Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa memisahkan dirinya dari emosi.
Emosi merupakan aliran energi yang ada di dalam manusia yang diciptakan oleh Allah
SWT agar bisa menjalankan tugas penting dalam kehidupan ini dan untuk
menyempurnakan kehidupan manusia (Yandri, 2017). Emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak (Goleman dalam Riyanto, 2010). Emosi merupakan salah
satu kekuatan yang dimilki oleh manusia untuk mampu meraih kesuksesan, salah satunya
kesuksesan dalam bersosialisasi, dan seperti masalah psikologis, fisiologis dan sehingga
mudah terjadinya kegelisahan, masalah, dan stres pada remaja yang lebih disebabkan oleh
pengaruh lingkungan yang kurang memperhatikan, menyokong, menghargai, mengakui,
dan mendampingi mereka yang sedang berkembang (Elida, 2006)..
Masa remaja merupakan salah satu bagian dari tahap perkembangan dalam
rentang kehidupan manusia. Pada masa remaja terjadi peralihan dari masa kanak-kanak
menuju dewasa (Illahi, 2018). Remaja mengalami perubahan besar pada fungsi
psikososial seperti perubahan tingkah laku, interaksi dengan lingkungan, ketertarikan
dengan lawan jenis, serta perubahan dalam sistem kerja hormon pada tubuhnya sehingga
berdampak pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis (terutama emosi).
Masa remaja menjadi masa penuh dengan gejolak emosi sehingga remaja mudah
terpengaruh oleh lingkungan. Dampak perubahan emosi yang labil berkaitan dengan
kurangnya kemampuan remaja untuk mengatur dan mengontrol emosi. Remaja
hendaknya memiliki kecerdasan yang seimbang untuk menghindari hal- hal negatif yang
diakibatkan oleh perubahan besar yang terjadi pada masa tersebut (Hastuti dan Baiti,
2019).
Selain saat memasuki fase remaja banyak remaja yang di lingkungan sekolahnya
merasa cemas dan depresi, hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku yang seringkali
merasa takut, sering merasa gugup dan sedih, serta selalu merasa tidak dicintai oleh
lingkungan sekitar. Dalam pergaulan sosial banyak remaja yang menarik diri dari
pergaulan, seperti lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, bermuka muram
dan kurang bersemangat, merasa tidak bahagia dan terlalu bergantung kepada sesuatu.
Permasalahan lain dalam hal perhatian dan berfikir yaitu banyak diantara remaja
yang tidak mampu memusatkan perhatian dengan baik atau duduk tenang, seringkali
melamun, bertindak tanpa berfikir, bersikap terlalu tegang sehingga tidak bisa
berkonsentrasi dalam berpikir, sering mendapatkan nilai buruk di sekolah serta tidak
mampu membuat fikiran menjadi tenang.
Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali
ingin mencoba-coba, mengkhayal, dan merasa gelisah serta berani melakukan
pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Oleh karenanya,
remaja memerlukan keteladanan, konsistensi serta komunikasi yang baik dan empatik
dari orang dewasa. Ali dalam jurnal pendidikan, oleh Ema, mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh anak atau remaja untuk
mengoptimalisasikan perkembangan dirinya dalam berinteraksi sosial.
1
Nurnaningsih, Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa, No. 1, Edisi
Khusus, hlm. 269.
cenderung melakukan perilaku buruk yang dapat memberi efek negatif pada diri dan
lingkungan seperti membangkang dan berbicara kasar.2
Dengan begitu remaja harus diberikan bimbingan agar rasa ingin tahu yang tinggi
dapat terarah pada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif, dan produktif. Upaya
pemberian layanan bimbingan kelompok bagi remaja merupakan suatu upaya yang mesti
dilakukan oleh konselor, sebab layanan bimbingan kelompok merupakan suatu proses
pemberian bantuan yang dilakukan secara berkelompok. Bimbingan kelompok diberikan
kepada remaja agar memiliki perkembangan emosional yang baik, namun dalam
pelaksanaannya selalu dihadapkan kepada berbagai hambatan yang tentunya harus diatasi.
Adanya Layanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pada pemberian layanan
bimbingan kelompok sangat diperlukan untuk mengarahkan remaja agar remaja dapat
mengendalikan dan mengenali emosinya. Layanan bimbingan kelompok menekankan
agar individu bisa saling berinteraksi, mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan
atau saran, dan sebagainya. Bimbingan kelompok yang dilaksanakan peneliti tentunya
berusaha untuk membuat remaja menumbuhkan kecerdasan emosional yang ada dalam
dirinya. Hal tersebut dilakukan agar remaja dapat mengendalikan emosi yang ada dalam
dirinya, sehingga remaja dapat mencapai perkembangannya secara optimal.
Individu yang memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat
menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, lebih terampil dalam
memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap
dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik. Oleh
karenanya untuk dapat mengembangkan serta meningkatkan kecerdasan emosional
remaja, perlu disusun sebuah program yang tepat dalam upaya bimbingan kelompok
terhadap kecerdasan emosional remaja tersebut. Kecerdasan emosional juga sangat
menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis yang
didasarkan pada lima unsur kecerdasan emosional yang terdiri dari kesadaran diri,
pengaturan diri, motivasi, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan
orang lain. Setiap individu tidak mudah dalam memperoleh kecerdasan emosional, karena
kecerdasan emosional tidak hadir dan dimiliki seseorang secara tiba-tiba. Sehingga
kecerdasan emosional harus dipelajari serta dilatih sejak dini, dan kemampuan
mempelajari kecerdasan emosional perlu ditumbuh kembangkan atau diasah
keberadaannya secara kontinuitas. Kecerdasan emosional juga dapat mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam menjalani kehidupan masa kini hingga masa yang akan datang.
Kecerdasan intelektual akan dapat bekerja secara efektif jika didukung dalam
memfungsikan kecerdasan emosional. Jika kecerdasan emosional tidak difungsikan
dengan baik, maka kecerdasaan emosional tersebut akan menjadi emosi-emosi yang
secara perlahan tidak terkendali sehingga akan menimbulkan dampak yang negative dari
emosi-emosi tersebut. Seperti, perkelahian antar teman sejawat, dan lain-lain. Schneider,
mendefinisikan penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan
sehat terhadap situasi, realitas, dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat
dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Berdasarkan pendapat
Schneiders, maka penyesuaian sosial berarti tingkah laku yang mendorong individu untuk
menyesuaikan diri dengan orang lain dan kelompok sesuai dengan kesadaran dari dalam
diri dan tuntutan lingkungan. Penyesuaian sosial individu terdiri atas penyesuaian sosial
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Penyesuaian sosial merupakan kemampuan
untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas, dan relasi sosial sehingga
tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Berdasarkan pendapat Schneiders, maka penyesuaian sosial berarti tingkah laku yang
mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan orang lain dan kelompok sesuai
dengan kesadaran dari dalam diri dan tuntutan lingkungan. Maka Kecerdasan Emosional
diperlukan bagi remaja agar mampu dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
B. Identifikasi Masalah
1. Stres berlebih pada remaja yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang memberi
perhatian pada remaja.
2. Ketidak seimbangan antara kemampuan intelegensi dan kemampuan emosional.
3. Mudah terpengaruh oleh lingkungan.
4. Dituntut mampu menyesuaikan diri.
5. Remaja merupakan usia yang rentan dengan masalah.
6. Tidak mampu mengontrol emosi dan bersikap agresif.
7. Banyak remaja yang menarik diri dari pergaulan sosial.
8. Rasa sulit berkonsentrasi.
9. Berani melakukan pertentangan.
10. Sering kali memberikan efek negatif pada lingkungan.
11. Agar mencapai perkembangan secara optimal.
12. Belum mampu mengungkapkan dengan baik emosi dirinya sendiri.
13. Bimbingan Kelompok terhadap remaja.
14. Pentingnya kecerdasan emosional bagi remaja.
C. Batasan
Penelitian ini berfokus pada Layanan Bimbingan Kelompok dan Remaja. Layanan
yang berikan kepada remaja berupa layanan bimbingan kelompok, dengan jumlah
anggota kelompok 10 orang, dan 1 orang sebagai pemimpin atau konselor profesional.
Pada kegiatan bimbingan kelompok bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
remaja mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam kehidupan sehari-hari.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Bimbingan Kelompok terhadap Kecerdasan Emosional Remaja?
E. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Bimbingan Kelompok terhadap Kecerdasan
Emosional Remaja.
F. Manfaat
1. Manfaat secara teoritis layanan bimbingan kelompok yang diberikan pada remaja
adalah untuk memberi pengetahuan serta mengembangkan kecerdasan emosional
pada remaja. Ketika remaja memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka
dengan diberikannya layanan bimbingan kelompok agar menambah kecerdasan
emosional yang dimiliki remaja, karena kecerdasan emosional penting bagi kehidupan
sosial remaja. Karena dengan Kecerdasan emosional yang tinggi dapat membuat
remaja mampu mendengarkan dan memberi respon secara baik dengan teman sebaya
dan lingkungan sekitarnya. Besarnya tekanan di masyarakat terkadang membuat
orang kehilangan emosinya dan dapat merugikan banyak orang.
2. Manfaat secara praktis layanan bimbingan kelompok terhadap kecerdasan emosional
remaja bagi penulis adalah menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana
pengaruh layanan bimbingan kelompok ini terhadap kecerdasan emosional remaja,
dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu manfaat
lain yang diperoleh remaja dalam layanan bimbingan kelompok yaitu dapat
mengembangkan kecerdasan emosional remaja dan mengembangkan kemampuan
berkomunikasi, kemampuan sosial remaja, keterampilan mengendalikan diri serta
melatih bertanggung jawab, dan dengan layanan bimbingan kelompok dapat melatih
remaja untuk dapat secara berkelompok dan menumbuhkan kerjasama antar remaja
lainnya dalam mengatasi masalah, melatih remaja untuk mengemukakan pendapat dan
menghargai pendapat orang lain.
G. KAJIAN TEORI
1. Bimbingan Kelompok
a) Penertian
Menurut Gazda (dalam Prayitno dan Amti, 2015: 309) bimbingan kelompok di
sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu
siswa menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Bagi siswa, bimbingan kelompok
bermanfaat sekali karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka
dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan untuk
menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk
bertukar pikir dan berbagi perasaan, kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan
sebagai pegangan dan kebutuhan untuk lebih independen serta lebih mandiri. Dengan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka diharapkan para siswa dapat
tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
3
Nurnaningsih, Op. Cit., 270-271
Achamad (2014:24) juga berpendapat bahwa bimbingan kelompok merupakan
bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan
kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok
membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.
2. Asas Kesukarelaan
3. Asas-Asas Lain
1. Pengenalan sikap dan kebiasaan, bakat dan minat dan cita-cita serta
penyalurannya.
2. Pengenalan kelemahan diri dan penanggulangannya, kekuatan diri dan
pengembangannya.
3. Pengembangan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan
pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik dirumah, sekolah maupun di
masyarakat, teman sebaya di sekolah dan luar sekolah atau peraturan sekolah.
4. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik di sekolah dan di rumah
sesuai dengan kemampuan pribadi siswa.
5. Pengembangan teknik-teknik penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian sesuai dengan kondisi fisik, sosial, dan budaya.
6. Orientasi dan informasi karier, dunia kerja, dan upaya memperoleh penghasilan.
7. Orientasi dan informasi peguruan tinggi sesuai dengan karier yang hendak di
kembangkan.
8. Pengambilan keputusan dan perencanaan masa depan.
Beberapa manfaat layanan bimbingan kelompok, dimana manfaat bimbingan
kelompok memang sangat besar dikemukakan anatara llain
Kemudian ada beberapa teknik yang bisa diterapkan dalam layanan bimbingan
kelompok, yaitu teknik umum dan permainan kelompok.
1. Teknik Umum
Dalam teknik ini, dilakukan pengembangan dinamika kelompok. Secara garis besar, teknik
ini meliputi:
1. Tahap pembentukan, tahap ini merupakan tahap pengenalan dan tahap perlibatan awal
dalam kelompok. Tahapan ini sangat perlu sebagai dasar pembentukan dinamika
kelompok. Dalam tahapan ini pimpinan kelompok harus menjelaskan pengertian
layanan bimbingan kelompok, tujuan, tata cara, dan asas-asasbimbingan kelompok.
Selain itu pengenalan anatar sesama anggota kelompok maupun pengenalan
kelompok dengan pimpinan kelompok juga dilakukan pada tahapan ini. Adapun tahap
pembentukan kelompok terdiri dari:
a) Memberikan salam pembuka dan menerima anggota kelompok secara terbuka serta
mengucapkan terima kasih.
b) Berdo’a
c) Menjelaskan bimbingan kelompok
d) Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok
e) Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok
f) Menjelaskan asas bimbingan kelompok
2. Tahap peralihan, pada tahapan ini pimpinan kelompok perlu kembali mengalihkan
perhatian anggota kelompok tentang kegiatan apa yang akan dilakukan selanjutnya,
menjelaskan jenis materi yang akan diberikan (materi tugas atau bebas), menawarkan
atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap
selanjutnya, membahas susunan yang terjadi, dan meningkatkan kemampuan
keikutsertaan anggota. Adapaun tahap peralihan bimbingan kelompok terdiri dari:
a) Menjelaskan kembali tentang bimbingan kelompok kepada para anggota
kelompok
c) Memberi contoh topik yang akan dibahas (topik tugas atau bebas).
3. Tahap kegiatan, tahap ketiga merupakan inti kegiatan bimbingan kelompok. Dalam
tahap ketiga ini hubungan anatar anggota kelompok tumbuh dengan baik, saling tukar
pengalaman dalam bidang suasana perasaan yang terjadi, pengutaraan, penyajian dan
pembukaan diri berlangsung dengan bebas. Masing-masing anggota kelompok secara
bebas mengemukakan masalah yang akan dibahas terlebih dahulu.kemudian anggota
membahas masing-masing masalah secara mendalam dan tuntas, akhir tahapan ini
adalah dihasilkan solusi atau penyelesaian masalah atas permasalahan yang telah
dibahas. Adapun tahap kegiatan bimbingan kelompok terdiri dari:
a) Mengemukakan topik
c) Memberikan laiseg
e) Penutupan do’a
Menurut Tohirin, tahapan dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok
menempuh tahap-tahap sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup
kegiatan: (a) mengidentifikasi topik yang akan dibahas dalam layanan bimbingan
kelompok, (b) membentuk kelompok, (c) kelompok yang terlalu kecil (misalnya 2-3
orang saja) tidak tidak efektif untuk layanan bimbingan kelompok karena kedalaman
dan variasi pembahasan menjadi berkurang dan dampak layanan juga menjadi
terbatas. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar pun tidak efektif, karena akan
mengurangi tingkat partisipasi aktif individual dalam kelompok.
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan jenis dan arah
tindak lanjut, (b) mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak-pihak yang
terkait, (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.
2. Kecerdasan Emosional
Menurut Fauziatun & Misbah (2020), remaja memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat cepat pada usia 13/14 sampai 17 tahun. Dalam rentang usia ini terjadi ketidaksetabilan
emosi saat remaja berada dalam proses mencari identitas diri dan mengembangkan hubungan
sosial yang dimilikinya. Ketidakstabilan emosional remaja juga meningkat secara cepat
dikarenakan remaja sedang berada dalam masa badai dan stress (storm and stress) yaitu masa
saat meningkatnya gejolak emosi sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormon (Bariyyah
& Latifah, 2019).
a) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan awal dari perjalanan hidup seseorang
untuk belajar menjadi bagian masyarakat secara keseluruhan. Kehidupan keluarga
merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orang tua
sangat dibutuhkan karena orangtua adalah subjek pertama yang perilakunya dapat
menjadi contoh dan di internalisasikan pada kepribadian anak. Kecerdasan emosi
ini dilakukan secara langsung melalui interaksi antar orang tua dan anak. Hal ini
cukup bergantung dengan gaya pengasuhan orangtua.
a. Kondisi kesehatan
b. Suasana rumah
Jika anak diterima dengan baik oleh kelompok teman sebaya, maka emosi
yang positif atau emosi yang menyenangkan akan dominan. Apabila anak di tolak
atau diabaikan oleh kelompok teman sebaya maka emosi yang dominan adalah emosi
yang negatif atau emosi yang tidak menyenangkan.
g. Aspirasi orangtua
Orangtua yang memiliki aspirasi yang tinggi dan tidak realistis bagi anak,
maka akan menjadikan anak merasa canggung, malu dan berasa bersalah terhadap
suatu kritik. Jika perasaan ini terjadi berulangkali maka akan menjadikan anak
memiliki emosi yang tidak menyenangkan.
h. Bimbingan
Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosional menurut Tridonato, antara lain:
Goleman juga mengemukakan karakteristik individu yang memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi dan rendah sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosi tinggi yaitu mampu mengendalikan perasaan marah, tidak agresif
dan memiliki kesabaran, memikirkan akibat sebelum bertindak, berusaha dan
mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidupnya, menyadari perasaan diri
sendiri dan orang lain, dapat berempati pada orang lain, dapat mengendalikan mood
atau perasaan negatif, memiliki konsep diri yang positif, mudah menjalin
persahabatan dengan orang lain, mahir dalam berkomunikasi, dan dapat
menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai.
2. Kecerdasan emosi rendah yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa memikirkan
akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar, memiliki tujuan hidup dan cita-
cita yang tidak jelas, mudah putus asa, kurang peka terhadap perasaan diri sendiri dan
orang lain, tidak dapat mengendalikan perasaan dan mood yang negatif, mudah
terpengaruh oleh perasaan negatif, memiliki konsep diri yang negatif, tidak mampu
menjalin persahabatan yang baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi
dengan baik, dan menyelesaikan konflik sosial dengan kekerasan.
1. Membaca situasi: Dengan memperhatikan situasi sekitar kita akan mengetahui apa
yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara: Dengarkan dan simak pembicaraan
dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah paham serta dapat menjaga
hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi: Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi
salah paham.
4. Tak usah takut ditolak: Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau
ditolak, jadi siapkan diri dan jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati: EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu
berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas: Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang
mendesak, dan apa yang bisa ditunda.
3. Remaja
Remaja merupakan masa dimana peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,
yang telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa
dewasa. Perubahan perkembangan tersebut meliputi aspek fisik, psikis dan psikososial.
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Remaja ialah
masa perubahan atau peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial (Sofia & Adiyanti).
Rentang usia remaja awal dan remaja pertengahan yaitu, 11-17 tahun), (Ridawati,
2022).
Menurut Monks, remaja merupakan masa transisi dari anak-anak hingga dewasa,
Fase remaja tersebut mencerminkan cara berfikir remaja masih dalam koridor berpikir
konkret, kondisi ini disebabkan pada masa ini terjadi suatu proses pendewasaan pada diri
remaja. Masa tersebut berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian
sebagai berikut:
Menurut Soetjiningsih,
Seorang remaja untuk tahap ini akan terjadi perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuhnya sendiri dan yang akan menyertai perubahan-
Perubahan itu, mereka pengembangkan pikiran-pikiran baru sehingga, cepat
tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara erotis, dengan dipegang bahunya saja
oleh lawan jenis ia sudah akan berfantasi erotik.
Tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan, remaja senang jika banyak teman
yang mengakuinya. Ada kecenderungan mencintai pada diri sendiri, dengan menyukai
teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan
karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimis atau pesimistis, idealitas atau materialis, dan sebagainya.
Tahap ini merupakan dimana masa konsulidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu:
Maka remaja adalah dimana peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang
telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Perubahan perkembangan tersebut meliputi aspek fisik, psikis dan psikososial.
H. KERANGKA BERPIKIR
Bimbingan Angket
Angket
kelompook
I. PENELITIAN RELEVAN
1. Affiyani, Pramono “Meningkatkan Kecerdasan Emosional Layanan Bimbingan
Kelompok Teknik Problem Solving”, Jurnal Prakarsa Paedagogia, Vol. 3, No. 1,
Juni 2020, hlm. 65-72.
2. Nurfadhila, Jannah dan Mahidin, “ Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Muhammadiyah -2 Medan T.A
2016/2017”.
3. Skripsi oleh, Nor Wakhidah Lutfiani, Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI MAN 2 Kudus Tahun Ajaran
2016/2017.
J. HIPOTESIS
Terdapat pengaruh yang signifikat terhadap kecerdasan emosional remaja
setelah melakukan bimbingan kelompok.
K. METODE
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode ini adalah sebuah
metode yang memberikan treatmen kepada klien dengan menggunakan layanan
bimbingan kelompok. Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengetahui pengaruh
layanan bimbingan kelompok terhadap rasa kepercayaan diri remaja.
Daftar Pustaka
Hana, dan Christiana, “Pola Asuh Otoriter dan Kecerdasan Emosi Remaja di Jayapura”,
Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling Undiksha, Vol. 13, No. 1, Desember 2022, hlm. 06-18.
Rahmah, Siti, dan Inda, “Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia Remaja”, JIM FKep, Vol.
VI, No. 4, tahun 2022, hlm. 94-100.
Sulaeman, Ridawati, dkk, 2022, Remaja dan Kesehatan Reproduksi, Yogyakarta: CV Bintang
Semesta Media.