Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

KEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pengampu :

Ns. Nurul Hayati, S.Kep.Ners.,MM

Kelas : 2A

Nama Anggota Kelompok 6 :

1. Ainani Rahmatul H 202303101008


2. Vony Indah Yani 202303101011
3. Amalia Agustin 202303101013
4. Arini Fitria 202303101018
5. Shinta Dina Nuriyah 202303101035

PRODI D3 UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Makalah Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan ALLAH SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan kali ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
kesempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dengan tangan terbuka menerima
masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.

Lumajang, 20 Maret 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus (ABK) menjadi sorotan masyarakat maupun pemerintah


selama hampir satu dekade terakhir. Baik dari segi layanan pendidikan, layanan terapi,
aksesibilitas umum, dan berbagai hal terkait dengan pemenuhan hak bagi ABK. Terbaru,
berbagai layanan danpemenuhan hak untuk ABK saat ini pun telah tertuang dalam UU
No.8 Tahun 2016. Bahkan, pemerintah saat ini sedang gencar menggalakkan pendidikan
dan lingkungan yang ramah bagi ABK. Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat,
istilah anak luar biasa yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah
tafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu diartikan sebagai anak yang berkemampuan unggul
atau herprestasi luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu kepada
pengertian yaitu anak yang mengalami kelainan atau ketunaan, baik pada satu macam
kelainan atau lebih dari satu kelainan jenis kelainan.
Anak yang berkebutuhan khusus secara umum dikenal masyarakat umum sebagai
anak luar biasa. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
(bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik. mental-intelektual. social,
emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.Dengan
demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan
pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan
khusus. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan
kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak
berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari anak berkebutuan khusus?
2. Apa definisi dari masing-masing anak berkebutuhan khusus?
3. Apa etilogi pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus?
4. Bagaimana tanda dan gejala pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus?
5. Bagaimana patofisiologi pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada masing-masing jenis anak berkebutuhan
khusus?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus?
8. Bagaimana komplikasi pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada masing-masing jenis anak berkebutuhan
khusus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari anak berkebutuhan khusus
2. Untuk mengetahui definisi dari masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus
3. Untuk mengetahui etiologi pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada masing-masing jenis anak berkebutuhan
khusus
5. Untuk mengetahui patofisiologi pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada masing-masing jenis anak
berkebutuhan khusus
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada masing-masing jenis anak berkebutuhan
khusus
8. Untuk mengetahui komplikasi pada masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada masing-masing jenis anak berkebutuhan
khusus

1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan sebagai mahasiswa tentang konsep dasar keperawatan anak
berkebutuhan khusus
2. Mengetahui latar belakang keperawatan anak mengenai masalah pada anak kebutuan
khusus
3. Menjadi inspirasi kita dalam bersosialisasi dalam konteks social dan lingkungan
masyarakat
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan
anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan
khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara
menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan
dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang digolongkan pada anak yang
berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan gangguan atau kelainan pada
aspek
a. Fisik/motorik, antara lain cerebral palsi, polio
b. Kognitif: mentalretardasi, anak unggul (berbakat)
c. Bahasa dan bicara
d. Pendengaran
e. Penglihatan
f. Sosial emosi

2.2 Definisi Masing-Masing Jenis Anak Berkebutuhan Khusus


a. Retardasi Mental
Retardasi mental yaitu suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi
yang rendah yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang di anggap
normal (Carter CH). Retradasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan fungsi intelektual berada dibawah normal dan timbul pada masa
perkembangan,dibawah usia 18 tahun dan berakibat lemahnya proses belajar
dan adaptasi sosial.
b. Down Syndrom
Down Syndrome adalah abnormalitas jumlah kromosom yang sering di
jumpai kebanyakan kasus (92,5%) nondisjunction pada 80% kasus kejadian
nondisjunction terjadi pada meosis ibu fase 1. Hasil dari nondisjunction adalah
tiga kopi kromosom 21 (trimosom 21) berdasarkan nomenklatur standar
sitogenik trisomi 21 dituliskan sebagai 47, XX, +21 (Marcdante & Kliegman,
2014). Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan
mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom yang
gagal memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wiyani. 2014).
c. Autism
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Autisme adalah ganguan
perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri.
Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi
komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku (American Psychiatic Association,
2000)
d. Child Abuse
Child Abuse adalah perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak,
menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual
(Synder, 2000). Child abuse adalah sebagai suatu kelalaian tindakan /
perbuatan oleh orang tua atau yang merawat anak yang mengakibatkan
terganggu kesehatan fisik emosional serta perkembangan anak. (Patricia,
2005).

2.3 Etiologi
a. Retardasi Mental
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental:
1) Non-organik
 Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
 Faktor sosiokultural
 Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
 Penelantaran anak
2) Organik
a) Faktor prakonsepsi
 Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik,
kelainan neurocutaneos, dll.)
 Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X)-
syndromepolygenic familial
b) Faktor prenatal
 Ganguan pertumbuhan otak trimester 1
a. 1Kelainan kromosom (trisomi.mosaik,dll)
b. Infeksi intrauterin, misalnya TORCH,HIV (Human
immunodeficiency virus)
c. Zat-zat teratogen (alcohol.radiasi dil)
d. Disfungsi plasenta
e. Kelainan congenital dari otak (idiopatik).
 Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
a. Infeksi intrauterin, misalnya torch.hiv
b. Zat-zat teratogen (alcohol, kokain, logam berat, dll)
c. Ibu: diabetes militus,pku (phenylketonuria)
d. Toksemia gravidarum
e. Disfungsi plasenta
f. Ibu malnutrisi
c) Faktor perinatal
a. Sangat premature
b. Asfiksia neonatorum
c. Trauma lahir: pendarahan intracranial
d. Meningitis
e. Kelainan metabolik: hipoglikemia,
hiperbilirubinemia
d) Faktor post natal
a. Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
b. Neuro toksin, misalnya logam berat
c. CVA (Cerebrovascular accident)
d. Anoksia, misalnya tenggelam
e. Metabolik
f. Gizi buruk
g. Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid,
pseudohipoparatiroid
h. Aminoaciduria, misalnya PKU (Phenylketonuria)
i. Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia,
dll
j. Infeksi
b. Down Syndrom
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome pada anak terjadi karena
kelainan kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
1) Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down
syndrome memiliki kemungkinan lebih besar keturunan
berikutnya mengalami down syndrome dibandingkan dengan
keluarga yang tidak memiliki anak dengan down syndrome.
2) Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan
melahirkan anak dengan down syndrome semakin besar
karena berhubungan dengan perubahan endokrin terutama
hormone seks antara lain peningkatan sekresi androgen,
peningkatan kadar LH (Luteinizing Hormone) dan
peningkatan kadar FSH (Follicular Stimulating Hormone).
3) Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan
radiasi terutama diarea sekitar perut memiliki kemungkinan
melahirkan anak dengan down syndrome.
4) Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down
syndrome berbeda dengan ibu yang melahirkan anak normal.
5) Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30%
bersumber dari ayahnya.
c. Autism
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada
otak anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya
sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori
yang diajukan oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat
polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada
fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 04
bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15
minggu.
d. Child Abuse
Perlakuan salah terhadap anak bersifat multidimensional, tetapi ada 3
faktor penting yang berperan dalam terjadinya perlakuan salah pada anak,
yaitu:
1. Karakteristik orangtua dan keluarga
Faktor-faktor yang banyak terjadi dalam keluarga dengan child
abuse antara lain:
b. Para orangtua juga penderita perlakuan salah pada masa kanak-kanak.
c. Orangtua yang agresif dan impulsif.
d. Keluarga dengan hanya satu orangtua.
e. Orangtua yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum siap
secara emosional dan ekonomi.
f. Perkawinan yang saling mencederai pasangan dalam perselisihan.
g. Tidak mempunyai pekerjaan.
h. Jumlah anak yang banyak.
i. Adanya konflik dengan hukum.
j. Ketergantungan obat, alkohol, atau sakit jiwa.
k. Kondisi lingkungan yang terlalu padat.
l. Keluarga yang baru pindah ke suatu tempat yang baru dan tidak
mendapat dukungan dari sanak keluarga serta kawan-kawan.
2. Karakteristik anak yang mengalami perlakuan salah
Beberapa faktor anak yang berisiko tinggi untuk perlakuan
salah adalah:
 Anak yang tidak diinginkan.
 Anak yang lahir prematur, terutama yang mengalami
komplikasi neonatal, berakibat adanya keterikatan bayi dan
orangtua yang membutuhkan perawatan yang berkepanjangan.
 Anak dengan retardasi mental, orangtua merasa malu.
 Anak dengan malformasi, anak mungkin ditolak.
 Anak dengan kelainan tingkah laku seperti hiperaktif mungkin
terlihat nakal.
 Anak normal, tetapi diasuh oleh pengasuh karena orangtua
bekerja.
3. Beban dari lingkungan
Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap
perawatan anak. Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa
penyiksaan anak dilakukan oleh orang tua dari banyak etnis, letak
geografis, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan dan social ekonomi.
Kelompok masyarakat yang hidup dalam kemiskinan meningkatkan
laporan penyiksaan fisik terhadap anak-anak. Hal ini mungkin
disebabkan karena:
a. Peningkatan krisis di tempat tinggal mereka (contoh: tidak
bekerja atau hidup yang berdesakan).
b. Akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-
masa krisis.
c. Peningkatan jumlah kekerasan di tempat tinggal mereka.
d. Hubungan antara kemiskinan dengan faktor resiko seperti
remaja dan orang tua tunggal (single parent) (Hidayat, 2008).

2.4 Tanda dan Gejala


a. Retardasi Mental
Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai
retardasi mental, yaitu:
1. Kelainan pada mata:
 Katarak
 Bintik cherry-merah pada daerah macula
 Kornea keruh
2. Kejang:
 Kejang umum tonik klonik
 Kejang pada masa neonatal
3. Kelainan pada kulit:
 Bintik-café-au-lait
4. Kelainan rambut:
 Rambut rontok
 Rambut cepat memutih
 Rambut halus
5. Kepala:
 Mikrosefali
 Makrosefali
6. Perawakan pendek:
 Kretin
 Sindrom prader-willi
7. Distonia:
 Sindrom hallervorden
b. Down Syndrom
Adapun manifestasi oral yang terjadi pada anak Down Syndrome
adalah sebagai berikut:
 Jaringan lunak ( makroglosia)
Manifestasi oral umum yang sering dijumpai pada Down
Syndrome antara lain makroglosia. Makroglosia merupakan ukuran
lidah yang relatif lebih besar dari ukuran seharusnya di dalam mulut.
Pada anak Down Syndrome, yang terjadi sebenarnya bukan ukuran
lidahnya yang membesar, tetapi pertumbuhan rahang terhambat
ditambah kemampuan tonus otot yang lemah membuat lidah mereka
seolah-olah besar dan protruded. Selain kontrol lidah yang kurang
baik, kelemahan tonus otot juga membuat kemampuan menghisap ASI
berkurang serta kesulitan menstabilkan rahang. Makroglosia
mengakibatkan mulut sering terbuka dan hal ini menyebabkan
terjadinya bernapas melalui mulut. Bernapas melalui mulut ini
menyebabkan bibir kering, fissured tongue, dan angular cheilitis. Oral
hygiene buruk dikombinasikan dengan hipersalivasi menyebabkan
jaringan periodonsium yang tidak sehat (Bauer et al, 2012).
 Maloklusi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak Down Syndrome.
Selain itu, juga sering ditemukan terdapatnya malalignment dan
hubungan rahang kelas III berdasarkan klasifikasi Angle (Bauer et al,
2012).Jaringan Keras Kelainan jaringan keras di rongga mulut yang
sering ditemukan pada anak Down Syndrome antara lain:
mikrodonsia, perubahan morfologidan bentuk mahkota seperti conical
teeth, gigi yang sudah erosi, akar pendek, hipoplasia enamel,
hipokalsifikasi, enamel dan dentin yang tipis, taurodonsia, hipodontia,
supernumerary teeth, dan keterlambatan erupsi (Bauer et al, 2012).
c. Autism
Gejala pada anak autismee sudah tampak sebelum anak berusia 3
tahun, yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata, dan tidak
menunjukkan respon terhadap lingkungan. Jika kemudian tidak diadakan
upaya terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti atau
mundur, seperti tidak mengenal suara orang tuanya dan tidak mengenali
namanya. Sedang menurut beberapa pakar tertentu , penderita autism klasik
memiliki 3 gejala yaitu :
 Gangguan interaksi sosial
 Hambatan dalam komunikasi ucapan dan bukan ucapan
(bahasa tubuh dan isyarat)
 Kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas.
Sifat-sifat lainnya yang biasa ditemukan pada anak autismee adalah :
 Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain
 Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
 Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
 Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
 Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan
 Tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka
 Jarang memainkan permainan khayalan
 Memutar benda, terpaku pada benda tertentu
 Sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan
baik,secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
 Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal,
 Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima atau
mengalami perubahan
 Tidak takut akan bahaya
 Terpaku pada permainan yang ganjil

d. Child Abuse
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas
gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural
hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai
akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan
pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya. Akibat pada tumbuh
kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami
perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
 Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak
sebayanya yang tidak mendapat perlakuan salah.
 Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
 Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan
dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan
motorik.
 Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada
kepala, juga karena malnutrisi.
 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh
tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan
emosi.
b. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep
diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya
jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak
bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada
yang mencoba bunuh diri.
d. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani,
lebih agresif terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif
tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan
perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil
miskinnya konsep diri.
e. Hubungan social
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan
teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka
mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa,
misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan
kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri
perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.
 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi
berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau
perubahan tingkah laku.
 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang
tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat
kelamin dilakukan dengan memperhatikan vulva,
hymen, dan anus anak.

2.5 Patofisiologi
a. Retardasi Mental
Patofisiologi retardasi mental berhubungan dengan disfungsi otak,
yang biasanya disebabkan oleh perkembangan otak yang abnormal atau jejas
otak karena penyebab genetik atau lingkungan. Faktor genetik akan
menyebabkan perkembangan otak yang abnormal atau terhambat, dan sering
kali disertai dengan malformasi fisik yang spesifik untuk sindrom tertentu.
Faktor-faktor lingkungan bisa menyebabkan gangguan perkembangan otak
pada masa prenatal maupun perinatal. Selain itu, faktor lingkungan juga bisa
menyebabkan perkembangan otak yang semula baik menjadi terhambat.
b. Down Syndrom
Down Syndrome disebabkan adanya kelainan pada perkembangan
kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang terdapat pada setiap sel
tubuh manusia dan mengandung bahan genetik yang menentukan sifat-sifat
seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana
kromosom nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit
down syndrome memiliki 47 kromosom karena kromosom nomor 21
berjumlah 3 buah. Kelebihan 1 kromosom (nomor 21) atau dalam bahasa
medisnya disebut trisomi-21 ini terjadi akibat kegagalan sepasang kromosom
21 untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Trisomi21
menyebabkan fisik penderita down syndrome tampak berbeda dengan orang-
orang umumnya. Selain ciri khas pada wajah, mereka juga mempunyai tangan
yang lebih kecil, jari-jari pendek dan kelingking bengkok. Keistimewaan lain
yang dimiliki oleh penderita down syndrome adalah adanya garis melintang
yang unik di telapak tangan mereka. Garis yang disebut simiancrease ini juga
terdapat di kaki mereka, yaitu antara telunjuk dan ibu jari mereka yang
berjauhan (sandal foot).
c. Autism
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brain growth factors dan proses belajar anak.Makin banyak sinaps terbentuk,
anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung
pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar
menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak
yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit,
dan sinaps. kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

d. Child Abuse
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orang tua
atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu
mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak
secara umum.
Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya child abuse yaitu
factor anak, factor orang tua, dan factor lingkungan. Faktor anak bisa
dikarenakan oleh anak tidak diinginkan, anak cacat, retardasi mental, dan lain-
lain. Faktor orang tua yaitu orang tua pecandu alcohol, narkoba. kelainan jiwa,
depresi/stress, pengalaman penganiayaan waktu kecil. Sedangkan factor
lingkungan yaitu keluarga kurang harmonis, orang tua tidak bekerja,
kemiskinan, kepadatan hunian.
Child abuse dapat dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga dan
orang lain akan menimbulkan tindakan kekerasan yang dapat mengakibatkan
luka seperti lecet dan lebab pada bagian tubuh anak sehingga dapat
mengakibatkan nyeri akut pada daerah luka. Selain itu tindakan child abuse
juga dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan gangguan psikologis
sehingga anak memiliki risiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri. Akibat
child abuse, anak biasanya ditelantarkan sehingga dapat mengakibatkan
asupan diet pada anak tidak cukup sehingga kadar glukosa darah cenderung
rendah dan memiliki resiko ketidakstabilan kadar gula darah.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Retardasi Mental
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang
menderita retardasi mental,yaitu:
 Kromosom kariotipe
 EEG (Elektro Ensefalogram)
 CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
 Titer virus untuk infeksi congenital
 Serum asam urat (Uric acid serum)
 Laktat dan piruvat
 Plasma asam lemak rantai sangat panjang
 Serum seng (Zn)
 Logam berat dalam darah
 Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
 Serum asam amino atau asam organik
 Plasma ammonia                  
 Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
 Urin mukopolisakarida
 Urin reducing substance’
 Urin ketoacid
 Urin asam vanililmandelik
b. Down Syndrom
Pemeriksaan penunjang untuk Down syndrome meliputi skrining
periode prenatal dan pemeriksaan diagnostik postnatal.
 Pemeriksaan Diagnostik Postnatal
Pemeriksaan diagnostik postnatal dilakukan menggunakan
pemeriksaan sitogenetik. Anak dengan Down syndrome juga perlu
menjalani pemeriksaan lainnya, seperti echocardiography dan tes
pendengaran menggunakan auditory brainstem response (ABR).
 Pemeriksaan Sitogenetik
Karyotyping merupakan pemeriksaan sitogenetik
definitif untuk menegakkan diagnosis Down syndrome serta
membedakan tipe Down syndrome yakni trisomi 21 klasik,
translokasi, atau mosaik. Karyotyping untuk diagnosis
Down syndrome dapat menggunakan sampel dari
pemeriksaan chorionic villus sampling (CVS),
amniosentesis, atau dilakukan dengan mengambil sampel
darah neonatus yang dicurigai menderita Down syndrome.
Pemeriksaan lain yakni fluorescence in situ
hybridization (FISH) dapat digunakan untuk diagnosis yang
lebih cepat. FISH juga dapat dilakukan pada periode
prenatal dan pada neonatus. Namun, pemeriksaan dengan
mewarnai (staining) kromosom ini tidak dapat mendeteksi
kelainan kromosom akibat translokasi.
 Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan adalah
echocardiography, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
sumsum tulang belakang, kadar thyroid stimulating hormone
(TSH) dan thyroxine (T4), auditory brainstem response (ABR).
c. Autism
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes
secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme,
maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat
digunakan untuk mendiagnosa autisme:
• Childhood Autism Rating Scale (CARS)
skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat
oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada
pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak
dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang,
penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan,
kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
• The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita
yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-
an.
• The Autism Screening Questionare
adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item
yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
• The Screening Test for Autism in Two-Years Old
tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang
dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan
pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor
dan konsentrasi.

d. Child Abuse
1. Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakukanskrining perdarahan. Pada
penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
 Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam
setelah penganiayaan seksual.
 Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
 Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
2. Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan
salah pada anak, yaitu untuk :
 Identifiaksi fokus dari jejas
 Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun
sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak
diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang,
keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik.
Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya
penyaniayaan fisik.
3. CT-scan
Lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik,
hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang
mengalamitrauma kepala yang berat.
4. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti
perdarahan subdural dansub arakhnoid.
5. Ultrasonografi
Digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
6. Pemeriksaan kolposkopi
Untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.

2.7 Penatalaksanaan
a. Retardasi Mental
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi
dan sangat individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak semua anak
penanganan multidisiplin merupakan jalan yang baik. Sebaiknya dibuat
rancangan suatu strategi pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk
mengembangkan potensi anak tersebut seoptimal mungkin. Untuk itu perlu
melibatakan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama
kemampuan kognitifnya,dokter anak untuk memeriksa fisik anak,menganalisis
penyebab,dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga
kehadiran pekerja social kadang-kadanng diperlukan untuk menilai situasi
keluarganya. Atas dasar itu maka buatlah strategi terapi. Seringkali melibatkan
lebih banyak ahli lagi,misalnya ahli saraf bila anka juga menderita
epilepsi,palsiserebral,dll. Psikiater,bila anaknya menunjukkan kelainan
tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga.
Ahli rehabilitasi,bila diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan
sensoriknya. Ahli terapi wicara,untuk memperbaiki gangguan bicaranya atau
untuk merangsang perkembangan bicarnya. Serta diperlukan buruh pendidikan
luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental ini.
Pada orang tuanya perlu diberi penerangan yang jelas mengenai
keadaan anaknya, dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan.
kadang-kadang diperlukan waktu yang lama untuk meyakinkan orang tua
mengenai keadaan anaknya, maka perlu konsultasi pula dengan psikolog dan
psikiater. Disamping itu diperlukan kerja sama yang baik antara guru dengan
orang tuanya,agar tidak terjadi kesimpang siurandalam strategi penanganan
anak disekolah dan dirumah. Anggota keluarga lainnya juga harus diberi
pengertian. Disamping itu masyarakat perlu diberikan penerangan tenteng
retardasi mental,agar mereka dapat menerima anak
Sekolah khusus untuk anak retardasi mental ini adalah SLB-C.Di
sekolah ini diajarkan keterampilan-keterampilan dengan harapan mereka dapat
mandiri dikemudian hari. Diajarkan pula tentang baik buruknya suatu tindakan
tertentu,sehingga mereka diharapkan tidak melakukan tindakan yang tidak
terpuji,seperti mencuri,merampas,kejahatan seksual,dll.Semua anak yang
retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan
kesehatan yang rutin,imunisasi,dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya.
Anak-anak ini sering juga disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan
penanganan khusus
b. Down Syndrom
Penatalaksanaan sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan
yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap
perkembangannya penderita syndrome down juga dapat mengalami
kemunduran dari sistim tubuhnya. Dengan demikian penderita harus
mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam
menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran
perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Penanganan Secara Medis
a. Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk
mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian
besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya
kelainan pada jantung tersebut.
b. Pemeriksaan Dini
 Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak
awal kelahiran, sehingga dilakukan pemeriksaan secara
dini sejak awal kehidupannya.
 Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
c. Pemeriksaan Nutrisi
Pada perkembangannya anak dengan sindrom down
akan mengalami gangguan pertumbuhan baik itu kekurangan
gizi pada masa bayi dan prasekolah ataupun kegemukan pada
masa sekolah dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasama
dengan ahli gizi.

d. Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
keadaan tulang yan dianggap sangat mengganggu atau
mengancam jiwa (spina servikalis)
2. Pendidikan
a. Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan sindrom
down adalah membuat desain bangunan dengan menerapkan
konsep rangsangan untuk tempat pendidikan anak- anak down's
syndrome. Ada tiga jenis rangsangan, yakni fisik, akademis dan
sosial.Ketiga rangsangan itu harus disediakan di dalam ruangan
maupun di luar ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu
melihat dunia sebagai sesuatu yang menarik untuk
mengembangkan diri dan bekerja.
b. Taman bermain atau taman kanak – kanak
Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan
ruang berkumpul dan bermain bersama (outdoor) seperti :
 Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan
penyendiri.
 Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak
untuk bermain bersama hewan dan tanaman
c. Intervensi dini.
Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program
intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua
untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan sindrom
down. Akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini,
latihan khusus untuk motorik halus dan kasar dan petunjuk
agar anak mau berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak
akan mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, pola
eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat membentuk
perkembangan fisik dan mental.

3. Penyuluhan terhadap orang tua


Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat,
karena kita memandang bahwa perasaan orang tua sangat beragam
dan kerena kebanyakan orang tua tidak menerima diagnosa itu
sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang
mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya
siap menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan
selanjutnya adalah bahwa anak dengan sindrom down itu juga
memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya yaitu kasih
sayang dan pengasuhan. Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan
yang diberikan antra lain: Apa itu sindrom down, karakteristik fisik
dan antisipasi masalah tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus
diberi tahu tentang fungsi motorik, perkembangan mental dan
Bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah
yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.
c. Autism
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis
adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter
atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen
penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal
dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak
demikian pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak
mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi
efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan
diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem
dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis.
Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan
antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2
(D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin
D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas,
dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena
mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa
mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi
afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan
penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas
emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-
hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang
melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ
dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi
wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian
informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT)
untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga,
dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa
memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis.
Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang
menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin
dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada
di dinding usus. Dengan berbagai terapi itu, diharapkan penyandang
autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh
menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi
2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
 Terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara yang lebih baik.
 Terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak
 Terapi perilaku: anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-
temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa
sulit mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak
heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative
tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan
perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.
d. Child Abuse
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada
anak adalah melalui:
 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan
program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
 Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian
badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, dan bagian
lain dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian
tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga agar tidak
diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan
anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi anlaya emosional. Guru juga dapat
membantu mendeteksi tanda-tanda anlaya fisik dan pengabaian
perawatan pada anak.
 Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no. 4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak
cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak
dari semua bentuk penganiayaan dant kekerasan. Bab II pasal 2
menyebutkan bahwa "anak berhak atas perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
 Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya
diikuti oleha artikel artikel pencegahan dan penanggulangannya.
Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang
diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.

2.8 Komplikasi
a. Retardasi Mental
 Serebral palcy
 Gangguan kejang
 Gangguan kejiwaan
 Gangguan konsentrasi /hiperaktif
 Defisit komunikasi
 Konstipasi
b. Down Syndrom
 Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
 Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan)
c. Autism
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat autisme adalah:
 Gangguan sensorik, seperti merasa sensitif dan marah pada lampu yang
terang dan suara berisik, atau tidak dapat merespons sensasi sensorik
seperti panas, dingin, atau nyeri
 Kejang pada penderita autisme dengan epilepsi, yang dapat memicu
penurunan kemampuan dalam aktivitas sehari-hari dan peningkatan
perasaan marah dan sensitive
 Masalah pada pencernaan
 Gangguan tidur
d. Child Abuse
 Mengalami keterlambatan dan keterbelakangan mental
 Hidrocepalus
 Ataksia
 Kenakalan remaja
 Depresi dan percobaan bunuh diri
 Gangguan Stress post traumatic
 Kejang-kejang
 Gangguan makan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
RETARDASI MENTAL

KASUS
An. A umur 6 tahun dibawa ibunya ke rumah sakit karena terdapat banyak luka sayatan di
tangannya. Ibu B mengatakan anaknya sering bersikap aneh misalnya sering melukai diri
sendiri dan sering mengancam jiwa orang lain. Ibu B mengatakan anaknya sering menolak
ketika diajak bermain oleh teman – temannya. Ibu B mengatakan An. A belum bisa menulis,
membaca dan melakukan aktivitasnya sendiri.
Saat dilakukan pengkajian terdapat banyak luka sayatan di tangan An. A. saat diajak
berinteraksi, respon An. A sangat lambat dan jawaban An. A juga menyimpang dari
pertanyaan yang diberikan oleh perawat. Ketika diamati tubuh An. A terlihat kurus, kecil,
tidak seperti anak umur 6 tahun pada umumnya. Saat diberikan mainan oleh perawat An. A
terlihat kurang berminat.
Saat dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil :
TD : 110/80 mmHg
RR : 32 x / menit
S : 36,5 o C
N : 110x/menit

A.    PENGKAJIAN
Nama perawat    :  Ns Donny
Tanggal pengkajian            :  20 November 2012
Jam pengkajian                   :  10.30
1.  Biodata Pasien
Nama klien                    :  An.A
Umur                                   : 6 Tahun
Jenis kelamin                      :  laki-laki
Agama                                  :  islam
Pendidikan                           : SD
Pekerjaan                           : Pelajar
Status pernikahan         : Belum menikah
Alamat                           : Jl. Raya Tejem 60
Diagnosa  Medis              : Retardasi Mental                                            
Tanggal masuk RS                 : 20 April 2015 pukul 08.00
Penanggung jawab  
Nama                        : Ibu B
Umur                       : 50 Tahun
Agama                   : Islam
Pendidikan              : SMA
Pekerjaan                                 : Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan                    : Menikah
Alamat                               : Jl. Raya Tejem 60
Hub. dengan klien                : Ibu Klien
2.     Keluhan Utama:
An.A Mengalami banyak perdarahan di tangannya
Riwayat Kesehatan:
a. penyakit sekarang :
klien mengatakan anaknya mengalami perdarahan karna sayatan di tangannnya
b. Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit yang Pernah dialami : klien pernah mengalami diare sebelumnya,
pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida
albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.klien juga mengatakan tidak ada alergi makanan atau obat dan baru
melakukan imunisasi pada umur 5 tahun
c. Riwayat Penyakit keluarga
Bapak E mengatakan kalau neneknya pernah mengalami penyakit Diabetes
Millitus

3.    PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


a) Aktivitas Latihan
An.A sebelum di bawa ke rumah sakit sering menolak ketika di ajak bermain oleh
teman-temannya dan tidak nyambung ketika diajak bicara. Setelah dibawa ke rumah
sakit An.A sering bersikap aneh dan sering melukai dirinya sendiri.
b) Tidur dan istirahat
Sebelum di bawa ke rumah  sakit klien mengatakan tidak ada masalah saat istirahat
selama 6 jam untuk tidur malam dan 2 jam untuk tidur siang. Setelah di bawa ke
rumah  sakit klien mengatakan sulit tidur  dan terbangun serta sering rewel
dikarenakan 4 jam dan tidak bisa tidur siang
c) Kenyamanan dan nyeri
P   :dari reaksi non verbalnya klien terlihat menahan sakit dan meringis
Q :dari reaksi non verbalnya klien sering menangis dan rewel
R :Nyeri klien berada di telapak tangan
S   :Skala nyeri antara 1-10 klien menunjukkan skala nyerinya di angka 7
T   :dari reaksi non verbalnya klien merasakan nyeri saat beraktivitas
d) Nutrisi
Sebelum sakit klien makan 2x sehari dengan nutrisi yang cukup dan porsi yang di
berikan selalu di habiskan klien. Selama sakit klien tidak mau makan karena sering
rewel menahan sakit.
e) Cairan dan elektrolit dan asam basa
Pada saat klien mengalami perdarahan klien hanya minum 3 gelas standar 250 cc dan
dibantu dengan Suport IV Line cairan RL 20tts/mnt, sebelum dibawa ke rumah sakit
klien hanya minum 5 gelas standar 250cc perhari.
f) Oksigenasi
Klien tidak mengalami gangguan pada pernafasan dan klien tidak terpasang alat
bantu pernafasan.
g) Eliminasi bowel
Sebelum dan setelah di bawa ke rumah sakit BAB klien Normal.
h) Eliminasi urin
Sebelum dibawa ke rumah sakit anak N bisa BAK 5x sehari dengan konsistensi
warna urin kuning bening. Setelah dibawa ke rumah sakit anak N bisa BAK 3x
sehari dengan konsistensi warna urin kuning pekat.klien juga tidak terpasang kateter.
i) Sensori persepsi dan kognitif
Setelah dilakukan pengkajian ternyata klien mengalami gangguan retardasi mental
yang di tandai dengan sulitnya di ajak berinteraksi dengan orang lain dan menolak
jika di ajak bermain.

4.    PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Keadaan pasien saat ini adalah lemas,gelisah dan rewel dengan tanda-tanda vital :
S :36,5 C
N :110/80 mmHg
RR :32x/menit
Bb sebelum sakit : 19 kg
Bb masuk RS : 14kg
Tb : 110cm
1)  Kepala
Kulit kepala klien normal,bersih, tidak ada lesi dan benjolan. Rambut hitam dan
kering.  Wajah klien tampak pucat dan meringis. Mata bengkak dan merah. Bibir klien
kering. 
2)  Leher
Leher An.A tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran tonsil dan
tidak ada masalah pada tenggorokan.
3) Dada
     tidak terkaji
4) Abdomen
Peristaltik usus normal 5-35x/menit
5) Genetalia
    Genetalia klien normal tidak ada lesi tidak ada cairan yang keluar dari vagina
6) Rectum
Rektum klien normal,tidak ada luka
7) Ekstermitas
Kekuatan tangan klien lemah dan sangat sakit ketika di gerakkan

5.      PSIKO-SOSIO-BUDAYA- SPIRITUAL
 Psikologis
Klien terlihat cemas,gelisah,dan rewel menahan sakit
 Sosial
Ibu B mengatakan anaknya sering tidak nyambung ketika di ajak bicara,menolak
jika di ajak bermain,dan menyimpang dari pertanyaan yang di berikan perawat
 Budaya
Dalam kesehariannya klien berbahasa Jawa
 Spiritual
An.A beragama Islam.
6.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992):
a. Kromosomal kariotipe
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
d. Titer virus untuk infeksi congenital
e. Serum asam urat (Uric acid serum)).
f. Pemeriksaan kromosom
g. Pemeriksaan urin, serum atau titer virus.

ANALISA DATA

Tanggal/Jam Data Fokus Etiologi Problem


20-04-2015 Ds : Ibu B mengatakan anaknnya malu Gangguan proses Hambatan interaksi
untuk bertemu teman-teman sebayanya. pikir sosial
Do: Saat diajak berinteraksi, respon An
A sangat lambat dan jawaban An A juga
menyimpang.
Do : An A terlihat kurang berminat untuk
diajak bicara.
20-04-2015 Ds : Ibu B mengatakan An. A belum bisa Keterlambatan Isolasi sosial
menulis, membaca dan melakukan dalam
aktivitasnya sendiri. menyelesaikan
Ds : Ibu B mengatakan anaknnya malu tugas
untuk bertemu teman-teman sebayanya. perkembangan
Ds : Ibu B mengatakan anaknya menolak
jika diajak bermain oleh teman-teman
sebayanya.
Do : An A terlihat kurang berminat untuk
diajak bicara.
20-04-2015 Ds : Saat diajak berinteraksi, respon An Inteligensia yang Gangguan
A sangat lambat dan jawaban An A juga rendah penyesuaian
menyimpang. individu
Do : Ketika perawat menyuruh An A
berhitung, An A tidak bisa.
20-04-2015 Ds : Ibu B mengatakan anaknya sering Agen cedera fisik Nyeri akut
mengeluh kesakitan pada daerah luka
sayatan.
Do : Ketika diinspeksi terlihat banyak
luka sayatan ditangan An A. tampak
meringis
20-04-2015 Ds : Ibu B mengatakan anaknya susah Faktor psikologis Ketidakseimbangan
untuk makan, nafsu makannya menurun nutrisi kurang dari
semenjak menyendiri kebutuhan tubuh
Do : Ketika diamati tubuh An A terlihat
kurus, kecil, tidak seperti anak umur 6
tahun pada umumnya.
PERIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Defisit nutris b.d psikologis d.d nafsu makan menurun
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri, tampak meringis

INTERVENSI
Nama Klien : An. A No. RM    : 11130032
Umur           : 6 Tahun Alamat     : Jl. Raya Tejem 60
Bangsal        : Melati Dx. Medis :

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Defisit nutris b.d Setelah dilakukan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
. psikologis d.d nafsu tindakan keperawatan Observasi
makan menurun selama 3 x 24 jam maka 1) Identifikasi status nutrisi
defisit nutrisi 2) Identifikasi alergi dan intoleransi
teratasi dengan criteria makanan
hasil : 3) Identifikasi makanan yang disukai
1) Porsi makanan 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan
yang dihabiskan jenis nutrient
dipertahankan 5) Identifikasi perlunya penggunaan
pada 3 selang nasogastrik
ditingkatkan ke 5 6) Monitor asupan makanan
2) Berat badan 7) Monitor berat badan
meningkat 5 8) Monitor hasil pemeriksaan
3) Frekuensi laboratorium
meningkat 5 9) Terapeutik
4) Nafsu makan 10) Lakukan oral hygiene sebelum
meningkat makan, jika perlu
11) Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
12) Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
13) Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
14) Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
15) Berikan suplemen makanan, jika
perlu
16) Hentikan pemberian makan melalui
selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
2. PROMOSI BERAT BADAN
Observasi
1) Identifikasi kemungkinan penyebab
BB kurang
2) Monitor adanya mual dan muntah
3) Monitor jumlah kalorimyang
dikomsumsi sehari-hari
4) Monitor berat badan
5) Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
1) Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
2) Sediakan makan yang tepat sesuai
kondisi pasien( mis. Makanan dengan
tekstur halus, makanan yang
diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
3) Hidangkan makan secara menarik
4) Berikan suplemen, jika perlu
5) Berikan pujian pada pasien atau
keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi
1) Jelaskan jenis makanan yang bergizi
tinggi, namuntetap terjangkau
2) Jelaskan peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan
2 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
. agen pencedera tindakan keperawatan 1.08238
fisik d.d mengeluh selama 3 x 24 jam maka Tindakan
nyeri, tampak keluhan nyeri teratasi Observasi :
meringis dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri frekuensi, kualitas, Intensitas nyeri
Menurun 2) Identifikasi skala nyeri
Meringis. 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
Menurun Identifikasi faktor yang memperberat
Sikap protektif dan memperingan nyeri
Menurun 4) Identifikasi pengetahuan dan keyaninan
Gelisah Menurun tentang nyeri
Kesulitan tidur Menurun 5) Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
6) Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
7) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
8) Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi tarbimbing. kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
1) Fasilitasl istirahat dan tidur
2) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyerl Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Pemberian Analgesik
1.08243
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
Intensitas, frekuensi, Identifikasi
riwayat alergi obat durasi)
2) Identifikasi kesesualan jenis
analgesik (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri.
3) Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
4) Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesla
optimal, jika perlu
2) Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien
4) Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi.
                                                                                                               
IMPLEMENTASI

Nama Klien : An. A No. RM    : 11130032


Umur           : 6 Tahun Alamat     : Jl. Raya Tejem 60
Bangsal        : Melati Dx. Medis : Retardasi Mental

\
NO TANGGAL JAM IMPLEMENTASI TTD
1. 20-04-2015 08.00 observasi
Defisit 1) mengidentifikasi status nutrisi
nutris b.d hasil : nutsisi pasien kurang, nafsu
psikologis makan berkurang
d.d nafsu 2) mengidentifikasi alergi dan intoleransi
makan makanan
menurun hasil : px tidak mengalami alergi
3) mengidentifikasi makanan yang
disukai
hasil : makanan yang lucu dan manis
4) mengidentifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
hasil : (66.7+6.24 x 14)+(12.7 x 110)-
(6.755 x 6) = 1500 kkal dan
kaborhidrat diutamakan
5) mengidentifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
hasil : tidak perlu menggunakan
selang nasogastrik
6) memoonitor asupan makanan
hasil : px tidak mau makan sama
sekali, jika dipaksa hanya 2 kali
suapan
7) memoonitor berat badan
bb saat sehat : 19kg
bb saat sakit : 14kg
Terapeutik
1) melakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
hasil : px mau melakukannya dibantu
dengan keluarga
2) menyajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
hasil : pasien ingin makan walaupun 3
sendok

Edukasi
3) menganjurkan posisi duduk
hasil : px memgikuti perintah dan mau
makan sambil duduk
Kolaborasi
3) berkolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik)
hasil : perawat dan gizi sudah
berkolaborasi untuk makanan pereda
nyeri
4) berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
hasil : untuk kalori yang dibutuh kan
per harinya kurang lebih 1500 kkal
2. PROMOSI BERAT BADAN
Observasi
1) mengidentifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
hasil : nafsu makan px berkurang
2) Memonitor adanya mual dan muntah
hasil : px tidak mual dan muntah
Terapeutik
1) Berikan pujian pada pasien atau
keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
hasil : px memiliki daya tarik untuk
nafsu makan meningkat
2. 20-04-2015 08.00 Manajemen Nyeri
Nyeri akut 1.08238
b.d agen Tindakan
pencedera Observasi :
fisik d.d 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
mengeluh durasi, frekuensi, kualitas, Intensitas
nyeri, nyeri, Identifikasi skala nyeri
tampak hasil : P   :dari reaksi non verbalnya
meringis klien terlihat menahan sakit dan
meringis
Q :dari reaksi non verbalnya klien
sering menangis dan rewel
R :Nyeri klien berada di telapak
tangan
S   :Skala nyeri antara 1-10 klien
menunjukkan skala nyerinya di angka
7
T   :dari reaksi non verbalnya klien
merasakan nyeri saat beraktivitas
2. mengidentifikasi pengetahuan dan
keyaninan tentang nyeri
hasil : px dan keluarga kurang
pengetahuan dalam nyeri
3. Memonitor efek samping penggunaan
analgetik
hasil : px mengatakan nyerinya mereda

Terapeutik
3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi tarbimbing. kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
hasil : dilakukan teknik imajinasi
terbimbing dan px mau melakukannya
didampingi ibunya
3) memfasilitasl istirahat dan tidur
hasil : sudah difasilitasi dengan RS
Edukasi
1. menjelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
hasil : px dan keluarga memahami

EVALUASI KEPERAWATAN

NO EVALUASI TTD
1. S : px mengatakan makan nya meningkat
O : px tampak lebih berisi, bb naik 15 kg
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan.
2. S : px mengatakan nyerinya mendingan
O : sudak tidak tampak
A : Tujuan belum tercapai.
Intervensi dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA

 Mooihead,soe dkk. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC)  edisi 4. Mas By


Eiseuiere: LISA.
 McCloskey, Joanne, dkk. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 4.
Mosby Elsevien: LISA.
 Rosdiana. Kamus Keperawatan
 Sumarwati, made, dkk. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. EGC: Buku Kedokteran.
 Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 2008. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai