Disusun Oleh:
Kelompok 5
DAFTAR ISI
i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
C. Sistematika Penulisan ..................................................................................................2
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semua orang tua menghendaki kehadiran seorang anak. Anak yang diharapkan oleh
orangtua adalah anak yang sempurna tanpa memiliki kekurangan. Pada kenyataannya, tidak
ada satupun manusia yang tidak memiliki kekurangan. Manusia tidak ada yang sama satu
dengan lainnya. Seperti apapun keadaannya, manusia diciptakan unik oleh Sang Maha
Pencipta.
Anak adalah anugerah dari Tuhan yang sangat dinantikan hadirnya oleh para orang
tua, namun tidak semua anak terlahir dengan sempurna. Ada beberapa anak yang terlahir
istimewa, anak-anak istimewa ini memerlukan perhatian dan perlakuan khusus. Istilah
berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai
kelainan/ penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya, dalam hal fisik,
mental maupun karakteristik perilaku sosialnya (Abdullah, 2013). Sama halnya dengan anak
yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan, pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan masa depannya.
Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang
memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada
sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang
lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia belum ada data resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus
di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada
dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan
khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang
belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.
Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations) yang
memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan
khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192 anak,
namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak,
tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah
terakomodir.
1
Berdasarkan Susenas Triwulan 1 Maret 2011, jumlah anak Indonesia sebanyak
82.980.000. Dari populasi tersebut, 9.957.600 anak adalah anak berkebutuhan khusus dalam
kategori penyandang disabilitas. Sedangkan jumlah anak dengan kecerdasan istimewa dan
berbakat istimewa adalah sebesar 2,2% dari populasi anak usia sekolah (4-18 tahun) atau
sekitar 1.185.560 anak (Winarsih et al., 2013).
Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus
di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak karena
menentukan masa depannya. Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif
seperti autism, hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian
yang lebih terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan
lingkungan untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas
bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang konsep anak berkebutuhan khusus.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini diantaranya :
a. Mahasiswa memahami tentang apa pengertian anak berkebutuhan khusus
b. Mahasiswa memahami tentang jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus
c. Mahasiswa memahami tentang Asuhan keperawatan anak berkebutuhan khusus
C. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan akan diuraikan secara singkat dalam bentuk bab dan sub bab
penulisan karya tulis, maka Penulis akan menyusun menjadi 3 bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Tujuan Penulisan, dan Sistematika
Penulisan
BAB II Landasan Teori terdiri dari pengertian, rentang Respon, Proses Terjadinya
Masalah, Mekanisme Koping, faktor penyebab, jenis dan karakter anak
berkebutuhan khusus, cara menangani serta asuhan keperawatan pada anak
berkebutuhan khusus
BAB III Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
lainnya secara umum dan rata-rata di usia nya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus
apabila ada sesuatu yang kurang bahkan bisa juga ada suatu yang lebih di dalam dirinya.
Menurut heward (2022) anak yang berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus (ABK), adalah anak yang mengalami keterbatasan
keluarbiasaaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional yang berpengaruh
signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya, seperti yang termuat dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor 10 tahun 2011 tentang
Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus, yang terdiri dari 12 kategori yaitu:
anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak
dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, anak dengan gangguan
spectrum autism, anak tunaganda, anak lamban belajar (slow learner), anak dengan
kesulitan belajar khusus, anak dengan gangguan komunikasi, dan anak dengan potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa (Kemenppa RI, 2018).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau
keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh
secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan
anak-anak lain yang seusia dengannya (Winarsih et al., 2013).
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel
sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar
untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti
disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO),
definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability yaitu keterbatasan atau
3
kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas
sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level
individu. Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu
ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang
membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
7
a. Ciri atau tanda anak spektrum autis bervariasi yang meliputi 3 bidang yaitu :
gangguan komunikasi/ wicara, interaksi sosial, dan gerakan berulang-ulang
(stereotipi) dengan derajat ringan sampai berat.
b. Usia 0 – 2 tahun : anak jarang menangis atau sering menangis tanpa sebab
(iritable), sulit bila digendong karena gerakan tangan dan kaki berlebihan, tidak
ada kontak mata, tidak ditemukan senyum sosial (merespin/ membalas senyum
orang lain disekitarnya), terkadang ada fase perkembangan motorik yang terlewati
seperti anak tidak melewati fase merangkak tapi langsung berdri/ lari, menggigit
tangan dan anggota orang lain secara berlebihan.
c. Usia 2 – 3 tahun : anak tidak tertarik bersosialisasi dengan anak lain, melihat orang
sebagai benda, kontak mata terbatas, tertarik pada benda tertentu, tidak menyukai
sentuhan/ di peluk, marah bila rutinitas yang biasa dikerjakan diubah, menyakiti
diri sendiri dan agresif.
d. Anak sangat lambat bicara atau tidak bisa sama sekali, mengeluarkan suara yang
aneh tanpa makna, mengulang-ulang ucapan lawan bicara, berbicara tapi tidak
untuk berkomunikasi.
e. Ditanya tidak bisa menjawab, bahkan mengulang pertanyaannya.
f. Tidak bisa berkomunikasi dua arah dan tidak menatap mata lawan bicaranya.
g. Kalau dipanggil tidak mau menengok.
h. Merasa tidak nyaman bila main sendiri.
i. Berperilaku aneh seperti jalan berjinjit-jinjit, berputar-putar, lompat-lompat,
mondar-mandir tak bertujuan.
j. Sering melihat dengan mata miring
k. Kelekatan dengan benda tertentu, sehingga kemana-mana harus membawa benda
tersebut
l. Mengamuk hebat kalau tidak mendapatkan keinginannya.
m. Tertawa/ menangis/ marah tanpa sebab yang jelas
n. Tidak ada rasa empati
o. Ada kebutuhan untuk mencium-cium sesuatu dan memasukkan segala benda yang
dipegangnya ke dalam mulut atau digigit-gigit.
8. Anak dengan gangguan ganda.
Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan ganda ;
a. Memiliki perpaduan dua hambatan atau lebih, misalnya disabilitas penglihatan
dengan gangguan spektrum autisma, disabilitas penglihatan dengan disabilitas
8
pendengaran, down syndrome/ disabilitas intelektual dengan disabilitas
pendengaran dan lain sebagainya.
b. Memiliki hambatan dalam berinteraksi sosial.
c. Memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti
orang lain.
d. Pada umumnya mengalami keterlambatan perkembangan fisik dan motorik. -
Sering berperilaku aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosokgosokan jarinya
ke wajah, melukai diri (membenturkan kepala), mencabuti rambut, dan
sebagainya.
e. Seringkali tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan,
berpakaian, buang air kecil, dan lain sebagainya.
f. Jarang berperilaku dan berinteraksi secara konstruktif.
g. Dibalik keterbatasan-keterbatasan di atas, anak tunaganda mempunyai ciri-ciri
positif seperti ramah, hangat, punya rasa humor, keras hati dan berketetapan hati.
9. Anak Lamban Belajar
a. Fungsi pada kemampuan dibawah rata-rata kelas.
b. Rata-rata prestasi belajar selalu rendah.
c. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-
teman seusianya.
d. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat.
e. Butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas
akademik dan non akademik.
f. Lebih suka berteman dengan anak yang berusia signifikan di bawahnya.
10. Anak Dengan Kesulitan Belajar Khusus.
Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar khusus :
a. Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (Disleksia)
1) Perkembangan kemampuan membaca lambat dan sering terjadi kesalahan
dalam membaca.
2) Kemampuan memahami isi bacaan rendah.
3) Dalam menulis sering terjadi huruf yang hilang dalam satu kata pada awal,
tengah atau akhir kata, atau sulit membedakan bentuk huruf atau angka yang
hampir sama seperti menulis huruf d menjadi b, begitu sebaliknya.
4) Tidak mengindahkan tanda baca
b. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (Disgrafia).
9
1) Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai.
2) Sering salah menulis huruf b dengan p, v dengan u, p dengan q, angka 2
dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya.
3) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca.
4) Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang.
5) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris
c. Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (Diskalkulia).
1) Sulit membedakan tanda-tanda +, -, x, :, =, <, >.
2) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan.
3) Sering salah membilang dengan urut.
4) Sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3
dengan 8, dan sebagainya.
5) Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
11. Anak dengan gangguan komunikasi/ wicara.
a. Anak tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan
b. Todak bereaksi ketika mendengar bunyi yang terjadi disekitarnya.
c. Tidak pernah atau sangat jarang menangis
d. Tidak suka menatap wajah atau membalas tatapan ibunya ketika disusui
e. Kesulitan dalam mengisap, mengunyah dan menelan saat makan dan minum
f. Belum mulai berbicara di usia sekitar 12 bulan.
g. Perbendaharaan kata atau kalimat minum
h. Tidak mampu menyusun kalimat sederhana dan terkadang hanya menyebutkan
suku kata akhirnya saja
i. Ada kelainan organ wicara, misalnya celah pada bibit atau sumbing, dan kelainan
bentuk lidah
j. Suka menyendiri atau tidak bergaul
k. Bicaranya sulit dimengerti
l. Menunjukkan gejala terpaku pada sesuatu yang sulit untuk dialihkan (perseverasi)
12. Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa
a. Memiliki tingkat kecerdasan diatas rata – rata, kreatif, dan berkomitmen terhadap
tugas sangat tinggi
b. Memiliki kepekaan yang tinggi
c. Suka mendapat jawaban dari pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” tentang
suatu hal
10
d. Mampu bekerja mandiri sejak kecil
e. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan
f. Mempunyai minat yang luas, bervariasi dan mendalam
g. Mempunyai daya ingat yang kuat dan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap
sesuatu hal
h. Mempunya energi yang tinggi dalam berhubungan dan emberi respin baik
terhadap orangtua, guru dan orang dewasa
i. Suka berteman dengan anak yang berusia diatasnya
j. Suka mempelajari sesuatu yang baru dan mengerjakan tugas-tugas dengan baik
dan efisien
k. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang
bersamaan, dan cepat mengaitkan satu hal dengan hal yang lain.
l. Dapat berkonsendtrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau
bidang yang diminati.
12
h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi. Jenis
rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika berbeda dengan
bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit virus yang bisa menyebabkan
janin kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan otak terganggu.
i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu.
Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat melahirkan
pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi yang pernah
dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan pada kandungan
saat kehamilan.
j. Penggunaan sinar X.
Radiasi sinar X dar USG yang berlebihan atau rontgent atau terkena sinar alat-alat
pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi karena merusak sel kromosom
janin.
2. Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran dan
menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya lahiran yang sulit,
pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan, lahir prematur, berat badan
lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap sipilis. Berikut adalah hal yang dapat
mengakibatkan kecacatan bayi saat kelahiran :
a. Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia). Bayi
postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan atau lebih, dapat
menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi karena cairan ketuban janin
yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang membahayakan bayi. Bayi
yang prematur atau lahir lebih cepat dari usia kelahiran, seperti 6 – 8 bulan, bisa
berakibat kecacatan. Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat badan
ketika kelahiran. Bayi lahir di usia matang yaitu lebih 40 minggu jika memang
sudah sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum tumbuh
sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang
ketika lahir tidak langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena terendam
ketuban, cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan,
atau akibat proses kelahiran yang tidak sempurna sehingga kepala bayi terlalu
lama dalam kandungan sementara tubuhnya sudah keluar dan bayi menjadi
tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan bayi kekurangan oksigen.
13
b. Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya,
dapat menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan
vacum, tang verlossing.
c. Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan
keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin membesar,
maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada plasenta yang mudah
berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi dipaksa lahir normal dalam
kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu terjangkit penyakit
(sipilis, AIDS/HIV, kista).
d. Kelahiran sungsang. Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih
dahulu. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang
keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat
apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala yang lebih
lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu. Ketika
posisi bayi sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi
caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan kematian bayi.
e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik). Ibu yang memiliki
kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik, dapat menekan kepala bayi saat
proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan operasi caesar saat
melahirkan.
3. Pasca-Natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia
perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena
kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah hal-hal
yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi :
a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes melitus,
penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media),
malaria tropicana. Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit kronis
yang bisa disembuhkan dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada
bayi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama kehidupan
(golden age).
b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat
dibutuhkan bayi setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6
14
bulan pertama, dan makanan penunjang dengan gizi seimbang di usia selanjutnya.
Jika bayi kekurangan gizi atau malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan
terhambat dan bayi dapat mengalami kecacatan mental.
c. Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat
mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ utama
kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka dapat merusak pula
sistem/fungsi tubuh lainnya.
d. Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan minuman
yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka dapat meracuni
secara permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang kadaluarsa/busuk atau
makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun yang menyebar dalam darah
bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan kecacatan pada bayi.
15
7) Permulaan penggolongan peran seks (mengenal peran seksnya, menyadari
dirinya perempuan atau laki-laki).
8) Keterampilan motorik: daerah kepala (kekuatan leher, koordinasi dengan mata,
telinga, mulut), tangan-lengan (fine-gross motor), tungkai.
b. Tugas perkembangan masa kanak-kanak awal
1) Perkembangan fisik : Proporsi tubuh mulai seimbang, postur meninggi pada
proximodistal, tulang otot (fine-grossmotor lebih kompleks), lemak.
2) Kebiasaan fisiologis (pola makan, pola tidur, pola bermain)
3) Pengembangan kognitif: meningkatnya pengertian/ konsep (banyaknya
perbendaharaan kosakata).
4) Keterampilan Sosial: emosi dan perilaku sosial/asosial, berteman, disiplin, peran seks,
minat.
2. Deteksi dini tumbuh kembang anak.
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan atau pemerikasaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada anak usia dini.
Dengan ditemukan secara dini penyimpangan tumbuh kembang anak, maka intervensi
akan lebih mudah dilakukan, terutama harus melibatkan orang tua. Bila penyimpangan
terlambat diketahui maka intervensinya akan lebih sulit. Ada banyak alat untuk
melakukan deteksi perkembangan pada anak. Deteksi perkembangan pertumbuhan
dapat dilakukan oleh tenaga professional (tenaga Kesehatan, psikolog, terapis) secara
multi disiplin. Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang telah dilakukan oleh
tenaga Kesehatan ditingkat Puskesmas dan jaringannya berupa :
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui atau
menemukan status gizi kurang atau buruk.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat dan gangguan daya
dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya
masalah mental emosional, austisme, dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas.
YA Kelainan fisik
(ketulian,
kebutaan, dll)
Apakah ada
Anak tidak
gangguan sensoris
bisa belajar? Retardasi
yang dialami?
TIDAK mental
16
TIDAK
Bagaimana dengan
potensi intelekstual YA Kelainan
Gambar 1. Alur Deteksi
Dini Tumbung Kembang
Anak (Desiningrum,
F. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1.2016)
PENGKAJIAN.
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan. Pengkajian yang
cermat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah pasien guna memastikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan peoses keperawatan sangat tergantung pada akurasi dan
ketelitian fase pengkajian.
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui identitas anak yang terdiri dari nama,
nama panggilan, umur, tanggal lahir, jenis kelamin.
b. Identitas Orang Tua
Selain identitas pasien, perawat perlu mengetahui identitas orang tua pasien. Hal
ini disebabkan pasien yang masih anak-anak atau dibawah umur. Identitas orang
tua terdiri dari nama ayah dan ibu, umur, jenis kelamin, agama, suku, bahasa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan alamat.
c. Keluhan utama
Pasien datang ke poli pediatri atau poli psikiatri dengan keluhan mengalami
hambatan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan mengenai upaya yang telah dilakukan oleh orang tua pasien dan terapi
apa yang telah diberikan kepada pasien. Hal ini dilakukan untuk mendukung
keluhan utama pasien.
e. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang menungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang. Contohnya, seperti apakah
17
pasien memiliki riwayat penyakit misalnya obesitas, lalu tanyakan juga mengenai
riwayat operasi, riwayat alergi, dan riwayat imunisasi.
f. Riwayat perinatal
Dalam riwayat perinatal ini dituliskan riwayat antenatal, intranatal dan post natal.
Riwayat antenatal seperti apakah ibu memiliki riwayat meminum obat-obatan,
merokok dan minum alkohol. Riwayat intra natal seperti lama persalinan,
komplikasi persalinan, terapi yang diberikan, tempat dan cara melahirkan.
Selanjutn riwayat post natal misalnya prematuritas, skor APGAR,
hiperbilirubinemia, berat badan lahir rendah (BBLR), ensefalopati dan cacar lahir.
g. Riwayat kesehatan keluarga.
Tanyakan kepada keluarga pasien bagaimana lingkungan rumah serta apakah ada
keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan atau memiliki penyakit
keturunan dari keluarga pasien. Serta buat genogram dari keluarga pasien.
h. Pemeriksaan tingkat perkembangan.
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan perkembangan terkait
adaptasi sosial, motorik kasar dan halus, serta hambatan pengguanaan bahasa pada
pasien sebelum di rawat inap.
i. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit.
Tanyakan pada keluarga terkait konedisi lingkungan yang mempengaruhi
timbulnya penyakit, contohnya paparan zat toksik seperti timbal
j. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, imunisasi, penyakit yang menyebabkan anak absen dari sekolah,
kebiasaan merokok orang tua, praktek pencegahan kecelakaan (pakaian,
menukar popok), praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga,
menyimpan obat-obatan).
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian ASI/ PASI, jumlah
minum, kekuatan menghisap, jumlah makanan, dan kudapan, jenis dan jumlah
(makanan dan minuman) adakah tambahan vitamin, pola makan 3 hari terakhir
atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, BB lahir dan BB
saat ini serta status nutrisi orang tua, apakah ada masalah atau tidak.
3) Pola Eliminasi.
18
Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah atau tidak),
mengganti pakaian dalam/ diapers pada bayi, pola eliminasi urine (frekuensi
ganti popok basah perhari, kekuatan keluarnya urin, bau dan warna).
4) Pola aktivitas/ bermain (termasuk kebersihan diri)
Kelemahan dan cenderung mengantuk, keetidakmampuan atau kurang
keinginan untuk beraktivitas.
19
Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku seksualitas yang
aman, pelukan, sentukan, dll) pengetahuan yang berhubungan dengan
seksualitas dan reproduksi, efek terhadap kesehatan, riwayat yang
berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi, data pemeriksaan fisik
yang berkaitan (KU. Genetalia, payudara, rectum)
10) Pola mekanisme koping
Kaji apa yang menyebabkan stres pada anak, tingkat stres dan toleransinya
serta kaji cara penanganan masalah.
20
- Palpasi : untuk melihat apakah fremitus vokal kanan dan kiri sama,
serta apakah terdapat nyeri tekan pada dada
- Perkusi.
- Auskultasi : saat auskultasi perlu diperhatikan apakah terdapat suara
tambahan seperti ronkhi atau mengi
b) Jantung
- Inspeksi : pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
pada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung.
- Palpasi : untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung.
- Perkusi : untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak, hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri
- Auskultasi : untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkata
arus turbulensi darah.
6) Abdomen
- Inspeksi : apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada pasien tetanus biasanya
abdomen akan terlihat datar.
- Auskultasi : untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5 – 35 kali per menit.
- Palpasi : adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
- Perkuasi : abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
meninmbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinaria, tumor).
7) Keadaan punggung
Pada punggung dilakukan pengkajian terkait dengan bentuknya simetris atau
tidak, apakah terdapat lesi dan edema
8) Ekstremitas
21
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu palpasi
pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemeriksaan capillary refilltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
9) Genitalia dan anus
Melakukan pengkajian terkait dengan bentuk genetalia anak, kebersiahn organ
genetalia, serta apakah terdapat kelainan.
10) Pemeriksaan neurologis
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu di kaji. Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis ata usomnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan reflek fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
22
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSIS KRITERIA HASIL INTERVENSI
D.0119 Gangguan Komunikasi Verbal Komunikasi Verbal Promosi Komunikasi :
Kategori : Relasional (L.13118) Defisit Bicara (I.13492)
Subkategori : Interaksi Sosial Setelah dilakukan Tindakan
Definisi : tindakan keperawatan Observasi :
Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan selama ….x 24 jam Monitor kecepatan,
kemampuan untuk menerima, memproses, Komunikasi Verbal tekanan, kualitas, volume,
mengirim, dan/ atau menggunakan sistem simbol. Meningkat. dan diksi bicara
Penyebab : Dengan Kriteria Hasil : Monitor proses kognitif,
1. Penurunan sirkulasi serebral. 1. Kemampuan bicara anatomis dan fisiologis
2. Gangguan neuromuskuler meningkat yang beraiktan dengan
3. Gangguan pendengaran 2. Kemampuan bicara (mis. Memori,
4. Gangguan muskuloskeletal mendengar meningkat pendengaran dan bahasa)
5. Kelainan palatum 3. Kesesuaian ekspresi Monitor frustasi, marah,
6. Hambatan fisik (mis. Terpasang wajah/ tubuh depresi, atau hal lain yang
trakheostomi, intubasi, krikotiroidektomi) meningkat mengganggu bicara
7. Hambatan individu (mis. Ketakutan, 4. Kontak mata Identifikasi perilaku
kecemasan, merasa malu, emosional, kurang meningkat emosional dan fisik
privasi) 5. Afasia menurun sebagai bentuk
8. Hambatan psikologis (mis. Gangguan 6. Disfasia menurun komunikasi
psikotik, gangguan konsep diri, harga diri 7. Apraksia menurun Terapeutik
rendah, gangguan emosi). 8. Disleksia menurun Gunakan metode
9. Hambatan lingkungan (mis. Ketidakcukupan 9. Diartria menurun komunikasi alternatif (mis.
informasi, ketiadaan orang terdekat, 10. Afonia menurun Menullis, mata berkedip,
ketidaksesuaian budaya, bahasa asing). 11. Dislalia menurun padan komunikasi dengan
Gejala dan tanda mayor : 12. Pelo menurun gambardan huruf, isyarat
Subjektif : 13. Gagap menurun tangan dan komputer.
- 14. Respon perilaku Sesuaikan gaya
Objektif : membaik komunikasi dengan
1. Tidak mampu berbicara atau mendengar. 15. Pemahaman kebutuhan (mis. Berdiri di
2. Menunjukkan respon tidak sesuai. komunikasi membaik. depan pasien, dengarkan
Gejala dan tanda minor : (PPNI, 2019) dengan seksama tunjukkan
Subjektif satu gagasan atau
-
23
DIAGNOSIS KRITERIA HASIL INTERVENSI
Objektif : pemikiran sekaligus,
1. Afasia bicaralah dengan perlahan
2. Disfasia sambil menghindari
3. Apraksia teriakan, gunakan
4. Disleksia komunikasi tertulis atau
5. Disartria meminta bantuan keluarga
6. Afonia untuk memahami ucapan
7. Dislalia pasien)
8. Pelo Modifikasi lingkungan
9. Gagap untuk meminimalkan
10. Tidak ada kontak mata bantuan
11. Sulit memahami komunikasi Ulangi apa yang
12. Sulit mempertahankan komunikasi disampaikan pasien
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh Berikan dukungan
14. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah psikologis
atau tubuh Gunakan juru bicara, jika
15. Sulit menyusun kalimat perlu
16. Verbalisasi tidak tepat Edukasi :
17. Sulit mengungkapkan kata-kata Anjurkan berbicara
18. Disorientasi orang, ruang, waktu perlahan
19. Defisit penglihatan Ajarkan pasien dan
20. Delusi. keluarga proses kognitif,
Kondisi klinis terkait : anatomis, dan fisiologi
1. Stroke yang berhubungan dengan
2. Cidera kepala kemampuan berbicara
3. Trauma wajah Kolaborasi :
4. Peningkatan tekanan intrakranial
Rujuk ke ahli patologi
5. Hipoksia kronnis
bicara atau terapis.
6. Tumor
(PPNI, 2018)
7. Miastenia gravis
8. Sklerosis multipel
9. Distropi muskuler
10. Penyakit alzheimer
11. Kuadriplegia
12. Labiopalatoskizis
13. Infeksi laring
14. Fraktur rahang
15. Skizofrenia
16. Delusi
17. Paranoid
18. Autisme
(PPNI, 2017)
D.0118 Gangguan interaksi sosial Interaksi Sosial Modifikasi Perilaku
Kategori : Relasional (L.13115) Keterampilan Sosial
Subkategori : Interaksi Sosial Setelah dilakukan (I.13484)
Definisi : tindakan keperawatan …x Tindakan
Kuantitas dan/ atau kulitas hubungan sosial yang 24 jam maka interaksi Observasi
kurang atau berlebih sosial meningkat. Identifikasi penyebab
Penyebab : Dengan kriteria hasil : kurangnya keterampilan
24
DIAGNOSIS KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Defisiensi bicara 1. Perasaan nyaman sosial
2. Hambatan perkembangan/ maturasi dengan situasi sosial Identifikasi fokus
3. Ketiadaan orang terdekat meningkat pelatihan keterampilan
4. Perubahan neurologis (mis. Kelahiran 2. Perasaan mudah sosial
prematur, distres fetal, persalinan cepat atau menerima atau Terapeutik :
persalinan lama) mengkomunikasikan Motivasi untuk melatih
5. Disfungsi sistem keluarga perasaan meningkat keterampilan sosial
6. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan 3. Responsif pada orang Beri umpan balik positif
7. Penganiayaan atau pengabaian anak lain meningkat (mis. Pujian atau
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 4. Perasaan tertarik pada penghargaan) terhadap
9. Model peran negatif orang lain meningkat kemampuan sosialisasi.
10. Impulsif 5. Minat melakukan Libatkan keluarga selama
11. Perilaku menentang kontak emosi latihan keterampilan
12. Perilaku agresif meningkat sosial, jika perlu
13. Keengganan berpisah dengan orang terdekat 6. Minat melakukan Edukasi :
Gejala dan tanda mayor : kontak fisik meningkat Jelaskan tujuan melatih
Subjektif : 7. Verbalisasi kasih keterampilan sosial
1. Merasa tidak nyaman dengan situasi sosial sayang meningkat Jelaskan respon
2. Merasa sulit menerima atau 8. Kontak mata konsekuensi keterampilan
mengkomunikasikan perasaan meningkat sosial
Objektif : 9. Ekspresi wajah
Anjurkan mengungkapkan
1. Kurang responsif atau tertarik pada orang lain responsif meningkat
perasaan akibat masalah
2. Tidak berminat melakukan kontak emosi dan 10. Kooperatif dalam
yang dialami
fisik bermain dengan
Anjurkan mengevaluasi
Gejala dan tanda minor : sebaya meningkat
pencapaian setiap interaksi
Subjektif : 11. Kooperatif dengan
1. Sulit mengungkapkan kasih sayang teman sebaya Edukasi keluarga untuk
Objektif : meningkat dukungan keterampilan
1. Gejala cemas berat 12. Perilaku sesuai usia sosial
2. Kontak mata kurang meningkat Latih keterampilan sosial
3. Ekspresi wajah tidak responsif 13. Gejala cemas menurun secara bertahap
4. Tidak kooperatif dalam bermain dan berteman (PPNI, 2019) (PPNI, 2018)
dengan sebaya
5. Perilaku tidak sesuai usia
Kondisi Klinis Terkait
1. Retardasi Mental
2. Gangguan autistik
3. Attention deficit/ hiperactivity disorder
(ADHD)
4. Gangguan perilaku
5. Oppositional Defiant Disorder
6. Gangguan Tourette
7. Gangguan kecemasan perpisahan
8. Sindrom Down
(PPNI, 2017)
25
DIAGNOSIS KRITERIA HASIL INTERVENSI
Definisi : tindakan keperawatan Observasi
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal selama …x 24 jam maka Periksa status mental
maupun eksternal yang disertai dengan respon persepsi sensori membaik. status sensori dan tingkat
yang berkurang, berlebihnan atau terdistorsi. Dengan kriteria hasil : kenyaman misalnya nyeri
Penyebab : 1. Verbalisasi mendengar kelelahan
1. Gangguan Penglihatan bisikan menurun Terapeutik :
2. Gangguan Pendengaran 2. Verbalisasi melihat Diskusikan tingkat
3. Gangguan Penciuman bayangan menurun toleransi terhadap beban
4. Gangguan Perabaan 3. Verbalisasi merasakan sensori (mis. Bising,
5. Hiporsia Serebral sesuatu melalui indera terlalu terang)
6. Penyalahgunaan Zat perabaan menurun Batasi stimulus
7. Usia Lanjut 4. Verbalisasi merasakan lingkungan (mis. Cahaya,
8. Pemajanan toksin lingkungan sesuatu melalui indera suara, aktivitas)
penciuman menurun Jadwalkan aktivitas harian
Gejala dan tanda Mayor 5. Verbalisasi merasakan waktu istirahat
Subjektif : sesuatu melalui indera Kombinasikan prosedur
1. Mendengar suara bisikan atau melihat pengecapan menurun atau tindakan satu waktu,,
bayangan 6. Distorsi sensori sesuai kebutuhan.
2. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, menurun Edukasi :
penciuman, penglihatan atau pengecapan. 7. Perilaku halusinasi Ajarkan cara
Objektif : menurun meminimalisasi stimulus
1. Distorsi sensori 8. Menarik diri menurun (mis. Mengatur
2. Respon tidak sesuai 9. Melamun menurun pencahayaan ruangan,
3. Bersikap seolah melihat, mendengar, 10. Curiga menurun mengurangi kebisingan,
mengecap, meraba, atau mencium sesuatu 11. Mondar-mandir membatasi kunjungan)
Gejala dan tanda Minor : menurun Kolaborasi :
Subjektif : 12. Respon sesuai
Kolaborasi dalam
1. Menyatakan kesal. stimulus membaik
meminimalkan prosedur
Objektif : 13. Konsentrasi membaik
atau tindakan
1. Menyendiri 14. Orientasi membaik
Kolaborasi pemberian obat
2. Melamun (PPNI, 2019)
yang mempengaruhi
3. Konsentrasi buruk
persepsi stimulus.
4. Disorientasi waktu, tempat, orang dan situasi
(PPNI, 2018)
5. Curiga
6. Melihat ke satu arah
7. Mondar – mandir
8. Bicara sendiri
Kondisi klinis terkait :
1. Glaukoma
2. Katarak
3. Gangguan refraksi (myopia, hiperopia,
astigmatisma, presbiopia)
4. Trauma okuler.
5. Trauma pada saraf kranilais II, III, IV dan VI
akibat stroke, anourisma intrakranial, trauma/
tumor otak)
6. Infeksi okuler
7. Presbiakusis
8. Malfungsi alat bantu dengar
26
DIAGNOSIS KRITERIA HASIL INTERVENSI
9. Delirium
10. Demensia
11. Gangguan amnestik
12. Penyakit terminal
13. Gangguan psikotik.
(PPNI, 2017)
D.0106. Gangguan Tumbuh Kembang Status Pertumbuhan Manajemen Nutrisi (I.03119)
Kategori : Psikologis (L.10102) Tindakan
Subkategori : Pertumbuhan dan perkembangan Setelah dilakukan Observasi
Definisi : tindakan keperawatan …x Identifikasi status nutrisi
Kondisi individu mengalami gangguan 24 jam maka status Identifikasi alergi dan
kemampuan bertumbuh dan berkembang sesuai pertumbuhan membaik intoleransi makanan
dengan kelompok usia. Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
Penyebab : Dengan kriteria hasil : Identifikasi perlunya
1. Efek ketidakmampuan fisik 1. Berat badan sesuai penggunaan selang
2. Keterbatasan lingkungan usia meningkat nasogastrik
3. Inkonsistensi respon 2. Panjang/ tinggi badan Monitor asukan makanan
4. Pengabaian sesuai usia meningkat Monitor berat badan
5. Terpisah dari orang tua dan/ atau orang 3. Lingkar kepala
Monitor hasil pemeriksaan
terdekat meningkat
laboratorium
6. Defisiensi stimulus 4. Kecepatan
Terapeutik :
Gejala dan tanda mayor : pertambahan berat
Lakukan oral hygieneis
Subjektif : badan meningkat
sebelum makan, jika perlu
Tidak ada 5. Indeks massa tubuh
Objektif : meningkat Fasilitasi menentukan
1. Tidak mampu melakukan keterampilan atau 6. Asupan nutrisi pedoman diet (mis.
perilaku khas sesuai usia (fisik, bahasa, meningkat Piramida makanan)
motorik, psikososial) (PPNI, 2019) Sajikan makanan secara
2. Pertumbuhan fisk terganggu menarik dan suhu yang
Gejala dan tanda minor : sesuai
Subjektif : Berikan makanan tinggi
Tidak ada serat untuk mencegah
Objektif : konstipasi
1. Tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai Berikan makanan tinggi
usia kalori dan tinggi protein
2. Afek datar Berikan suplemen
3. Respon sosial lambat makanan, jika perlu
4. Kontak mata terbatas Hentikan pemberian
5. Nafsu makan menurun makanan melalui selang
6. Lesu nasogastrik jika asukan
7. Mudah marah oral dapat ditoleransi
8. Regresi Edukasi :
9. Pola tidur terganggu (pada bayi) Anjurkan posisi duduk,
Kondisi klinis terkait jika mampu
1. Hipotiroidisme Ajarkan diet yang di
2. Sindrom gagal tumbuh (Failure to Thrive programkan
Syndrome) Kolaborasi :
3. Leukemia Kolaborasi pemberian
27
DIAGNOSIS KRITERIA HASIL INTERVENSI
4. Defisiensi hormon pertumbuhan medikasi sebelum makan
5. Demensia (mis. Pereda nyeri,
6. Delirium antiemetik), jika perlu
7. Kelainan jantung bawaan Kolaborasi dengan ahli
8. Penyakit kronis gizi untuk menentukan
9. Gangguan kepribadian (Personality disorder) jumlah kalori dan jenis
(PPNI, 2017) nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
(PPNI, 2018)
28
4) Menghadirkankeadaan normal, selalu menciptakan kegiatan yang normal
kegiatan yang disusun tidak terlalu memanjakan atau melindungi anak karena
akan menghambat perkembangan anak
5) Memberikan fasilitas berupa alat bantu untuk menambah atau mempermudah
anak beraktivitas.
6) Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan menerima
kehadiran anak lain, melibatkan anak secara aktif pada berbagai kegiatan.
7) Fisioterapi : relaksasi terapi manipulasi, Latihan kkeseimbangan, Latihan
koordinasi, Latihan mobilisasi, Latihan ambulasi dan Latihan bobath dengan
Teknik inhibasi, fasilitasi dengan stimulaisi Latihan dapat diberikan ditempat
tidur, di gymnasium dan kolam renang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
lainnya secara umum dan rata-rata di usia nya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus apabila
ada sesuatu yang kurang bahkan bisa juga ada suatu yang lebih di dalam dirinya. Menurut
heward (2022) anak yang berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan
penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.
Anak berkebutuhan khusus berbeda setiap orangnya, terdapat beberapa jenis dan
karakter yang membedakan mereka satu dengan yang lain. Setiap anak yang berkebutuhan
khusus memerlukan perlakuan atau perhatian khusus yang berbeda-beda di setiap jenis atau
karakternya.
B. SARAN.
Sangatlah penting bagi kita orang tua terlebih tenaga kesehatan untuk mengetahui
definisi yang benar tentang apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus, apa saja
karakter dan jenisnya, serta apa saja perlakukan atau perhatian yang dapat kita berikan pada
setiap jenis atau karakter anak berkebutuhan khusus ini. Hal ini tentunya akan memudahkan
29
kita memberikan perhatian bahkan asuhan kepada anak berkebutuhan khusus, sehingga
anakanak ini bisa tetap maksimal dalam kegiatan sehari-hari sesuai dengan perkembangan
usianya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk mengetahui lebih
dalam tentang anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
30