Sukadari*
Universitas PGRI Yogyakarta Indonesia
Abstrak
Pendidikan inklusi adalah pendidikan atau sekolah yang menerima semua anak tanpa
memandang potensi, kondisi fisik, mental, emosisosial, agama, gender maupun latar belakang ekonomi,
tetapi merupakan sebuah sistim yang beradaptasi dengan kebutuhan anak baik yang normal maupun
yang berkebutuhan khusus. Tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk mendorong terwujudnya
partisipasi difabel atau Anak Berkebutuhan Khusus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kendala atau hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi tentu pasti ada. Namun untuk
mewujudkan Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 tetap diupayakan seoptimal mungkin
pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui pendidikan inklusi harus dilaksanakan dengan baik
untuk mengangkat derajat dan martabat umat manusia tanpa kecuali.
Abstract
Inclusive education is education or school that accepts all types of children without taking
account their potential, physical states, mental, emotional, social condition, faith, gender or economic
background as educational system that adapts to children’s need both the normal ones and those with
special needs. The purpose of inclusive education is to promote active participation from disabled or
children with special needs in social life, national and state affairs. Obstacles in effort to realize inclusive
education are bound to exist. Nevertheless, in attempt to fulfill the regulation of National Education
System (Sisdiknas) No.20 year 2003 optimizing service for children with special needs (ABK) through
inclusive education must be carried out with all possible means to elevate human dignity beyond and
above all limitations.
*Coresponding Author
Program Pascasarjana Universitas PGRI Yogyakarta Indonesia
E-mail: sukadariupy@gmail.com
kecerdasan dan bakat istimewa atau sering mengalami hambatan belajar dan
disebut sebagai anak yang memiliki perkembangan yang disebabkan kondisi
kecerdasan dan bakat luar biasa. Masing- dan situasi lingkungan. Misalnya, anak
masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus yang mengalami kesulitan dalam
atau karakteristik yang dapat digunakan oleh menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan
guru untuk mengidentifikasi anak dengan bencana alam, atau tidak bisa membaca
kebutuhan pendidikan khusus. karena kekeliruan guru mengajar, anak
yang mengalami kedwibahasaan
Untuk mendiagnosis yang secara
(perbedaan bahasa di rumah dan di
menyeluruh dan mendalam, dibutuhkan
sekolah), anak yang mengalami hambatan
tenaga profesional yang berwenang, seperti
belajar dan perkembangan karena isolasi
dokter anak, psikolog, ortopedagogik,
budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak
psikiater, dan sebagainya. Jika pada sekolah
berkebutuhan khusus temporer, apabila
tidak tersedia tenaga profesional dimaksud
tidak mendapatkan intervensi yang tepat
maka dengan alat identifikasi ini, guru, orang
dan sesuai dengan hambatan belajarnya
tua, dan orang terdekat lainnya dapat
bisa menjadi permanen.
melakukan identifikasi, asal dilaksanakan
dengan cermat dan hati-hati. Selanjutnya hasil Anak berkebutuhan khusus
identifikasi tersebut dapat dijadikan acuan memiliki perkembangan hambatan belajar
dan kebutuhan belajar yang berbeda-
3
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi
beda. Hambatan belajar yang dialami oleh d. Anak dengan gangguan anggota gerak
setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, (tunadaksa)
yaitu: (1) faktor lingkungan; (2) faktor 1) Anak layuh anggota gerak tubuh
dalam diri anak sendiri; dan (3) kombinasi (polio)
antara faktor lingkungan dan faktor dalam 2) Anak dengan gangguan fungsi
diri anak. Sesuai kebutuhan lapangan syarat otak (cerebral palcy)
maka pada buku ini hanya dibahas secara e. Anak dengan gangguan perilaku dan
singkat pada kelompok anak emosi (tunalaras)
berkebutuhan khusus yang sifatnya 1) Anak dengan gangguan
permanen. perilaku
a) Anak dengan
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus gangguan perilaku
(ABK) taraf ringan
Anak berkebutuhan khusus b) Anak dengan
dikelompokkan menjadi anak gangguan perilaku
berkebutuhan khusus temporer dan taraf sedang
permanen. Anak berkebutuhan khusus c) Anak dengan
permanen meliputi; Anak dengan gangguan perilaku
gangguan fisik, dikelompokkan lagi taraf berat
menjadi: 2) Anak dengan gangguan emosi
a. Anak dengan gangguan penglihatan a) Anak dengan
(tunanetra) 1) Anak kurang awas (low gangguan emosi taraf
vision) ringan
2) Anak buta (blind) b) Anak dengan
gangguan emosi taraf
b. Anak dengan gangguan sedang
pendengaran dan bicara c) Anak dengan
(tunarungu/wicara) gangguan emosi taraf
berat
1) Anak kurang dengan (hard of
f. Anak gangguan belajar spesifik
hearing)
g. Anak lamban belajar (slow learner)
2) Anak tuli (deaf)
h. Anak Autis
c. Anak dengan kelainan kecerdasan
i. Anak ADHD
1) Anak dengan gangguan kecerdasan
Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
(intelektual) di bawah rata-rata
dalam Proses Pendidikan Inklusi
(tunagrahita)
a) Anak tunagrahita Marendra (2003) berpendapat, setelah
ringan dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi
(IQ 50 - 70) seseorang anak, apakah pertumbuhan dan
b) Anak tunagrahita sedang perkembangannya mengalami kelainan atau
(IQ 25 - 49) tidak. Bila mengalami kelainan, dapat
c) Anak tunagrahita berat diketahui pula apakah anak tergolong;
(IQ 25 - ke bawah) tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
2) Anak dengan kemampuan tunalaras, lamban belajar, mengalami
intelegensi di atas rata-rata kesulitan belajar spesifik, autis, berbakat,
a) Giffted dan genius, yaitu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
anak yang memiliki Disorders), gangguan perhatian dan
kecerdasan di atas rata-rata hiperaktif.
b) Talented, yaitu anak yang
memiliki keberbakatan Kegiatan identifikasi sifatnya masih
khusus sederhana dan tujuannya lebih menekankan
4
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi
adalah penempatan anak luar biasa tingkat merupakan sebuah sistem yang beradabtasi
ringan, sedang dan secara penuh di kelas dengan kebutuhan setiap anak. Anak belajar
biasa. Vaughn, Bos dan Schuman dalam sesuai dengan kecepatannya masing-masing
Sunardi (2003), pada praktiknya istilah inklusi untuk mencpai perkembangan akademik,
sering dipakai bergantian dengan istilah sosial, emosi, dan fisiknya secara optimal.
mainstreaming yang secara teori diartikan Anak penyandang kelainan dan anak-anak
sebagai penyediaan layanan pendidikan yang berkebutuhan khusus lainnya serta para orang
layak bagi anak berkebutuhan pendidikan tua dan gurunya mempunyai akses ke sebuah
khusus sesuai dengan kebutuhan individunya. sistem pendukung berbasis sekolah atau
masyarakat maupun sistem pendukung
Pendidikan inklusi merupakan sebuah
eksternal (tanpa biaya). Sistem tersebut
pendekatan yang berusaha mentransformasi
dirancang untuk secara efektif merespon
sistem pendidikan dengan meniadakan
kebutuhan yang mungkin dihadapi anak-anak
hambatan-hambatan yang dapat menghalangi
tersebut.
setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalma
pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait
dengan masalah etnik, gender, status sosial,
kemiskinan dan lain-lain. Salah satu kelompok
yang paling tereksklusi dalam memperoleh
pendidikan adalah siswa penyandang cacat.
Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen.
Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus
fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi
keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga
diharapkan dapat mencari anak-anak yang
belum mendapatkan pendidikan.
memahami konsepnya saja. Sebuah rencana diprediksi. Jadi, pendidikan inklusif harus
juga harus realistis dan tepat untuk tetap hidup dan mengalir. Secara
memastikan bahwa pendidikan inklusif dapat bersama-sama, ketiga faktor penentu
dipraktikkan dalam berbagai budaya dan utama tersebut membentuk organisme
konteks. Pengalaman pendidikan inklusif yang hidup kuat, yang dapat beradaptasi dan
sukses menunjukkan ada tiga faktor penentu tumbuh dalam budaya dan konteks lokal.
utama yang perlu diperhatikan agar
Model Pendidikan Inklusi dalam Kondisi
implementasi pendidikan inklusi bertahan
Pedesaan
lama.
Sebagaimana terjadi di Distrik
a) Adanya kerangka yang kuat Pendidikan
Doventza Mali, salah satu daerah pedesaan
inklusi perlu didukung oleh kerangka nilai-
termiskin di dunia, 90% penduduknya berada
nilai, keyakinan, prinsip-prinsip, dan
di bawah garis kemiskinan. Kurang lebih 8%
indikator keberhasilan. Hal ini akan
berkembang seiring dengan anak yang bersekolah, 87% anak usia tujuh
implementasinya dan tidak harus tahun bekerja sekitar 6 jam per hari. Sue
“disempurnakan” sebelumnya. Namun, Stubbs (2002) berpendapat, pada sisi lain
jika pihak yang terlibat misalnya hanya 6% dari desa-desa memiliki sekolah dan
mempunyai konflik nilai-nilai dan jika guru-gurunya tidak mendapatkan pelatihan
konflik tersebut tidak diselesaikan, yang memadai dan beban kerjanya sangat
pendidikan inklusif akan mudah hancur. tinggi.
b) Implementasi berdasarkan budaya dan Dalam konteks ini, program rintisan
konteks lokal
pendidikan dikembangkan, yang di dalamnya
Pendidikan inklusi bukan merupakan
juga terdapat inklusi sebagai komponen inti,
suatu cetak biru, satu kesalahan utama
yakni (1) program rintisan dimulai dengan
adalah asumsi bahwa solusi yang diekspor
studi kelayakan yang seksama dengan
dari suatu budaya/konteks dapat
melibatkan semua stakeholderdi masyarakat
mengatasi permasalahan dalam
untuk menampung perspektifnya tentang
budaya/konteks lain yang sama sekali
pendidikan dan persekolahan; (2) masyarakat
berbeda. Lagi-lagi, berbagai pengalaman
tersebut memprioritaskan pendidikan dan
menunjukkan bahwa solusi harus
komite sekolah dibentuk yang mencakup
dikembangkan secara lokal dengan
seorang wanita yang bertanggungjawab untuk
memanfaatkan sumber daya lokal; jika
model pendidikan inklusi untuk penyandang
tidak, solusi tersebut tidak akan bertahan
kelainan dapat dilaksanakan melalui
lama
pelayanan di sekolah, rumah, masyarakat, dan
c) Partisipasi yang berkesinambungan dan bengkel kerja. Berkaitan dengan
refleksi diri pengembangan uji coba model pendidikan
Pendidikan inklusi tidak akan berhasil jika keterampilan kerja bagi penyandang kelainan
hanya sebagai struktur yang mati. melalui pelayanan keliling berbasis partisipasi
Pendidikan inklusi merupakan proses yang masyarakat, peneliti mengadopsi
dinamis. Agar pendidikan inklusi terus pengembangan model inklusi dari tiga aspek,
hidup, diperlukan adanya monitoring yaitu pelayanan keliling pendidikan di rumah,
partisipatori yang berkesinambungan, masyarakat, dan bengkel kerja.
yang melibatkan semua stakeholder
Tantangan Model Pendidikan Inklusi
dalam refleksi diri yang kritis. Satu prinsip
inti dari pendidikan adalah refleksi diri Tantangan yang berdampak khusus
yang kritis. Satu prinsip inti dari pada penyandang kelainan adalah (1)
pendidikan inklusif adalah harus tanggap tantangan sosial emosional; mengembangkan
terhadap keberagaman secara fleksibel, interaksi dan komunikasi yang bermakna yang
yang senantiasa berubah dan tidak dapat merupakan dasar bagi semua hubungan sosial
8
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi
3. Tenaga pendidik (Guru) baik yang umum maupun yang 2011. Pedoman Umum
pendamping khusus harus benar-benar memahami Penyelenggaraan Pendidikan
karakter ABK sehingga mampu melayani sesuai Inklusif (Sesuai Permendiknas No.
dengan kondisi maupun potensinya. 70 Tahun 2009). Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan
DAFTAR PUSTAKA Kebudayaan.
Alimin, Z. 2005. Memahami pendidikan inklusi dan anak
berkebutuhan khusus. Makalah tidak diterbitkan. Kepala Dinas P & K Propinsi Jawa Tengah.
Bandung: Jurusan PLB FIP UPI. 2006. Guru Ideal Dalam
Implementasi Pendidikan Inklusi.
Ashman, A. & Elkins, J. 1994. Educating Children with Makalah. Disajikan Dalam Rangka
Special Needs. New York: Prentice Hall.
Dies Natalis UNS ke XXXIX, di
Abdul Haris. 2003. “Meningkatkan Kemampuan Universitas Sebelas Maret.
Sosialisasi Siswa Berkebutuhan Khusus Melalui
Aplikasi Pembelajaran Berbasis Inklusif di Sekolah Loreman, T, Deppeler. J , and Harvey, D.
Reguler”. Jurnal Rehabilitasi Remidiasi, 13, 102- 2010. Inclusive Education, London
10. and New York: Routledge, Taylor
and Francis group.
Endang Rochyadi. 2001. Penerapan Program
Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita. Mulyono Abdulrahman. 2003. Landasan
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pendidikan Inklusif dan
Departemen Pendidikan Nasional Implikasinya dalam
Penyelenggaraan LPTK. Makalah
Evans, I.M., Salisbury, C.L., Palombaro, disajikan dalam pelatihan
M.M., Berryman, J., & Hollowood, T.M. 1992. penulisan buku ajar Bagi Dosen
Peer Interactions and jurusan PLB yang diselenggarakan
oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26
Social Acceptance of ElementaryAge Children Agustus 2002.
with Severe
Disabilities in an Inclusive School. Journal of the Nasichin. April 2003. Kebijakan
Association for Persons with Severe Handicaps, Pemerintah Dalam Pendidikan
17, 205-212. Inklusif. Makalah. Disampaikan
Pada Acara Seminar Nasional
Hameed, Abdul. 2005. Pendidikan Inklusif tentang Model Pendidikan Inklusif
Satu-Satunya Cara untuk di Indonesia dan Implementasinya
Memberantas Ketidaksetaraan dan Ketidak di Jawa Tengah, di Universitas
Adilan. ENet Asia Sebelas Maret Surakarta.
Newsletter.
12
Sekretariat Negara.