Nim:6203121016
TUNAGRAHITA
Istilah tunagrahita (intellectual disability) atau dalam perkembangan sekarang lebih dikenal dengan
istilah developmental disability, sering keliru dipahami oleh masyarakat, bahkan sering terjadi pada para
professional dalam bidang pendidikan luar biasa didalam memahami konsep tunagrahita. Perilaku
tunagrahita yang kadang-kadang aneh, tidak lazim dan tidak cocok dengan situasi lingkungan seringkali
menjadi bahan tertawaan dan olok-olok orang yang berada didekat mereka. Keanehan tingkah laku
tunagrahita dianggap oleh masyarakat sebagai orang sakit jiwa atau orang gila. Tunagrahita
sesungguhnya bukan orang gila, perilaku aneh dan tidak lazim itu sebetulnya merupakan manifestasi
dari kesulitan meraka didalam menilai situasi akibat dari rendahnya tingkat kecerdasan. Dalam
pengertian lain terdapat kesenjangan yang signifikan antara kemampuan berfikir dengan perkembangan
usia.
Keterbelakangan mental yang biasa dikenal dengan anak tunagrahita biasa dihubungkan dengan tingkat
kecerdasan seseorang. Tunagrahita memiliki arti menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh
dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi
sosial. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman,
motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.
Batasan anak berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, para ahli dalam beberapa referensi
mendefinisikan secara berbeda. Seseorang dikatakan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita
jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti
tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program
pendidikannya. (Bratanata, 1979).
Penafsiran yang salah sering kali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan mental subnormal
atau tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan
atau perawatan khusus anak diharapkan dapat normal kembali. Penafsiran tersebut sama sekali tidak
benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang manapun sama sekali tidak ada hubungannya penyakit
atau sama dengan penyakit (Kirk, 1970).
Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika: (1) Secara social tidak cakap, (2) secara
mental dibawah normal, (3) kecerdasanya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, (4)
kematangannya terhambat (Kirk, 1970). Sedangkan menurut The American Assotiation on Mental
Deficiency (AAMD), seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya secara umum dibawah rata-
rata dan mengalami kesulitan penyesuaian social dalam setiap fase perkembangannya (Hallahan dan
Kauffman, 1986).
Tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan
mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikegorikan sebagai tunagrahita
apabila tidak mempunyai dua hal tersebut yaitu, perkembangan intelektual yang rendah dan kesulitan
dalam perilaku adaptif. Dalam pengertian lain seseorang baru dapat dikategorikan tunagrahita apabila
kedua syarat tadi dipenuhi.
Istilah perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul tanggungjawab social
menurut ukuran normal social tertentu, dan bersifat kondisi sesuai dengan tahap perkembangannya.
Hambatan dalam perilaku adaptif pada tunagrahita dapat dilihat dalam tujuh area yaitu; (1) terhambat
dalam perkembangan keterampilan sensorimotor, (2) terhambat dalam keterampilan komunikasi, (3)
terhambat dalam keterampilan menolong diri, (4) terhambat dala sosialisasi, (5) terhambat dalam
mengaplikasikan keterampilan akedemik dalam kehidupan sehari-hari, (6) terhambat dalam menilai
situasi lingkungan secara tepat dan (7) terhambat dalam menialai keterampilan sosial. Aspek 1 sampai
dengan 4 dapat diobservasi pada masa bayi dan kanak-kanak, sementara aspek 5 sampai dengan 7
dapat diobservasi pada masa remaja.
Karakteristik anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita), meliputi hal-hal sebagai berikut:
-Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial, dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak
menyandang tunagrahita.
-Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for
filure).
-Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang
mungkin ia lakukan (outerdirectedness).
-Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala-gejala depresif menurut hasil penelitian
dari Meins tahun 1995 (Smith, et al.. 2002: 278-289).
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka
mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan
berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak
begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan
tidak memerlukan pengawasan ekstra.
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak
berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan
berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka
dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari
bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak
tunagrahita sedang.
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan
pengawasan, perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri
apalagi berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat digunakan jika
anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita,
yaitu:
Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas
transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat
bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran
dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu
kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap
sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus.
Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat
bersekolah di SLB-C1.
Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar
bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk
matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat
bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau
ruang sumber.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah
khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara
mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua,
sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif
diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler,
pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang
guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan
kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan
inklusif masih dalam tahap rintisan
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada
tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran,
atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas
dalam hal :
A.Pengenalan diri
C.Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)