Anda di halaman 1dari 8

Nama : Andini Cahyani

Nim : PO71251220016
Prodi : Terapi Gigi Program Sarjana Terapan

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Abstrak

Kegiatan pengabdian pada masyarakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh setiap dosen di Perguruan Tinggi sebagai salah satu aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh Tim Pengabdian pada kegiatan ini yang berjudul “IbM
Anak Berkebutuhan Khusus” merupakan kegiatan pengabdian dengan melibatkan dua mitra, yaitu
“SLB Mutiara Hati ” Mitra 1 dan Mitra 2 di SLB ABC Taman Pendidikan Islam “. Berdasarkan
permasalahan yang disampaikan kepada tim pelaksana, yaitu mitra 1 dan mitra 2, dimana anak
yang mengalami tuna grahita mempunyai masalah psikologis yaitu kurang percaya diri,
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, kurang terampil dan memiliki kemampuan adaptif
yang kurang, kurang mandiri, serta perlu menumbuhkan kedisiplinan dalam kehidupannya.
Masalah psikologis yang dialami para penyandang tuna grahita sangat menghambat mereka
dalam proses belajar, mengalami kesulitan dalam berbahasa secara lisan dan berinteraksi sosial.
Untuk dapat memecahkan masalah tersebut, maka kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk
transfer pengetahuan seperti ceramah, diskusi, story telling, dan bermain game. Agar dapat: (1)
menumbuh rasa percaya diri (2) pelatihan berkomunikasi, (3) pelatihan keterampilan berupa
keterampilan sehari-hari (4) memberikan keterampilan adaptif pada anak tuan grahita, (5)
pemahaman konsep,
(6) memberikan pelatihan kemandirian, (7) dan pelatihan kedisiplinan. Melalui kegiatan tersebut
target yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman potensi diri seperti
kepercayaan diri, komunikasi yang baik, melatih keterampilan dalam kehidupan sehari-hari,
menemukan keunggulan pada penderita tuna grahita serta pola pikir yang positif sehingga mereka
dapat hidup mandiri, disiplin dan berprestasi dalam bidang yang mereka sukai. Pemberdayaan ini
diharapkan akan meningkatkan prestasi dan kemandirian tuna grahita.

Keywords: Anak-anak,tunagrahita,pemberdayaan
1. PENDAHULUAN
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tuna netra, tuna rungu, tuna
grahita, tuna daksa, tuna laras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak
dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan
bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka.
Sejarah menunjukkan bahwa selama berabad-abad di semua negara di dunia,
individu lainnya selalu ditolak kehadirannya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
adanya anggapan bahwa anggota kelompok yang terlalu lemah (penyandang cacat) tidak
mungkin dapat berkontribusi terhadap kelompoknya. Mereka yang berbeda karena
menyandang kecacatan, disingkirkan, tidak memperoleh sentuhan kasih sayang dan kontak
sosial yang bermakna. Keberadaan penyandang cacat tidak diakui oleh masyarakat.
Anak tuna grahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak tuna
grahita sedang mengalami gangguan dalam perkembangan mental. Gangguan tersebut
diakibatkan karena tingkat kecerdasan yang rendah, anak tuna grahita sedang memiliki
intelegensi 30-50. Menurut Moh. Efendi (2009) anak tuna grahita sedang (mampu latih) adalah anak
tuna grahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk
mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak mampu didik.
Berdasarkan penjelasan di atas tentang tuna grahita yang menyatakan individu mengalami
kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan penyesuaian diri yang kurang dengan lingkungan yaitu
pada keterampilan adaptif, antara lain tingkat kepercayaan diri, komunikasi yang baik, keterampilan
dalam kehidupan sehari-hari, keunggulan pada penderita tuna grahita serta pola pikir yang positif,
kemandirian, serta kedisiplinan. Jadi karakteristik yang dimiliki anak tuna grahita ringan seperti
terlambat dalam perkembangan mental dan sosial, kesulitan dalam mengingat, mengalami masalah
persepsi, keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami anak tuna grahita ringan akan
berpengaruh pada perkembangan perilaku sehingga perilaku yang muncul pada anak-anak tuna
grahita tidak sesuai dengan perilaku seusianya.
Faktor penyebab yang sangat penting diperhatikan adalah faktor psikologi seperti kepribadian
dan stres yang berujung pada depresi. Oleh karena itu, faktor psikologis dari seorang penyandang
tuna grahita harus diperhatikan untuk menimbulkan rasa percaya
diri dalam pembentukan karakter diri dan semangat hidupnya.
Keadaan seperti tuna grahita akan berakibat pada perkembangan kepribadian, dengan ditandai
oleh kurangnya rasa percaya diri, diliputi oleh perasaan malu-malu, sering merasa diperlakukan
tidak adil, sering diasingkan oleh keluarga dan masyarakat. Ciri- ciri kepribadian tersebut juga
merupakan akibat dari perlakuan orang tua dan masyarakat terhadap anak tuna grahita. Sehingga
mengakibatkan depresi yang dapat mengalami gangguan perkembangan kognitif.
Tuna grahita memandang dirinya sebagai seorang yang tidak berdaya dan inkompeten,
ditambah dengan perasaan cemas dan depresi hal ini akan mengakibatkan kehilangan rasa percaya
diri, karena tuna grahita tahu bahwa untuk memiliki kehidupan berkualitas harus berbuat sesuatu
untuk memperoleh apa yang diinginkan. Apabila terpapar oleh sikap negatif masyarakat terhadap
kecacatan tuna grahita, maka individu yang bersangkutan akan menjadi putus asa (Nawawi,Tarsidi,
dan Hosni, 2010).
Oleh karena itu anak tuna grahita memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk mengadakan
interaksi sosial dengan orang lain yang ada di lingkungannya. Masalah lain yang dialami anak tuna
grahita antara lain masalah kepercayaan diri, berkomunikasi yang baik, keterampilan dalam
kehidupan sehari-hari, keunggulan pada penderita tuna grahita, pola pikir yang positif, hidup
mandiri, dan disiplin. Persoalan yang sering menimbulkan kesulitan pada orangtua anak tuna
grahita adalah dalam hal disiplin dalam arti sering terjadi kesalahpahaman antara orangtua dengan
anak tuna grahita karena saling tidak mengerti apa yang dimaksud oleh masing-masing. Hal seperti
ini sering menimbulkan gangguan tingkah laku bagi anak tuna grahita, karena anak merasa orangtua
tidak mau mengerti apa yang ia maksud.
Usaha membimbing anak tuna grahita ke arah penyesuaian psikologis (psychological
adjustment) yang sehat, akan sangat tergantung pada interaksi yang menyenangkan antara anak
dengan orang tua. Kesadaran dan pemahaman orangtua serta anggota keluarga yang baik terhadap
anak tuna grahita akan sangat membantu dalam mengembangkan sikap sosial dan kepribadian anak
kearah yang positif.
Seorang tuna grahita akan selalu menunggu aksi dari benda atau orang lain sebelum
melakukan reaksi (Hidayat dan Suwandi, 2013). Mereka akan bergerak dan merespon apabila
muncul stimulus yang datang padanya. Dengan demikian, kemampuan inisiatif untuk melakukan
kegiatan cenderung rendah atau mungkin tidak ada sama sekali. Kondisi seperti ini bahkan dapat
mengakibatkan seorang tuna grahita kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan lingkungan sosial.
SLB Mutiara Hati dan SLB ABC Taman Pendidikan Islam memiliki siswa berkebutuhan
khusus tuna grahita yang beberapa diantaranya
mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran dan penerimaan diri. Masih banyaknya anggapan
bahwa keberadaan anak berkebutuhan khusus akan menimbulkan masalah baru baik disekolah
maupun diluar sekolah. Dari sisi orang tua anak berkebutuhan khusus sering timbul kekhawatiran
apakah anak mereka dapat bergabung bersama orang lain yang normal, apakah anak mereka akan
dipermainkan oleh orang lain, apakah keberadaan anak mereka menjadi beban di sekolah, apakah
anak mereka mampu menghadapi situasi diluar dan lain-lain. Selain itu, banyaknya orangtua yang
tidak peduli dengan perkembangan anak nya yang menderita tuna grahita. Bagi mereka, mempunyai
anak tuna grahita adalah suatu beban hidup yang berat. Mereka tidak ada memberikan motivasi
kepada anaknya untuk mandiri dan bisa menemukan keunggulan dalam dirinya.
Pada anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan motivasi akan cenderung merasa
rendah diri, merasa tidak diterima oleh lingkungan sekitar, tidak mampu memecahkan masalah,
cenderung pasif, bahkan stress yang merupakan awal dari depresi. Tingkat stress yang tidak
berujung pada penderita tuna grahita menimbulkan permasalahan-permasalahan yang akan sangat
mempengaruhi kualitas kehidupan penderita. Hal ini akan memperhambat proses penerimaan diri,
proses pembelajaran, proses adaptasi dengan lingkungan. Dalam jangka panjang hal ini akan
semakin mempersulit para anak dalam menghadapi kehidupanya di masa dewasa. Salah satu
kesulitan terbesar bagi para penderita tuna grahita ketika dewasa adalah sulit untuk mendapat
pekerjaan yang layak.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan sebuah pelatihan untuk meningkatkan
pemahaman dan keterampilan penderita tuna grahita bagi siswa SLB Mutiara Hati dan SLB ABC
Taman Pendidikan Islam. Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman potensi diri
seperti kepercayaan diri, berkomunikasi yang baik, melatih keterampilan dalam kehidupan sehari-
hari, menemukan keunggulan pada penderita tuna grahita serta pola pikir yang positif sehingga
mereka dapat hidup mandiri, disiplin dan berprestasi dalam bidang yang mereka sukai. Dengan
adanya pemberdayaan ini diharapkan akan meningkatkan rasa percaya diri penderita tuna grahita.

2. METODE
Metode pendekatan yang dilakukan untuk mendukung terwujudnya kegiatan pengabdian
masyarakat pada anak berkebutuhan khusus yang mengalami mental retardasi atau tuna grahita
yaitu diskusi kelompok dan konseling pribadi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk
melaksanakan program berikut ini:
1. Melakukan survey awal di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC Taman Pendidikan Islam
2. Membuat MoU dengan SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI Medan
3. Melakukan grup konseling
4. Melakukan pelatihan keterampilan
5. Melakukan bimbingan konseling
6. Evaluasi pelatihan
7. Pembuatan laporan
Anak berkebbutuhan khusus yang tergabung dalam kelompok pelatihan baik di SLB Mutiara
Hati dan SLB ABC TPI dipilih pihak sekolah untuk mengikuti pelatihan keterampilan menggunakan
pendekatan ceramah, diskusi, diskusi, bermain games, menonton video dan pelatihan. Tujuan dari
pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri, meningkatkan komunikasi yang baik,
melatih keterampilan sehari-hari, melatih kemandirian, melatih pemahaman dan konsep serta
melatih kedisplinan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh tim pengabdian pada kegiatan IbM anak
berkebutuhan khusus di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC Taman Pendidikan Islam, peserta
pelatihan telah mengikuti kegiatan pengabdian sebanyak 7 kali pertemuan. Pada saat awal
pertemuan dengan anak tuna grahita baik si SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI terlihat bahwa
mereka kurang percaya diri, kesulitan dalam berkomunikasi dan sangat memerlukan dukungan
sosial dari lingkungan sekitar. Mereka terlihat malu-malu dan interkasi sosial yang masih rendah
dengan orang lain. Hal ini didasarkan pada hasil observasi dihari pertama. Selain itu, mereka juga
perlu untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik
di sekolah maupun di rumah. Masalah psikologis yang dialami para penyandang tuna grahita sangat
menghambat mereka dalam proses belajar dan berinterakasi sosial.
Pada pertemuan kedua kegiatan yang dilakukan di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI adalah
pelatihan komunikasi Untuk pertemuan kedua ini metode yang digunakan adalah story telling dan
diskusi kelompok. Cerita yang dibawakan pada pertemuan ini adalah “Monyet dan Kura-Kura” dan
“Kelinci dan Kura-Kura”. Sebelum memasuki sesi pelatihan, pelatih mengajak anak tuna grahita
untuk bernyanyi, mereka terlihat antusias dan tertarik. Pada pertemuan ini cerita yang dibawakan
oleh pelatih adalah story telling adalah Hasil kegiatan yang telah berhasil dilakukan yaitu peserta
mampu untuk memahami isi pesan cerita, berkomunikasi dengan teman dan juga dengan orang
yang berada dilingkungan sosialnya seperti dengan teman dan guru. Agar lebih menarik dan
berkesan, selain bercerita mereka diminta untuk mewarnai gambar seperti gambar hewan dan
pemandangan alam sekitar. Peserta terlihat senang dan tertarik untuk menunjukkan hasil karya
mereka pada pelatih. Setelah selesai mewarnai mereka diminta untuk menceritakan lagi gambar
yangtelahselesaipadapelatih.
Gambar 1. Pertemuan pertama peserta melakukkan story telling

Pertemuan ketiga peserta sudah mulai akrab dengan pelatih. Mereka lebih aktif dalam kegiatan
pelatihan yang dilaksanakan. Kegiatan pada pertemuan ketiga yang akan dilaksanakan di SLB
Mutiara Hati dan SLB ABC TPI adalah keterampilan sederhana kehidupan sehari-hari. Keterampilan
sederhana kehidupan sehari-hari adalah merawat diri dan menjaga kebersihan diri. Metode yang
digunakan pada pelatihan ini adalah memberikan pelatihan keterampilan dan diskusi. Hasil kegiatan
yang telah berhasil dilakukan adalah peserta SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI mampu untuk
merapikan meja belajar mereka, menyusun kembali sepatu dan buku-buku mereka pada tempat yang
semestinya, membersihkan meja guru pada waktu piket kelas, dimana peserta membersihkan meja
lalu merapikan bunga dan buku yang ada dimeja tersebut.
Pada pertemuan keempat kegiatan yang dilakukan di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI
adalah memberikan pelatihan keterampilan adaptif pada anak tuna grahita. Metode yang digunakan
dalam pelatihan ini juga sama yaitu pembelajaran langsung dan diskusi kelompok. Pada proses
pelaksanaan pelatihan berlangsung, sebagian peserta sudah mampu untuk menulis dan membaca
dengan baik. Selain itu, mereka juga sudah mampu untuk mengontrol diri mereka. Misalnya
ketika mengerjakan tugas dan proses pelatihan mereka sudah bisa mengerjarkannya hingga selesai.

Gambar 2. Pertemuan keempat para peserta diberikan keterampilan adaptif

Pada pertemuan kelima kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan pemahaman konsep seperti
mengenal makhluk hidup/hewan lain di sekitar mereka. Dengan ini pelatih memberikan metode
story telling dan bermain games. Pada sesi pelatihan ini pelatih bercerita tentang hewan-hewan.
Anak-anak tuna grahita di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI sangat antusias dan semangat
ketika pelatih bercerita. Agar lebih memiliki pemahaman yang lebih, pelatih menggunakan gambar-
gambar hewan dan meminta anak tuna grahita menyebutkan hewan tersebut dan menirukan
suaranya. Mereka sudah mampu mengenali dan menyebutkan nama-nama objek sekitar mereka
dan menirukan suara dengan baik dan benar. Jadi
hasil kegiatan pada pertemuan kelima berhasil dilakukan dengan luaran, peserta mampu untuk
menyebutkan dan mengenali objek sekitar mereka seperti hewan.
Pada pertemuan keenam pelatihan yang diberikan di SLB Mutiara Hati dan SLB ABC TPI
adalah pelatihan kemandirian pada anak tuna grahita. Metode pelatihan yang diberikan adalah
menonton video dan pelatihan kemandirian. Pelatih memberikan video tentang kemandirian. Setelah
menonton video anak tuna grahita diminta untuk melakukannya. Contohnya peserta mampu
menyapu kelas, membersihkan kaca, merapikan tempat duduk dengan mandiri dan mereka membagi
masing- masing pekerjaannya. Setelah mengikuti pelatihan dengan metode yang diberikan oleh
pelatih peserta mampu menjalani kegiatan sehari-hari dengan mandiri. Hal ini dapat dilihat dari
aspek komunikasi dan gerak dari tiap tahapan kegiatannya.

Gambar 3. Pertemuan terakhir para peserta melakukan kedisiplinan

Pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan ke tujuh pelatihan yang diberikan adalah pelatihan
kedisiplinan pada anak tuna grahita. Metode pelatihan yang digunakan adalah metode pembelajaran
langsung, story telling (semut dan
belalang) dan pelatihan kedisiplinan.
Sebelum pelatihan kemandirian
berlangsung pelatih mengajak anak
tunagrahita untuk bernyanyi setelah itu
membawakan cerita. Pada pelatihan ini
anak tuna grahita diarahkan untuk
melakukan kegiatan seperti tidak
mengganggu teman, merapikan tempat duduk, duduk dibangku masing-masing dengan tertib,
menjaga kebersihan dan kerapian kelas. Pelatih menyampaikan manfaat dan akibat jika mereka tidak
disiplin dalam kehidupan sehari- hari. Contohnya pada saat pemateri memberikan arahan untuk
duduk yang rapi, mereka dengan serentak duduk dengan rapi tanpa ada suara.

4. KESIMPULAN

Setelah mengikuti pelatihan sebanyak 7 kali pertemuan sudah banyak perubahan pada anak
tuna grahita. Dengan mengikuti pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman potensi
diri seperti kepercayaan diri, komunikasi yang baik, melatih keterampilan dalam kehidupan sehari-
hari, menemukan keunggulan pada penderita tuna grahita serta pola pikir yang positif sehingga
mereka dapat hidup mandiri, disiplin dan berprestasi dalam bidang yang mereka sukai.

Selain itu mereka juga sangat senang dalam mengikuti pelatihan tersebut. Mereka sangat
gembira ketika melihat pemateri datang untuk memberi pelatihan. Mereka sangat bisa
untuk diajak mengikuti arahan-arahan dari pelatih. Dan mereka memberikan respon yang positif dan
hasil yang sangat memuaskan selama pelatihan. Mereka merasa dipedulikan dan dihargai dengan
keadaan yang berbeda dengan anak yang normal. Hal yang sangat penting dalam melengkapi
keberhasilan anak berkebutuhan khusus adalah dukungan sosial. Dukungan sosial sangat berpegaruh
dalam memningkatkan kepercayaan diri, berkomunikasi dan meningkatkan harga diri. Oleh sebab
itu, pelatihan keterampilan pada anak berkebutuhan khusus sanagt membantu dalam meningkatkan rasa
percaya diri dan mampu menjalin hubungan pertemanan dengan anak normal lainnya.

5. REFERENSI
Hidayat, A., & Suwandi, A. (2013). Pendidikan AnakBerkebutuhan Khusus Tunanetra. Jakarta:
PT Luxima Metro Media.
Nawawi, Ahmad., Irham Hosni., dan Didi Tarsidi. (2010). Pendidikan Anak Tunanetra 1 [Hand
Out]. Tidak Diterbitkan, LB151, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Efendi,Mohammad,Pengantar psikopedagogik Anak Berkelainan,Jakarta:PT Bumi
Aksara,2006.

Anda mungkin juga menyukai