Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ALFAN HIDAYAT,CINTYA MAHARANI PUTERI,FAIRERA PRABA TSABITA


DZAKY

Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan
istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti
tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.
Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis,
psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan
dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak
berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan
tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah
dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak
slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis,
gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD. Konsep sosio-kultural
mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku
yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus.

Kata Kunci : Anak berkebutuhan khusus,pendidikan anak berkebutuhan


khusus,konteks psikologis anak berkebutuhan khusus.

PENDAHULUAN
METODE

Di dalam artikel ini metode yang digunakan adalah studi kepustakaan. Penelitian
kepustakaan adalah studi yang mempelajari berbagai buku referensi serta hasil
penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori
mengenai masalah yang akan diteliti (Sarwono: 2006). Data yang digunakan dalam
artikel ini berasal dari berbagai sumber seperti jurnal dan artikel yang sesuai dengan
isi penelitian ini.

PEMBAHASAN

Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004: 5) anak berkebutuhan khusus ( ABK ) adalah
anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual,
sosial, emosional) dalam proses perkembangan dan pertumbuhan dibandingkan dengan anak-
anak seusianya, sehingga anak memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia


(2013) anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,
baik fisik, mental-intelektual sosial, maupun emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam
proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya

Frieda Mangunsong (2009:4 ) Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang
menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan
sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-
tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk
pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairmet, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing
istilah sebagai berikut:

1. Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari


imprament) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas
normal, biasanya digunakan dalam level individu.

2. Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal paiologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.

3. Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau


disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.

Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Desiningrum (2016:3) penyebab anak berkebutuhan khusus berdasarkan waktu


kejadiannya dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Pre-Natal

Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses kelahiran. Kejadian
tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan, atau faktor eksternal
yaitu berupa Ibu yang mengalami pendarahan bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh
sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan akibat janin yang
kekurangan gizi.

2. Peri-Natal

Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran dan menjelang
serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah,
persalinan yang tidak spontan lahir prematur, dan berat badan lahir rendah.

3. Pasca-Natal

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia perkembangan selesai
(kurang lebih usia 18 tahun). Hal ini dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan, tumor otak,
kejang, diare semasa bayi.

Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act Amandements yang dibuat pada
tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004: secara umum, klasifikasi dari anak
berkebutuhan khusus adalah:

a. Anak dengan Gangguan Fisik:

1. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/low vision) sebagai
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.

2. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga
tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal.

3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak
(tulang, sendi dan otot).

b. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:

1. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

2. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak yang mengalami
kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara,yang mengakibatkan terjadi
penyimpangan bentuk bahasa,isi bahasa,atau fungsi bahasa.

3. Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal,
disebabkan diafungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan
memusatkan perhatian.

c. Anak dengan Gangguan Intelektual:

1. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.

2. Anak Lamban belajar, yaitu anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal
tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).

3. Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung.

4. Anak berbakat, yaitu anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan kecerdasan luar biasa
yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab
terhadap tugas diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan
potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

5. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan
perilaku.

6. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki
manusia pada umumnya.

Sistem Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

1. Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi

Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan kusus
diberikan layanan pendidikan pada pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa.

a. Sekolah Luar Biasa (SLB)

Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan
bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai
dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan
kelainan yang ada (satu kelainan saja) sehingga ada SLB untuk tuna netra (SLB-A), SLB untuk tuna
rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-C), SLB untuk tuna daksa (SLB-D), dan SLB untuk tuna
laras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar dan tingkat lanjut. Sistem
pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.

b. Sekolah Luar Biasa Berasrama

Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan
fasilitas asrama. Peserta didik SLB bersrama tinggal di asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu
kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat
dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya pun juga sama dengan
bentuk SLB .

Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di sekolah dengan
di asrama, sehingga asrama merupakan empat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB
berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar
daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

c. Kelas jauh/ Kelas Kunjung

Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memeeberi layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Tenaga guru
yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Kegiatan admistrasinya
dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.

d. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)

SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap.
SDLB dilengkapi dengan tenaga ahli yang berkaitan dengan kelainan mereka, antara lain dokter
umum, dokter spesialis, fisioterapis, psikolog, dan audiolog.

Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikululum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar
yang disesuaikan dengan kekhususannya. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi
di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak.

Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan yaitu UU RI no.2 tahun 1989 dan PP No.72 Tahun
1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
a) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun.

b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun.

c) Seklah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun.

Selain itu, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991 juga dimungkinkan penyelenggaraaan Taman Kanak-
Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.

2. Sistem Pendidikan Integrasi

Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni sistem pendidikan yang
membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal.
Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagian, keterpaduan dalam rangka
sosialisasi. Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan
khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas
hanya satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding
jika guru harus melayani berbagai macam kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh
anak berkenutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK
dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan
khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus
atau guru kelas pada kelas khusus.

Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut
Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut adalah:

a. Bentuk Kelas Biasa (keterpaduan penuh)

Dalam bentuk keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh
dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya pelayanan dan
bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memeperhatikan
petunjuk-petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Dalam
keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala
sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan khusus.

b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus

Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus, belajar di kelas biasa dengan menggunakan
kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak
dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak noormal. Pelayanan khusus
tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK) dengan
menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai.

c. Bentuk Kelas Khusus

Dalam keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum
di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan
tepadu.

Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di
kelas khusus. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak
berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah
raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahatatau acara lain yang diadakan oleh
sekolah.

KESIMPULAN

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya, sehingga memerlukan dukungan atau pelayanan
tambahan dalam pendidikan karena adanya kebutuhan khusus yang dapat
mempengaruhi kemampuan belajar, berpartisipasi dan berkembang secara optimal.

Penyebab anak berkebutuhan khusus berdasarkan waktunya dibagi menjadi tiga


yaitu pre-natal, peri-natal, dan pasca-natal. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus
dibagi menjadi tiga yaitu anak dengan gangguan fisik, anak dengan gangguan emosi
dan perilaku, dan anak dengan gangguan intelektual.

Sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua yaitu bentuk
layanan pendidikan segregasi yang dan bentuk layanan pendidikan integrasi.
Pemilihan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan
kebutuhan anak, cari sekolah dengan program dan dukungan yang sesuai dengan
kebutuhan anak. Pastikan metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan gaya
belajar anak sehingga mendukung keberhasilan akademisnya dan anak merasa
nyaman belajar di sekolah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Desiningrum, D.R. (2016).Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta:


Psikosains.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2004. Pedoman Umum Penyelenggaraan


Pendidikan Inklusif. Jakarta: Dirjendikdasmen.

Mangunsong, F., (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jilid
1. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.

Sari, M., Asemndri. Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian


Pendidikan IPA. (2020:43)

Anda mungkin juga menyukai