Anda di halaman 1dari 6

CINTA dan PENDIDIKAN: MENYULAM KEBAHAGIAAN BAGI ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

Tiomia Clodianti Tampubolon


Clodyanti@gamil.com
Institut Agama Kristen Negeri Tarutung

ABSTRAK
Anak berkebutuhan khusus adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan
anak-anak yang memiliki kebutuhan yang berbeda dari anak-anak pada umumnya.
Kebutuhan khusus ini dapat meliputi berbagai kondisi seperti gangguan perkembangan,
gangguan belajar, gangguan sensorik, gangguan fisik, dan gangguan mental. Anak-anak
berkebutuhan khusus ini membutuhkan perhatian dan pendekatan yang berbeda dalam proses
pembelajaran dan pengembangan diri mereka. Anak berkebutuhan khusus merujuk pada
anak-anak yang memiliki kondisi fisik, mental, emosional, atau perkembangan yang berbeda
dengan anak-anak lain pada umumnya. Kondisi ini dapat bersifat sementara atau permanen,
dan mempengaruhi kemampuan mereka dalam berinteraksi, belajar, dan berpartisipasi dalam
kegiatan sehari-hari. Kondisi yang dapat menyebabkan anak berkebutuhan khusus antara lain
adalah gangguan perkembangan, gangguan belajar, gangguan sensorik, gangguan perilaku,
atau kondisi medis tertentu seperti autisme atau cerebral palsy.
Kata Kunci : Anak berkebutuhan khusus ; Pendidikan ; cinta terhadap ABK

ABSTRACT
Children with special needs is a term that is often used to describe children who have
different needs from children in general. These special needs can include a variety of
conditions such as developmental disorders, learning disorders, sensory disorders, physical
disorders, and mental disorders. Children with special needs need different attention and
approaches in their learning and self-development process. Children with special needs refer
to children who have physical, mental, emotional, or developmental conditions that are
different from other children in general. This condition can be temporary or permanent, and
affects their ability to interact, learn, and participate in daily activities. Conditions that can
cause children with special needs include developmental disorders, learning disorders,
sensory disorders, behavior disorders, or certain medical conditions such as autism or
cerebral palsy

Keywords: Children with special needs; Education; love for ABK


Pendahuluan
Tentunya setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, termasuk anak
berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah kebutuhan akan pendidikan. Dengan memenuhi
kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus, kita membantu mereka belajar mandiri,
menghargai diri sendiri, dan menjadi lebih mandiri tanpa terlalu bergantung pada bantuan
orang lain. Melalui pendidikan, masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang
berguna di era globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Pasal
31 ayat (1) UUD 1945, setiap orang mempunyai hak atas pendidikan, apapun keberagaman
internalnya. Belum ada data akurat dan akurat mengenai jumlah anak berkebutuhan khusus
di Indonesia.
Namun menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2010 terdapat 1,48 juta anak
berkebutuhan khusus atau 0,7% dari jumlah penduduk, dimana 317.016 anak diantaranya
berusia antara 5 dan 8 tahun. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang mendapat program
pendidikan inklusif dan sekolah baru sebanyak 28.897 anak atau 26,15% dari total 234.119
anak. Isi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus diatur dalam UU Nomor 2. Pasal 1 UU
No 70 Tahun 2009 menyatakan: “Pendidikan inklusif adalah suatu sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik, yang mempunyai
perbedaan dan keistimewaan serta potensi kecerdasan dan bakat khusus, untuk berpartisipasi
dalam proses belajar mengajar.” , Lingkungan Hidup Masih banyak anak berkebutuhan
khusus yang mendapat pendidikan inklusif didiskriminasi.
Smith (2015) berpendapat bahwa strategi efektif untuk mengatasi diskriminasi,
mendorong masyarakat inklusif, menciptakan lingkungan masyarakat yang ramah, dan
mencapai tujuan pendidikan untuk semua adalah dengan mendirikan sekolah umum yang
fokus pada pendidikan Kenyataannya, pendidikan inklusif didasarkan pada prinsip bahwa
semua orang adalah setara dan harus saling menghormati (Martona, 2013). Menurut Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang mengatur standar nasional pendidikan,
tujuan utamanya adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan
kecerdasan, karakter, dan peradaban bangsa untuk kepentingan masyarakat.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Anak-anak dengan kebutuhan khusus merupakan anak-anak yang memiliki keistimewaan
dalam jenis dan ciri-ciri mereka, sehingga berbeda dengan anak-anak sebaya yang memiliki
perkembangan normal. Perbedaan yang ada pada anak-anak berkebutuhan khusus dapat
terlihat dari variasi antarindividu dan dalam diri individu tersebut sendiri. Anak-anak ini
umumnya mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, yang sering
menjadi tantangan bagi orang tua dan guru. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi
mereka, diperlukan pemahaman yang mendalam dan pendekatan pengajaran yang khusus.
Keterbatasan atau disabilitas merujuk pada kondisi dimana bagian tubuh mengalami
kerusakan berat, tidak berfungsi, rusak, terganggu, atau memiliki kekurangan yang signifikan
dalam fungsinya. Juga terkait dengan gangguan dalam fungsi tubuh. Penyandang disabilitas
adalah mereka yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, atau memiliki cacat anatomi
atau fungsional yang menyulitkan mereka untuk bersaing dengan teman sebaya.
Anak dengan kebutuhan khusus (children with special needs) dapat merujuk kepada anak
yang memiliki perkembangan lambat atau menghadapi kesulitan dalam belajar di sekolah
seperti anak-anak pada umumnya. Istilah ini juga mencakup anak-anak yang mengalami
gangguan fisik, mental, kecerdasan, atau emosi, sehingga memerlukan pendekatan
pembelajaran yang khusus untuk mereka. Seiring berjalannya waktu, interpretasi tentang
ketunaan dapat diartikan sebagai keadaan yang tidak biasa atau diluar norma. Konsep
ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan lebih mengacu pada individu
yang memiliki kekurangan, sementara konsep berkelainan atau yang luar biasa memiliki
makna yang lebih inklusif, mencakup baik anak-anak yang memiliki kecacatan maupun yang
memiliki keunggulan. Heward, dalam pandangannya, menggambarkan anak-anak
berkebutuhan khusus sebagai individu yang memiliki karakteristik yang berbeda dari anak-
anak secara umum, namun hal ini tidak selalu berarti adanya keterbatasan mental, emosional,
atau fisik. Ada beragam istilah yang digunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti
disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
dari tiap istilah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Disability atau kondisi keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang disebabkan
oleh ketidakmampuan) untuk melakukan aktivitas sesuai dengan standar atau dalam
batas yang dianggap normal, umumnya merujuk pada tingkat individu.
b. Impairment, kehilangan, atau ketidaknormalan pada aspek psikologis atau struktur
anatomi serta fungsinya biasanya merujuk pada ketidaknormalan di tingkat
organisme.
c. Handicap, ketidakmampuan adalah kondisi individu yang membatasi atau
menghalangi kemampuan seseorang untuk memenuhi peran yang umumnya
diharapkan dari individu tersebut. Istilah "Anak Berkebutuhan Khusus" (ABK)
digunakan sebagai pengganti istilah "Anak Luar Biasa" (ALB) untuk menggambarkan
adanya keadaan yang istimewa atau khusus pada individu tersebut. Anak-anak
berkebutuhan khusus memiliki perbedaan karakteristik yang bervariasi antara satu
individu dengan individu lainnya.
Di Negara Indonesia anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan
dan telah diberikan layanan antara lain sebagai berikut:
1. Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan, terutama anak yang buta total,
tidak bisa menggunakan indera penglihatan mereka untuk berpartisipasi dalam
kegiatan belajar maupun aktivitas sehari-hari. Biasanya, proses belajar mereka
dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau sensasi taktil karena kemampuan indra
peraba sangat penting untuk menggantikan peran indera penglihatan yang tidak
berfungsi.
2. Anak yang mengalami tunagrahita memiliki tantangan dalam belajar karena terdapat
hambatan pada perkembangan kecerdasan, mental, emosi, sosial, dan fisik mereka.
Hal ini menyebabkan kesulitan dalam kemampuan belajar.
3. Anak-anak yang mengalami kekurangan pendengaran dan bicara, atau yang dikenal
sebagai tuna rungu wicara, umumnya menghadapi tantangan dalam hal pendengaran
dan kesulitan berkomunikasi secara verbal dengan orang lain.
4. Anak yang mengalami kesulitan dalam mengatur emosi seringkali disebut sebagai
anak tunalaras. Ciri-ciri utamanya termasuk kecenderungan untuk menunjukkan
keonaran berlebihan serta mungkin memiliki kecenderungan terhadap perilaku yang
melanggar hukum.
5. Anak-anak yang mengalami keadaan fisik atau motorik yang berbeda (tunadaksa)
memiliki kelainan pada tulang, persendian, serta sistem saraf yang mengontrol
pergerakan otot tubuh mereka. Menurut penilaian medis, kondisi ini menyebabkan
mereka membutuhkan layanan khusus terkait dengan gerakan anggota tubuh mereka.
6. Anak-anak dengan autisme memiliki gangguan ketidakmampuan berkomunikasi. Ini
disebabkan oleh kerusakan pada otak. Secara umum, anak-anak dengan autisme
mengalami kesulitan berbicara dan juga mengalami gangguan dalam kemampuan
intelektual dan fungsi saraf. Gejala autisme meliputi kesulitan berkomunikasi,
gangguan fungsi saraf dan intelektual, serta perilaku yang tidak umum. Anak-anak
dengan autisme memiliki kehidupan sosial yang berbeda dan tampaknya kurang
tertarik untuk berinteraksi sosial, sering terisolasi dari lingkungan sekitarnya.
7. Anak-anak dengan kesulitan belajar (learning disability atau specific learning
disability) adalah istilah yang merujuk kepada siswa yang menunjukkan pencapaian
akademik yang rendah dalam bidang tertentu seperti membaca, menulis, dan
matematika. Mereka umumnya mengalami kesulitan dalam memproses informasi
yang diterima melalui indera penglihatan, pendengaran, atau persepsi tubuh dalam
aspek kognitif. Perkembangan emosi dan sosial mereka membutuhkan perhatian
khusus, termasuk aspek konsep diri, kemampuan berpikir, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kurangnya perhatian, kesulitan berinteraksi sosial, dan kesulitan
dalam membangun pertemanan. Kondisi kesulitan belajar ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor seperti gangguan persepsi (perceptual handicaps), cedera otak (brain
injury), gangguan pada fungsi otak (minimal brain dysfunction), disleksia (dyslexia),
dan afasia perkembangan (developmental aphasia).
8. Anak yang mengalami hiperaktivitas (attention deficit disorder with
hyperactivity/ADD-H) tidak mengalami sebuah penyakit, tetapi menunjukkan gejala
atau simptom. Gejala ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti kerusakan pada
otak, gangguan emosional, gangguan pendengaran, atau keterbelakangan mental.
Beberapa istilah yang dulu digunakan untuk merujuk pada hiperaktivitas atau ADD-H
meliputi minimal cerebral dysfunction, minimal brain damage (istilah yang sudah
tidak digunakan lagi oleh para psikolog atau pedagog), minimal cerebral palsy,
hyperactive child syndrome, dan attention deficit disorder with hyperactivity. Tanda-
tanda yang dapat diamati pada anak yang mengalami hal ini termasuk selalu aktif,
sulit untuk diam, sering mengganggu orang lain, cenderung berpindah-pindah,
kesulitan dalam berkonsentrasi, sulit untuk mengikuti instruksi atau perintah, masalah
dalam proses belajar, dan kurangnya perhatian terhadap pelajaran.
9. Anak-anak yang memiliki kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and
developmentally disabled children) sering dikenal sebagai individu tunaganda yang
mengalami gangguan perkembangan yang melibatkan hambatan neurologis. Ini bisa
disebabkan oleh satu atau dua jenis kelainan dalam kemampuan seperti kecerdasan,
kemampuan gerak, bahasa, atau interaksi sosial dalam masyarakat. Kelainan
perkembangan ganda ini juga meliputi ketidakmampuan dalam fungsi adaptif.
Umumnya, mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan metode yang spesifik.
Cinta dan Pendidikan: Menyulam Kebahagiaan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Pendidikan adalah fondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan setiap anak. Namun, ketika
kita berbicara tentang anak-anak berkebutuhan khusus, pendidikan tidak hanya menjadi
tugas, tetapi juga sebuah panggilan hati yang memerlukan kehadiran cinta. Dalam artikel ini,
kita akan menjelajahi bagaimana cinta dapat menjadi kunci untuk menyulam kebahagiaan
bagi anak-anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan. Cinta dalam konteks pendidikan
anak berkebutuhan khusus mencakup kasih sayang, perhatian, dan penghargaan terhadap
keunikan mereka. Pendidikan yang berhasil untuk anak-anak ini melibatkan pengakuan
terhadap potensi mereka, menciptakan lingkungan yang mendukung, serta penerapan metode
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan khusus masing-masing anak. Proses ini, ketika
dijalankan dengan penuh kasih, menjadi fondasi utama dalam menyulam kebahagiaan dan
perkembangan positif bagi anak berkebutuhan khusus.
Cinta sebagai Pendorong Motivasi
Anak-anak berkebutuhan khusus mungkin menghadapi tantangan unik dalam proses belajar
mereka. Cinta yang diberikan oleh pendidik, orang tua, dan lingkungan pendidikan dapat
menjadi pendorong motivasi yang kuat. Dengan menciptakan ikatan emosional yang positif,
anak-anak merasa didukung dan termotivasi untuk mengatasi kesulitan mereka.
Inklusi: Cinta yang Menghapus Batasan
Konsep inklusi memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang
mencintai dan mendukung anak-anak berkebutuhan khusus. Dengan memasukkan mereka ke
dalam lingkungan yang menyediakan dukungan dan penerimaan, cinta menjadi alat yang
dapat menghapus batasan dan memberikan kesempatan yang sama untuk berkembang.
Keterlibatan Orang Tua: Cinta sebagai Kolaborator Pendidikan
Peran orang tua sangat penting dalam pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Melalui
keterlibatan yang penuh cinta, orang tua dapat menjadi kolaborator yang efektif dengan
pendidik untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang optimal. Dengan saling
mendukung dan berkomunikasi, mereka dapat menciptakan lingkungan di mana anak merasa
dicintai dan didukung secara holistik.
Pentingnya Pendidikan Inklusif: Cinta yang Mengakui Nilai Setiap Anak
Pendidikan inklusif bukan hanya tentang memberikan akses fisik, tetapi juga mengakui nilai
dan potensi setiap anak. Cinta hadir dalam bentuk penghargaan terhadap keunikan setiap
individu. Dengan menerapkan metode pengajaran yang berfokus pada kekuatan dan
kebutuhan masing-masing anak, pendidikan inklusif menciptakan fondasi yang kokoh untuk
kebahagiaan anak-anak berkebutuhan khusus.
Penyadaran Masyarakat: Cinta yang Mengubah Perspektif
Pentingnya cinta dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus juga mencakup upaya untuk
meningkatkan penyadaran masyarakat. Dengan memahami dan merangkul keberagaman,
masyarakat dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan
optimal anak-anak dengan kebutuhan khusus. Cinta dalam tindakan sehari-hari dapat
mengubah perspektif masyarakat dan menciptakan masyarakat yang inklusif.

Penutup: Membentuk Masa Depan yang Penuh Kecintaan


Cinta dan pendidikan adalah dua elemen yang saling melengkapi, terutama ketika kita
berbicara tentang anak-anak berkebutuhan khusus. Melalui pendekatan yang penuh cinta, kita
dapat menyulam kebahagiaan bagi mereka, membentuk masa depan yang penuh kecintaan
dan dukungan. Dengan bersama-sama merangkul nilai-nilai inklusi dan memberikan cinta
yang tak terbatas, kita membuka pintu bagi setiap anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai
potensi mereka.

Anda mungkin juga menyukai