Anda di halaman 1dari 9

Nama : Carolin Julieta Yahya

NIM :-

Kelas : A6

Jurusan : Pendidikan Luar Biasa

Dosen Pengampu : Khusna Yulinda Wahiyanasari, S.Pd., M.Pd

1. Jelaskan pengertian dan karakteristik ATD

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
cerebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat ditingkatkan
melalui terapi, sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak.

a. Karakteristik Akademik

Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal,
sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya
berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Hardman (1990) mengemukakan
bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental (tunagrahita), 35%
mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan sedikit di
bawah rata-rata. Selanjutnya, P. Seibel (1984:138) mengemukakan bahwa tidak ditemuk an
hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan anak. Artinya, anak
cerebral palsy yang kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah.

Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak cerebral palsy juga mengalami kelainan
persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena saraf penghubung dan
jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang dimulai dari stimulus
merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris, kemudian ke otak (yang bertugas
menerima dan menafsirkan, serta menganalisis) mengalami gangguan. Kemampuan kognisi
terbatas karena adanya kerusakan otak sehingga mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan,
pendengaran, bicara, rabaan, dan bahasa, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan
interaksi dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan
menggunakan media sensori (indra). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh adanya
kesulitan dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang kompleks ini akan
mempengaruhi prestasi akademiknya.

2. Karakteristik Sosial/Emosional

Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang merasa
dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas
belajar, bermain dan perilaku salah suai lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh
orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan
jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya problem
emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu,
menyendiri, dan frustrasi. Problem emosi seperti itu, banyak ditemukan pada anak tunadaksa
dengan gangguan sistem cerebral. Oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak memiliki rasa
percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

3. Karakteristik Fisik/Kesehatan

Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh


adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya
pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak
ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan
motorik alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga mengganggu
pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat dipahami orang lain dan
diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya
ketidakmampuan bicara karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan aphasia motorik,
yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indra pendengaran, tetapi
tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan. Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada
pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem motorik. Tidak heran mereka
mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah
berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas gangguannya dikelompokkan atas
hiperaktif yang menunjukkan tidak mau diam, gelisah; hipoaktif yang menunjukkan sikap
pendiam, gerakan lamban, dan kurang merespons rangsangan yang diberikan; dan tidak ada
koordinasi, seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan integrasi
gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.

2. Jelaskan Pembelajaran untuk ATD

Tujuan pendidikan anak tuna daksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu:

1. Berhubungan dengan aspek rehabilitasi dan pengembangan fungsi fisik, tujuannya adalah untuk
mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari
kecacatannya.

2. Berkaitan dengan pendidikan, tujuannya adalah untuk membantu menyiapkan peserta didik
agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun
anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya
dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuannya dalam dunia kerja atau mengikuti
pendidikan lanjutan (UU no.2 tahun 1989 tentang USPN dan PP no.72 tentang PLB).

Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa dalam pendidikan anak
tunadaksa perlu dikembangkan 7 aspek yang diadaptasikan sebagai berikut.

1. Pengembangan Intelektual dan Akademik

Pengembangan aspek ini dapat dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan
pembelajaran. Di sekolah khusus anak tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan
semua pedoman pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian kesempatan
dan perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk mengoptimalkan perkembangan intelektual dan
akademiknya.

2. Membantu Perkembangan Fisik

Oleh karena anak tunadaksa mengalami kecacatan fisik maka dalam proses pendidikan guru harus
turut bertanggung jawab terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf
medis. Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik. Oleh karena itu, guru
harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam
mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik anak, mengoreksi
gerakan anak yang salah dan mengembangkan ke arah gerak yang normal.
3 Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak

Dalam proses pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus menanamkan konsep
diri yang positif terhadap kecacatan agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya interaksi
yang harmonis.

4. Mematangkan Aspek Sosial

Aspek sosial yang meliputi kegiatan kelompok dan kebersamaannya perlu dikembangkan dengan
pemberian peran kepada anak tunadaksa agar turut serta bertanggung jawab atas tugas yang
diberikan serta dapat bekerja sama dengan kelompoknya.

5. Mematangkan Moral dan Spiritual

Dalam proses pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai, norma kehidupan, dan
keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spiritualnya.

6. Meningkatkan ekspresi diri

Ekspresi diri anak tunadaksa perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan atau
kerajinan.

7 Mempersiapkan Masa Depan Anak

Dalam proses pendidikan, guru dan personel lainnya bertugas untuk menyiapkan masa depan
anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak bekerja sesuai dengan
kemampuannya, membekali mereka dengan latihan keterampilan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat dijadikan bekal hidupnya.

Ketujuh sasaran pendidikan tersebut di atas sebenarnya bersifat dual purpose (ganda), yaitu
berkaitan dengan pemulihan fungsi fisik dan pengembangan dalam pendidikannya. Tujuan
utamanya adalah terbentuknya kemandirian dan keutuhan pribadi anak tunadaksa.

3. Bagaimana menurut bapak ibu, fasilitas umum yang ada di unipar sudah memberikan yang
terbaik untuk ATD

Dikarenakan saya belum pernah masuk secara offline di UNIPAR, saya belum bisa menjawab
secara pasti. Namun, ketika saya mengunjungi UNIPAR di dua tahun yang lalu, akses jalan keluar
masuk universitas lumayan bisa digunakan untuk anak ATD, tetapi untuk bangunannya sendiri
belum memadai.

4. Bagaimana layanan kompensatoris yang baik untuk ATD

Koompensatoris pada anak tunadaksa terdapat dua bagian, yaitu :

1. Bina Diri

Program Bina Diri mencakup beberapa hal yang berhubungan dengan kepentingan anak-anak
sehari-hari seperti makan, minum, kebersihan diri, dan kerapian diri. Dengan demikian
kemampuan mengurus diri sendiri merupakan kecakapan atau keterampilan yang harus dikuasai
anak-anak tunadaksa agar dapat mengurus dirinya sendiri dalam keperluan sehari-hari tanpa
bantuan orang lain.

Pembelajaran bina diri, adalah kemampuan menolong dirinya sendiri dengan bantuan, mengarah
pada kemampuan menolong dirinya tanpa bantuan atau mandiri. Dengan kata lain, kemampuan
dengan bantuan menuju kemampuan tanpa bantuan. Muatan pembelajaran Bina Diri adalah
keterampilan (skill), maka dalam proses pembelajaran ranah yang dikembangkan adalah ranah
keterampilan. Meskipun demikian, tidak berarti ranah kognitif dan afektif tidak dikebangkan.
Dalam melaksanakan pembelajaran ranah keterampilan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

1. Tahap persepsi

Siswa dikondisikan untuk menerima stimulus indrawi, yang meliputi persepsi visual
(penglihatan), auditif (pendengaran), taktil (raba) dan kinestetik (kesan terhadap gerak), dan
dikoordinasikan dengan baik.

2. Tahap kesiagaan

Siswa dibawa kedalam suasana siap secara fisik, mental, dan emosi untuk melakukan suatu
kegiatan. Bentuk kongkrit pelaksanaan tahap ini, antara lain latihan peniruan gerak, dan
pengulangan gerak.

3. Tahap sambutan (guided response)

Siswa dibawa untuk memulai suatu kecakapan, yaitu kecakapan untuk mengikuti contoh - contoh
tindakan yang diperagakan guru. Diawali dengan menirukan, yang kemudian mencoba sendiri.
4. Tahap tindakan mekanis

Siswa dilatih untuk memiliki keterampilan-keterampilan tertentu secara bertahap dan konstan.
Misalnya menggosok gigi, setiap selesai makan.

5. Tahap sambutan yang kompleks

Sebagai kelanjutan dari tindakan mekhanisme, proses pembelajaran ditujukan kepada siswa untuk
memiliki kecakapan tentang hal-hal yang sama dengan kualitas yang lebih baik, efisien dan
relative beravariasi.

6. Tahap variasi

Kecakapan atau keterampilan yang telah dimiliki akan dimanifestasikan sesuai dengan situasi dan
problema yang dihadapinya. Contoh, siswa yang telah dilatih menyisir rambut dan yang
bersangkutan sudah terampil. Keterampilannya itu akan digunakan setiap habis mandi dan dia
tetap bias menyisir rambut dengan rapi meskipun tidak di depan cermin.

7. Tahap originasi

Keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki, harus diaplikasikan sesuai dengan kondisi, situasi
dan problematika yang dihadapinya. Perlu menerapkan model pendekatan analisis tugas (taks of
analysis). Pendekatan ini menekankan bahwa suatu keterampilan atau kecakapan yang akan
diajarkan dirinci dan diurutkan berdasarkan urutan dan tingkat kesulitannya.

Tujuan Layanan Bina Diri:

1. Agar anak memiliki keterampilan dalam mengurus dirinya sendiri

2. Agar anak dapat menjaga kebersihan badan dan kesehatan dirinya sendiri

3. Agar anak tumbuh rasa percaya diri karena telah mampu mengurus dirinya sendiri

4. Agar anak tidak canggung dalam beradaptasi dengan lingkungan.

Materi Pembelajaran bina diri, meliputi:

(1) Kebersihan badan, (2) Makan minum, (3) Berpakaian, (4) Berhias, (5) Keselamatan Diri dan
(6) Adaptasi lingkungan.

2. Bina Gerak
Bina Gerak adalah serangkaian kegiatan pembinaan dan latihan yang dilakukan oleh guru yang
profesional dalam pendidikan khusus, secara terencana dan terprogram terhadap individu yang
mengalami gangguan pada otot, sendi, dan atau tulang, sehingga individu tersebut mengalami
gangguan dalam melakukan aktivitas mobilisasi.

Tujuan yang ingin dicapai dalam bina gerak adalah untuk memperbaiki dan mengembangkan
fungsi gerak pada anak. Atau untuk memberikan bekal dan kemampuan gerak yang dapat
mengantarkan anak mampu bergerak untuk berpartisipasi dan bersosialisasi dengan
lingkungannya.

Materi Bina Gerak:

1. Penguatan Otot yang lemah

Tujuan bina gerak adalah untuk menguatkan, menjaga, menyegarkan kerja otot baik dengan
ataupun tanpa alat bantu. Pelaksanaan bina gerak ini menjadi bagian dari materi terapi okupasi,
olahraga dan kesehatan atau dapat pula diberikan secara mandiri dalam pelajaran bina gerak.

2. Pelemasan otot yang kaku

Apabila seluruh otot persendian mengalami kekakuan maka sendi tidak dapat digerakkan sama
sekali, baik gerak aktif maupun gerak pasif. Otot-otot yang kaku ini perlu dilatih untuk
menurunkan kekakuannya kemudian dikembangkan kekuatannya, daya tahan dan koordinasi
geraknya.

3. Mempertahankan kekuatan otot dan mencegah atropi otot

Atropi otot atau kemunduran otot berakibat pada kekuatannya menjadi menurun atau hilang
dikarenakan adanya fungsi syaraf yang hilang.

4. Memperbaiki gerak pada persendian

Anak-anak tunadaksa memerlukan latihan gerak guna mengatasi permasalahan di sekitar sendi,
yaitu pada sendi bahu, sendi siku, sendi pergelangan tangan, sendi jari tangan, sendi pinggul,
sendi lutut, sendi pergelangan kaki, dan sendi jari kaki.

5. Menanamkan keterampilan lokomotor


Keterampilan lokomotor merupakan keterampilan gerak dari satu tempat ke tempat lain.
Keterampilan dasar lokomotor ini penting diberikan pada anak tunadaksa untuk melatih gerak
dasar, yang kemudian dikembangkan pada gerak-gerak seperti berjalan, melompat, lari, dsb.

6. Menanamkan keterampilan non-lokomotor

Keterampilan non-lokomotor merupakan keterampilan untuk dapat melakukan gerakan tertentu


tanpa harus bergerak pindah tempat. Artinya gerakan terjadi tanpa memindahkan tubuh dari satu
tempat satu ke tempat lain.

7. Memperbaiki koordinasi gerak tubuh

Materi latihan untuk memperbaiki koordinasi gerak meliputi: (1) Koordinasi gerak antara mata
dengan tangan, (2) Koordinasi gerak antara mata dengan kaki, (3) Koordinasi gerak antara tangan
dengan kaki, (4) Koordinasi gerak antara mata, tangan dan kaki, dan (5) Koordinasi gerak antara
tangan dan kaki dengan indera lainnya (pendengaran, perabaan, penciuman, pencecapan).

Metode Bina Gerak:

1. Aktivitas gerak persepsual

Kemampuan dasar anak dalam menerima, menginterpretasi dan merespon secara baik pada
informasi sensori. Baik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan. Keterampilan
ini penting sebagai preventif untuk keterampilan gerak secara keseluruhan.

2. Latihan keterampilan

Digunakan sebagai wahana menanamkan kemampuan gerak anak-anak yang mengalami


gangguan motorik. Misalnya keterampilan memegang, menjepit, menangkap, melempar,
keterampilan dalam kegiatan hidup sehari-hari (ADL), bina diri, keterampilan menulis,
menggambar, dll.

3. Permainan

Bermain merupakan kegiatan untuk menyalurkan emosi (seperti rasa senang, rasa setuju, rasa
kesal) melalui permainan. Banyak jenis permainan yang dapat membantu membina kemampuan
gerak anak gangguan motorik, misalnya: Sambil bernyanyi “ Naik-naik ke puncak Gunung”, anak
berjalan pelan-pelan.

4. Pendidikan olahraga
Salah satu pendekatan yang dapat mengembangkan kemampuan gerak individu. Baik gerak
lokomotor, non-lokomotor, koordinasi gerak, penguatan otot, pelemasan otot, mempertahankan
kekuatan otot, melatih gerak sendi, dsb. Para guru dituntut kreativitasnya dalam memilih aktivitas
olahraga yang memiliki makna bina gerak, sehingga aktivitas olahraga yang dilakukan dapat
memperbaiki kemampuan gerak anak.

Anda mungkin juga menyukai