruksi yang spesifik;
b. cued call: mengingat dengan instruksi atau pertanyaan spesifik.

18
3) Konsep Kecerdasan dan Perkembangan
Pemikiran manusia yang berubah dari kanak-kanak menjadi dewasa
termasuk performa kognitif mereka. Pendekatan psikometris menekankan
pada produk atau hasil akhir dan bukannya pada proses. Pendekatan ini
mengukur performa intelektual seseorang dan mempelajari apakah performa
ini berpengaruh terhadap pencapaian akademik, profesional, hingga
kepuasan hidup. Namun, nilai dari tes intelektual hanya menyatakan
performa intelektual seseorang, bukan merefleksikan potensi atau kapasitas
intelektual yang sesungguhnya. Genetis adalah salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap performa intelektual, tetapi lingkungan pun berperan
penting, termasuk latar belakang budaya, sosial, ekonomi, pendidikan,
hingga lingkungan rumah dan faktor emosional.
Tidak ada definisi tunggal untuk kata inteligensi karena masing-
masing teori memiliki konsep yang berbeda tentang apa yang menjadikan
seseorang disebut intelektual.
4) Pendekatan Psikometris Tentang Inteligensi
Menurut pendekatan psikometris, inteligensi didefinisikan sebagai
sifat-sifat intelektual yang berbeda-beda dalam diri setiap individu dan
menjadikan beberapa individu lebih baik dibandingkan yang lain. Namun,
tidak ada yang tahu pasti sifat-sifat apa yang bisa dikatakan sebagai sifat
intelektual. Begitu pula dengan struktur inteligensi atau kecerdasan.
Pendekatan psikometris secara garis besar dibagi menjadi dua sebagai
berikut.
a. Pendekatan Komponen Tunggal (Alfred Binet)
Alfred Binet dan Theodore Simon adalah pionir dari tes inteligensi
modern. Mereka mendesain suatu unit tes yang mengukur keterampilan-
keterampilan yang dibutuhkan dalam kelas, seperti atensi, persepsi,
matematika, dan lain- lain. Keterampilan-keterampilan ini dinilai
berdasarkan umur. Misalnya, pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab
oleh mayoritas anak berumur 7 tahun akan merefleksikan performa mental
anak umur 7 tahun pada umumnya. Jika seorang anak bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam kategori umur 6, tetapi tidak dapat menjawab

19
pertanyaan pada kategori umur 7, anak tersebut dikatakan memiliki umur
mental (mental age) 6 tahun.
Binet dan Simon juga mendesain sebuah tes untuk mengidentifikasi
anak-anak yang lamban belajar. Informasi ini digunakan sekolah untuk
membuat kurikulum bagi anak-anak normal dan terbelakang.
b. Pandangan Multikomponen Inteligensi
Tokoh psikometris lain mengkritik bahwa sebuah nilai seperti umur
mental dapat merepresentasikan performa intelektual manusia karena tes
inteligensi Binet menguji kemampuan seseorang dalam mengerjakan
keterampilan yang berbeda-beda, seperti mendefinisikan konsep, menarik
kesimpulan dari paragraf, menyelesaikan soal matematika, dan lain-lain.
Keterampilan-keterampilan ini merefleksikan kemampuan yang berbeda-
beda dan tidak bisa digabungkan untuk didefinisikan sebagai satu
kemampuan saja.
5) Kritik terhadap Pendekatan Psikometris
Kritik yang ditujukan pada pendekatan psikometris menyebutkan
bahwa model tes yang mereka gunakan hanya menguji apa yang seseorang
tahu, bukan pada proses bagaimana pengetahuan didapat dan digunakan
untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Model tes tradisional ini juga
tidak menguji aspek lain, seperti kemampuan sosial dan interpersonal
ataupun talenta kreatif seperti dalam musik dan olahraga (Gradner, 1983,
dalam Shaffer & Kipp, 2014).
Robert Sternberg (1985, dalam Shaffer & Kipp, 2014) mencetuskan
triarkis teori inteligensi yang menekankan tiga aspek dalam perilaku
inteligensi, yaitu :
a. Komponen kontekstual
Menurut Sternberg, orang intelektual atau orang yang cerdas adalah
mereka yang bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Ia percaya bahwa
inteligensi atau kecerdasan dilihat dari bagaimana manusia bisa
beradaptasi di dunia nyata, bukan kecerdasan mereka ketika
mengerjakan tes.
b. Komponen pengalaman

20
Familieritas seseorang dengan tugas yang dikerjakannya juga menjadi
faktor apakah seseorang dapat dikatakan cerdas. Komponen ini juga
menjadi penting karena ketika seseorang mengerjakan tes yang tidak
familier bagi mereka, tetapi familier untuk orang lain, tes ini menjadi
tidak adil. Istilah cultural bias digunakan untuk mendeskripsikan situasi
ini.
c. Komponen proses informasi
Kritik lain yang juga disampaikan Sternberg adalah pendekatan
psikometris hanya melihat seberapa benar jawaban seseorang dalam tes,
tetapi mengabaikan respons yang disampaikan. Respons ini mencakup
analisis seseorang ketika dihadapkan pada masalah, memformulasikan
strategi, dan memonitor aktivitas kognitif sampai masalah dapat
diselesaikan.
6) Teori Kecerdasan Majemuk Gardner
Howard Gardner adalah tokoh lain yang juga tidak sependapat
dengan pendekatan psikometris, Menurutnya, manusia memiliki setidaknya
tujuh macam kecerdasan (Gardner, 1983, dalam Shaffer & Kipp, 2014).
Kemudian, ia menambahkan menjadi sembilan macam kecerdasan.
Sembilan kecerdasan ini tidak merepresentasikan seluruh kecerdasan yang
ada, tetapi ia menekankan bahwa setiap kecerdasan berbeda, merujuk pada
bagian tertentu dalam otak dan memiliki perkembangan yang berbeda-beda
pula. Sembilan kecerdasan ini berkembang tidak pada waktu yang sama.
Kecerdasan majemuk menurut Gardner sebagai berikut:
a. Kecerdasan verbal linguistik ditunjukkan dengan kepekaan terhadap
bunyi, struktur, makna, dan fungsi bahasa serta bagaimana bahasa dapat
digunakan.
b. Kecerdasan visual spasial: ditunjukkan dengan kemampuan melihat
hubungan visual spasial secara akurat dan mentransformasi persepsi ini.
c. Kecerdasan logika matematika: ditunjukkan dengan kemampuan
mengoperasikan dan mencerna pola logis dan numerik.
d. Kecerdasan musikal: ditandai dengan kepekaan terhadap nada, irama,
dan ritme, serta memahami aspek-aspek dalam musik.

21
e. Kecerdasan kinestetik: ditandai dengan kemampuan gerak tubuh dan
mengelola objek.
f. Kecerdasan interpersonal: ditandai dengan kemampuan mencerna dan
merespons suasana hati, temperamen, dan intensi dengan tepat.
g. Kecerdasan intrapersonal: ditandai dengan kemampuan memahami diri
sendiri dari segi perasaan, emosi, kelebihan, dan kekurangan.
h. Kecerdasan naturalis: ditandai dengan kepekaan terhadap flora dan fauna
pada alam dan lingkungan.
i. Kecerdasan spiritual/eksistensial: ditandai dengan kepekaan terhadap isu
yang berkaitan dengan arti kehidupan, kematian, dan aspek lain dari diri
manusia.
Konsep kecerdasan majemuk penting untuk dipahami oleh pendidik
agar mereka bisa memahami pembelajaran seperti apa yang harus dilakukan
di dalam kelas. Tidak ada satu pembelajaran yang bisa memfasilitasi semua
murid karena masing-masing individu adalah unik.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Teori
perkembangan kognitif Jean Piaget merupakan teori perkembangan anak yang
menyatakan bahwa manusia dapat memperoleh pengetahuan bukan
merupakan kondisi, tetapi proses. Tahap-tahap perkembangan kognitif
menurut Piaget, diantaranya: 1) Tahap sensorimotor (0-2 tahun), 2) Tahap
preoperasional (2-7 tahun), 3) Tahap operasional konkret (7-11 tahun), 5)
Tahap operasional formal (11-15 tahun).
Teori perkembangan Lev Vygotsky menekankan dua hal yaitu:
Perkembangan kognitif terjadi dalam konteks sosiokultural yang
mempengaruhi perkembangan tersebut; Banyak kemampuan kognitif penting
pada anak yang berkembang dari adanyainteraksi sosial dengan orang tua,
guru, dan orang lain yang memiliki kompetensi lebih tinggi dari seorang anak.
Pada tahun 1968, Richard Atkinson dan Richard Shiffrin (Shaffer &
Kipp, 2014) mencetuskan model sistem informasi untuk mendeskripsikan
bagaimana seseorang menerima dan mengolah informasi. Terdapat tiga
komponen dalam model ini, diantaranya: 1) Sensory state/register, 2) Short-
term store (STS), 3) Long-term store (LTS). Manusia berperan aktif dalam
mengolah informasi yang masuk, dan memutuskan informasi akan masuk
pada sisteem berikutnya untuk di ingat atau hilang.
Sedangkan memori terbagi menjadi dua, yaitu event memory dan
strategic memory. Ada pun teori kecerdasan majemuk membagi kecerdasan
ada Sembilan. Yang mana sembilan kecerdasan ini tidak merepresentasikan
seluruh kecerdasan yang ada, tetapi ia menekankan bahwa setiap kecerdasan
berbeda, merujuk pada bagian tertentu dalam otak dan memiliki
perkembangan yang berbeda-beda pula.
B. Saran
Makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian demi
tercapainya kesempurnaan dari makalah kami ini untuk kedepannya.

23
G. Daftar Pustaka
Diane, E.P., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Psikologi perkembangan.
Jakarta:Kencana.
Dikutip dari http://ebookbrowse.com/implementasi-teori-belajar-dalam-
pendidikan-literasi-pdf-d121750117
Gillibrand, R., Lam, V., & O'Donnell, V.L. (2016). Developmental
psychology (2ndedition). Harlow, UK: Pearson.
Hudojo, H. (1988). Mengajar belajar matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Jarvis, M. (2011). Teori-teori psikologi. Bandung: Nusa Media.
Miller, PH. (2011). Theories of developmental psychologist. New York, NY
Worth Publishers.
Nasution, S. (1987). Pengembangan kurikulum. Bandung: Alumni.
Salkind, N.J. (2004). An introduction to theories of human development.
London: Sage Publications, Inc.
Saomah, A. (2011). Implikasi teori belajar terhadap pendidikan literasi..
Senechal, M., & LeFreve, J. (2002). Parental involvement in the
development of children's reading skill: A five-year longitudinal
study. Child Development.
Shaffer, D.R., & Kipp, K. (2014). Developmental psychology: Childhood &
Adolescence Wadsworth, CA: Wadsworth Cengage Learning
Surya, M. (2002). Psikologi pembelajaran dan pengajaran. Bandung:
Yayasan Bhakti Winaya.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan pendekatan pembelajaran tidak langsung
serta pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung dalam
rangka meningkatkan kemampuan berpikir matematik tingkat
tinggi (Disertasi).
Trianto. (2011). Model-model pembelajar inovatif berorientasi
konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka.
Wadsworth, B.J. (1984). Piaget's theory of cognitive and affective
development (3rdedition). New York: Longman. Publishing.

24

Anda mungkin juga menyukai