Anak berkebutuhan khusus (special needs child) atau ABK adalah anak yang mengalami
keterlambatan lebih dari dua aspek gangguan perkembangan atau anak yang mengalami
penyimpangan dan memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristik perilakunya
yang membedakan dengan anak normal lainnya (Kemendiknas 2012 & Poerwanti 2008).
Anak berkebutuhan khusus terdiri dari tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras,
tunagrahita, autisme, dan learning disability (Kemendiknas, 2012).
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah
disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah
satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu,
maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD (Suharmini, 2016) .
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah
disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah
satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu,
maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD (Suharmini, 2016) .
Data Riskesdas (2013) jumlah penduduk Indonesia yang mengalami disabilitas termasuk
didalamnya anak berkebutuhan khusus sebesar 8,3 % dari total populasi. WHO
memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari total
jumlah anak di Indonesia terdapat 42,8 juta jiwa anak yang sekolah dengan rentangan usia 5-
14 tahun, jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan kurang lebih 4,2 juta anak
yang berkebutuhan khusus di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Menurut data Dinas Sosial
Provinsi Jawa Barat, di Kabupaten Garut terdapat 8.275 orang yang menyandang cacat
termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus yang sekolah di SLB-SLB ataupun yang
tidak sekolah.
Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap
anaknya dan cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua
dalam usaha membentuk pribadi anak (Hurlock, 2010; Soetjiningsih, 2014). Wong (2008)
mengemukakan ada 3 macam pola asuh orang tua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
demokratis dan pola asuh permisif.
Beberapa penelitian yang mendukung bahwa pola asuh orang tua memiliki peranan
penting dalam perkembangan anak yaitu penelitian yang dilakukan oleh Utami (2008)
menunjukan tipe pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam tingkat perkembangan anak,
Yusina (2012) bahwa terdapat pengaruh antara pola asuh orang tua dengan tingkat kreativitas
anak berkebutuhan khusus dengan pola asuh demokratis paling tinggi, Penelitian yang
dilakukan oleh Katerina (2012), hasil penelitian menunjukkan pola asuh pada anak
berkebutuhan khusus yang dominan adalah demokratis, tetapi permisif dan otoriter juga perlu
disaat2 tertentu., dan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013) bahwa pola asuh yang
paling tepat terhadap anak autis adalah demokratis karena demoktarisasi dan keterbukaan
dalam suasana kehidupan keluarga adalah syarat yang tepat untuk perkembangan .
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah
disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah
satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu,
maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD (Suharmini, 2016)
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena
adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah
disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah
satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu,
maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD (Suharmini, 2016)
Perkembangan emosional anak berkebutuhan khusus hiperaktif dan gangguan
konsentrasi adalah gangguan yang terjadi pada anak usia dini yang berpengaruh pada
kesulitan dalam proses pembelajaran saat di kelas. Perkembangan emosional sangat berkaitan
dengan gangguan ini karena emosi dalam diri anak tidak dapat dikendalikan. Stimulus yang
positif harus ditanamkan agar anak dapat memahami konsep diri. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah perkembangan anak berkebutuhan khusus hiperaktif dan gangguan
konsentrasi di TK Aisyiyah 33 Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
aspek perkembangan terutama aspek emosional anak. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif berupa deskriptif yang berisi kata-kata dalam
deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Objek penelitiannya adalah anak berkebutuhan khusus hiperaktif dan gangguan konsentrasi
(ADHD). Hasil penelitian dapat ditemukan perkembangan emosional anak mempengaruhi
kondisi anak berkebutuhan khusus hiperaktif dan gangguan konsentrasi (ADHD), sehingga
anak kurang memahami emosi dalam diri seperti menunjukkan ekspresi bahagia, kemrahan
dan kekecewaan yang berlebihan. Hal ini yang di latar belakangi oleh beberapa faktor yang
ditemukan yaitu faktor kematangan, pola asuh, konsep diri, pengobatan, kecerdasan emosi,
dan lingkungan.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak adalah Sebagai
berikut:
a. Faktor sosial ekonomi
Orang tua yang berasal dari sosial ekonomi rendah lebih bersikap tidak Hangat
dibandingkan dari tingkat sosial ekonomi menengah
b. Faktor pendidikan
Latar belakang pendidikan orang tua atau tingi rendahnya pendidikan Orang tua akan
cenderung berbeda dalam menerapkan pola asuh terhadap Anak.
c. Faktor keagamaan
Orang tua sangat memegang peranan penting untuk memiliki Pengetahuan tentang
agama yang mendalam. Orang tua yang agamanya Kuat maka akan lebih mudah
untuk mengajarkan kepada anaknya dan Akan lebih memperlihatkan perkembangan
anaknya dengan baik sehingga Menghasilkan generasi yang baik dan unggul
d. Kepribadian orang tua
Kepribadian orang tua meliputi bagaimana pengalaman pola asuh Yang telah
didapatkan oleh orang tua.
e. Jumlah anak
Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan Perilaku dalam individu
biasanya tidak diketahui karena sejumlah Variabel yang terlibat. Kita jarang mampu melacak
setiap satu variabel Dengan kepastian sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku.
Namun demikian, empat area umum diidentifikasi turut berperan untuk Terjadinya gangguan
emotioal dan perilaku: biologis,lingkungan atau Keluarga, sekolah, dan masyarakat. Potensi
Penyebab Gangguan Emosi dan Perilaku:
a. Faktor biologis
Beberapa penyebab biologis telah ditemukan berhubungan Dengan gangguan emosi
dan perilaku tertentu. Contohnya Termasuk anak-anak yang lahir dengan sindrom
alkohol janin, Yang menunjukkan masalah dalam pengendalian impuls dan Hubungan
interpersonal yang dihasilkan dari kerusakan otak. Malnutrisi dapat juga
menyebabkan perubahan perilaku dalam Penalaran dan berpikir. Selain itu, kelainan
seperti skizofrenia Mungkin memiliki dasar genetik.