Anda di halaman 1dari 13

DEFINISI DAN JENIS KEBUTUHAN KHUSUS ATAU INKLUSI

MAKALAH

OLEH :
KELOMPOK I
DYAH SULISTYANINGRUM 858866272
FANI INDAH PARAMITA 858869855
RIKA DWI 858870788
ROCHMIN VITANINGRUM 858869848
YENI SETYARINI 858869697

PROGRSM STUDY : PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS
FAKULTAS : KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

NOVEMBER 2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Anak-anak Berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka
dari anak-anak normal pada umumnya. keadaan inilah yang menuntut
pemahaman terhadap hakikat anak kebutuhan khusus. Berkebutuhan khusus
keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya
Mengenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila
guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak
berkebutuhan khusus, maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang
sesuai.
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak
sekali variasi dan derajat kelainan. ini mencakup anak-anak yang mengalami
kelainan fisik, mental intelektual, sosial emosional maupun masalah akademik.
kita ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra,
tunarungu dan tuna daksa ( Cacat tubuh) dengan berbagai derajat kelainannya.
ini adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali. keadaan seperti ini
sudah barang tentu harus dipahami oleh seorang guru, karena merekalah yang
secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah kepada semua
anak didiknya. Namun keragaman yang sudah ada pada anak-anak tersebut
belum tentu dipahami semua guru di sekolah.
Oleh karena itu dalam makalah ini , Penulis ingin membahas tentang anak
berkebutuhan khusus (ABK) melalui pendekatan institusional.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dalam latar belakang, maka penulis
dalam hal ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan.
1. apa pengertian dan konsep anak berkebutuhan khusus?
2. apa saja klasifikasi dan model layanan bagi anak berkebutuhan khusus?
3. apa faktor yang dapat mempengaruhi anak sehingga menjadi berkebutuhan
khusus?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah
terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special need
yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain
yang pernah digunakan di antaranya anak cacat, anak tuna anak berkelainan,
anak menyimpang dan anak luar biasa ada istilah yang berkembang secara luas
setelah digunakan yaitu difabel sebenarnya merupakan kependekan dari
diference ability.
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang
memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan
berkebutuhan masing-masing anak secara Individual.
Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap hak asasi manusia
termasuk anak-anak ini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus.
Penggunaan istilah anak ke kebutuhan khusus membawa konsekuensi cara
pandang Yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan
dan mungkin masih digunakan. jika pada istilah luar biasa lebih menitikberatkan
pada kondisi kondisi( fisik mental, emosi- Sosial) Anak, maka pada berkebutuhan
khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan
potensinya.

B. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus


Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang san gat
luas. Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak
sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya
dan perkembangan yang berbeda- beda, dan oleh karena itu setiap anak
dimungkinkan akan memilki kebutuhan khusus serta hambatan belajar
yang berbeda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan
layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar
dan kebutuhan masing-masing anak. Anak berkebutuhan khusus dapat
diartikan sebagai seoranganak yang memerlukan pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebıutuhan masing-masing
anak secara individual.
Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan
menjadi dua kelompok besar yaitu anank berkebutuhan khusus yang
bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang
bersifat menetap (permanent).
1. Anak berkebutuhan khusus bersifat senmentara (temporer)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara
(temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan
hambatan perkembangan disebabkan faktor-faktor eksternal.
Misalnya anak yang mengalami gangguan emosi karena trauma
akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman
traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak
memperoleh intervensi yang epat bolehjadi akan menjadi pemanent.
Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus,
yaitu pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan yang
dialaminya tetpai anak ini tidak perlu dilyani diselah khusus. Di
sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan
khusus yang bersifattemporer, dan oleh karena itu mereka
memerlukan pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan
kebutuhan khusus.
2. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap
(pernmanen)
Anak berkebutuhan khusu yang bersifat permanen adalah
anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembang an yang bersifat internal dan akibat langsusng dari
kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi
penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan
kognisi, gangguan gerak (motorik). gangguan interaksi -komunikasi,
gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan kata laian anak
berlebutuhan khusu yang bersifat pemanen sama artinya denagn
anak penyandang kecacatan.
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan meupakan
terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak
berkebutuhan khusus mencakup spectrum yang luas yaitu meliputi
anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus
permanent (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut
anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk
penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian
atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu
konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan
khusus menjadi san gat luas, berbeda den gan lingkup garapan
pendidikan khusu yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.

C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak


sekali variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami
kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik.
Kita ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh ) dengan berbagai derajat kelainan. Ini
adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali. Keadaan seperti ini
sudah barangtentu harus dipahami oleh seorang guru, karena merekalah yang
secara langsung memberikan pelayanan pendididkan disekolah kepada semua
anak didiknya. Namun keragaman yang ada pada anak-anak tersebut belum tentu
dipahami semua guru di sekolah.

1. Kelainan Mental
a. Mental Tinggi
Sering dikenal dengan dengan anak berbakat intelektual, dimana selain
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata normal yang signifikan juga
memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.

b. Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di bawah rata-rata
dapat menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu
anak yang memiliki IQ antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ
dibawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

c. Berkesulitan Belajar Spesifik


Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievement) yang
diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki
kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah
pada bidang akademik tertentu.

2. Kelainan Fisik
a. Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses interkasi dan sosialisasi
individu meliputi kelumpuhan yang dikarenakan polio, dan gangguan pada
fungsi syaraf otot yang disebabkan kelayuhan otak (cerebral palsy), serta
adanya kehilangan organ tubuh (amputasi).
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Seseorang yang tidak mampu memfungsikan indra penglihatannya untuk
keperluan pendidikan dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan lensa.
Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu buta dan low
vision.
c. Kelainan Indera Pendengaran (Tunarungu)
Kelainan pendengaran adalah seseorang yang telah mengalami kesulitan
untuk memfungsikan pendengarannya untuk interaksi dan sosialisasi dengan
lingkungan termasuk dan sosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan
dan pengajaran. Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu
tuli (the deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).
d. Kelainan Wicara
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkap pikiran melalui
bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain.
Kelainan wicara ini dapat bersifat fungsional dimana mungkin disebabkan
karena ketunarunguan, dan organic memang disebabkan adanya ke tidak
sempurnaan organ wicara maupun adanya gangguan pada motoris yang
berkaitan dengan wicara.

3. Kelainan Emosional
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari
indikasi perilaku yang tampak pada individu, adapun klarifikasi ganggua emosi
meliputi :
a. Gangguan Perilaku
▪ Mengganggu di kelas
▪ Tidak sabaran – terlalu cepat beraksi
▪ Tidak menghargai – menentang
▪ Menyalahkan orang lain
▪ Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
▪ Dependen pada orang lain
▪ Pemahaman yang lemah
▪ Reaksi yang tidak sesuai
▪ Melamun, tidak ada perhatian dan menarik diri
b. Gangguan Konsentrasi
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6 bulan,
ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat perkembangannya tidak
konsisten.
Gejala-gejala inattetion tersebut adalah :
▪ Sering gagal untuk memperhatikan secara secara detail, atau sering
membuat kesalahan dalam pekerjaan sekolah atau aktifitas yang lain.
▪ Sering kesulitan memperhatikan tugas-tugas atau aktifitas permainan.
▪ Sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara.
▪ Sering tidak mengikuti intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah.
c. Anak Hiperactive (ADHD/Attetion Deficit with Hiperactivity Disorder)
▪ Perilaku tidak bisa diam
▪ Ketidakmampuan untuk member perhatian yang cukup lama.
▪ Hiperaktivitas
▪ Aktivitas motorik yang tinggi
▪ Canggung
▪ Berbuat tanpa dipikir akibatnya.

D. Faktor-faktor timbulnya kebutuhan khusus

Terdapat tiga faktor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musabab


timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu:

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah kondisi yang dimiliki oleh anak yang bersangkutan
sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khususndalam belajar
karena ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar atau tidak mengalami
kesulitan bergerak. Dalam keadaan seperti itu berada pada diri anak yang
bersnagkutan secara internal. Dengan kata lain, hambatan yang dialami
berada dalam diri anak yang bersangkutan.
2. Faktor Eksternal adalah sesuatu yang berada diluar diri anak
mengakibatkan anak menjadi memiliki hambatan perkembangan dan
hambatan belajar, sehingga mereka memiliki kebutuhan layanan khusus
dalam pendidikan. Sebagai contoh seorang.anak yang mengalami kekerasan
di rumah tangga dalam jangka panjang mengakibatkan anak tersebut tidak
dapat belajar.
3. Kombinasi Faktor Internal dan Eksternal
Kombinasi antara faktor internal dengan faktor eksternal dapat
menyebabkan terjadinya berkebutuhan khusus pada seorang anak.
Kebutuhan khusus yang disebabkan oleh faktor enternal sekaligus
eksternal sekaligus perkiraan anak akan memiliki kebutuhan khusus yang
lebih kompleks.
Sebagai contoh seorang anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian dengan hiperaktivitas dan dimiliki secara internal berada pada
lingkungan keluarga yang kedua orang tuanya tidak menerima kehadiran
anak. Tercermin dari perlakuan yang diberikan kepada anak yang
bersangkutan. Anak yang seperti ini memiliki kebutuhan khusus akibat dari
kondisinya dan akibat perlakuan orang tua yang tidak tepat

E. Model Layanan Pendididkan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut hallahan dan Kauffman (1991) yang dikutip oleh Purwnanto,


bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada
berbagai pilihan yaitu:

a. Regular class only (Kelas biasa dengan guru biasa)


b. Rwgular class with with consultation (kelas biasa dengan konsultan guru
PLB)
c. Itinerant teacher (Kelas biasa dengan guru kunjung)
d. Resounce Tecaher (Guru Sumber, yaitu kelas biasa denagn guru biasa, namun
beberapa kesempatan pada anak berada pada ruang sumber dengan guru
sumber)
e. Pusat Diagnostik-Orescriptif
f. Hospital or homebound Instructin (Pendidikan di rumah atau dirumah sakit,
yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk ke sekolah biasa)
Samuel A. Kirk (1986) yang dikutip oleh Purwanto⁷, membuat gradasi
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergradasi dari model segregasi
ke model mainstreaming seperti tersebut dibawah ini :
Berdasarkan kedua pendapat tersebut diatas, bentuk-bentuk
layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
a. Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi
Bentuk layanan Pendidikan segregasi adalah sistem Pendidikan yang
terpisah dari sistem Pendidikan anak formal. Pendidikan anak berkebutuhan
khusus melalui sistem segreegasi maksudnya adalah penyelenggaraan
Pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari
penyelenggaraan Pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah
dari penyelenggaraan Pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak
berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada Lembaga Pendidikan
khusus untuk anak berkebutuhan khusus.
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem
segregasi, yaitu :
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
2) Sekolah Luar Berasrama
3) Kelas Jauh/Kelas Kunjung
4) Sekolah dasar Luar Biasa

b. Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi


Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah system layanan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus
untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum.
Dengan demikian, melalui system integrasi anak berkebutuhan khusus bersama
dengan anak normal belajar dalam satu tahap.
Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu,
yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada
suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat
menyeluruh, sebagian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian jumlah anak
berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa
keseluruhan.
Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan
khusus di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK
dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak
berkebutuhan, atau anak berkebutuhan khusus, atau anak berkebutuhan
khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang
bimbingan di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
Ada tiga tahap bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986) yang di kutip oleh
Purwanto⁸.
Ketiga bentuk tersebut adalah :
1) Bentuk Kelas Biasa
2) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
3) Bentuk Kelas Khusus
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan untuk menjawab rumusan masalah


dapat ditarik kesimpulan bahwa Berkebutuhan Khusus merupakan istilah yang
digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan
dalam konteks Pendidikan. Ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan
istilah berkebutuhan khusus dengan luar biasa atau berkelainan. Berkebutuhan
khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan
mengembangkan kemampuannya secara optimal, sedang pada luar biasa atau
berkelainan adalah kondisi atau keadaan anak yang memerlukan perlakuan
khusus.
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus hanya diperlakukan
untuk kebutuhan penanganan anak secara klasikal, sedangkan untuk kepentingan
yang bersifat sosial anak berkebutuhan khusus tidak perlu dikelompokkan. Anak
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi Kelainan Mental (Mental
Tinggi, mental Rendah, Berkesulitan Belajar Spesifik). Kelainan Fisik (Kelainan
Tubuh, Kelainan Indera Penglihatan, Kelainan Indera Pendengaran, Kelainan
Wicara). Kelainan Emosi (Gangguan Perilaku, Gangguan Konsentrasi,
(ADD/Attention Deficit Disorder), Anak Hiperactive (ADHD/Attention Defisit
with Hiperactivity Disorder).
Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu : bentuk layanan
Pendidikan segregasi dan bentuk layanan Pendidikan terpadu/integrasi.
Terdapat tiga faktor yang dapat diidentifikasi tentang sebab musibah
timbulnya kebutuhan khusus pada seorang anak yaitu :
1. Faktor internal pada diri anak
2. Faktor eksternal dari lingkungan, dan
3. Kombinasi dari faktor internal dan eksternal (kombinasi).
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Heri. Modul Pembelajaran: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.


Bandung: UPI.
Alimin, Zaenal. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus: Reorientasi
Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus dan Implikasinya Terhadap Layanan
Pendidikan. Vol 3 No. 1Bandung: UPI.
Aqila Smart, Smart, Rose. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran &
Terapai untuk anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati.

Anda mungkin juga menyukai