Anda di halaman 1dari 8

ANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN PERKEMBANGAN

INTELEKTUAL/TUNAGRAHITA
Nurhabibah Harahap, Roihan Ahmadi, Suci Amalia
Prodi PGMI, Fakultas Studi Islam Universitas Muhammadiyah Riau
E-mail: nurhabibahh60@gmail.com,
Roihan.ahmamdi20@gmail.com,
suciamaliaa181@gmail.com

Abstract :

Each child has a unique ability or potential for him or her. And children's rights which state that
all children have the same rights and obligations to live and develop fully in accordance with
their potential. Children with special needs include children who experience obstacles in the
development of their behavior. Children with special needs are children born with special needs
that are different from humans in general and require special services. A person with a barrier of
intelligence has been assured that he is a person with a disability. Children with tunagrahita
have a tendency to care less about the environment, either in the family or the surrounding
environment. He also said that children with tunagrahita have academic obstacles such that in
the learning service requires modification of curriculum that suits their particular needs.
Although child retardation has these barriers, it does not close the opportunity to receive proper
and proper education both at home and especially at school. In order for a child with tunagrahita
to have a bright future, just like a child in general.

Keywords : Children with special needs, Tunagrahita, and education.

Abstrak :

Pada diri tiap anak ada kemampuan atau potensi yang unik bagi dirinya. Dan hak-hak anak
yang menyatakan bahwa semua anak memiliki hak dankewajiban yang sama untuk hidup dan
berkembang secara penuh sesuai denganpotensi yang dimilikinya. Pada anak berkebutuhan
khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Anak
berkebutuhan khusus merupakan anak yang dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus
yang berbeda dari manusia pada umumnya sehingga membutuhkan pelayanan khusus.
Seseorang dengan memiliki hambatan kecerdasan sudah dipastikan bahwa ia adalah
penyandang tunagrahita. Anak dengan tunagrahita memiliki kecenderungan kurang peduli
terhadap lingkungannya, baik dalam keluarga ataupun lingkungan sekitarnya. Ia juga
mengatakan bahwa anak dengan tunagrahita mempunyai hambatan akademik yang
sedemikian rupa sehingga dalam layanan pembelajarannya memerlukan modifikasi kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan khususnya. Meskipun anak tunagrahita memiliki hambatan
tersebut, tidak menutup kesempatan untuk menerima pendidikan yang layak dan tepat baik
di rumah dan khususnya di sekolah. Agar anak dengan tunagrahita memiliki masa depan yang
cerah, sama seperti anak pada umumnya

Kata Kunci : Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ), Tunagrahita, dan Pendidikan


Pendahuluan
Sekolah merupakan sebuah tempat yang dijadikan sebagai sarana dalam suatu
pembelajaran untuk anak. Pada saat ini kata sekolah telah berubah artinya menjadi bangunan
atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat memberi dan menerima pelajaran.
Pada prosesnya, sekolah diciptakan untuk memberikan pengajaran kepada anak (murid)
dengan pengawasan beberapa pendidik (guru) dengan tujuan tertentu. Tujuan tersebut untuk
membentuk anak (murid) agar mengalami kemajuan dan perkembangan pengetahuan.
Perkembangan dari pengetahuan tersebut diperoleh dengan proses pembelajaran. Anak
sebagai generasi penerus bangsa merupakan aset yang sangat penting bagi keluargadan
Negara. Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang Undang Nomor 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat dinyatakan bahwa setiap
warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa anakberkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam
penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan.
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan
mental dan intelektual sehingga berdampak pada perkembangan kognitif dan perilaku
adaptifnya, sepertitidak mampu memusatkan pikiran, emosi tidak stabil, suka menyendiri dan
pendiam, peka terhadap cahaya, dll. Tunagrahitaini bisa terjadi pada semua ras/suku dan
semua tingkat sosial. Walaupun mereka menderita retardasi mental dan perkembangan fisik
yang lamban tapi tidak bearti mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Keterampilan mereka masih
bisa diatih dan dikembangkan, bahkan bisa berprestasi. Hal ini berarti anak tunagrahita tidak
dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standard) kemandirian dan
tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam
keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu dengan jalan mengumpulkan data ,
menyusun atau mengklarifikasi, menyusun dan menginterpretasinya. Metode
Deskriptip dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan
dengan jelas tentang obyek yang diteliti secara alamiah juga bertujuan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada secara alamiah maupun rekayasa
manusia.

Pembahasan
A. Pengertian Anak Tunagrahita
Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau lebih lamban dari pada
anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak
keterbelakangan mental, istilah resminya di Indonesia disebut anak tunagrahita.
Istilah yang biasa digunakan dalam menyebut anak tunagrahita bodoh, tolol, dungu,
bebal, lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental, retardasi
mental, cacat grahita, dan tunagrahita. (Kustawan, 2016) Tunagrahita adalah anak atau
seseorang yang mempunyai kecerdasan dibawah rata-rata, mengalami kesulitan dalam
komunikasi dan sosial, terjadi pada masa perkembangan, mengalami keterbelakangan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam memikirkan hal-
hal yang abstrak, memerlukan layanan pendidikan khusus dan kondisi tersebut tidak
bisa disembuhkan. Anak tunagrahita secara signifikan memiliki kecerdasan dibawah
rata-rata anak normal pada umumnya. Perkembangan kecerdasan anak berada
dibawah pertumbuhan usia sebenarnya . Anak tunagrahita tidak bisa sembuh dari
ketunagrahitaannya. Kecerdasan mereka tidak bisa berkembang seperti anak-anak
pada umumnya yang berumur sama. Maksudnya adalah keterbelakangan merupakan
suatu kondisi yang terjadi selama masa perkembangan yang ditandai oleh intelektual
yang nyata berada dibawah rata-rata dan kurang dalam sosial. Definisi lain tentang
anak tunagrahita yang banyak digunakan oleh para ahli pendidikan berkebutuhan
khusus adalah dikemukakan oleh American Association on Mentally Deficiency
(AAMD). Terdapat lima basis yang dapat dijadikan pijakan konseptual dalam
memahallmi tunagrahita (Herbart J. Prehm dalam Philip L Browning, 1974) yaitu: 1)
tunagrahita merupakan kondisi, 2) kondisi tersebut ditandai oleh adanya kemampuan
mental jauh dibawah rata-rata, 3) memiliki hambatan dalam penyesuaian diri secara
sosial, 4) berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada susunan saraf pusat dan 5)
tunagrahita tidak dapat disembuhkan. Tunagrahita merupakan kondisi yang komplek,
menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dan
perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai tunagrahita apabila
tidak memiliki dua hal tersebut yaitu, perkembangan intelektual yang rendah dan
kesulitan dalam perilaku adaptif.

B. Ciri-Ciri Tunagrahita
1. Intelektual. Tingkat kecerdasan penyandang Tunagrahita selalu di bawah rata-
rata teman sebayanya. Perkembangan kecerdasannya juga sangat terbatas.
Umumnya, mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak
SD kelas IV atau bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia mental
anak pra-sekolah.
2. Sosial. Kemampuan bidang sosial anak Tunagrahita mengalami keterlambatan.
Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak Tunagrahita yang rendah dalam
hal mengurus, memelihara, dan memimpin dirinya sendiri sehingga acap kali
tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.
3. Fungsi Mental. Anak Tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan
perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga
kurang mampu menghadapi tugas.
4. Dorongan dan Emosi. Perkembangan dorongan emosi anak Tunagrahita
berbeda-beda tergantung pada tingkat klasifikasi Tunagrahita yang dimiliki.
Tunagrahita umumnya tidak dapat menunjukkan dorongan untuk
mempertahankan diri. Contoh, mereka tidak dapat memberi tahu saat sedang
merasa lapar, tidak dapat menjaukan diri saat mendapat stimulus yang
memberikan rasa sakit. Secara umum, kehidupan emosinya terbatas pada
perasaan senang, takut, marah, dan benci.
5. Kemampuan dalam Bahasa. Kemampuan bahasa anak Tunagrahita sangat
terbatas, terutama pada perbendaharaan kata. Anak Tunagrahita
tingkat Severe dan Profound umumnya memiliki gangguan bicara berat yang
disebabkan cacat artikulasi dan masalah dalam pembentukan bunyi di pita
suara dan rongga mulut.
6. Kemampuan dalam Bidang Akademis. Anak Tunagrahita sulit mempelajari
sesuatu yang bersifat akademis, terutama membaca dan berhitung. Namun, hal
ini dapat diatasi dengan melakukan pendampingan belajar yang mendasar dan
intensif.
7. Kepribadian dan Kemampuan Organisasi. Dari berbagai penelitian oleh Leahy,
Balla, dan Zigler (dalam Hallahan & Kauffman, 1988), disebutkan bahwa anak
Tunagrahita umumnya memiliki kepercayaan diri yang rendah sebab tidak
mampu mengontrol dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain. Hal
tersebut berdampak pada kemampuan berorganisasi yang sangat kurang.
(Rahmayana, 2016)

C. Model Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita


Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan
khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1. Kelas Transisi, Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan
khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada
disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan
anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran
dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1) , Layanan
pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar
Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru
khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita).
Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak
tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita
sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3. Pendidikan Terpadu , Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di
sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di
kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran
tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat,
pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah
terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk
kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan
dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow
Learner).
4. Program Sekolah di Rumah . Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita
yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena
keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara
mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas
kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5. Pendidikan Inklusif . Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk
anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model
Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip ³Education for All. Layanan
pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita
belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing
yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu
guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan
bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di
dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban
yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap
rintisan.
6. Panti (Griya) Rehabilitasi. Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada
tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan
pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran,
atau motorik.(Darmawati, 2004) Program di panti lebih terfokus pada
perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a) Pengenalan diri
b) Sensorimotor dan persepsi
c) Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d) Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e) Bina diri dan kemampuan sosial

D. Pentingnya Sekolah Luar Biasa bagi Anak Tunagrahita


Jika anak tunagrahita telah mencapai kemampuan perilaku tertentu, tentu saja
setelah menjalani terapi terlebih dahulu, maka anak disarankan untuk bersekolah.
Banyak ahli menyarankan bahwa sebaiknya anak tunagrahita mendapatkan
pendidikan khusus sebelum mendapatkan pendidikan umum. Pendidikan khusus
adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para penyandang tunagrahita.
pada pendidikan khusus, diterapkan system satu guru untuk satu anak (one on one).
Sistem ini paling efektif karena anak tidak dapat memusatkan perhatiannya dalam
satu kelas yang besar. Sekolah dengan kurikulum dan pendekatan yang khusus akan
sangat membantu bagi siswa dengan kebutuhan khusus, seperti Autism Spectrum
Disorder, Attention Deficit Disorder, Hiperaktif, lambat belajar, terbelakang mental
maupun penyandang cacat. Bagi anak penyandang tunagrahita, sekolah khusus anak
tunagrahita akan jauh lebih sesuai bagi mereka. Jadi disini para anak tunagrahita akan
sangat fokus dalam menerima materi terapi dan pembelajaran sekolah, disamping itu
guru akan lebih mudah memahami dan menguasai anak tersebut.
Apabila sekolah digabungkan dengan anak penderita gangguan lainnya yang
tidak dalam kategori yang sama, maka akan mempersulit para guru untuk lebih
mengenal dan memahami sang anak.(Efendi, 2006) Perbedaan gangguan yang di
derita sang anak, akan membedakan teknik atau metode yang akan dipakai dalam
proses pembelajarannya. Sekolah khusus anak tunagrahita bisa juga dikatakan Sekolah
LuarBiasa, termasuk dalam Sekolah Luar Biasa (SLB)-C.

E. Faktor Penyebab Tunagrahita


1. Faktor Keturunan . Terjadi karena adanya kelainan kromosorn (inversi, delesi,
duplikasi) dan kelainan gen ( kekuatan kelainan, lokus gen)
2. Gangguan Metabolisme Gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan
dalam pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
fisik maupun mental pada individu.
3. Infeksi dan Keracunan . Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah
adanya infeksi dan keracunan yang mana terjadi selama janin masih berada
dalam kandungan ibunya. Infeksi dan keracunan ini tidak lansung, tetapi lewat
penyakit-penyakit yang dialami ibunya, diantaranya adalah penyakit rubella,
syphilis bawaan, syndrome gravidity yang beracun.
4. Trauma dan Zat Radioaktif . Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena
terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika
bayi dilahirkan dan terkena zat radioaktif selama hamil. Trauma otak terjadi
pada kepala dapat menimbulkan pendarahan intracranial yang mengakibatkan
terjadinya kecacatan pada otak. Sedangkan pada zat radioaktif, ketidaktepatan
penyinaran atau radiasi sinar x selama bayi dalam kandungan mengakibatkan
tunagrahita microcephaly. Janin yang terkena zat radioaktif pada usia tiga
sampai enam minggu pertama kehamilan sering menyebabkan kelainan pada
berbagai organ. Karena pada masa ini embrio mudah sekali terpengaruh.
5. Masalah pada Kelahiran . Kelainan dapat juga disebabkan oleh masalah-
masalah yang terjadi pada waktu kelahiran (perinatal), misalnya kelahiran yang
disertai hyposia dapat dipastikan bahwa bayi yang dilahirkan menderita
kerusakan otak, menderita kejang dan nafas yang pendek. Kerusakan otak pada
prenatal dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang
sulit.
6. Faktor Lingkungan (Sosial Budaya) . Anak tunagrahita banyak ditemukan pada
daerah yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah, hal ini disebabkan
ketidakmampuan lingkungan memberikan stimulus yang diperlukan selama
masa perkembangannya.

F. Klasifikasi Tunagrahita
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan karena anak tunagrahita
memiliki perbedaan individu yang sangat bervariasi. Klasifikasi untuk anak
tunagrahita bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan
pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Pengklasifikasian anak tunagrahita
yang telah lama dikenal adalah debil untuk anak tunagrahita ringan, imbesil untuk
anak tunagrahita sedang dan idiot untuk anak tunagrahita berat. Klasifikasi anak
tunagrahita adalah tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Berdasarkan klasifikasinya, setiap anak tunagrahita membutuhkan perlakuan dan
dukungan yang berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkannya untuk dapat
bertahan hidup dilingkungan sosialnya
a. Anak Tunagrahita Ringan (IQ 50-70) . Anak tunagrahita yang tergolong ringan,
memiliki kemampuan untuk didik sebagaimana anak-anak normal, mereka
mampu mandiri, mempelajarai berbagai keterampilan dan life skills, serta
mampu belajar sejumlah teori yang ringan dan bermanfaat bagi kehidupan
keseharian. Misalnya mempelajarai bahasa dan berkomunikasi yang tepat,
matematika perhitungan sederhana, ilmu alam, dan ekonomi. Namun untuk
dapat membuat mereka paham dibutuhkan waktu yang cukup lama dan guru/
pendidik yang sabar serta fokus pada beberapa anak saja. Oleh karenanya
apabila masuk kedalam kelas inklusi harus ada guru yang akan mengawasi
perkembangan dan pembelajaran anak tunagrahita jenis ringan ini. Apabila
diberi pembelajaran dan pendidikan secara konsisten, maka anak tunagrahita
ringan bisa mencapai usia perkembangan mental setara dengan anak usia 12
tahun.
b. Anak Tunagrahita Sedang (IQ 30-50) . Anak tunagrahita yang tergolong pada
klasifikasi sedang merupakan anak-anak yang masih mampu dilatih
mandiri,memenuhi, dan melakukan kebutuhannya sendiri. Misalnya mandi
sendiri, makan sendiri, berpakaian dan berhias serta melakukan keterampilan
sederhana seperti menyiram bunga, memberi makan hewan ternak dan
membersihkan kandangnya. Anak tunagrahita kondisi sedang ini disebut juga
golongan imbesil. Mereka masih dimungkinkan untuk mampu mandiri dengan
tetap dalam pengawaan orang lain yang siap membantu apabila mereka
membutuhkan bantuan. Apabila dilatih secara konsisten dan tepat, maka
golongan imbesil ini bisa mencapai kecerdasan mental anak-anak usia 7 tahun.
c. Anak Tunagrahita Berat (IQ <30) . Anak tunagrahita yang digolongkan dalam
klasifikasi berat memiliki tingkat intelegensi dibawah 30. Dengan tingkat
intelegensi sekian, anak-anak biasa disebut dengan idiot ini sulit sekali untuk
dilatih apalagi dididik untuk belajar berbagai teori akademis. Perawatan khusus
dan keikhlasan dari keluargan sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya
keadaan idiot ini diikuti dengan berbagai kelainan dan kelemahan dalam fungsi
tubuh lainnya. Mereka perlu perawatan khusus dan dibantu dalam setiap
aktifitasnya. Untuk bertahan hidup saja rasanya membutuhkan banyak
bantuan. Kecerdasan optimal yang dimiliki hanya setara dengan anak usia 3
tahun. Jika mereka bisa berjalan dan membersihkan diri sendiri tergolong
cukup baik bagi pencapaian stimulasi yang bisa dilakukan.

Kesimpulan
Seluruh anak di dunia ini terlahir dengan berbagai macam kondisi yang
berbeda antara satu sama lain. Sehingga setiap anak memiliki karakteristik yang
berbeda. Dengan perbedaan tersebut maka setiap anak memiliki kebutuhan khusus
yang harus dipenuhinya. Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan
keterbelakangan mental. Anak dengan keterbelakangan mental disebut juga dengan
anak tunagrahita . Tunagrahita adalah anak atau seseorang yang mempunyai
kecerdasan dibawah rata-rata, mengalami kesulitan dalam komunikasi dan sosial,
terjadi pada masa perkembangan, mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak,
memerlukan layanan pendidikan khusus. Model pendidikan bagi anak tunagrahita,
yaitu kelas transisi, sekolah khusus, pendidikan terpadu, program sekilah dirumah,
pendidikan inklusif dab rehabilitasi. Adapun faktor penyebab tunaghahita diantaranya
yaitu faktor keturunan, gangguan mebmtabolisme gizi, infeksi dan keracunan, trauma
dan zatradioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan . Klasifikasi anak
tunagrahita adalah tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Referensi
Darmawati, I. d. (2004). Tumbuh Kembang Anak Usia Dini dan Reaksi Dini pada Anak
Berkebtuhan Khusus. Surabaya: Insight Indonesia.

Efendi, M. (2006). Pengantar Psikologi Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kustawan, D. (2016). Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakrta
Timur: PT. LUXIMO METRO MEDIA.

Rahmayana, D. (2016). Menuju Anak Masa Depan yang Inklusif. Jakarta Timur:
PT.LUXIMA METRO MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai