Anda di halaman 1dari 9

RESUME

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN KAITANNYA


DENGAN TERAPI KOMPLEMENTER
DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Oleh :
NI NYOMAN MANIK SUGIARTI
NIM. P07124319012

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
DENPASAR
2019

0
A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami
keterbatasan atau keluarbiasaan, secara fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh dalam proses pertumbuhan atau
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
dengannya (Kementerian Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
2013). Sehingga secara eksplisit istilah berkebutuhan khusus ditujukan kepada
anak yang dianggap mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata
anak normal umumnya (Efendi,2006).
Anak yang berkebutuhan khusus dikategorikan berdasarkan beberapa
aspek, diantaranya :
1. Aspek fisik, meliputi kelainan dalam indra penglihatan (tunanetra)
kelainan indra pendengaran (tuna rungu) kelainan kemampuan berbicara
(tuna wicara) dan kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa).
2. Aspek mental, meliputi anak yang memiliki kemampuan mental lebih
(super normal) yang dikenal sebagai anak berbakat atau anak unggul dan
yang memiliki kemampuan mental sangat rendah (abnormal) yang dikenal
sebagai tuna grahita.
3. Aspek sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan
perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam
kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras.

B. Jenis - Jenis Anak Berkebutuhan Khusus


Jenis – jenis anak berkebutuhan khusus (ABK) menurut Kementerian
Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak diantaranya :
1. Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan
daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (low
vision).
2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan
pendengaran, baik sebagian ataupun menyeluruh, dan biasanya memiliki
hambatan dalam berbahasa dan berbicara.
3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensia yang
signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa
perkembangan.

1
4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak
akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan
fungsi tubuh atau anggota gerak.
5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau
hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta
berperilaku menyimpang.
6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah
anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan
sekumpulan masalah berupa ganggguan pengendalian diri, masalah
rentang atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas, yang
menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi.
7. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum
disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area
dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan
interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repetitif dan stereotipi.
8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih
gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan
khusus, dan alat bantu belajar yang khusus.
9. Anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki
potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata tetapi belum termasuk
gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk
dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.
10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities
adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau
lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar,
berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.
11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang
mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan Bahasa wicara,
suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh
faktor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif.
12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak
yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang
unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik, seni, olah
raga, dan kepemimpinan.

2
C. Terapi pada Anak Berkebutuhan Khusus dan Kaitannya dengan
Komplementer
Terapi pada anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan sedini mungkin
setelah terdeteksi. Terapi bisa bermacam-macam tergantung jenis ABK nya,
sebagai gambaran, untuk anak autis, terapi yang dilakukan pertama adalah
sensorik integrasi. Ini dilakukan sebagai upaya membuat anak tersebut
kembali kedunia kita, dengan cara menstimulus sensoriknya agar dia bisa
bereaksi sebagaimana mestinya dan berperilaku yang sesuai. Namun terapi
yang dilakukan harus berkesinambungan dan dilakukan dirumah
selain diklinik.
Pengembangan terapi pada ABK sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip
pendekatan secara khusus, antara lain sebagai berikut (Abdullah, 2013):
1. Prinsip kasih sayang. Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima
mereka sebagaimana adanya, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka:
tidak bersikap memanjakan, tidak bersikap acuh tak acuh terhadap
kebutuhannya, dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan
anak.
2. Prinsip layanan individual. Pelayanan individual dalam rangka mendidik
anak berkebutuhan khusus perlu mendapatkan porsi yang lebih besar,
sehingga yang perlu dilakukan untuk selama pendidikannya : jumlah siswa
yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap kelasnya,
pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel,
penataan kelas harus dirancang dengan sedemikian rupa sehingga guru
dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah, dan modifikasi alat
bantu pengajaran.
3. Prinsip kesiapan. Untuk menerima suatu pelajaran tertentu diperlukan
kesiapan. Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang
akan diajarkan, terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat
pengetahuan, mental dan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelajaran
berikutnya.
4. Prinsip keperagaan. Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya
diupayakan menggunakan benda atau situasi aslinya, namun anabila hal itu

3
sulit dilakukan, dapat menggunakan benda tiruan atau minimal
gambarnya.
5. Prinsip motivasi. Prinsip motivasi ini lebih menitikberatkan pada cara
mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak
berkelainan. Seperti, bagi anak tunanetra, mempelajari orientasi dan
mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih
menarik dan mengesankan jika mereka diajak ke kebun binatang.
6. Prinsip belajar dan bekerja kelompok. Arah penekanan prinsip belajar dan
bekerja kelompok sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan
masyarakat lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri atau minder
dengan orang normal. Oleh karena itu, sifat seperti egosentris atau egoistis
pada anak tunarungu karena tidak menghayati perasaan, agresif, dan
destruktif pada anak tunalaras perlu diminimalkan atau dihilangkan
melalui belajar dan bekerja kelompok. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan mereka dapat memahami bagaimana cara bergaul dengan
orang lain secara baik dan wajar.
7. Prinsip ketrampilan. Pendidikan ketrampilan yang diberikan kepada anak
berkelainan, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi, juga
dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupannya kelak.
8. Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap. Secara fisik dan psikis
sikap anak berkelainan memang kurang baik sehingga perlu diupayakan
agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi
perhatian orang lain.
Setelah mengetahui prinsip pendekatan terapi ABK, maka seorang bidan
dapat memberikan asuhan pada ABK secara konvensional yang diintregasikan
dengan layanan komplementer. Layanan terapi komplementer untuk anak
berkebutuhan khusus tersebut meliputi Terapi Okupasi, Terapi Sensori
Integrasi, Terapi Wicara, Terapi ADL (Aktifitas keseharian), Terapi Perilaku,
Orthopedagogik (Remidial Teaching), Fisioterapi, Terapi Musik dan Terapi
Akupresur dan Akupuntur.
1. Terapi Okupasi
Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain
itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat
melakukan kegiatan keseharian, aktifitas produktifitas dan pemanfaatan waktu

4
luang. Terapi okupasi terpusat pada pendekatan sensori atau motorik atau
kombinasinya untuk memperbaiki kemampuan anak untuk merasakan
sentuhan, rasa, bunyi, dan gerakan. Terapi juga meliputi permainan dan
keterampilan sosial, melatih Kekuatantangan, genggaman, kognitif dan
mengikuti arah.
Terapi okupasi diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar,
hambatan motorik (cedera, stroke, traumatic brain injury), autisme,sensory
processing disorders, cerebral palsy, down syndrome, Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), genetic disorders, asperger’s
syndrome, kesulitan belajar, keterlambatan wicara, gangguan perkembangan
(CerebalPalsy/CP), Pervasive Developmental Disorder (PDD)dan
keterlambatan tumbuh kembang lainnya.
2. Terapi Sensori Integrasi
Sensori integrasi adalah kemampuan untuk mengolah dan mengartikan
seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan
kemudian menghasilkan respons yang terarah. Aktivitas fisik yang terarah
dapat menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks, sehingga
efisiensi otak makin meningkat. Terapi sensori integrasi meningkatkan
kematangan susunan saraf pusat agar lebih mampu untuk memperbaiki
struktur dan fungsinya. Aktivitas sensori integrasi merangsang koneksi
sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas
untuk belajar.
Layanan terapi ini dapat diterapkan pada anak dengan gangguan
perilaku, Autism Spectrum Disorder (ASD),Down Syndrome,Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADD/ADHD), Asperger’s Syndrome, Kesulitan
Belajar, Keterlambatan wicara, Gangguan perkembangan (Cerebal
Palsy/CP), Pervasive Developmental Disorder (PDD) dan keterlambatan
perkembangan lainnya.
3. Terapi Wicara
Terapi Wicara adalah layanan terapi yang membantu bekerja pada prinsip-
prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa

5
dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapi wicara bertujuan untuk
membantu seseorang yang mengalami gangguan komunikasi, seperti :
a. Anak-anak dengan gangguan berbahasa reseptis (tidak mengerti)
b. Anak-anak dengan gangguan berbahasa ekspresif (sulit
mengungkapkan keinginannya dalam berbicara)
c. Anak-anak dengan gangguan tumbuh kembang khusus (autisme,
down syndrome, tuna rungu-wicara)
d. Anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay).
e. Anak-anak yang mengalami gangguan artikulasi gagap (stuttering), cadel,
dst
f. Anak-anak dan orang dewasa yang baru selesai menjalani operasi celah
bibir (cleft lip/sumbing) dan celah langit-langit (cleft palate).
4. Terapi ADL (Aktifitas Keseharian)
Salah satu bentuk layanan terapi yang membantu anak-anak untuk dapat
melakukan aktifitas keseharian seperti makan, minum, berpakaian,
bersepatu, bersisir, mandi, aktifitas toileting, dst secara mandiri. Layanan
terapi ADL ini pada umumnya diberikan oleh seorang Okupasi Terapis.
Layanan terapi ini dapat diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus sehingga
anak dapat mandiri dalam kesehariannya.
5. Terapi Perilaku
Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik
dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang
berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Dalam terapi perilaku, fokus
penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak
berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak
adahukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons
negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak
mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini
diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan
mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap
instruksi .
Layanan terapi ini umumnya diperuntukan untuk anak dengan gangguan
perilaku, pemusatan pemikiran dan hiperaktifitas (ADHD), ADD, maupun
autisme.

6
6. Orthopegagog (Remedial Teaching)
Orthopedagog adalah terapi untuk mengatasi kesulitan belajar khusus pada
anak. Kesulitan-kesulitan ini umum terjadi pada anak-anak usia sekolah dan
bisa dideteksi oleh orang tua atau guru, ketika anak menunjukkan beberapa
gejala tertentu. Terapi ini bertujuan untuk membimbing anak untuk menguasai
logika dasar dan kemampuan berpikir secara lebih optimal. Selain
itu, remedial teaching juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
membaca, menulis dan berhitung dasar. Umumnya metode ini digunakan pada
anak dengan Kesulitan Belajar dan Lamban Belajar.
7. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan salah satu jenis layanan terapi fisik yang fokus
untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi
tubuh yang terganggu kemudian diikuti dengan proses terapi gerak.
Fisioterapi membantu anak mengembangkan kemampuan motorik kasar.
Kemampuan motorik kasar meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh
yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat dan
jongkok.
Layanan fisioterapi umumnya bagi anak dengan keterbatasan fisik, dengan
cerebal palsy/CP dan untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan atau
gangguan pada kemampuan motorik kasar.
8. Terapi Musik
Terapi musik adalah salah satu bentuk terapi yang bertujuan meningkatkan
kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi,
ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa
hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
Layanan terapi ini diperuntukkan bagi semua ketunaan yang ada serta
pada gangguan perkembangan anak seperti autisme, ADHD, Down Syndrom,
dst
9. Terapi Akupresur dan Akupuntur
Akupresur adalah salah satu bentuk terapi dengan memberikan pemijatan
dan stimulasi pada titik-titik tertentu pada tubuh. Layanan terapi ini bertujuan
untuk mengurangi bermacam-macam sakit dan nyeri serta mengurangi

7
ketegangan, kelelahan dan penyakit. Sedangkan akupuntur merupakan salah
satu bentuk dari pembedahan denganmenusukkan jarum-jarum ke titik-titik
tertentu di badan. Layanan akupresur dan akupuntur diharapkan dapat
meningkatkan stimulasi pada anak yang memiliki kebutukan khusus.

D. Daftar Pustaka
Abdullah, N. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra. Vol. XXV,
no.86. ISSN 0215-9511
Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta. Bumi
Aksara
http://www.ibhcenter.org/penatalaksanaan-terapi-pada-anak-dengan-gangguan-
tumbuh-kembang-anak-berkebutuhan-khusus/ diakses pada 16 Juli 2019,
pukul 21.15WITA
Kementerian Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2013. Panduan
Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua,
Keluarga, Dan Masyarakat). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai