Disusun Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat limpahan rahmat, karunia dan hidayah Nya-lah kami dapat menyelesaikan Makalah
keperawatan jiwa. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah makalah ini juga disusun
dengan maksud agar pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang asuhan dalam
keperawatan jiwa.
Kami juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen yang
telah membimbing kami.
Kelompok 7
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun
terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia
sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah,
yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut,
maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan
khusus. Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat
mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang
usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang
bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang
belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah
inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations)
yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang
kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat
sebanyak 356.192 anak, namun
yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak,
tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah
terakomodir.
Sama halnya dengan anak yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga
harus di perhatikan, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak
karena menentukan masa depannya. Khususnya untuk anak yang mengalami
gangguan kognitif seperti autism, hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental,
membutuhkan perhatian yang lebih terutama dari orang-orang sekitar, sehingga
perawat perlu melibatkan lingkungan untuk memberikan asuhan keperawatan pada
anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang
berkebutuhan khusus.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana Konsep Terapi Pada Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui konsep terapi pada anak dengan kebutuhan khusus.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep terapi pada anak dengan
kebutuhan khusus
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana menentukan diganosa
keperawatan yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana menentukan intervensi
keperawatan yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus.
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana mengimplementasikan tindakan
yang tepat pada anak dengan kebutuhan khusus.
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana mengevaluasi tindakan yang
tepat pada anak dengan kebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Diagnosa keperawatan
Diagnose yang dapat diambil dalam beberapa gangguan yang ada pada anak
berkebutuhan khusus adalah:
1. Harga diri rendah situasional (ADHD)
2. Gangguan identitas diri (Autisme)
C. Intervensi
1. Terapi anak berkebutuhan khusus
a. Strategi intervensi untuk anak slow learner
Metode pembelajaran yang digunakan untuk anak slow learner jelas
berbeda dengan anak normal. Dijelaskan bahwa sejumlah strategi umum untuk
digunakan untuk intervensi anak mengalami slow learner antara lain instruksi
aktif dan konkret, advanced organizational strategy, increased instructional
efficiency, dan motivational strategies (Shaw, 2010). Deskripsi dan strategi
dalam pengerjaan dan pembelajaran untuk anak dengan slow learner (Shaw,
2010), adalah, sebagai berikut:
1) Concrete Instruction. Anak yang mengalami slow learner mengalami
kesulitan untuk intruksi berkonsep abstrak. Mereka akan lebih efektif dan
belajar lebih baik dengan intruksi berpendekatan: “ liatlah, rasakan,
sentuhlah, dan lakukan:”
2) Generalization. Siswa dengan kecerdasan tebatas (Borderline intelligence)
dapat berlajar dan berlatih strategi belajar atau peraturan seperti yang
diajarkan kepadanya, akan terapi mereka sangat sulit untuk mengetahui
kapan, dimana dan bagaimana peraturan tersebut diaplikasikan.
3) Organizing instruction. Membandingkan informasi-informasi
yangdipelajari dengan variasi situasi-situasi baru dengan meningkatkan
generalisasi serta informasi baru kepada informasi sebelumnya.
Membutuhkan pengetahuan akan meningkatkan penolakan secara
fungsional. Oleh karena itu akan mudah bagi anak yang mengalami slow
learner jika menjelaskan materi yang sudah mereka kuasai sebelumnya
untuk mempermudah penjelasan materi baru.
4) Increasing instructional Efficiency. Anak dengan kecerdasan tebatas
(Borderline Intelligence) belajar lebih lambat dibandingkan dengan teman-
teman seusianya yang berkecerdasan rata-rata. Anak Borderline
Intelligence lebih mudah belajar setiap fakta-fakta yang terbatas
dibandigkan temannya karena mereka memiliki kekuatan untuk reto
memorization. Mereka lebih membutuhkan banyak fakta-fakta terbatas
untuk memahami sebuah konsep. Dengan membuat instruksi yang lebih
efisien, maka akan memperkecil jurang antara slow learner dan teman
seusianya yang berkecerdasan rata-rata. Untuk memudahkannya dibuatkan
instruksi yang terrorganisasi dengan baik, slow learner untuk belajar fakta-
fakta terpisah dalam mempelajari generalisasi sehingga mampu mengatasi
keterbatsan yang mereka alami.
5) Academic Motivation. Dukungan motivasi akademik adalah penting untuk
membangun resilensi akademis dari slow learner, menghubungkan
pembelajaran dengan pengalaman didunia nyata membantu mereka
melihat keuntungan dari pembelajaran sehingga sangat signifikan sebagai
motivasi.
6) Social and Ecomonic Neds. Anak dengan slow learner seringkali
mengalami kegagalanselfconcept rendah dan memisahkan diri dari
lingkungan sekolah. Hal ini penting untuk mengindentifikasi dan
mendorong siswa dengan slow learner dalam kegiatan lain yang
membutuhkan keterampilan dan kekuatan yang berbeda. Menggabungkan
anak slow learner dengan rekan-rekan lainnya dalam kelompok melalui
kegiatan sehingga slow lerner berhasil memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap motivasi dalam pencapaian akademik dan keberhasilan
sekolah.
c) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan
dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal ini yang paling menonjol,
dan banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan
bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang kemampuan bicaranya cukup
berkembang, namun anak autis tidak mampu untuk memakai
kemampuan bicaranya tersebut untuk berkomunikasi/berinteraksi
dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan
sangat menolong.
d) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif.
Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan
dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek
sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong
untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan
tubuhnya.
e) Terapi Sosial
Salah satu akibat dari autisme adalah sedikitnya kemampuan
sosial dan komunikasi. Banyak anak yang menderita autisme
memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan supaya dapat
mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau
bahkan mengenal tempat bermainnya. Seorang terapis sosial dapat
membantu untuk menciptakan atau menfasilitasi terjadinya interaksi
sosial.
f) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik
membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan
teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini
dengan teknik-teknik tertentu. Di bawah ini adalah beberapa contoh
penerapan terapi bermain bagi anak-anak penyandang autisme,
diantaranya:
- Terapi yang dilakukan oleh Bromfield dengan fokus terapinya
memasuki ke dunia anak. Hal ini dilakukan agar kita dapat
memahami pembicaraan dan perilaku anak yang membingungkan
dan kadang tidak diketahui maknanya. Bromfield mencoba
menirukan perilaku obsesif anak untuk mencium/membaui semua
objek yang ditemui menggunakan suatu boneka yang juga
membaui benda. Apa yang dilakukan Bromfield dan yang
dikatakannya ternyata dapat menarik perhatian anak tersebut.
Bromfield berhasil menjalin komunikasi lanjutan dengan anak
tersebut menggunakan alatalat bermain lain seperti boneka,
catatan-catatan kecil, dan telepon mainan.
c. Terapi pada Gsperger's Syndrome
Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan suatu
gejala kelainan perkembangan syaraf otak yang namanya diambil dari seorang
dokter berkebangsaan Austria, Hans Asperger, yang pada tahun 1944
menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari
beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa
yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta
mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi.
Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun 1940-an, namun
Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM IV pada tahun
1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger tersebut dikenal oleh
para ahli dan orang tua.
Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan bermacam-macam
karakter dan gangguan tersebut. Seseorang penyandang SA dapat
memperlihatkan kekurangan dalam bersosialisasi, mengalami kesulitan jika
terjadi perubahan, dan selalu melakukan hal-hal yang sama berulang ulang.
Sering mereka terobsesi oleh rutinitas dan menyibukkan diri dengan sesuatu
aktivitas yang menarik perhatian mereka. Mereka selalu mengalami kesulitan
dalam membaca aba-aba (bahasa tubuh) dan seringkali seseorang penyandang
SA mengalami kesulitan dalam menentukan dengan baik posisi badan dalam
ruang (orientasi ruang dan bentuk).
Karena memiliki perasaan terlalu sensitif yang berlebihan terhadap
suara, rasa, penciuman dan penglihatan, mereka lebih menyukai pakaian yang
lembut, makanan tertentu dan merasa terganggu oleh suatu keributan atau
penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar atau
melihatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa penyandang SA memandang
dunia dengan cara yang berlainan.
Menurut definisi, penyandang SA mempunyai IQ.normal dan banyak
dari mereka (walaupun tidak semua) memperlihatkan pengecualian dalam
keterampilan atau bakat di bidang tertentu. Karena mereka memiliki
fungsionalitas tingkat tinggi serta bersifat naif, maka mereka dianggap
eksentrik, aneh dan mudah dijadikan bahan untuk ejekan dan sering dipaksa
temanya untuk berbuat sesuatu yang tidak senonoh. Walaupun perkembangan
bahasa mereka kelihatannya normal, namun penyandang SA sering tidak
pragmatis dan prosodi. Perbendaharaan kata-kata mereka kadang sangat kaya
dan beberapa anak sering dianggap sebagai 'profesor kecil'. Namun mereka
dapat menguasai literatur tapi sulit menggunakan bahasa dalam konteks sosial.
d) Terapi Kognitif
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan
perceptual, missal anak yang tidak bias berkonsentrasi, anak yang
mengalami gangguan pemahaman, dan lain-lain.
e) Terapi Sensori Integrasi
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan
pengintegrasian sensori, misalnya sensori visual, sensori taktil, sensori
pendengaran, sensori keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan
dan otak kiri, dan lain-lain.
Anak di ajarkan berprilaku umum dengan pemberian sistem reward
dan punishment. Bilan anak melakukan apa yang di perintahkan dengan
benar, makan diberikan pujian. Jika sebaliknya anak dapat hukuman jika
anak melakukan hal yang tidak benar. Dengan perintah sederhana dan
yang mudah di mengerti anak.
f) Terapi Snoezelen
Snoezelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk
memengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada sistem sensori
primer seperti visual, auditori, taktil. Taste, dan smell serta sistem sensori
internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai
relaksasi dan atau aktifiti. Snoezelen merupakan metode terapi
multisensories. Terapi ini di berikan pada anak yang mengalami gangguan
perkembangan motorik, misalnya anak yang mengalami keterlambatan
berjalan.
D. Intervensi Menurut SIKI, SLKI
SP 3
1. evaluasi
kegiatan
pertama dan
kedua yang
telah dilatih.
Berikan pujian
2. bantu pasien
memilih
kegiatan ketiga
yang akan
dilatih
3. latih kegiatan
ketiga (alat
dan cara)
4. masukkan
pada jadwal
evaluasi
kegiatan
pertama, kedua
dan ketiga
yang telah
dilatih dan beri
pujian
5. bantu pasien
memilih
kegiatan ke
empat yang
akan dilatih
6. latih kegiatan
ke empat (alat
dan cara)
7. masukkan
pada jadwal
kegiatan untuk
latihan tiga
kegiatan
masing-
masing dua
kali perhari
8. kegiatan untuk
latihan
kegiatan ke 3
masing masing
2 kali
SP 4
1. evaluasi kegiatan latihan
dan berikan pujian
2. latih kegiatan dilanjutkan
sampai tak terhingga
3. Nilai kemampuan yang
telah mandiri
4. nilai apakah harga diri
pasien meningkat
(SIKI)
Manajemen prilaku
1. Identifikasi harapan
untuk mengendalikan
sesuatu
2. Jadwalkan kegiatan
terstruktur
3. Tingkatkan aktivitas
fisik sesuai kemampuan
4. Cegah prilaku pasif
agresif
5. Berikan penguatan
positif terhadap
keberhasilan
pengendalian prilaku
Promosi harga diri
1. Diskusikan
pengalaman yang
meningkatkan harga diri
2. fasilitasi lingkungan dan
aktivitas yang meningkat
harga diri
3. latih cara berfikir dan
berperilaku
E. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
dibuat.
F. Evaluasi Keperawatan
Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, sehingga perawat dapat
mengetahui keberhasilan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward,
2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Istilah lain lagi anak berkebutuhan khusus adalah anak khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus ( special needs
children) dapat diartikan secara simple sebagai anak yang lambat (slow) atau
mengalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil disekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat mampu memahami
asuhan keperawatan jiwa pada anak dengan kebutuhan khusus. Dalam pembuatan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan sehingga kritik dan saran kami
harapkan.
Daftar Pustaka
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Interνensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia