Anda di halaman 1dari 13

1

Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

Elementary School 7 (2020) 336-346 Volume 7 nomor 2 Juli 2020

PELAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


MELALUI PENDIDIKAN INKLUSI

Sukadari*
Universitas PGRI Yogyakarta Indonesia

Diterima : 22 Juni 2020 Disetujui : 1 Juli 2020 Dipublikasikan : Juli 2020

Abstrak
Pendidikan inklusi adalah pendidikan atau sekolah yang menerima semua anak tanpa
memandang potensi, kondisi fisik, mental, emosisosial, agama, gender maupun latar belakang ekonomi,
tetapi merupakan sebuah sistim yang beradaptasi dengan kebutuhan anak baik yang normal maupun
yang berkebutuhan khusus. Tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk mendorong terwujudnya
partisipasi difabel atau Anak Berkebutuhan Khusus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kendala atau hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi tentu pasti ada. Namun untuk
mewujudkan Undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 tetap diupayakan seoptimal mungkin
pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui pendidikan inklusi harus dilaksanakan dengan baik
untuk mengangkat derajat dan martabat umat manusia tanpa kecuali.

Kata kunci : Anak berkebutuhan khusus, Pendidikan, Inklusi

Abstract
Inclusive education is education or school that accepts all types of children without taking
account their potential, physical states, mental, emotional, social condition, faith, gender or economic
background as educational system that adapts to children’s need both the normal ones and those with
special needs. The purpose of inclusive education is to promote active participation from disabled or
children with special needs in social life, national and state affairs. Obstacles in effort to realize inclusive
education are bound to exist. Nevertheless, in attempt to fulfill the regulation of National Education
System (Sisdiknas) No.20 year 2003 optimizing service for children with special needs (ABK) through
inclusive education must be carried out with all possible means to elevate human dignity beyond and
above all limitations.

Keywords: Special Needs Children, Education, Inclusive


2
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

PENDAHULUAN memberikan layanan Pendidikan Khusus


Dalam penyelenggaraan pendidikan secara inklusif.
inklusi, guru di sekolah reguler perlu dibekali
PEMBAHASAN
berbagai pengetahuan tentang anak
Anak Berkebutuhan Khusus dalam
berkebutuhan khusus. Diantaranya
mengetahui siapa dan bagaimana anak Pendidikan Inklusi
berkebutuhan khusus serta karakteristiknya.
Dengan pengetahuan tersebut diharapkan 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
guru mampu melakukan identifikasi peserta (ABK)
didik di sekolah, maupun di masyarakat sekitar Konsep anak berkebutuhan khusus
sekolah. Identifikasi anak berkebutuhan memiliki arti yang lebih luas dibandingkan
khusus diperlukan agar keberadaan mereka dengan pengertian anak luar biasa. Anak
dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya, berkebutuhan khusus adalah anak yang
program pelayanan yang sesuai dengan dalam pendidikan memerlukan pelayanan
kebutuhan mereka dapat diberikan. Pelayanan yang spesifik, berbeda dengananak pada
tersebut dapat berupa penanganan medis, umumnya. Oleh sebab itu mereka
terapi, dan pelayanan pendidikan dengan memerlukan layanan pendidikan sesuai
tujuan mengem- dengan kebutuhan belajar masing-masing
anak.
bangkan potensi mereka, mengidentifikasi
(menemukan) anak berkebutuhan khusus, Anak berkebutuhan khusus
diperlukan pengetahuan tentang berbagai meliputi dua kategori yaitu: anak yang
jenis dan tingkat kelainan anak, diantaranya memiliki kebutuhan khusus yang bersifat
adalah kelainan fisik, mental, intelektual, permanen, yaitu akibat dari kelainan
sosial dan emosi. Selain jenis kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus
tersebut terdapat anak yang memiliki potensi yang bersifat temporer, yaitu mereka yang

*Coresponding Author
Program Pascasarjana Universitas PGRI Yogyakarta Indonesia
E-mail: sukadariupy@gmail.com

kecerdasan dan bakat istimewa atau sering mengalami hambatan belajar dan
disebut sebagai anak yang memiliki perkembangan yang disebabkan kondisi
kecerdasan dan bakat luar biasa. Masing- dan situasi lingkungan. Misalnya, anak
masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus yang mengalami kesulitan dalam
atau karakteristik yang dapat digunakan oleh menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan
guru untuk mengidentifikasi anak dengan bencana alam, atau tidak bisa membaca
kebutuhan pendidikan khusus. karena kekeliruan guru mengajar, anak
yang mengalami kedwibahasaan
Untuk mendiagnosis yang secara
(perbedaan bahasa di rumah dan di
menyeluruh dan mendalam, dibutuhkan
sekolah), anak yang mengalami hambatan
tenaga profesional yang berwenang, seperti
belajar dan perkembangan karena isolasi
dokter anak, psikolog, ortopedagogik,
budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak
psikiater, dan sebagainya. Jika pada sekolah
berkebutuhan khusus temporer, apabila
tidak tersedia tenaga profesional dimaksud
tidak mendapatkan intervensi yang tepat
maka dengan alat identifikasi ini, guru, orang
dan sesuai dengan hambatan belajarnya
tua, dan orang terdekat lainnya dapat
bisa menjadi permanen.
melakukan identifikasi, asal dilaksanakan
dengan cermat dan hati-hati. Selanjutnya hasil Anak berkebutuhan khusus
identifikasi tersebut dapat dijadikan acuan memiliki perkembangan hambatan belajar
dan kebutuhan belajar yang berbeda-
3
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

beda. Hambatan belajar yang dialami oleh d. Anak dengan gangguan anggota gerak
setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, (tunadaksa)
yaitu: (1) faktor lingkungan; (2) faktor 1) Anak layuh anggota gerak tubuh
dalam diri anak sendiri; dan (3) kombinasi (polio)
antara faktor lingkungan dan faktor dalam 2) Anak dengan gangguan fungsi
diri anak. Sesuai kebutuhan lapangan syarat otak (cerebral palcy)
maka pada buku ini hanya dibahas secara e. Anak dengan gangguan perilaku dan
singkat pada kelompok anak emosi (tunalaras)
berkebutuhan khusus yang sifatnya 1) Anak dengan gangguan
permanen. perilaku
a) Anak dengan
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus gangguan perilaku
(ABK) taraf ringan
Anak berkebutuhan khusus b) Anak dengan
dikelompokkan menjadi anak gangguan perilaku
berkebutuhan khusus temporer dan taraf sedang
permanen. Anak berkebutuhan khusus c) Anak dengan
permanen meliputi; Anak dengan gangguan perilaku
gangguan fisik, dikelompokkan lagi taraf berat
menjadi: 2) Anak dengan gangguan emosi
a. Anak dengan gangguan penglihatan a) Anak dengan
(tunanetra) 1) Anak kurang awas (low gangguan emosi taraf
vision) ringan
2) Anak buta (blind) b) Anak dengan
gangguan emosi taraf
b. Anak dengan gangguan sedang
pendengaran dan bicara c) Anak dengan
(tunarungu/wicara) gangguan emosi taraf
berat
1) Anak kurang dengan (hard of
f. Anak gangguan belajar spesifik
hearing)
g. Anak lamban belajar (slow learner)
2) Anak tuli (deaf)
h. Anak Autis
c. Anak dengan kelainan kecerdasan
i. Anak ADHD
1) Anak dengan gangguan kecerdasan
Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
(intelektual) di bawah rata-rata
dalam Proses Pendidikan Inklusi
(tunagrahita)
a) Anak tunagrahita Marendra (2003) berpendapat, setelah
ringan dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi
(IQ 50 - 70) seseorang anak, apakah pertumbuhan dan
b) Anak tunagrahita sedang perkembangannya mengalami kelainan atau
(IQ 25 - 49) tidak. Bila mengalami kelainan, dapat
c) Anak tunagrahita berat diketahui pula apakah anak tergolong;
(IQ 25 - ke bawah) tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
2) Anak dengan kemampuan tunalaras, lamban belajar, mengalami
intelegensi di atas rata-rata kesulitan belajar spesifik, autis, berbakat,
a) Giffted dan genius, yaitu ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
anak yang memiliki Disorders), gangguan perhatian dan
kecerdasan di atas rata-rata hiperaktif.
b) Talented, yaitu anak yang
memiliki keberbakatan Kegiatan identifikasi sifatnya masih
khusus sederhana dan tujuannya lebih menekankan
4
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

pada menemkan (secara kasar) apakah iclusion” atau “uncompromising inclusion”,


seorang anak tergolong anak berkebutuhan yang berarti penghapusan pendidikan khusus.
khusus atau bukan. Menurut Scot Danforth
Pendidikan inklusi adalah pendidikan
(2006), dalam pelaksanaan identifikasi
yang menyertkan setiap anggota masyarakat,
biasanya dapat dilakukan oleh orang-orang
termasuk mereka yang berkebutuhan khusus
yang dekat (sering berhubungan/ bergaul)
adalah mereka yang mempunyai kebutuhan
dengan anak, seperti orang tuanya, pengaruh,
permanen dan atau sementara untuk
guru dan pihak lain yang terkait dengannya.
memperoleh layanan pendidikan yang
Setelah dilakukan identifikasi langkah
disesuaikan dengan kebutuhan khususnya.
selanjutnya yang sering disebut asesmen, dan
Kebutuhan ini dapat muncul karena kelainan
bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga
bawaan atau diperoleh setelah lahir, kondisi
profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog,
sosial, ekonomi dan atau politik (Hidayat,
ortopedagogik, terapis, dan tenaga ahli
2003)
lainnya. Konsep Dasar Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah proses
Inklusi dari kata bahasa Inggris, yaitu
pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi
inclusion, yang mendiskripsikan sesuatu yang
permasalahan pendidikan bagi anak yang
positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-
berkebutuhan khusus dalam sekolah umum
anak yang memiliki hambatan dengan cara-
(regular), dengan menggunakan sumber daya
cara yang realistis dan komprehensif dalam
yang ada untuk menciptakan kesempatan bagi
kehidupan pendidikan yang menyeluruh
persiapan mereka hidup di dalam masyarakat.
(Smith, 2006)
Penekanan pendidikan inklusi adalah
Pendidikan inklusi adalah pendidikan pengkajian ulang dan perubahan sistem
yang mengikutsertakan anakanak pendidikan agar menyesuaikan diri pada
berkebutuhan khusus untuk belajar bersama- siswa” (Nasichin, 2003).
sama dengan anak-anak yang sebayanya di
Dalam pendidikan inklusif, semua anak
sekolah reguler dan pada akhirnya mereka
belajar dn memperoleh dukungan yang sama
menjadi bagian dari masyarakat tersebut,
dalam proses pembelajaran dengan anak-anak
sehingga tercipta suasana belajar yang
regular. Apabila ada kegagalan dalam belajar,
kondusif (Moelyono, 2008)
maka kegagalan itu adalah kegagalan sistem.
Dalam Toolkit LIRP atau Pendidikan inklusif juga dapat menangani
Lingkungan Inklusi Ramah Pembelajaran, semua jenis individu, bukan hanya anak yang
UNESCO (2007), memberikan batasan yang mengalami kelainan. Dengan demikian, guru
lebih luas, inklusi berarti mengikutsertakan dan sekolah bertanggung jawab terhadap
anak berkelainan seperti anak yang memiliki pembelajaran anak, dan pembelajaran
kesulitan melihat, mendengar, tidak dapat berfokus pada kurikulum yang fleksibel.
berjalan, lamban dalam belajar, dan
Soebagyo Brotosedjati
sebagainya.
(2003), memberikan batasan tentang
Inklusi dapat pula berarti bahwa pendidikan inklusi yaitu suatu model
tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki penyelenggaraan program pendidikan bagi
hambatan, yaitu tujuan pendidikan bagi siswa anak berkelainan
yang menyeluruh. Inklusi dapat berarti (berkebutuhan khusus) yang diselenggarakan
penerimaan anak-anak yang memiliki bersama anak normal di lembaga pendidikan
hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, umum dengan menggunakan kurikulum yang
interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) berlaku di lembaga yang bersangkutan.
sekolah. Fuch dan Fuchs dalam Smith (2006).
Sebagian banyak menggunakan istilah inklusi Definisi sejenis dibuat oleh Staub pak
sebagai banner untuk menyerukan “full Peck masih dalam Sunardi (2003),
mengemukakan bahwa pendidikan inklusi
5
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

adalah penempatan anak luar biasa tingkat merupakan sebuah sistem yang beradabtasi
ringan, sedang dan secara penuh di kelas dengan kebutuhan setiap anak. Anak belajar
biasa. Vaughn, Bos dan Schuman dalam sesuai dengan kecepatannya masing-masing
Sunardi (2003), pada praktiknya istilah inklusi untuk mencpai perkembangan akademik,
sering dipakai bergantian dengan istilah sosial, emosi, dan fisiknya secara optimal.
mainstreaming yang secara teori diartikan Anak penyandang kelainan dan anak-anak
sebagai penyediaan layanan pendidikan yang berkebutuhan khusus lainnya serta para orang
layak bagi anak berkebutuhan pendidikan tua dan gurunya mempunyai akses ke sebuah
khusus sesuai dengan kebutuhan individunya. sistem pendukung berbasis sekolah atau
masyarakat maupun sistem pendukung
Pendidikan inklusi merupakan sebuah
eksternal (tanpa biaya). Sistem tersebut
pendekatan yang berusaha mentransformasi
dirancang untuk secara efektif merespon
sistem pendidikan dengan meniadakan
kebutuhan yang mungkin dihadapi anak-anak
hambatan-hambatan yang dapat menghalangi
tersebut.
setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalma
pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait
dengan masalah etnik, gender, status sosial,
kemiskinan dan lain-lain. Salah satu kelompok
yang paling tereksklusi dalam memperoleh
pendidikan adalah siswa penyandang cacat.
Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen.
Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus
fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi
keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga
diharapkan dapat mencari anak-anak yang
belum mendapatkan pendidikan.

Pendidikan inklusi adalah sebuah


sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan
khusus dapat belajar di sekolah umum yang
ada di lingkungan mereka dan sekolah
tersebut dilengkapi dengan layanan
pendukung serta pendidikan yang disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan anak
(Konferensi Tingkat Menteri Pendidikan
Negara-negara Afrika - MINEDAF VIII).

Pendekatan inklusi merupakan layanan


pendidikan yang disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan khusus anak secara
individual dalam pembersamaan klasikal
(Gunarhadi, 2001). Dalam pendekatan ini akan
tidak dilihat dari segi ketidakmampuan dan
tidak pula dari segi kecacatannya. Seorang
anak berkelainan mempunyai kebutuhan-
kebutuhan khusus yang berbeda dengan anak-
anak lainnya.

Sekolah inklusif menerima semua anak


tanpa memandang kemampuan, kecacatan,
gender, latar belakang sosial, ekonomi, etnik,
agama maupun bahasanya. Sekolah inklusi
6
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusif atau pembelajaran


inklusif mengacu pada inklusi dan pengajaran
semua anak dalam lingkungan belajar formal
atau non-formal tanpa mempertimbangkan
gender, intelektual, emosi, linguistik, budaya,
agama atau karakteristik lainnya (Toolkit LIRP,
2007).

Gambar 1. Model Pendidikan bagi Penyandang Cacat di Indonesia


Sumber: Tangyong, (1986) (modivikasi Haryanto, 2017)

Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan Pendidikan inklusi bagi


Inklusi penyandang cacat, tidak cukup dengan
7
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

memahami konsepnya saja. Sebuah rencana diprediksi. Jadi, pendidikan inklusif harus
juga harus realistis dan tepat untuk tetap hidup dan mengalir. Secara
memastikan bahwa pendidikan inklusif dapat bersama-sama, ketiga faktor penentu
dipraktikkan dalam berbagai budaya dan utama tersebut membentuk organisme
konteks. Pengalaman pendidikan inklusif yang hidup kuat, yang dapat beradaptasi dan
sukses menunjukkan ada tiga faktor penentu tumbuh dalam budaya dan konteks lokal.
utama yang perlu diperhatikan agar
Model Pendidikan Inklusi dalam Kondisi
implementasi pendidikan inklusi bertahan
Pedesaan
lama.
Sebagaimana terjadi di Distrik
a) Adanya kerangka yang kuat Pendidikan
Doventza Mali, salah satu daerah pedesaan
inklusi perlu didukung oleh kerangka nilai-
termiskin di dunia, 90% penduduknya berada
nilai, keyakinan, prinsip-prinsip, dan
di bawah garis kemiskinan. Kurang lebih 8%
indikator keberhasilan. Hal ini akan
berkembang seiring dengan anak yang bersekolah, 87% anak usia tujuh
implementasinya dan tidak harus tahun bekerja sekitar 6 jam per hari. Sue
“disempurnakan” sebelumnya. Namun, Stubbs (2002) berpendapat, pada sisi lain
jika pihak yang terlibat misalnya hanya 6% dari desa-desa memiliki sekolah dan
mempunyai konflik nilai-nilai dan jika guru-gurunya tidak mendapatkan pelatihan
konflik tersebut tidak diselesaikan, yang memadai dan beban kerjanya sangat
pendidikan inklusif akan mudah hancur. tinggi.
b) Implementasi berdasarkan budaya dan Dalam konteks ini, program rintisan
konteks lokal
pendidikan dikembangkan, yang di dalamnya
Pendidikan inklusi bukan merupakan
juga terdapat inklusi sebagai komponen inti,
suatu cetak biru, satu kesalahan utama
yakni (1) program rintisan dimulai dengan
adalah asumsi bahwa solusi yang diekspor
studi kelayakan yang seksama dengan
dari suatu budaya/konteks dapat
melibatkan semua stakeholderdi masyarakat
mengatasi permasalahan dalam
untuk menampung perspektifnya tentang
budaya/konteks lain yang sama sekali
pendidikan dan persekolahan; (2) masyarakat
berbeda. Lagi-lagi, berbagai pengalaman
tersebut memprioritaskan pendidikan dan
menunjukkan bahwa solusi harus
komite sekolah dibentuk yang mencakup
dikembangkan secara lokal dengan
seorang wanita yang bertanggungjawab untuk
memanfaatkan sumber daya lokal; jika
model pendidikan inklusi untuk penyandang
tidak, solusi tersebut tidak akan bertahan
kelainan dapat dilaksanakan melalui
lama
pelayanan di sekolah, rumah, masyarakat, dan
c) Partisipasi yang berkesinambungan dan bengkel kerja. Berkaitan dengan
refleksi diri pengembangan uji coba model pendidikan
Pendidikan inklusi tidak akan berhasil jika keterampilan kerja bagi penyandang kelainan
hanya sebagai struktur yang mati. melalui pelayanan keliling berbasis partisipasi
Pendidikan inklusi merupakan proses yang masyarakat, peneliti mengadopsi
dinamis. Agar pendidikan inklusi terus pengembangan model inklusi dari tiga aspek,
hidup, diperlukan adanya monitoring yaitu pelayanan keliling pendidikan di rumah,
partisipatori yang berkesinambungan, masyarakat, dan bengkel kerja.
yang melibatkan semua stakeholder
Tantangan Model Pendidikan Inklusi
dalam refleksi diri yang kritis. Satu prinsip
inti dari pendidikan adalah refleksi diri Tantangan yang berdampak khusus
yang kritis. Satu prinsip inti dari pada penyandang kelainan adalah (1)
pendidikan inklusif adalah harus tanggap tantangan sosial emosional; mengembangkan
terhadap keberagaman secara fleksibel, interaksi dan komunikasi yang bermakna yang
yang senantiasa berubah dan tidak dapat merupakan dasar bagi semua hubungan sosial
8
Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui Pendidikan Inklusi

dan pembelajaran, mengembangkan ramah, bersahabat, peduli, mencintai,


hubungan pertemanan yang tulus; mengatasi menghargai, serta hidup dan belajar dalam
kesepian, jauh dari rasa cinta dan kebersamaan.
mendapatkan respon atau tanggapan, 3. Munculnya label-label khusus yang sengaja
mengembangkan harga diri yang baik; (2) diciptakan oleh pemerintah maupun
tantangan yang berkaitan dengan masyarakat yang cenderung membentuk
pembelajaran dan perkembangan sikap eklusifisme, seperti Sekolah
keterampilan; mengembangkan keterampilan Unggulan, Sekolah Berstandar
bahasa fungsional; memperoleh penguasaan Internasional (SBI), Sekolah Rintisan
dan kompetensi melalui hubungan teman Berstandar Internasional (RSBI), sekolah
sebaya; (3) tantangan yang berkaitan dengan favorit, sekolah percontohan, kelas
penyiapan dan penataran para profesional akselerasi, serta sekolah-sekolah yang
berbasis agama. Kondisi ini tentu dapat
yang bekerja dalam setting inklusif,
berdampak kepada sekolah inklusi sebagai
memperoleh pengalaman yang cukup,
sekolah dua (second class), karena
memperoleh pengetahuan baru.
menerima Anak Berkebutuhan Khusus
Kesepakatan internasional yangm (ABK) sama dengan special school (Imam
endrong terwujudnya sistem pendidikan Subkhan, 2009)
inklusi adalah Convention on the Rights of 4. Masih terbatasnya perhatian dan
Person with Disabilities and Optional Protocol keseriusan pemerintah dalam
yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal mempersiapkan pendidikan inklusi secara
24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa matang dan komprehensif, baik dari aspek
setiap negara berkewajiban untuk sosialisasi, penyiapan sumber daya,
menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi maupun uji coba metode pembelajaran,
disetiap tingkatan pendidikan. Adapun salah sehingga hanya terkesan program
satu tujuannya adalah untuk mendorong eksperimental (Cak Fu,
terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam 2005).
kehidupan masyarakat. Namun dalam Pengadaan dan Pembinaan Tenaga
prakteknya sistem pendidikan inklusi di
Indonesia masih menyisakan persoalan tarik Pendidik Sekolah Inklusi
ulur antara pihak pemerintah dan praktisi Masih banyak anak berkebutuhan
pendidikan, dalam hal ini para guru. khusus (96,3%) yang berada di Indonesia
Dilema yang Dihadapi dalam Pendidikan belum memperoleh hak mendapatkan
Inklusi pendidikan. Hal ini disebabkan oleh (1) kondisi
ekonomi orang tua yang kurang menunjang;
1. Kurikulum pendidikan umum yang ada (2) jarak antara rumah dan Sekolah Luar Biasa
sekarang ini belum mengakomodasi (SLB) cukup jauh; dan (3) sekolah umum (SD,
keberadaan anak-anak yang memiliki SMP) tidak mau menerima anak-anak
perbedaan kemampuan (difabel) berkebutuhan khusus belajar bersama-sama
2. Masih dipahaminya pendidikan inklusi dengan anak-anak normal, oleh karena itu
secara dangkal, yaitu semata-mata perlu diupayakan model layanan pendidikan
masukkan anak disabled children ke yang memungkinkan anak-anak berkebutuhan
sekolah reguler, tanpa upaya untuk khusus belajar bersama-sama dengan anak
mengakomodasi kebutuhan khususnya. normal di sekolah umum.
Kondisi ini dapat menjadikan anak tetap
tereklusi dari lingkungan karena anak
merasa tersisih, terisolasi, ditolak, tidak
nyaman, sedih, marah, dan sebagainya.
Pada hal makna inklusi adalah ketika
lingkungan kelas atau sekolah mampu
memberikan rasa senang, menerima,
9

Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui


Pendidikan Inklusi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar tertentu sesuai kualifikasi yang
mengajar di sekolah inklusi, yang peserta dipersyaratkan di sekolah
didiknya terdiri atas anak-anak normal dan c. Guru pendidikan khusus berkedudukan
anak-anak berkebutuhan khusus, diperlukan sebagai guru pendamping khusus. Secara
guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru administrasi status kepegawaian, ada
pendidikan khusus (GPK) yang bertugas beberapa alternatif yang memungkinkan.
sebagai pendamping guru kelas dan guru mata 1) Alternatif 1
pelajaran dalam melayani anak berkebutuhan
Guru pendidikan khusus yaitu guru
khusus agar potensi yang dimiliki berkembang
tetap pada satuan pendidikan untuk
secara optimal. Sehubungan dengan
anak berkebutuhan khusus (SLB)
minimnya Guru Pembimbing Khusus yang
sebagai basis kedudukannya dan
memiliki kompetensi memadai, maka perlu
atasan langsung yang
diupayakan pengakatan dan pembinaan
bertanggungjawab terhadap pembina
secara profesional sesuai kebutuhan sekolah.
guru pendidikan khusus adalah kepala
Kedudukan Guru SLB tersebut.

Guru berkedudukan sebagai tenaga Sekolah umum tempat anak


profesional pada jenjang pendidikan dasar, berkebutuhan khusus belajar,
pendidikan menengah, pendidikan pada usia diupayakan yang jaraknya berdekatan
dini pada jalur pendidikan formal yang dengan SLB atau secara akomodasi
dibuktikan dengan sertifikat pendidik. dari transportasi terjangkau, sehingga
Kedudukan untuk masingmasing guru secara guru pendidikan khusus dari sekolah
rinci seperti berikut. basis dapat melayani beberapa
sekolah umum yang ada anak
a. Guru kelas berkedudukan di sekolah dasar berkebutuhan khusus sesuai dengan
yang ditetapkan berdasarkan kualifikasi tugas yang dibebankan oleh Dinas
sesuai dengan persyaratan yang Pendidikan Provinsi kepadanya. Secara
ditetapkan oleh sekolah. organisatoris dapat dilihat pada
b. Guru mata pelajaran/ bidang studi adalah gambar 2 berikut.
guru yang mengajar mata pelajaran

Gambar 2. Organisasi Pelayanan ABK Keterangan :


10

--- = garis koordinasi

= garis komando/ pembinaan

Elementary School 7 (2020) 336-346


GPK = Guru pendidikan khusus
LSM = Lembaga swadaya masyarakat
2) Alternatif 2 pusat-pusat pengembangan anak,
Guru pendidikan khusus berkolaborasi dengan sekolah umum
yaitu guru-guru yang ada di klinikklinik untuk menangani anak-anak
pendidikan atau pusat-pusat berkebutuhan khusus yang bersekolah
pengembangan anak. Guru-guru ini lebih di sekolah tersebut. Guru pendidikan
banyak berperan sebagai konsultasi khusus bersamasama dengan guru
pendidikan. Anak-anak yang sering kelas dan orang tua anak bersama-
ditangani di klinikklinik pendidikan ini sama menyusun program pendidikan.
biasanya yang mengalami gangguan Secara diagramatis manajemen
perilaku, perhatian, komunikasi kurikulum pada sekolah inklusif dapat
misalnya anak-anak autis dan digambarkan sebagai berikut:
berkesulitan belajar. Klinik pendidikan atau

Gambar 3. Sistem Manajemen Sekolah Inklusif

KESIMPULAN 2. keniscayaan karena amanat


Berdasarkan latar belakang permasalahan Undang-undang
yang ada maka dapat ditarik kesimpulan bahwa;
Sisdiknas No. 20 tahun 2003;
1. Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
melalui pendidikan inklusi adalah sebuah
11

Kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan Haryanto. 1997. Evaluasi Pelaksanaan


pendidikan inklusi masih banyak kendala, para tokoh Model Pendidikan Luar
masyarakat, orang tua ABK dan pemerintah harus Biasa (PLB) di Sekolah Dasar
bersinergi bahu membahu untuk mewujudkan Luar Biasa (SDLB) Playen
pendidikan inklusi dengan baik sehingga mampu Gunungkidul dan Pengasih
mengikis diskriminatif dan juga mengangkat derajat Kulonprogo, Yogyakarta:
harkat dan martabat ABK Tesis.

Sukadari, Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Melalui


Pendidikan Inklusi
sebagai kodrat manusia pada umumnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

3. Tenaga pendidik (Guru) baik yang umum maupun yang 2011. Pedoman Umum
pendamping khusus harus benar-benar memahami Penyelenggaraan Pendidikan
karakter ABK sehingga mampu melayani sesuai Inklusif (Sesuai Permendiknas No.
dengan kondisi maupun potensinya. 70 Tahun 2009). Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan
DAFTAR PUSTAKA Kebudayaan.
Alimin, Z. 2005. Memahami pendidikan inklusi dan anak
berkebutuhan khusus. Makalah tidak diterbitkan. Kepala Dinas P & K Propinsi Jawa Tengah.
Bandung: Jurusan PLB FIP UPI. 2006. Guru Ideal Dalam
Implementasi Pendidikan Inklusi.
Ashman, A. & Elkins, J. 1994. Educating Children with Makalah. Disajikan Dalam Rangka
Special Needs. New York: Prentice Hall.
Dies Natalis UNS ke XXXIX, di
Abdul Haris. 2003. “Meningkatkan Kemampuan Universitas Sebelas Maret.
Sosialisasi Siswa Berkebutuhan Khusus Melalui
Aplikasi Pembelajaran Berbasis Inklusif di Sekolah Loreman, T, Deppeler. J , and Harvey, D.
Reguler”. Jurnal Rehabilitasi Remidiasi, 13, 102- 2010. Inclusive Education, London
10. and New York: Routledge, Taylor
and Francis group.
Endang Rochyadi. 2001. Penerapan Program
Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita. Mulyono Abdulrahman. 2003. Landasan
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pendidikan Inklusif dan
Departemen Pendidikan Nasional Implikasinya dalam
Penyelenggaraan LPTK. Makalah
Evans, I.M., Salisbury, C.L., Palombaro, disajikan dalam pelatihan
M.M., Berryman, J., & Hollowood, T.M. 1992. penulisan buku ajar Bagi Dosen
Peer Interactions and jurusan PLB yang diselenggarakan
oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26
Social Acceptance of ElementaryAge Children Agustus 2002.
with Severe
Disabilities in an Inclusive School. Journal of the Nasichin. April 2003. Kebijakan
Association for Persons with Severe Handicaps, Pemerintah Dalam Pendidikan
17, 205-212. Inklusif. Makalah. Disampaikan
Pada Acara Seminar Nasional
Hameed, Abdul. 2005. Pendidikan Inklusif tentang Model Pendidikan Inklusif
Satu-Satunya Cara untuk di Indonesia dan Implementasinya
Memberantas Ketidaksetaraan dan Ketidak di Jawa Tengah, di Universitas
Adilan. ENet Asia Sebelas Maret Surakarta.
Newsletter.
12

Permendiknas Nomor 70. 2009. Direktorat Pembinaan


Pendidikan Khusus dan

Layanan Khusus Pendidikan Dasar, Direktorat


Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Pokja Pendidikan Inklusif Kota Metro.

2015. Pedoman Umum Penyelenggaraan


Pendidikan
Inklusif Kota Metro.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimewa.

Elementary School 7 (2020) 336-346


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tangyong. A.F. ed. 1986. Pelayanan
tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Pendidikan Luar Biasa, Panduan
Penyelenggaraan Pendidikan. Penyelenggaraan
Pendidikan Tunanetra,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tunarungu,
(Permendiknas) Nomor 70 tahun 2009 tentang Tunagrahita.
UNESCO. 1994. The Salamanca Statement
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang
and Framework for
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Action on Special Needs
Kecerdasan dan/atau Bakat
Education. Paris: Author
Istimewa, Pasal 7. UNESCO. 1994. The
Salamanca Statement and
Soebagyo Brotosedjati. 2003. Rintisan Pendidikan Inklusi Framework for Action on
di Jawa Tengah, Makalah. Disampaikan Pada Special Needs Education. Paris:
Acara Seminar Nasional tentang Model UNESCO.
Pendidikan Inklusifdi Indonesia dan Unesco, Toolkit. 2007.
Implementasinya di Jawa Tengah, Surakarta, di Merangkul Perbedaan: Perangkat
Universitas Sebelas Maret. Untuk Menciptakan Lingkungan
Inklusif, Ramah Pembelajaran.
Sukadari. 2020. Metode Pendidikan Inklusi dalam
Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Unesco.
Yogyakarta. Penerbit: Kanwa Publiser. Undang-undang Nomor 19 tahun 2011
Sunardi. 1994. Mainstreaming Salah Satu Alternatif tentang Pengesahan Konvensi
Pendidikan Semua Anak Cacat. Makalah mengenai Hak-hak Penyandang
pada Seminar Nasional PLB di Disabilitas.
Indonesia. Bandung: HISPELBI.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
Topping, Keith and Sheelagh Maloney. 2005. The
tentang Sistem Pendidikan
Routledge Falmer Reader in Inclusive
Education, New York: Routledge Falmer. Nasional.

Undang-undang Negara Republik


Indonesia Nomor 4 tahun 1997.
13

Tentang penyandang cacat.


Jakarta: Media Elektronika

Sekretariat Negara.

Warnock, H.M. 1978. Special Educational Needs: Report


of the committee of Enquiry into the Education of
Handicapped Young People.
London: Her Majesty’s Stationary Office.

Anda mungkin juga menyukai