Anda di halaman 1dari 17

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ANAK TUNAGANDA

(TUNAGRAHITA DAN CEREBRAL PALSY)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Disabilitas Majemuk

Oleh
1. Astri Suzana R. (1300130)
2. Ayi Rahmawati (1300665)
3. Nurul Fauziah (1305028)
4. Pipit Amalia (1303477)
5. Rianti Devi S. (1300492)
6. Tia Amuinikeu (1300507)
7. Yeni Kurniasari (1300474)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
TUNAGANDA (TUNAGRAHITA DAN CEREBRAL PALSY)

Hallahan dan Kaufman dalam Danimartianda (2008), Kania menyatakan bahwa


anak berkebutuhan khusus adalah anak yang berbeda dari kebanyakan anak lain karena
diantara mereka memiliki kekukangan, seperti keterbelakangan mental, kesulitan belajar,
gangguan emosional, keterbatasan fisik, gangguan bicara dan bahasa, kerusakan
pendengaran, kerusakan penglihatan ataupun memiliki keterbatasan khusus. Mereka
memerlukan pendidikan khusus dan layanan khusus untuk pengembangan keterampilan
yang optimal.
Berdasarkan klasifikasi anak berkebutuhan khusus ini, terdapat beberapa atau
bahkan sebagian dari mereka yang menyandang ketunaan lebih dari satu yang disebut
anak tunaganda atau multiple disabilities. Menurut Heward dan Orlansky dalam Dinas
Pendidikan Luar Biasa, Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian
mengenai anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena
mempunyai masalahmasalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau
kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat
berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan kebutuhan yang melebihi
pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum, terutama dalam hal kemampuan
komunikasinya.
Dollar dan Brooks dalam Snell (1983) dalam Danimartianda, Kania (2008)
mengidentifikasi anak tunaganda atau tunamajemuk sebagai berikut :
1. Mereka memiliki ketunaan yang berat dan parah
2. Mereka membutuhkan program pendidikan dengan sumber yang lebih besar
daripada program biasa
3. Mereka membutuhkan program yang terfokus pada keterampilan dalam fungsi
kemandirian dan pemenuhan diri.
Berdasarkan identifikasi anak tunaganda, Hosni, Irman menyatakan bahwa
kondisi kelainan yang umum disandang oleh anak dengan kelainan majemuk adalah buta-
tuli (deaf-blind), tunagrahita (mental retardation)-cerebral palsy, mental retardation–
hearing impaired (tunagrahita-tunarungu), dan mental retardation-visually impaired
(tunagrahita-tunanetra). Oleh karena itu, pada laporan ini kami focus membahas anak
dengan kelainan majemuk (tunagrahita/mental retardation dan cerebral palsy).
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. (Sutjihati, T. 2012). Menurut
Kauffman dan Hallahan (1986) yang dikembangkan AAMD (American Association of
Mental Deficiency) dalam Sutjihati, T. (2012) menyatakan bahwa keterbelakangan
mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan di sertai
ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan.
Sedangkan tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguang bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang
normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit (cerebral palsy), kecelakaan, atau
dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir (White House Conference, 1931
dalam Sutjihati, T., 2012). Menurut Hosni, Irham menyatakan bahwa tunandaksa atau
cerebral palsy dari segi fisiknya diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya
mengalami masalah sehingga menghasilkan kelainan di dalam berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan fungsinya diperlukan program dan
layanan khusus.
Berdasarkan pengertian diatas maka anak tunaganda (tunagrahita dan cerebral
palsy) ini memerlukan layanan program pendidikan dan pembelajaran yang fungsional
untuk pengembangan keterampilan yang optimal terutama dalam pembelajaran
kehidupan sehari-harinya. Dibawah ini beberapa pengembangan keterampilan aspek-
aspek perkembangan anak tunaganda (tunagrahita dan cerebral palsy), sebagai berikut:

A. Pengembangan Keterampilan Motorik


1. Perkembangan Motorik Anak Tunagrahita
Perkembangan jasmani dan motorik anak tunagrahita tidak secepat
perkembangan anak normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kesegaran jasmani anak keterbelakang mental yang memiliki usia mental 2-12
tahun ada dalam kategori kurang sekali, sedangkan anak normal pada umur yang
sama ada dalam kategori kurang (Umardjani Martasuta, 1984 dalam Sutjihati, T.
2012).
2. Perkembangan Motorik Anak Cerebral Palsy
Anak-anak dengan gangguan motorik (gerakan) mengalami kesulitan
dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari, seperti: berjalan, berlari, makan
minum, mandi, berpakaian, dan sebagainya. Fokus perkembangan motorik untuk
anak CP mengalami Kekakuan/kelumpuhan karena sebab-sebab yang ada di otak,
disfungsi otak yang menyebabakan kelaianan pada otak. Cerebral palsy ditandai
oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi,
kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh
adanya kerusakan atau kecatatan pada masa perkembangan otak.

Berdasarkan aspek perkembangan motoric anak tunagrahita dan cerebral palsy di


atas, maka pengembangan keterampilan motorik anak tunaganda ini adalah melakukan
program pembelajaran keterampilan motorik yang fungsional dengan terpenuhi syarat-
syarat kemampuan dasar (keseimbangan, kecepatan, ketepatan dan locomosi, kekuatan,
dan fleksibilitas) yang dimiliki oleh seseorang untuk beraktivitas sehari-hari. Beberapa
keterampilan motorik dikembangkan untuk mencapai keharmonisan gerak diantaranya:
1. Keterampilan gross motor (motorik kasar) dan fine motor (motorik halus)
2. Keseimbangan (balance) dan perpindahan tempat (locomotion),
Apabila kemampuan dasar ini mengalami hambatan maka besar kemungkinan
seseorang/individu tersebut akan memangalmi berbagai kegagalan di dalam melakukan
berbagai tugas, baik tugas yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari maupun tugas-
tugas yang berkaiatan dengan masalah belajar. Sehingga program pembelajaran yang
dibuat harus dimulai dari pengembangan keterampilan motorik dasar.
Pengembangan keterampilan motorik pada aspek motoric halus untuk anak
tunaganda ini yaitu asesor / guru harus memiliki rasa bertanggung jawab terhadap
pengembangan fisik anak dengan cara bekerja sama dengan staff medis. Oleh karena itu,
guru harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan
dalam mengikuti proses pembelajaran. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik
anak, mengoreksi gerakan yang salah dan mengembangkan ke arah gerakan yang normal.
Keterampilan motorik ini juga ditambah dengan ketunagrahitaanya sehingga
pembelajarannya harus diulang-ulang. Aktivitas pengembagan keterampilan motorik
halusnya dengan cara melipat kertas, origami, atau melatih dengan bermain plastisin.
Pengembangan keterampilan motorik halus lainnya bagi anak tunaganda ini, yaitu :
1. Bina Gerak
2. Berlatih melipat kertas
3. Bermain plastisin
4. Terapi Occupational, terapi ini digunakan untuk penanganan pada motorik halus dan
diintegrasikan pada saat bermain atau permainan. Tujuan khusus occupational therapy
yaitu mengembangkan visual perception, keterampilan kognitif adaptif, sensori
integrasi, dan keterampilan menolong diri sendiri, dan stabilitas dari bagian tubuh
antara tangan dan bahu. Misalnya penggunaan manik-manik untuk dijimpit, dirangkai,
dimasukkan pada lubang tertentu, serta mendorongnya untuk dimasukkan ke suatu
benang.

B. Pengembangan Keterampilan Kognitif


1. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita
Kemampuan inteligensi anak tunagrahita diukur dengan tes Stanford Binet dan
skala wesschler (WISC). Berdasarkan taraf inteligensinya, anak tunagrahita
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tunagrahita ringan (IQ 69-55)
Anak tunagrahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak
terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan
untuk dirinya sendiri.
b. Tunagrahita sedang (IQ 54-40)
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara
akademik, namun mereka masih bisa menulis secara social, seperti nama
sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Selain itu, masih bisa mengurus diri,
seperti makan, minum, mandi, dan berpakaian.
c. Tunagrahita berat (IQ 39-25)
Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam
mengurus diri, bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya
sepanjang hidupnya. (Sutjihati, T. 2012).
2. Perkembangan Kognitif Anak Cerebral Palsy
Dari segi kognitif, wujud konkretnya dapat dilihat dari angka indeks
kecerdasan (IQ). Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan
kesulitan belajar dan perkembangan kognitif. Khususnya anak cerebral palsy,
selain mengalami kesulitan dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya,
mereka pun seringkali mengalami kesulitan dalam komunikasi, presepsi, maupun
control geraknya, bahkan beberapa penelitian sebagian besar diketahui
terbelakang mental (tunagrahita).
Hasil penelitian yang menggunakan tes Binet untuk mengukur tingkat
intelegensi anak tunadaksa yang berumur antara 3 sampai 6 tahun sebagai berikut:
a. IQ tunadaksa berkisar antara 35-138.
b. Rata-rata mereka adalah IQ 57.
Klasifikasi tunadaksa yang lain yaitu:
a. Anak polio mempunyai rata-rata intelegensi yang tinggi yaitu IQ 92.
b. Anak yang TBC tulang rata-rata IQ 88
c. Anak yang cacat konginetal rata-rata IQ 61
d. Anak yang cerebral palsy spastik rata-rata IQ 69
e. Anak cacat pada pusat syaraf rata-rata IQ 74

Berdasarkan aspek perkembangan kognitif anak tunagrahita dan cerebral palsy di


atas, maka pengembangan keterampilan kognitif anak tunaganda ini yaitu dengan
pembelajaran kognitif yang fungsional seperti pra akademik, konsep bilangan, membaca
dan menulis permulaan yang fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu,
dalam pelaksanaan program pengembangan keterampilan kognitif anak harus
memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Menyiapkan lingkungan belajar tambahan sehingga memungkinkan anak tunaganda
untuk bergerak sesuai dengan kebutuhannya, misalnya membangun trotoar, pintu agak
besar sehingga anak dapat menggunakan kursi roda.
2. Menyampaikan materi yang fungsional sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
anak
3. Menyiapkan program khusus untuk mengejar ketinggalan anak tunaganda karena anak
sering tidak masuk sekolah.
4. Guru harus mengadakan kontak secara intensif dengan siswanya untuk melihat
masalah fisiknya secara langsung
5. Perlu mengadakan rujukan ke ahli terkait apabila timbul masalah fisik dan kesehatan
yang lebih parah.

C. Pengembangan Keterampilan Komunikasi


1. Perkembangan Komunikasi Anak Tunagrahita
Perkembangan komunikasi erat kaitannya dengan perkembangan kognisi,
keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Perkembangan kognisi anak
tunagrahita mengalami hambatan, karenanya perkembangan bahasa atau
komunikasinya juga akan terhambat. (Sutjihati, T. 2012). Sehingga anak
tunagrahita mengalami keterlambatan bicara.
Anak tunagrahita pada umumnya tidak bisa menggunakan kalimat
majemuk, dalam percakapan sehari-hari banyak menggunakan kalimat tunggal.
Selain itu, anak tunagrahita mengalami gangguan artikulasi, kualitas suara, dan
ritme.
2. Perkembangan Komunikasi Anak Cerebral Palsy
Pada anak cerebral palcy terjadi gangguan bicara karena ketidakmampuan
dalam koordinasi motorik organ bicara karena kelainan system neuromotor.
Akibatnya sulit mengungkapkan pikiran dan keinginan serta kehendaknya.
Mereka mudah tersinggung merasa terasing dari keluarga dan teman-temannya.

Berdasarkan aspek perkembangan komunikasi anak tunagrahita dan cerebral


palsy di atas, maka pengembangan keterampilan komunikasi anak tunaganda ini yaitu
dengan melakukan asesmen kemampuan berkomunikasi terlebih dahulu, dengan teknik
berikut ini:
1. Non tes (observasi)
2. Tes
Selanjutnya, melakukan strategi pembelajaran sesuai dengan hasil asesmen :
1. Individual
2. Kelompok
3. Menjalin kerjasama dengan keluarga, orang tua untuk komitmen.
Misalnya : Komunikasi dengan siswa yang tidak dapat berbicara dengan jelas
Strategi yang digunakan yaitu :
1. Augmentative Communication
AC adalah komunikasi dengan orang lain tanpa bicara yaitu melalui gerak
tubuh (gestures), ekspresi muka (facial expression), tulisan, gambar, dsb untuk
menyampaikan pesan (transfer a massage).
2. Alternative Augmentative Communication (AAC).
a. Dengan alat bantu (aided communication).
b. Tanpa alat bantu (unaided communication).
Adapun rencana pembelajaran bahasa (komunikasi)
1. Pembelajaran Terpadu
Pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa konsep baik dari satu
bidang studi maupun beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna
pada anak. Memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema
2. Model jaring laba-laba (webbed)
Menggunakan pendekatan tematik.

D. Pengembangan Keterampilan Menolong Diri


Kemampuan mengurus diri, atau menolong diri sendiri (self help, self care)
bukanlah kemampuan yang diwariskan dari orang tua, tetapi harus dipelajari terlebih
dahulu. Untuk anak-anak yang tergolong nomal pembelajaran ini bias dikatakan
relative mudah, mereka mengamati, mendengarkan ataupun menirukan orang lain
dengan relative lancar dan tidaklah demikian untuk anaka-anak yang tergolong
tunaganda. Mereka perlu berusaha keras, dan program pembelajaran disusun dari
yang sederhana, sitematis, dan khusus.
Program bina diri mencakup beberapa hal yang berhubungan dengan
kepentingan anak-anak sehari-hari seperti makan, minum, kebersihan diri, dan
kerapian diri. Dengan demikian kemampuan mengurus diri sendiri merupakan
kecakapan atau keterampilan yang harus dikuasai anak-anak tunaganda agar dapat
mengurus dirinya sendiri dalam keperluan sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
Materi pembelajaran bina diri, meliputi: (1) Kebersihan badan, (2) Makan
minum, (3) Berpakaian, (4) Berhias, (5) Keselamatan Diri dan (6) Adaptasi
lingkungan.
Kebersihan badan, antara lain melatih:
(1) Cuci tangan
(2) Cuci muka
(3) Cuci kaki
(4) Sikat gigi
(5) Mandi
(6) Cuci rambut, dan
(7) Menggunakan toilet/wc
Makan dan minum, meliputi:
(1) Makan menggunakan tangan
(2) Makan menggunakan sendok
(3) Makan menggunakan sendok dan garpu
(4) Minum menggunakan gelas
(5) Minum menggunakan cangkir
(6) Minum menggunakan sedotan
Berpakaian, meliputi :
(1) Baju kaos
(2) Celana/rok
(3) Kemeja
(4) Kaos kaki dan sepatu
Berhias, meliputi :
(1) Merapika rambut dengan sisir dan memeakai dengan minyak rambut
(2) Memakai bedak
(3) Memakai aksesoris
Keselamatan diri, meliputi :
(1) Menghindari bahaya benda tajam atau runcing
(2) Menghindari bahaya api dan listrik
(3) Menghindari bahaya lalulintas
(4) Menhindari bahaya binatang
Adaptasi lingkungan, meliputi :
(1) Perorangan
(2) Hidup bersama dengan orang lain

E. Pengembangan Keterampilan Sosial


1. Perkembangan Sosial Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk membuat dan menjaga
pertemanan. Mereka lebih berat atau sulit menunjukkan sedikit kesadaran terhadap
kebiasaan sosial. Namun mereka masih memiliki kemampuan dalam beberapa
perilaku sosial, meskipun melalui komunikasi non verbal.
Kekurangan dalam ekspresi sosial bukan berarti mereka tidak bereaksi,
bahkan sebetulnya lebih apa yang dirasakan lebih kuat dari pada yang terlihat.
2. Perkembangan Sosial Anak Cerebral Palsy
Sikap lingkungan sekitar berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri
anak tCP. Dengan demikian akan mempengaruhi respon sebagian terhadap
lingkungan. Jika masyarakat menganggapnya tidak berdaya maka ia akan merasa
dirinya tidak berguna. Selain itu, Keterbatasan kemampuan anak CP menyebabkan
mereka menarik diri dari pergaulan masyarakat.

Berdasarkan aspek perkembangan social anak tunagrahita dan cerebral palsy di


atas, maka pengembangan keterampilan sosial anak tunaganda ini, sebagi berikut :
1. Hendaknya anak diterima di masyarakat sekitar agar anak dapat menghadapi
kenyataan secara obyektif
2. Mengusahakan agar anak mendapatkan pengobatan atau terapi semaksimal mungkin
dengan tujuan aspek-aspek perkembangan dan keterampilannya berkembang secara
optimal.
3. Mencari alat bantu yang akan membantu meringankan hambatan ketunadaksaannya,
sehingga anak lebih percaya diri berada di lingkungan sosial
4. Berupaya memberikan bimbingan dan pennyuluhan terhadap masyarakat dalam
penerimaan anak tunaganda di lingkungan sekitar
5. Berusaha memusatkan perhatian pada kemampuan yang dimiliki
6. Menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar

F. Pengembangan Keterampilan Vokasional


Pendidikan keterampilan menurut Sudirman (1987: 75) adalah "program
pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu
yang diperlukan anak didik sebagai bekal hidupnya di masyarakat. 
Pendidikan keterampilan merupakan kemampuan khusus yang
diselenggarakan agar anak didik memiliki kecakapan (keahlian) yang berguna bagi
dirinya sendiri sebagai bekal hidupnya di masyarakat. Adapun jenis-jenis
Keterampilan :
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SMALB,
keterampilan vokasional merupakan pelajaran yang memiliki alokasi waktu paling
banyak. Selain itu arah pengembangannya disesuaikan dengan potensi anak
tunagrahita dan potensi daerah sehingga penentuan keterampilan vokasional
diserahkan pada sekolah yang bersangkutan. Adapun jenis jenis keterampilan secara
umum yang diinstruksikan kurikulum KTSP meliputi : 
1. Keterampilan Pertanian 
2. Keterampilan Peternakan 
3. Keterampilan pertukangan 
4. Keterampilan perkantoran, dan 
5. Keterampilan rekayasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2002:1263) vokasional
diartikan sebagai yang bersangkutan dengan (sekolah) kejuruan atau bersangkutan
dengan bimbingan kejuruan. Ataupun dalam arti umum, orang-orang sering
memaknai vokasional dikaitkan dengan pekerjaan atau keterampilan untuk mencari
nafkah.
Dengan kata lain optimalisasi pendidikan pra vokasional bagi anak-anak
berkebutuhan khusus berarti layanan pendidikan yang diberikan sebelum pendidikan
keterampilan yang berkaitan dengan cara-cara untuk mencari nafkah atau
penghidupan tersebut diberikan. Maka muncullah pertanyaan pendidikan pra
vokasionla : mulai dari tahap mana, seperti apa, kapan, bagaimana, dimana, dan
mengapa yang dimaksud dengan optimalisasi pendidikan pravokasional itu.
Kondisi anak berkebutuhan khusus sangatlah bervariasi dan sangat individual,
ada anak berkebutuhan termasuk anak tunagada yang memiliki kemampuan
akademik di bawah rata-rata. Dengan demikian sangatlah sulit untuk menggiring
kesamaan persepsi atau interpretasi kemandirian bagi seorang anak tunaganda melalui
optimalisasi pendidikan pra vokasional.
Dengan demikian harapan tercapainya optimalisasi pendidikan pra vokasional
ini benar-benar dapat menghantarkan kemandirian anak tunaganda. Beberapa langkah
yang dapat dilakukan untuk melakukan optimalisasi pendidikan pra vokasional
menuju anak tunaganda mandiri. Langkah-langkahnya yaitu :
1. Diagnosis dan asesmen anak berkebutuhan khusus
2. Pemantapan dan pematangan kemampuan dasar si anak
3. Penempatan anak sesuai dengan bakat potensinya
4. Keseriusan pelayanan sesuai dengan bakat potensi yang terfokus dengan
dukungan yang memadai
5. Pembinaan mental dan motivasinya
6. Penempatan dan pemagangan anak dalam pengawasan tim
7. Evaluasi berkelanjutan
Diagnosis dan asesmen dimaksudkan untuk mengetahui kondisi anak
tunaganda yang sesungguhnya sehingga dengan diketahui kondisi yang
sesungguhnya maka dapat dilakukan program pengembangan kompensasi kehilangan
yang dialami anak. Dengan dilakukan asesmen yang tepat maka dapat diketahui
tingkat intelektualitas si anak sehingga akan lebih tepat pula dalam memberikan
layanan selanjutnya. Tindakan ini, secara umum telah dilakukan di beberapa sekolah
namun belum terprogram dengan baik. Tahap selanjutnya untuk melakukan
optimalisasi pendidikan adalah melakukan pemantapan dan pematangan kemampuan
dasar si anak. Pada tahap ini disesuaikan dengan tahap perkembangan dan juga
tingkat kelas ianak, semakin tinggi kelas dan kemampuannya maka kemampuan dasar
ini akan semakin berkembang seiring dengan tahap kemampuan si anak. Dengan
demikian pada tahap ini, sekolah harus sangat ketat dalam menentukan target capaian
pendidikan yang dimaksud. Begitu tahap ini telah lulus dan mampu dilepas maka
selanjutnya adalah masuk pada tahap penempatan anak sesuai dengan bakat
potensinya. Pada tahap penempatan anak, semakin jelas jenjang atau jalur yang
diikutinya apakah mengarah pada jenjang akademik atau non akademik. Pada tahap
ini berbabagai potensi anak harus dikembangkan semaksimal mungkin, sehingga
kerja tim sangat penting di sekolah bahkan dengan pihak orangtua wali. Pada tahap
ini berbagai kesempatan anak untuk berekspresi karya harus sering diberikan, dalam
arti tidak hanya selalu dijejali dengan berbagai teori baik untuk jalur akademik
maupun non akademik. Dengan demikian anak memiliki pengalaman-pengalaman
langsung dan bahkan masih perlu diberikan beberapa tugas tambahan.. Apabila anak
telah terlatih dalam melakukan suatu karya nyata dan tidak secara teoritis maka tahap
selanjutnya adalah tetap menjaga keseriusan pelayanan sesuai dengan bakat potensi
yang terfokus dengan dukungan yang memadai, kemudian dilanjutkan pembinaan
mental dan memotivasi sesuai dengan jenis kebutuhannya. Hal ini untuk menjaga dan
melatih peningkatkan perkembangan emosi & penerimaan diri anak untuk tetap mau
maju dan berkarya, disamping mematangkan aspek sosial, moral dan spiritual anak.

G. Pengembangan Keterampilan Mengisi Waktu Luang


Kegiatan mengisi waktu luang merupakan kegiatan/aktivitas
yang dilakukan pada waktu luang yang bermotivasidan memberikan kegembiraan,
hiburan, dan mengalihkan perhatian pasien. Serta pada hakekatnya mengisi waktu
luang merupakan kebebasan beraktivitas. Dalam mengisi waktu luang juga dapat
dipakai untuk mengembangkan keterampilan kerja produktif, seperti bercocok
tanam, membuat telur asin, dan lain-lain. adapun contoh-contoh kegiatan mengisi
waktu luang untuk anak tuna ganda, yaitu:
1. Nonton TV
2. Bermain
3. Berolahraga
4. Mendengar musik atau bermain alat musik
5. Rekreasi/liburan
6. Membuat kerajinan
7. Belajar bercocok taman
8. Belajar merawat binatang
Dibawah ini langkah-langkah beberapa aktivitas dalam mengisi waktu luar untuk
mengembangan keterampilan anak tunaganda. Seperti :
1. Bermain ( bermain puzzle)
Langkah-langkah pengembangannya, yaitu:
a. Pendidik mengajak anak untuk bermain
b. Pastikan kondisi anak sedang dalam keadaan stabil
c. Anak dihadapkan pada mainan puzzle, sambil pendidik mengatakan “ ayo kita
main puzzle” dan menerangkan dan mempraktikan cara mainnya
d. Kemudian pegangkan potongan puzzle pada anak dan bantu anak untuk
menempelkan potongan tersebut pada tempatnya sambil kita ajak berinteraksi
e. Berikan kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri, jika anak masih
tidak bisa kita berikan bantuan.
f. Setelah semua potongan puzzle selesai dipasang kita beri apresiasi atau
reinforcement pada anak supaya menimbulkan rasa senang pada anak
Melalui kegiatan ini, anak dapat belajar mengenai sosialisasi dengan orang lain serta
belajar melatih motorik halusnya dan konsentrasi.
2. Berolahraga (lempar bola)
a. Pendidik mengajak anak untuk bermain keluar ruangan (lapangan)
b. Pastikan kondisi anak sedang baik/stabil
c. Pendidik menerangkan pada anak bahwa akan berolahraga yakni bermain lempar
bola
d. Anak diminta untuk memegang bola, jika ada kesusahan kita bantu untuk
memegang bolanya
e. Kemudian terangkan sambil praktekan pada anak cara melempar bola, dengan
cara kita pegang tangan anak yang sedangkan memegang bola lalu kita posisikan
tangan anak untuk teknik melempar bola, setelah itu lakukan lagi sampai anak
bisa sendiri
f. Setelah anak bisa melempar bola kita berikan reinforcement pada anak supaya
menimbulkan rasa senang pada anak
g. Ajak juga teman-teman disekitarnya untuk berolahraga bersama-sama
Melalui kegiatan ini, anak dapat belajar mengenai sosialisasi dengan orang lain serta
belajar melatih motorik kasarnya.
3. Membuat kerajinan (membuat boneka)
a. Pendidik mengajak anak untuk membuat kerajinan
b. Pastikan kondisi anak sedang baik/stabil
c. Anak diterangkan bahwa akan membuat boneka dan pendidik menghadapkan
bahan-bahannya seperti boneka masih belum jadi, kapas untuk isian boneka,
benang, dan jarum jahit. Berikan kesempatan kepada anak untuk memengangnya,
namun untuk jarum jahit harus dibantu dan terangkan bahwa ini berbahaya harus
hati-hati menyentuhnya. *untuk boneka sudah jadi, anak tinggal memasukan
kapas kedalam boneka saja
d. Praktekan dan terangkan pada anak cara memasukan kapas kedalam boneka,
kemudian anak diminta untuk mencobanya jika anak belum mampu maka berikan
bantuan sampai anak mampu melakukannya sendiri.
e. Setelah semuanya terisi, berikan reinforcement pada anak supaya menimbulkan
rasa senang pada anak
f. Dan pendidik tinggal menjahit lubang untuk mengisi kapas sambil diperlihatkan
kepada anak, setelah jadi berikan boneka kepada anak agar anak tahu bagaimana
bentuk yang ia kerjakan. *anak belum diajarkan untuk menjahit, hanya
memasukan kapas kedalam boneka saja
Melalui kegiatan ini, anak belajar mengenai kerajinan, bersosialisasi, konsentrasi dan
melatih motorik halusnya.
4. Belajar merawat binatang (memberi makan kelinci)
a. Pendidik mengajak anak ke kandang kelinci
b. Pastikan kondisi anak sedang dalam keadaan stabil
c. Anak dihadapkan pada kadang kelinci, kemudian terangkan bahwa di dalam
kadang adalah kelinci dan terangkan mengenai kelinci
d. Setelah itu, katakan bahwa kelinci membutuhkan makan. Kemudian perlihatkan
makanan kelinci misalnya (kangkung/wortel) dan katakan bahwa ini adalah
makanan kelinci
e. Anak diminta untuk membawa satu tangkai kangkung/wortel kemudian bantu
anak untuk memberikannya kepada kelinci, setelah kangkung/wortel habis
dimakan kelinci berikan reinforcement pada anak
f. Kemudian minta anak untuk melakukannya sendiri, setelah anak bisa
melakukannya, berikan reinforcement lagi pada anak
g. Setelah selesai memberi makan kelinci, kita ajak anak untuk mencuci tangan dan
terangkan kalau sesudah memberi makan hewan, kita harus mencuci tangan agar
tangan kita bersih
Melalui kegiatan ini, anak belajar mengenai mahluk hidup (kelinci), belajar untuk
menyayangi binatang, bersosialisasi dan melatih motorik halusnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sutjihati, T. Soemantri. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Reflika Aditama : Bandung.

Sudirman, dkk (1987). Ilmu Pendidikan. Bandung : Remadja Karya

Danimartianda, Kania (2008). Hubungan Parenting dengan Anak Berkebutuhan Khusus


(Tunaganda). FPSI Universitas Indonesia.

Kurikulum Tingkat Satuan. Pendidikan (KTSP) Tingkat SMALB

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Hosni, Irham. Anak Dengan Kelainan Majemuk. Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Dinas Pendidikan Luar Biasa, Informasi Pendidikan Bagi Anak Tunaganda,


(http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=48, diakses tanggal 15 Oktober 2015).

Anda mungkin juga menyukai