INTELEKTUAL/TUNAGRAHITA
Nurhabibah Harahap, Roihan Ahmadi, Suci Amalia
Prodi PGMI, Fakultas Studi Islam Universitas Muhammadiyah Riau
E-mail: nurhabibahh60@gmail.com,
Roihan.ahmamdi20@gmail.com,
suciamaliaa181@gmail.com
Abstract :
Each child has a unique ability or potential for him or her. And children's rights which state that
all children have the same rights and obligations to live and develop fully in accordance with
their potential. Children with special needs include children who experience obstacles in the
development of their behavior. Children with special needs are children born with special needs
that are different from humans in general and require special services. A person with a barrier of
intelligence has been assured that he is a person with a disability. Children with tunagrahita
have a tendency to care less about the environment, either in the family or the surrounding
environment. He also said that children with tunagrahita have academic obstacles such that in
the learning service requires modification of curriculum that suits their particular needs.
Although child retardation has these barriers, it does not close the opportunity to receive proper
and proper education both at home and especially at school. In order for a child with tunagrahita
to have a bright future, just like a child in general.
Abstrak :
Pada diri tiap anak ada kemampuan atau potensi yang unik bagi dirinya. Dan hak-hak anak
yang menyatakan bahwa semua anak memiliki hak dankewajiban yang sama untuk hidup dan
berkembang secara penuh sesuai denganpotensi yang dimilikinya. Pada anak berkebutuhan
khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Anak
berkebutuhan khusus merupakan anak yang dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus
yang berbeda dari manusia pada umumnya sehingga membutuhkan pelayanan khusus.
Seseorang dengan memiliki hambatan kecerdasan sudah dipastikan bahwa ia adalah
penyandang tunagrahita. Anak dengan tunagrahita memiliki kecenderungan kurang peduli
terhadap lingkungannya, baik dalam keluarga ataupun lingkungan sekitarnya. Ia juga
mengatakan bahwa anak dengan tunagrahita mempunyai hambatan akademik yang
sedemikian rupa sehingga dalam layanan pembelajarannya memerlukan modifikasi kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan khususnya. Meskipun anak tunagrahita memiliki hambatan
tersebut, tidak menutup kesempatan untuk menerima pendidikan yang layak dan tepat baik
di rumah dan khususnya di sekolah. Agar anak dengan tunagrahita memiliki masa depan yang
cerah, sama seperti anak pada umumnya
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu dengan jalan mengumpulkan data ,
menyusun atau mengklarifikasi, menyusun dan menginterpretasinya. Metode
Deskriptip dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan
dengan jelas tentang obyek yang diteliti secara alamiah juga bertujuan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada secara alamiah maupun rekayasa
manusia.
Pembahasan
A. Pengertian Anak Tunagrahita
Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau lebih lamban dari pada
anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak
keterbelakangan mental, istilah resminya di Indonesia disebut anak tunagrahita.
Istilah yang biasa digunakan dalam menyebut anak tunagrahita bodoh, tolol, dungu,
bebal, lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental, retardasi
mental, cacat grahita, dan tunagrahita. (Kustawan, 2016) Tunagrahita adalah anak atau
seseorang yang mempunyai kecerdasan dibawah rata-rata, mengalami kesulitan dalam
komunikasi dan sosial, terjadi pada masa perkembangan, mengalami keterbelakangan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam memikirkan hal-
hal yang abstrak, memerlukan layanan pendidikan khusus dan kondisi tersebut tidak
bisa disembuhkan. Anak tunagrahita secara signifikan memiliki kecerdasan dibawah
rata-rata anak normal pada umumnya. Perkembangan kecerdasan anak berada
dibawah pertumbuhan usia sebenarnya . Anak tunagrahita tidak bisa sembuh dari
ketunagrahitaannya. Kecerdasan mereka tidak bisa berkembang seperti anak-anak
pada umumnya yang berumur sama. Maksudnya adalah keterbelakangan merupakan
suatu kondisi yang terjadi selama masa perkembangan yang ditandai oleh intelektual
yang nyata berada dibawah rata-rata dan kurang dalam sosial. Definisi lain tentang
anak tunagrahita yang banyak digunakan oleh para ahli pendidikan berkebutuhan
khusus adalah dikemukakan oleh American Association on Mentally Deficiency
(AAMD). Terdapat lima basis yang dapat dijadikan pijakan konseptual dalam
memahallmi tunagrahita (Herbart J. Prehm dalam Philip L Browning, 1974) yaitu: 1)
tunagrahita merupakan kondisi, 2) kondisi tersebut ditandai oleh adanya kemampuan
mental jauh dibawah rata-rata, 3) memiliki hambatan dalam penyesuaian diri secara
sosial, 4) berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada susunan saraf pusat dan 5)
tunagrahita tidak dapat disembuhkan. Tunagrahita merupakan kondisi yang komplek,
menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dan
perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai tunagrahita apabila
tidak memiliki dua hal tersebut yaitu, perkembangan intelektual yang rendah dan
kesulitan dalam perilaku adaptif.
B. Ciri-Ciri Tunagrahita
1. Intelektual. Tingkat kecerdasan penyandang Tunagrahita selalu di bawah rata-
rata teman sebayanya. Perkembangan kecerdasannya juga sangat terbatas.
Umumnya, mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak
SD kelas IV atau bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia mental
anak pra-sekolah.
2. Sosial. Kemampuan bidang sosial anak Tunagrahita mengalami keterlambatan.
Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak Tunagrahita yang rendah dalam
hal mengurus, memelihara, dan memimpin dirinya sendiri sehingga acap kali
tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain.
3. Fungsi Mental. Anak Tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan
perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga
kurang mampu menghadapi tugas.
4. Dorongan dan Emosi. Perkembangan dorongan emosi anak Tunagrahita
berbeda-beda tergantung pada tingkat klasifikasi Tunagrahita yang dimiliki.
Tunagrahita umumnya tidak dapat menunjukkan dorongan untuk
mempertahankan diri. Contoh, mereka tidak dapat memberi tahu saat sedang
merasa lapar, tidak dapat menjaukan diri saat mendapat stimulus yang
memberikan rasa sakit. Secara umum, kehidupan emosinya terbatas pada
perasaan senang, takut, marah, dan benci.
5. Kemampuan dalam Bahasa. Kemampuan bahasa anak Tunagrahita sangat
terbatas, terutama pada perbendaharaan kata. Anak Tunagrahita
tingkat Severe dan Profound umumnya memiliki gangguan bicara berat yang
disebabkan cacat artikulasi dan masalah dalam pembentukan bunyi di pita
suara dan rongga mulut.
6. Kemampuan dalam Bidang Akademis. Anak Tunagrahita sulit mempelajari
sesuatu yang bersifat akademis, terutama membaca dan berhitung. Namun, hal
ini dapat diatasi dengan melakukan pendampingan belajar yang mendasar dan
intensif.
7. Kepribadian dan Kemampuan Organisasi. Dari berbagai penelitian oleh Leahy,
Balla, dan Zigler (dalam Hallahan & Kauffman, 1988), disebutkan bahwa anak
Tunagrahita umumnya memiliki kepercayaan diri yang rendah sebab tidak
mampu mengontrol dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain. Hal
tersebut berdampak pada kemampuan berorganisasi yang sangat kurang.
(Rahmayana, 2016)
F. Klasifikasi Tunagrahita
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan karena anak tunagrahita
memiliki perbedaan individu yang sangat bervariasi. Klasifikasi untuk anak
tunagrahita bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan
pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Pengklasifikasian anak tunagrahita
yang telah lama dikenal adalah debil untuk anak tunagrahita ringan, imbesil untuk
anak tunagrahita sedang dan idiot untuk anak tunagrahita berat. Klasifikasi anak
tunagrahita adalah tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Berdasarkan klasifikasinya, setiap anak tunagrahita membutuhkan perlakuan dan
dukungan yang berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkannya untuk dapat
bertahan hidup dilingkungan sosialnya
a. Anak Tunagrahita Ringan (IQ 50-70) . Anak tunagrahita yang tergolong ringan,
memiliki kemampuan untuk didik sebagaimana anak-anak normal, mereka
mampu mandiri, mempelajarai berbagai keterampilan dan life skills, serta
mampu belajar sejumlah teori yang ringan dan bermanfaat bagi kehidupan
keseharian. Misalnya mempelajarai bahasa dan berkomunikasi yang tepat,
matematika perhitungan sederhana, ilmu alam, dan ekonomi. Namun untuk
dapat membuat mereka paham dibutuhkan waktu yang cukup lama dan guru/
pendidik yang sabar serta fokus pada beberapa anak saja. Oleh karenanya
apabila masuk kedalam kelas inklusi harus ada guru yang akan mengawasi
perkembangan dan pembelajaran anak tunagrahita jenis ringan ini. Apabila
diberi pembelajaran dan pendidikan secara konsisten, maka anak tunagrahita
ringan bisa mencapai usia perkembangan mental setara dengan anak usia 12
tahun.
b. Anak Tunagrahita Sedang (IQ 30-50) . Anak tunagrahita yang tergolong pada
klasifikasi sedang merupakan anak-anak yang masih mampu dilatih
mandiri,memenuhi, dan melakukan kebutuhannya sendiri. Misalnya mandi
sendiri, makan sendiri, berpakaian dan berhias serta melakukan keterampilan
sederhana seperti menyiram bunga, memberi makan hewan ternak dan
membersihkan kandangnya. Anak tunagrahita kondisi sedang ini disebut juga
golongan imbesil. Mereka masih dimungkinkan untuk mampu mandiri dengan
tetap dalam pengawaan orang lain yang siap membantu apabila mereka
membutuhkan bantuan. Apabila dilatih secara konsisten dan tepat, maka
golongan imbesil ini bisa mencapai kecerdasan mental anak-anak usia 7 tahun.
c. Anak Tunagrahita Berat (IQ <30) . Anak tunagrahita yang digolongkan dalam
klasifikasi berat memiliki tingkat intelegensi dibawah 30. Dengan tingkat
intelegensi sekian, anak-anak biasa disebut dengan idiot ini sulit sekali untuk
dilatih apalagi dididik untuk belajar berbagai teori akademis. Perawatan khusus
dan keikhlasan dari keluargan sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya
keadaan idiot ini diikuti dengan berbagai kelainan dan kelemahan dalam fungsi
tubuh lainnya. Mereka perlu perawatan khusus dan dibantu dalam setiap
aktifitasnya. Untuk bertahan hidup saja rasanya membutuhkan banyak
bantuan. Kecerdasan optimal yang dimiliki hanya setara dengan anak usia 3
tahun. Jika mereka bisa berjalan dan membersihkan diri sendiri tergolong
cukup baik bagi pencapaian stimulasi yang bisa dilakukan.
Kesimpulan
Seluruh anak di dunia ini terlahir dengan berbagai macam kondisi yang
berbeda antara satu sama lain. Sehingga setiap anak memiliki karakteristik yang
berbeda. Dengan perbedaan tersebut maka setiap anak memiliki kebutuhan khusus
yang harus dipenuhinya. Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan
keterbelakangan mental. Anak dengan keterbelakangan mental disebut juga dengan
anak tunagrahita . Tunagrahita adalah anak atau seseorang yang mempunyai
kecerdasan dibawah rata-rata, mengalami kesulitan dalam komunikasi dan sosial,
terjadi pada masa perkembangan, mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak,
memerlukan layanan pendidikan khusus. Model pendidikan bagi anak tunagrahita,
yaitu kelas transisi, sekolah khusus, pendidikan terpadu, program sekilah dirumah,
pendidikan inklusif dab rehabilitasi. Adapun faktor penyebab tunaghahita diantaranya
yaitu faktor keturunan, gangguan mebmtabolisme gizi, infeksi dan keracunan, trauma
dan zatradioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan . Klasifikasi anak
tunagrahita adalah tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Referensi
Darmawati, I. d. (2004). Tumbuh Kembang Anak Usia Dini dan Reaksi Dini pada Anak
Berkebtuhan Khusus. Surabaya: Insight Indonesia.
Kustawan, D. (2016). Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakrta
Timur: PT. LUXIMO METRO MEDIA.
Rahmayana, D. (2016). Menuju Anak Masa Depan yang Inklusif. Jakarta Timur:
PT.LUXIMA METRO MEDIA.