Anda di halaman 1dari 8

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Namora Lumongga Lubis1) dan Hasnida2)


1
Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
email : namoralubis041072@gmail.com
2
Departemen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
email : hasnida_hasan@yahoo.com

Abstrak

Kegiatan pengabdian pada masyarakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh setiap dosen di Perguruan Tinggi sebagai salah satu aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh Tim Pengabdian pada kegiatan ini yang berjudul “IbM
Anak Berkebutuhan Khusus” merupakan kegiatan pengabdian dengan melibatkan dua mitra, yaitu
“SLB Mutiara Hati ” Mitra 1 dan Mitra 2 di SLB ABC Taman Pendidikan Islam “. Berdasarkan
permasalahan yang disampaikan kepada tim pelaksana, yaitu mitra 1 dan mitra 2, dimana anak
yang mengalami tuna grahita mempunyai masalah psikologis yaitu kurang percaya diri,
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, kurang terampil dan memiliki kemampuan adaptif
yang kurang, kurang mandiri, serta perlu menumbuhkan kedisiplinan dalam kehidupannya.
Masalah psikologis yang dialami para penyandang tuna grahita sangat menghambat mereka
dalam proses belajar, mengalami kesulitan dalam berbahasa secara lisan dan berinteraksi sosial.
Untuk dapat memecahkan masalah tersebut, maka kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk transfer
pengetahuan seperti ceramah, diskusi, story telling, dan bermain game. Agar dapat: (1) menumbuh
rasa percaya diri (2) pelatihan berkomunikasi, (3) pelatihan keterampilan berupa keterampilan
sehari-hari (4) memberikan keterampilan adaptif pada anak tuan grahita, (5) pemahaman konsep,
(6) memberikan pelatihan kemandirian, (7) dan pelatihan kedisiplinan. Melalui kegiatan tersebut
target yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman potensi diri seperti
kepercayaan diri, komunikasi yang baik, melatih keterampilan dalam kehidupan sehari-hari,
menemukan keunggulan pada penderita tuna grahita serta pola pikir yang positif sehingga mereka
dapat hidup mandiri, disiplin dan berprestasi dalam bidang yang mereka sukai. Pemberdayaan ini
diharapkan akan meningkatkan prestasi dan kemandirian tuna grahita.

Keywords: Anak-anak,tunagrahita,pemberdayaan
1. PENDAHULUAN rendah, anak tuna grahita sedang memiliki
Anak berkebutuhan khusus (Heward) intelegensi 30-50. Menurut Moh. Efendi (2009)
adalah anak dengan karakteristik khusus yang anak tuna grahita sedang (mampu latih) adalah
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa anak tuna grahita yang memiliki kecerdasan
selalu menunjukan ketidakmampuan mental, sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin
emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK untuk mengikuti program yang diperuntukkan
antara lain: tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, bagi anak mampu didik.
tuna daksa, tuna laras, kesulitan belajar, Berdasarkan penjelasan di atas tentang
gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan tuna grahita yang menyatakan individu
gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak mengalami kekurangan dalam adaptasi tingkah
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan laku dan penyesuaian diri yang kurang dengan
anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan lingkungan yaitu pada keterampilan adaptif,
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk antara lain tingkat kepercayaan diri, komunikasi
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan yang baik, keterampilan dalam kehidupan
dengan kemampuan dan potensi mereka. sehari-hari, keunggulan pada penderita tuna
Sejarah menunjukkan bahwa selama grahita serta pola pikir yang positif,
berabad-abad di semua negara di dunia, kemandirian, serta kedisiplinan. Jadi
individu lainnya selalu ditolak kehadirannya karakteristik yang dimiliki anak tuna grahita
oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh ringan seperti terlambat dalam perkembangan
adanya anggapan bahwa anggota kelompok mental dan sosial, kesulitan dalam mengingat,
yang terlalu lemah (penyandang cacat) tidak mengalami masalah persepsi, keterlambatan
mungkin dapat berkontribusi terhadap atau keterbelakangan mental yang dialami anak
kelompoknya. Mereka yang berbeda karena tuna grahita ringan akan berpengaruh pada
menyandang kecacatan, disingkirkan, tidak perkembangan perilaku sehingga perilaku yang
memperoleh sentuhan kasih sayang dan kontak muncul pada anak-anak tuna grahita tidak
sosial yang bermakna. Keberadaan penyandang sesuai dengan perilaku seusianya.
cacat tidak diakui oleh masyarakat. Faktor penyebab yang sangat penting
Anak tuna grahita merupakan bagian diperhatikan adalah faktor psikologi seperti
dari anak berkebutuhan khusus, anak tuna kepribadian dan stres yang berujung pada
grahita sedang mengalami gangguan dalam depresi. Oleh karena itu, faktor psikologis dari
perkembangan mental. Gangguan tersebut seorang penyandang tuna grahita harus
diakibatkan karena tingkat kecerdasan yang diperhatikan untuk menimbulkan rasa percaya
diri dalam pembentukan karakter diri dan Persoalan yang sering menimbulkan
semangat hidupnya. kesulitan pada orangtua anak tuna grahita
Keadaan seperti tuna grahita akan adalah dalam hal disiplin dalam arti sering
berakibat pada perkembangan kepribadian, terjadi kesalahpahaman antara orangtua dengan
dengan ditandai oleh kurangnya rasa percaya anak tuna grahita karena saling tidak mengerti
diri, diliputi oleh perasaan malu-malu, sering apa yang dimaksud oleh masing-masing. Hal
merasa diperlakukan tidak adil, sering seperti ini sering menimbulkan gangguan
diasingkan oleh keluarga dan masyarakat. Ciri- tingkah laku bagi anak tuna grahita, karena
ciri kepribadian tersebut juga merupakan akibat anak merasa orangtua tidak mau mengerti apa
dari perlakuan orang tua dan masyarakat yang ia maksud.
terhadap anak tuna grahita. Sehingga Usaha membimbing anak tuna grahita ke
mengakibatkan depresi yang dapat mengalami arah penyesuaian psikologis (psychological
gangguan perkembangan kognitif. adjustment) yang sehat, akan sangat tergantung
Tuna grahita memandang dirinya pada interaksi yang menyenangkan antara anak
sebagai seorang yang tidak berdaya dan dengan orang tua. Kesadaran dan pemahaman
inkompeten, ditambah dengan perasaan cemas orangtua serta anggota keluarga yang baik
dan depresi hal ini akan mengakibatkan terhadap anak tuna grahita akan sangat
kehilangan rasa percaya diri, karena tuna membantu dalam mengembangkan sikap sosial
grahita tahu bahwa untuk memiliki kehidupan dan kepribadian anak kearah yang positif.
berkualitas harus berbuat sesuatu untuk Seorang tuna grahita akan selalu
memperoleh apa yang diinginkan. Apabila menunggu aksi dari benda atau orang lain
terpapar oleh sikap negatif masyarakat terhadap sebelum melakukan reaksi (Hidayat dan
kecacatan tuna grahita, maka individu yang Suwandi, 2013). Mereka akan bergerak dan
bersangkutan akan menjadi putus asa merespon apabila muncul stimulus yang datang
(Nawawi,Tarsidi, dan Hosni, 2010). padanya. Dengan demikian, kemampuan
Oleh karena itu anak tuna grahita memiliki inisiatif untuk melakukan kegiatan cenderung
kemampuan yang sangat terbatas untuk rendah atau mungkin tidak ada sama sekali.
mengadakan interaksi sosial dengan orang lain Kondisi seperti ini bahkan dapat mengakibatkan
yang ada di lingkungannya. Masalah lain yang seorang tuna grahita kehilangan kemampuan
dialami anak tuna grahita antara lain masalah untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan
kepercayaan diri, berkomunikasi yang baik, lingkungan sosial.
keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, SLB Mutiara Hati dan SLB ABC Taman
keunggulan pada penderita tuna grahita, pola Pendidikan Islam memiliki siswa berkebutuhan
pikir yang positif, hidup mandiri, dan disiplin. khusus tuna grahita yang beberapa diantaranya
mengalami kesulitan dalam proses dewasa. Salah satu kesulitan terbesar bagi para
pembelajaran dan penerimaan diri. Masih penderita tuna grahita ketika dewasa adalah
banyaknya anggapan bahwa keberadaan anak sulit untuk mendapat pekerjaan yang layak.
berkebutuhan khusus akan menimbulkan Berdasarkan kondisi tersebut, maka
masalah baru baik disekolah maupun diluar diperlukan sebuah pelatihan untuk
sekolah. Dari sisi orang tua anak berkebutuhan meningkatkan pemahaman dan keterampilan
khusus sering timbul kekhawatiran apakah anak penderita tuna grahita bagi siswa SLB Mutiara
mereka dapat bergabung bersama orang lain Hati dan SLB ABC Taman Pendidikan Islam.
yang normal, apakah anak mereka akan Pelatihan tersebut bertujuan untuk
dipermainkan oleh orang lain, apakah meningkatkan pemahaman potensi diri seperti
keberadaan anak mereka menjadi beban di kepercayaan diri, berkomunikasi yang baik,
sekolah, apakah anak mereka mampu melatih keterampilan dalam kehidupan sehari-
menghadapi situasi diluar dan lain-lain. Selain hari, menemukan keunggulan pada penderita
itu, banyaknya orangtua yang tidak peduli tuna grahita serta pola pikir yang positif
dengan perkembangan anak nya yang menderita sehingga mereka dapat hidup mandiri, disiplin
tuna grahita. Bagi mereka, mempunyai anak dan berprestasi dalam bidang yang mereka
tuna grahita adalah suatu beban hidup yang sukai. Dengan adanya pemberdayaan ini
berat. Mereka tidak ada memberikan motivasi diharapkan akan meningkatkan rasa percaya
kepada anaknya untuk mandiri dan bisa diri penderita tuna grahita.
menemukan keunggulan dalam dirinya.
Pada anak berkebutuhan khusus yang tidak 2. METODE
mendapatkan motivasi akan cenderung merasa Metode pendekatan yang dilakukan untuk
rendah diri, merasa tidak diterima oleh mendukung terwujudnya kegiatan pengabdian
lingkungan sekitar, tidak mampu memecahkan masyarakat pada anak berkebutuhan khusus
masalah, cenderung pasif, bahkan stress yang yang mengalami mental retardasi atau tuna
merupakan awal dari depresi. Tingkat stress grahita yaitu diskusi kelompok dan konseling
yang tidak berujung pada penderita tuna grahita pribadi. Adapun langkah-langkah yang
menimbulkan permasalahan-permasalahan yang dilakukan untuk melaksanakan program berikut
akan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan ini:
penderita. Hal ini akan memperhambat proses 1. Melakukan survey awal di SLB Mutiara
penerimaan diri, proses pembelajaran, proses Hati dan SLB ABC Taman Pendidikan
adaptasi dengan lingkungan. Dalam jangka Islam
panjang hal ini akan semakin mempersulit para 2. Membuat MoU dengan SLB Mutiara Hati
anak dalam menghadapi kehidupanya di masa dan SLB ABC TPI Medan
3. Melakukan grup konseling meningkatkan keterampilan dan kemandirian
4. Melakukan pelatihan keterampilan mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik di
5. Melakukan bimbingan konseling sekolah maupun di rumah. Masalah psikologis
6. Evaluasi pelatihan yang dialami para penyandang tuna grahita
7. Pembuatan laporan sangat menghambat mereka dalam proses
Anak berkebbutuhan khusus yang belajar dan berinterakasi sosial.
tergabung dalam kelompok pelatihan baik di Pada pertemuan kedua kegiatan yang
SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI dipilih dilakukan di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC
pihak sekolah untuk mengikuti pelatihan TPI adalah pelatihan komunikasi Untuk
keterampilan menggunakan pendekatan pertemuan kedua ini metode yang digunakan
ceramah, diskusi, diskusi, bermain games, adalah story telling dan diskusi kelompok.
menonton video dan pelatihan. Tujuan dari Cerita yang dibawakan pada pertemuan ini
pelatihan ini adalah untuk meningkatkan adalah “Monyet dan Kura-Kura” dan “Kelinci
kepercayaan diri, meningkatkan komunikasi dan Kura-Kura”. Sebelum memasuki sesi
yang baik, melatih keterampilan sehari-hari, pelatihan, pelatih mengajak anak tuna grahita
melatih kemandirian, melatih pemahaman dan untuk bernyanyi, mereka terlihat antusias dan
konsep serta melatih kedisplinan. tertarik. Pada pertemuan ini cerita yang
dibawakan oleh pelatih adalah story telling
3. HASIL DAN PEMBAHASAN adalah Hasil kegiatan yang telah berhasil
Dari kegiatan pengabdian yang dilakukan dilakukan yaitu peserta mampu untuk
oleh tim pengabdian pada kegiatan IbM anak memahami isi pesan cerita, berkomunikasi
berkebutuhan khusus di SLB Mutiara Hati dan dengan teman dan juga dengan orang yang
SLB ABC Taman Pendidikan Islam, peserta berada dilingkungan sosialnya seperti dengan
pelatihan telah mengikuti kegiatan pengabdian teman dan guru. Agar lebih menarik dan
sebanyak 7 kali pertemuan. Pada saat awal berkesan, selain bercerita mereka diminta untuk
pertemuan dengan anak tuna grahita baik si mewarnai gambar seperti gambar hewan dan
SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI terlihat pemandangan alam sekitar. Peserta terlihat
bahwa mereka kurang percaya diri, kesulitan senang dan tertarik untuk menunjukkan hasil
dalam berkomunikasi dan sangat memerlukan karya mereka pada pelatih. Setelah selesai
dukungan sosial dari lingkungan sekitar. mewarnai mereka diminta untuk menceritakan
Mereka terlihat malu-malu dan interkasi sosial lagi gambar yang telah selesai pada pelatih.
yang masih rendah dengan orang lain. Hal ini
didasarkan pada hasil observasi dihari pertama.
Selain itu, mereka juga perlu untuk
pembelajaran langsung dan diskusi kelompok.
Pada proses pelaksanaan pelatihan berlangsung,
sebagian peserta sudah mampu untuk menulis
dan membaca dengan baik. Selain itu, mereka
juga sudah mampu untuk mengontrol diri
mereka. Misalnya ketika mengerjakan tugas
dan proses pelatihan mereka sudah bisa
Gambar 1. Pertemuan pertama peserta mengerjarkannya hingga selesai.
melakukkan story telling

Pertemuan ketiga peserta sudah mulai


akrab dengan pelatih. Mereka lebih aktif dalam
kegiatan pelatihan yang dilaksanakan. Kegiatan
pada pertemuan ketiga yang akan dilaksanakan
di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI adalah
keterampilan sederhana kehidupan sehari-hari.
Keterampilan sederhana kehidupan sehari-hari Gambar 2. Pertemuan keempat para peserta
adalah merawat diri dan menjaga kebersihan diberikan keterampilan adaptif
diri. Metode yang digunakan pada pelatihan ini
adalah memberikan pelatihan keterampilan dan Pada pertemuan kelima kegiatan yang

diskusi. Hasil kegiatan yang telah berhasil dilakukan adalah pelatihan pemahaman konsep

dilakukan adalah peserta SLB Mutiara Hati dan seperti mengenal makhluk hidup/hewan lain di

SLB ABC TPI mampu untuk merapikan meja sekitar mereka. Dengan ini pelatih memberikan

belajar mereka, menyusun kembali sepatu dan metode story telling dan bermain games. Pada

buku-buku mereka pada tempat yang sesi pelatihan ini pelatih bercerita tentang

semestinya, membersihkan meja guru pada hewan-hewan. Anak-anak tuna grahita di SLB

waktu piket kelas, dimana peserta Mutiara Hati dan SLB ABC TPI sangat antusias

membersihkan meja lalu merapikan bunga dan dan semangat ketika pelatih bercerita. Agar

buku yang ada dimeja tersebut. lebih memiliki pemahaman yang lebih, pelatih

Pada pertemuan keempat kegiatan yang menggunakan gambar-gambar hewan dan

dilakukan di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC meminta anak tuna grahita menyebutkan hewan

TPI adalah memberikan pelatihan keterampilan tersebut dan menirukan suaranya. Mereka

adaptif pada anak tuna grahita. Metode yang sudah mampu mengenali dan menyebutkan

digunakan dalam pelatihan ini juga sama yaitu nama-nama objek sekitar mereka dan
menirukan suara dengan baik dan benar. Jadi
hasil kegiatan pada pertemuan kelima berhasil (semut dan belalang) dan pelatihan
dilakukan dengan luaran, peserta mampu untuk kedisiplinan. Sebelum pelatihan kemandirian
menyebutkan dan mengenali objek sekitar berlangsung pelatih mengajak anak tunagrahita
mereka seperti hewan. untuk bernyanyi setelah itu membawakan
Pada pertemuan keenam pelatihan yang cerita. Pada pelatihan ini anak tuna grahita
diberikan di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC diarahkan untuk melakukan kegiatan seperti
TPI adalah pelatihan kemandirian pada anak tidak mengganggu teman, merapikan tempat
tuna grahita. Metode pelatihan yang diberikan duduk, duduk dibangku masing-masing dengan
adalah menonton video dan pelatihan tertib, menjaga kebersihan dan kerapian kelas.
kemandirian. Pelatih memberikan video tentang Pelatih menyampaikan manfaat dan akibat jika
kemandirian. Setelah menonton video anak tuna mereka tidak disiplin dalam kehidupan sehari-
grahita diminta untuk melakukannya. hari. Contohnya pada saat pemateri
Contohnya peserta mampu menyapu kelas, memberikan arahan untuk duduk yang rapi,
membersihkan kaca, merapikan tempat duduk mereka dengan serentak duduk dengan rapi
dengan mandiri dan mereka membagi masing- tanpa ada suara.
masing pekerjaannya. Setelah mengikuti
pelatihan dengan metode yang diberikan oleh 4. KESIMPULAN
pelatih peserta mampu menjalani kegiatan
Setelah mengikuti pelatihan sebanyak 7
sehari-hari dengan mandiri. Hal ini dapat dilihat
kali pertemuan sudah banyak perubahan pada
dari aspek komunikasi dan gerak dari tiap
anak tuna grahita. Dengan mengikuti pelatihan
tahapan kegiatannya.
yang bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman potensi diri seperti kepercayaan
diri, komunikasi yang baik, melatih
keterampilan dalam kehidupan sehari-hari,
menemukan keunggulan pada penderita tuna
grahita serta pola pikir yang positif sehingga
Gambar 3. Pertemuan terakhir para peserta mereka dapat hidup mandiri, disiplin dan
melakukan kedisiplinan
berprestasi dalam bidang yang mereka sukai.

Pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan


Selain itu mereka juga sangat senang
ke tujuh pelatihan yang diberikan adalah
dalam mengikuti pelatihan tersebut. Mereka
pelatihan kedisiplinan pada anak tuna grahita.
sangat gembira ketika melihat pemateri datang
Metode pelatihan yang digunakan adalah
untuk memberi pelatihan. Mereka sangat bisa
metode pembelajaran langsung, story telling
untuk diajak mengikuti arahan-arahan dari Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik
pelatih. Dan mereka memberikan respon yang Anak Berkelainan, Jakarta : PT Bumi
positif dan hasil yang sangat memuaskan Aksara, 2006.
selama pelatihan. Mereka merasa dipedulikan
dan dihargai dengan keadaan yang berbeda
dengan anak yang normal. Hal yang sangat
penting dalam melengkapi keberhasilan anak
berkebutuhan khusus adalah dukungan sosial.
Dukungan sosial sangat berpegaruh dalam
memningkatkan kepercayaan diri,
berkomunikasi dan meningkatkan harga diri.
Oleh sebab itu, pelatihan keterampilan pada
anak berkebutuhan khusus sanagt membantu
dalam meningkatkan rasa percaya diri dan
mampu menjalin hubungan pertemanan dengan
anak normal lainnya.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang


sebesar-besarnya kepada Universitas Sumatera
Utara, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat
(LPPM) USU, dan juga kepada SLB Mutiara
Hati dan SLB ABC TPI.

6. REFERENSI
Hidayat, A., & Suwandi, A. (2013). Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus
Tunanetra. Jakarta: PT Luxima Metro
Media.
Nawawi, Ahmad., Irham Hosni., dan Didi
Tarsidi. (2010). Pendidikan Anak
Tunanetra 1 [Hand Out]. Tidak
Diterbitkan, LB151, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung

Anda mungkin juga menyukai