Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK

TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA

Oleh: 04. Siti Mutmainnah (211340127)

Dosen Pengampu: Dr. H. Isak Iskandar, M.pd, MM.

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa memisahkan dirinya dari emosi.
Emosi merupakan aliran energi yang ada di dalam manusia yang diciptakan oleh Allah
SWT agar bisa menjalankan tugas penting dalam kehidupan ini dan untuk
menyempurnakan kehidupan manusia (Yandri, 2017). Emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak (Goleman dalam Riyanto, 2010). Emosi merupakan salah
satu kekuatan yang dimilki oleh manusia untuk mampu meraih kesuksesan, salah satunya
kesuksesan dalam bersosialisasi, dan seperti masalah psikologis, fisiologis dan sehingga
mudah terjadinya kegelisahan, masalah, dan stres pada remaja yang lebih disebabkan oleh
pengaruh lingkungan yang kurang memperhatikan, menyokong, menghargai, mengakui,
dan mendampingi mereka yang sedang berkembang (Elida, 2006)..

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya memiliki


suatu tugas berupa tugas perkembangan yang mesti dilalui sesuai dengan tahap
perkembangannya. Pemenuhan terhadap tugas perkembangan dapat dibantu melalui
proses belajar baik secara individu maupun berkelompok. Salah satunya proses belajar
yang dialami oleh remaja adalah suatu proses yang mempengaruhi pola pikirnya dan pola
tingkah lakunya. Jika dalam pembelajaran disekolah, sering ditemukan remaja yang yang
tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan intelegensinya.
Terdapat remaja yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi tetapi memperoleh
prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada beberapa remaja yang walaupun
kemampuan intelegensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif
tinggi. Oleh karena itu kemampuan intelegensi bukan merupakan satu-satunya faktor
yang menentukan keberhasilan seseorang, karena adanya faktor lain yang mempengaruhi.
Menurut Goleman, Kecerdasan Intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lainnya, dan
diantaranya adalah kecerdasan emosial atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan
memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana
hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

Masa remaja merupakan salah satu bagian dari tahap perkembangan dalam
rentang kehidupan manusia. Pada masa remaja terjadi peralihan dari masa kanak-kanak
menuju dewasa (Illahi, 2018). Remaja mengalami perubahan besar pada fungsi
psikososial seperti perubahan tingkah laku, interaksi dengan lingkungan, ketertarikan
dengan lawan jenis, serta perubahan dalam sistem kerja hormon pada tubuhnya sehingga
berdampak pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis (terutama emosi).
Masa remaja menjadi masa penuh dengan gejolak emosi sehingga remaja mudah
terpengaruh oleh lingkungan. Dampak perubahan emosi yang labil berkaitan dengan
kurangnya kemampuan remaja untuk mengatur dan mengontrol emosi. Remaja
hendaknya memiliki kecerdasan yang seimbang untuk menghindari hal- hal negatif yang
diakibatkan oleh perubahan besar yang terjadi pada masa tersebut (Hastuti dan Baiti,
2019).

Remaja adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan bisa memberikan


kontribusi bagi bangsa dan negara. Menjadi remaja saat ini tidaklah mudah, selain di
tuntut untuk belajar, remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangannya.
Usia remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah penduduk dalam rentang
usia 10 – 19 tahun.

Remaja merupakan kelompok usia yang rentan dengan suatu masalah


perkembangan karena berada di masa peralihan. Banyak terjadi di kalangan remaja
melakukan tindakan seperti mencuri, menggunakan narkoba, berkelahi, mabuk miras,
melakukan seks bebas dan melakukan tindakan yang akhirnya berunjuk pada kematian.
Hal tersebut merupakan masalah terhadap remaja yang mana harus ditanggapi dengan
cukup serius. Ahli sosiologi, Kartini kartono berpendapat bahwasanya hal ini terjadi
karena anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan dari
orangtua, hal ini dikarenakan kedua orangtua sibuk mengurusi permasalahan serta konflik
batin sendiri (Sumara & Santoso, 2017).

Fenomena di masyarakat yaitu banyak remaja yang tidak dapat mengontrol


emosinya atau bersikap agresif, seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar,
bergaul dengan anak-anak bermasalah, membandel di rumah dan di lingkungan sekolah,
keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering
mengolok-olok dan bertemperamen tinggi1.

Selain saat memasuki fase remaja banyak remaja yang di lingkungan sekolahnya
merasa cemas dan depresi, hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku yang seringkali
merasa takut, sering merasa gugup dan sedih, serta selalu merasa tidak dicintai oleh
lingkungan sekitar. Dalam pergaulan sosial banyak remaja yang menarik diri dari
pergaulan, seperti lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, bermuka muram
dan kurang bersemangat, merasa tidak bahagia dan terlalu bergantung kepada sesuatu.

Permasalahan lain dalam hal perhatian dan berfikir yaitu banyak diantara remaja
yang tidak mampu memusatkan perhatian dengan baik atau duduk tenang, seringkali
melamun, bertindak tanpa berfikir, bersikap terlalu tegang sehingga tidak bisa
berkonsentrasi dalam berpikir, sering mendapatkan nilai buruk di sekolah serta tidak
mampu membuat fikiran menjadi tenang.

Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali
ingin mencoba-coba, mengkhayal, dan merasa gelisah serta berani melakukan
pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Oleh karenanya,
remaja memerlukan keteladanan, konsistensi serta komunikasi yang baik dan empatik
dari orang dewasa. Ali dalam jurnal pendidikan, oleh Ema, mengemukakan bahwa
kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh anak atau remaja untuk
mengoptimalisasikan perkembangan dirinya dalam berinteraksi sosial.

Kegagalan remaja dalam mengontrol gejolak emosi diakibatkan oleh kurangnya


kecerdasan emosional sehingga muncul masalah emosional/gangguan mental emosional.
Data dari Centers For Desease Control (2019), menunjukkan bahwa di United States
tahun 2016-2019 yaitu 32,5% atau sekitar 20.000.000 anak mengalami masalah
emosional. Indonesia pada tahun 2013- 2018 memiliki prevalensi gangguan mental
emosional pada umur 15 tahun keatas sebesar 9,8% dengan Provinsi Aceh sekitar 9,6%
dan termasuk dalam kategori yang tinggi (Riskesdas, 2018). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bahdar, Mukarommah, dan Abdurrahman (2018), sebanyak 62,8% anak
memiliki kecerdasan emosional yang rendah sehingga tidak dapat melaksanakan tugas
perkembangan emosi dengan baik. Anak dengan kecerdasan emosional yang rendah

1
Nurnaningsih, Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa, No. 1, Edisi
Khusus, hlm. 269.
cenderung melakukan perilaku buruk yang dapat memberi efek negatif pada diri dan
lingkungan seperti membangkang dan berbicara kasar.2

Dengan begitu remaja harus diberikan bimbingan agar rasa ingin tahu yang tinggi
dapat terarah pada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif, dan produktif. Upaya
pemberian layanan bimbingan kelompok bagi remaja merupakan suatu upaya yang mesti
dilakukan oleh konselor, sebab layanan bimbingan kelompok merupakan suatu proses
pemberian bantuan yang dilakukan secara berkelompok. Bimbingan kelompok diberikan
kepada remaja agar memiliki perkembangan emosional yang baik, namun dalam
pelaksanaannya selalu dihadapkan kepada berbagai hambatan yang tentunya harus diatasi.
Adanya Layanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pada pemberian layanan
bimbingan kelompok sangat diperlukan untuk mengarahkan remaja agar remaja dapat
mengendalikan dan mengenali emosinya. Layanan bimbingan kelompok menekankan
agar individu bisa saling berinteraksi, mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan
atau saran, dan sebagainya. Bimbingan kelompok yang dilaksanakan peneliti tentunya
berusaha untuk membuat remaja menumbuhkan kecerdasan emosional yang ada dalam
dirinya. Hal tersebut dilakukan agar remaja dapat mengendalikan emosi yang ada dalam
dirinya, sehingga remaja dapat mencapai perkembangannya secara optimal.

Pelaksanaan dan kaitannya dengan bimbingan dan konseling, individu


memerankan situasi tertentu dengan tujuan untuk membantu tercapainya kecerdasan
emosional remaja yang dianggap baik, meliputi remaja mampu mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan mampu membina
hubungan baik dengan orang lain. Ketika seorang remaja memiliki Kecerdasan emosional
memungkinkan remaja tersebut untuk dapat menempatkan dirinya dalam bersikap dan
berperilaku dengan baik di mana pun berada. Dengan kecerdasan emosional, remaja
terlibat dalam upayanya untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu
mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha untuk menyetarakan diri dengan
lingkungan, mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai
dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin
dengan lancar dan menyenangkan. Umumnya kecerdasan emosional memiliki peran yang
sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam
2
Rahmah, Siti, dan Inda, Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia Remaja, JIM FKep, Vol. VI, No. 4,
tahun 2022, hlm. 95.
berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Remaja yang kurang memiliki kecerdasan
emosional akan sulit menyesuaikan diri, sering marah, cenderung memaksakan kehendak,
egois, dan mau menang sendiri sehingga mengakibatkannya mudah terlibat ke dalam
perselisihan.

Remaja dapat mengendalikan emosinya dibutuhkan suatu bantuan seperti


diadakannya Bimbingan Kelompok di sekolah. Karena Bimbingan Kelompok adalah
salah satu layanan dalam bimbingan konseling yang di mana anggotanya berjumlah 10
orang, dan membahas permasalahan kecerdasan emosional remaja. Melalui Bimbingan
Kelompok remaja diharapkan dapat mengendalikan emosi dengan baik. Bimbingan
Kelompok yang diberikan kepada remaja tentunya bertujuan untuk membina,
mengarahkan remaja terhadap kecerdasan emosionalnya. Bimbingan Kelompok
memberikan bantuan kepada individu-individu bersikap dan berperilaku yang baik
sehingga tidak merugikan dirinya dan orang lain. Pelaksanaan Bimbingan Kelompok
dapat diberikan kepada remaja, sehingga remaja mampu bersikap dan berperilaku dengan
baik.

Individu yang memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat
menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, lebih terampil dalam
memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap
dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik. Oleh
karenanya untuk dapat mengembangkan serta meningkatkan kecerdasan emosional
remaja, perlu disusun sebuah program yang tepat dalam upaya bimbingan kelompok
terhadap kecerdasan emosional remaja tersebut. Kecerdasan emosional juga sangat
menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis yang
didasarkan pada lima unsur kecerdasan emosional yang terdiri dari kesadaran diri,
pengaturan diri, motivasi, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan
orang lain. Setiap individu tidak mudah dalam memperoleh kecerdasan emosional, karena
kecerdasan emosional tidak hadir dan dimiliki seseorang secara tiba-tiba. Sehingga
kecerdasan emosional harus dipelajari serta dilatih sejak dini, dan kemampuan
mempelajari kecerdasan emosional perlu ditumbuh kembangkan atau diasah
keberadaannya secara kontinuitas. Kecerdasan emosional juga dapat mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam menjalani kehidupan masa kini hingga masa yang akan datang.
Kecerdasan intelektual akan dapat bekerja secara efektif jika didukung dalam
memfungsikan kecerdasan emosional. Jika kecerdasan emosional tidak difungsikan
dengan baik, maka kecerdasaan emosional tersebut akan menjadi emosi-emosi yang
secara perlahan tidak terkendali sehingga akan menimbulkan dampak yang negative dari
emosi-emosi tersebut. Seperti, perkelahian antar teman sejawat, dan lain-lain. Schneider,
mendefinisikan penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan
sehat terhadap situasi, realitas, dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat
dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Berdasarkan pendapat
Schneiders, maka penyesuaian sosial berarti tingkah laku yang mendorong individu untuk
menyesuaikan diri dengan orang lain dan kelompok sesuai dengan kesadaran dari dalam
diri dan tuntutan lingkungan. Penyesuaian sosial individu terdiri atas penyesuaian sosial
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Penyesuaian sosial merupakan kemampuan
untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas, dan relasi sosial sehingga
tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Berdasarkan pendapat Schneiders, maka penyesuaian sosial berarti tingkah laku yang
mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan orang lain dan kelompok sesuai
dengan kesadaran dari dalam diri dan tuntutan lingkungan. Maka Kecerdasan Emosional
diperlukan bagi remaja agar mampu dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

B. Identifikasi Masalah
1. Stres berlebih pada remaja yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang memberi
perhatian pada remaja.
2. Ketidak seimbangan antara kemampuan intelegensi dan kemampuan emosional.
3. Mudah terpengaruh oleh lingkungan.
4. Dituntut mampu menyesuaikan diri.
5. Remaja merupakan usia yang rentan dengan masalah.
6. Tidak mampu mengontrol emosi dan bersikap agresif.
7. Banyak remaja yang menarik diri dari pergaulan sosial.
8. Rasa sulit berkonsentrasi.
9. Berani melakukan pertentangan.
10. Sering kali memberikan efek negatif pada lingkungan.
11. Agar mencapai perkembangan secara optimal.
12. Belum mampu mengungkapkan dengan baik emosi dirinya sendiri.
13. Bimbingan Kelompok terhadap remaja.
14. Pentingnya kecerdasan emosional bagi remaja.
C. Batasan

Penelitian ini berfokus pada Layanan Bimbingan Kelompok dan Remaja. Layanan
yang berikan kepada remaja berupa layanan bimbingan kelompok, dengan jumlah
anggota kelompok 10 orang, dan 1 orang sebagai pemimpin atau konselor profesional.
Pada kegiatan bimbingan kelompok bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
remaja mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam kehidupan sehari-hari.

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Bimbingan Kelompok terhadap Kecerdasan Emosional Remaja?

E. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Bimbingan Kelompok terhadap Kecerdasan
Emosional Remaja.

F. Manfaat
1. Manfaat secara teoritis layanan bimbingan kelompok yang diberikan pada remaja
adalah untuk memberi pengetahuan serta mengembangkan kecerdasan emosional
pada remaja. Ketika remaja memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka
dengan diberikannya layanan bimbingan kelompok agar menambah kecerdasan
emosional yang dimiliki remaja, karena kecerdasan emosional penting bagi kehidupan
sosial remaja. Karena dengan Kecerdasan emosional yang tinggi dapat membuat
remaja mampu mendengarkan dan memberi respon secara baik dengan teman sebaya
dan lingkungan sekitarnya. Besarnya tekanan di masyarakat terkadang membuat
orang kehilangan emosinya dan dapat merugikan banyak orang.
2. Manfaat secara praktis layanan bimbingan kelompok terhadap kecerdasan emosional
remaja bagi penulis adalah menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana
pengaruh layanan bimbingan kelompok ini terhadap kecerdasan emosional remaja,
dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu manfaat
lain yang diperoleh remaja dalam layanan bimbingan kelompok yaitu dapat
mengembangkan kecerdasan emosional remaja dan mengembangkan kemampuan
berkomunikasi, kemampuan sosial remaja, keterampilan mengendalikan diri serta
melatih bertanggung jawab, dan dengan layanan bimbingan kelompok dapat melatih
remaja untuk dapat secara berkelompok dan menumbuhkan kerjasama antar remaja
lainnya dalam mengatasi masalah, melatih remaja untuk mengemukakan pendapat dan
menghargai pendapat orang lain.
G. KAJIAN TEORI
1. Bimbingan Kelompok
a) Penertian

Bimbingan kelompok merupakan upaya pemberian bantuan kepada individu


yang membutuhkan. Melalui kegiatan bimbingan kelompok dengan memanfaatkan
dinamika kelompok sebagai media, gerak dan arah pencapaian tujuan kelompok yang
benar-benar hidup akan dapat terlihat pada dinamika kelompok yang telah
berkembang secara efektif yang ditandai dengan tercapainya tujuan yang telah
dirumuskan. Menurut Abu Bakar (2016: 109) Layanan Bimbingan Kelompok adalah:
Anggota kelompok atau siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai informasi
atau bahan dari narasumber (guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan
sehari-hari, baik secara individu, maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan
anggota masyarakat.

Achmad (2014: 24) juga berpendapat bahwa bimbingan kelompok merupakan


bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan
kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok
membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. Dengan
demikian layanan bimbingan kelompok merupakan sebuah layanan yang adanya
kebersamaan dalam memperoleh bahan dari narasumber untuk menunjang kehidupan
anggota kelompok dalam tatanan masyarakat, anggota keluarga dan pelajar. Layanan
bimbingan kelompok memungkinkan sejumlah peseta didik secara bersama-sama
melalui dinamika kelompok agar memperoleh sebagian bahan dari narasumber
tertentu dan membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna
untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari untuk perkembangan
dirinya, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar.

Bimbingan kelompok merupakan bagian program layanan bimbingan


konseling yang tergolong ke dalam komponen pelayanan dasar. Pelayanan dasar ini
diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli dalam hal ini
siswa, melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku
jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan. Menurut
Rusmana, bimbingan kelompok dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemberian
bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap
anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya
pengembangan wawasan, sikap atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya
mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi3.

Menurut Gazda (dalam Prayitno dan Amti, 2015: 309) bimbingan kelompok di
sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu
siswa menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Bagi siswa, bimbingan kelompok
bermanfaat sekali karena melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka
dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan untuk
menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk
bertukar pikir dan berbagi perasaan, kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan
sebagai pegangan dan kebutuhan untuk lebih independen serta lebih mandiri. Dengan
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka diharapkan para siswa dapat
tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Layanan bimbingan kelompok bisa dimanfaatkan oleh remaja sebagai wahana


menambah pengetahuan remaja dalam menggali informasi tertentu dan anggota
kelompok (remaja) dapat belajar dari pengalaman-pengalaman anggota kelompok
lainnya (Yandri, 2017).

Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus


diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna untuk pengembangan atau
pemecahan masalah individu yang menjadi peserta layanan. Kegiatan bimbingan
kelompok sangat penting bagi remaja, karena melalui kegiatan bimbingan kelompok
remaja dapat memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai, sikap, dan pemecahan
masalah serta keterampilan yang dapat dikembangkan dalam mengelola emosinya
menjadi lebih baik lagi (Yandri, 2017).

Menurut Abu Bakar (2016: 109) Layanan Bimbingan Kelompok adalah:


Anggota kelompok yang secara bersama-sama memperoleh berbagai informasi atau
bahan dari narasumber (konselor) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari, baik
secara individu, maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan anggota masyarakat.

3
Nurnaningsih, Op. Cit., 270-271
Achamad (2014:24) juga berpendapat bahwa bimbingan kelompok merupakan
bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan
kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok
membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.

Dengan demikian layanan bimbingan kelompok merupakan sebuah layanan


yang adanya kebersamaan dalam memperoleh bahan dari narasumber (konselor
sebagai pemimpin kelompok) untuk menunjang kehidupan anggota kelompok dalam
tatanan masyarakat, anggota keluarga dan pelajar. Layanan bimbingan kelompok
memungkinkan sejumlah peseta didik secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok agar memperoleh sebagian bahan dari narasumber (konselor) tertentu dan
membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna untuk
menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari untuk perkembangan dirinya,
baik sebagai individu maupun sebagai pelajar.

Tujuan umum bimbingan kelompok adalah berkembangnya kemampuan


sosialisai siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan
ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi atau berkomunikasi
seseorang sering terganggu oleh perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang
tidak objektif, sempit dan terkurung serta tidak efektif. Melalui layanan bimbingan
kelompok hal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan,
dilonggarkan, diringankan melalui berbagai cara: pikiran yang suntuk, buntu, atau
beku dicairkan dan di dinamikkan melalui berbagai masukan dan tanggapan baru,
persepsi dan wawasan yang menyimpang dan/atau sempit diluruskan dan diperluas
melalui pencairan pikiran, sikap yang tidak efektif kalau perlu diganti dengan yang
baru yang lebih efektif.

Tujuan khusus bimbingan kelompok adalah membahas topik-topik tertentu


yang mengandung permasalahan actual (hangat) dan menjadi perhatian anggota
kelompok. Melalui dinamika kelompok yang itensif, pembahasan topik-topik itu
mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang
menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif dan bertanggung jawab.
Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi verbal maupun non verbal ditingkatkan
(Prayitno, 2015: 151). Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan
bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan. Fungsi
pemahaman dalam hal ini adalah anggota kelompok mampu memahami dirinya dan
lingkungannya, serta masalah yang dibahas dalam kelompok untuk dijadikan acuan
dalam memperbaiki diri kedepannya. Sedangkan fungsi pengembangan dalam hal ini
yaitu anggota kelompok mampu mengembangkan potensi baik dalam dirinya setelah
mengikuti kegiatan bimbingan kelompok

Selain itu tujuan khusus bimbingan kelompok adalah untuk membantu


individu-individu siswa agar lebih kompeten, bukan untuk menghasilkan suatu
kelompok yang lebih baik. Menurut Dinkmeyer dan Muro (1979) tujuan-tujuan
bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:

1. Membantu setiap anggota kelompok mengetahui dan memahami dirinya untuk


membantu proses menemukan identitas.
2. Dengan memahami diri sendiri, maka siswa diharapkan akan semakin mampu
mengembangkan penerimaan diri dan merasa berharga sebagai pribadi.
3. Membantu mengembangkan keterampilan sosial dan kecakapan antar pribadi,
sehingga siswa mampu melaksanakan tugas perkembangan dalam kehidupan
sosial-pribadi.
4. Menumbuh kembangkan kecakapan mengarahkan diri, memecahkan masalah,
dan mentransfer kecakapan ini untuk digunakan dalam kehidupan sosial
sehari-hari.
5. Membantu mengembangkan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain,
sehingga menyadari dan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya kepada
orang lain. Belajar bagaimana mengidentifikasi perasaan orang-orang yang
berarti dalam hidupnya (significant others), sehingga mampu menunjukan
kecakapan yang lebih baik untuk bersikap empatik.
6. Membantu siswa belajar bagaimana menjadi pendengar yang empatik yang
mampu mendengar bukan saja apa yang diucapkan, tetapi juga dapat
mendengar perasaan-perasaan yang mengikuti ucapan orang lain.
7. Membantu siswa untuk dapat memberi makna terhadap sesuatu sesuai dengan
keyakinan dan pemikiran yang dimilikinya.
8. Membantu setiap anggota kelompok untuk dapat merumuskan tujuan-tujuan
tertentu yang akan diwujudkannya secara konkrit.
b) Asas dalam bimbingan kelompok:
1. Asas Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok


hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh
anggota kelompok dan tidak disebarluaskan keluar kelompok.

2. Asas Kesukarelaan

Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal pembentukan


kelompok oleh konselor yang berperan sebagai pimpinan kelompok.
Kesukarelaan terus menerus dibina melalui pimpinan kelompok
mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan
tentang layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok.

3. Asas-Asas Lain

Dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok dan konseling


kelompok semakin intensif dan efektif apabila semua anggota kelompok
secara penuh menerapkan asas kegiatan dan keterbukaan. Mereka secara aktif
dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu ataupun ragu. Saat
dinamika kelompok semakin tinggi, berisi dan bervariasi, maka masukan dan
sentuhan semakin kaya dan terasa. Para peserta layanan bimbingan kelompok
ataupun konseling kelompok semakin dimungkinkan memperoleh hal-hal
yang berharga dari layanan ini. Asas kekinian memberikan isi aktual dalam
pembahasan yang dilakukan, anggota kelompok diminta mengemukakan hal-
hal yang terjadi dan berlaku sekarang ini. Hal-hal atau pengalaman yang telah
lalu dianalisis dan disangkut-pautkan kepentingan pembahasan hal-hal yang
terjadi dan berlaku sekarang. Hal-hal yang akan datang direnacanakan sesuai
dengan kondisi yang ada sekarang.

Asas kenormatifan dipraktikan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi


dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok, dan dalam mengemas isi bahasan.
Sedangkan azas keahlian diperlihatkan oleh pimpinan kelompok dalam mengelola
kegiatan kelompok dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan secara
keseluruhan.

Isi pembahasan dalam layanan bimbingan kelompok membahas materi atau


topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas. Yang dimaksud topik tugas
adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh pembimbing (pimpinan
kelompok) kepada kelompok untuk dibahas. Sedangkan topik bebas adalah suatu
kelompok atau pokok bahasan yang dikemukakan secara bebas oleh anggota
kelompok. Topik-topik yang dibahas dalam layanan bimbingan kelompok baik topik
bebas maupun tugas dapat mencakup bidang-bidang pengembangan kepribadian,
hubungan sosial, karier, kehidupan berkeluarga, kehidupan beragama, dan lain
sebagainya. Topik pembahasan bidang-bidang di atas dapat diperluas kedalam sub-
sub bidang yang relevan.

Adapun fungsi layanan bimbingan kelompok dapat dilaksanakan melalui kegiatan


Home Room yang berfungsi untuk penyampaikan informasi dan pengembangan,
psikodrama yang berfungsi untuk keperluan terapi untuk masalah-masalah psikologis,
sosiodrama yang berfungsi untuk keperluan terapi bagi masalah-masalah konflik sosial.
Materi layanan bimbingan kelompok, meliputi:

1. Pengenalan sikap dan kebiasaan, bakat dan minat dan cita-cita serta
penyalurannya.
2. Pengenalan kelemahan diri dan penanggulangannya, kekuatan diri dan
pengembangannya.
3. Pengembangan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan
pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik dirumah, sekolah maupun di
masyarakat, teman sebaya di sekolah dan luar sekolah atau peraturan sekolah.
4. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik di sekolah dan di rumah
sesuai dengan kemampuan pribadi siswa.
5. Pengembangan teknik-teknik penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian sesuai dengan kondisi fisik, sosial, dan budaya.
6. Orientasi dan informasi karier, dunia kerja, dan upaya memperoleh penghasilan.
7. Orientasi dan informasi peguruan tinggi sesuai dengan karier yang hendak di
kembangkan.
8. Pengambilan keputusan dan perencanaan masa depan.
Beberapa manfaat layanan bimbingan kelompok, dimana manfaat bimbingan
kelompok memang sangat besar dikemukakan anatara llain

1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai


hal yang terjadi disekitarnya. Ada yang positif dan ada yang negatif.
2. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka
yang bersangkut paut dengan hal-hal bicarakan didalam kelompok.
3. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap
yang buruk dan sokongan terhadap yang baik.
4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil
sebagaimana mereka programkan semula.

Kemudian ada beberapa teknik yang bisa diterapkan dalam layanan bimbingan
kelompok, yaitu teknik umum dan permainan kelompok.

1. Teknik Umum

Dalam teknik ini, dilakukan pengembangan dinamika kelompok. Secara garis besar, teknik
ini meliputi:

a) Komunikasi multi arah secara efektif dinamis dan terbuka.


b) Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi,
analisis, dan pengembangan argumentasi.
c) Dorongan menimal untuk memantapkan respons dan aktivitas anggota kelompok.
d) Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh untuk lebih memantapkan analisi,
argumentasi, dan pembahasan.
e) Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki.

Teknik-teknik diatas diawali teknik penstrukturan guna memberikan penjelasan dan


pengarahan pendahuluan tentang layanan bimbingan kelompok. Selajutnya, bisa juga
dilakukan kegiatan selingan berupa permainan dan lain sebagainya untuk memperkuat jiwa
kelompok, memantapkan pembahasan, dan atau relaksasi sebagai penutup, diterapkan teknik
pengakhiran atau mlaksanakan kegiatan pengakhiran.

Tahapan Bimbingan Kelompok:

Layanan bimbingan kelompok diselenggarakan melalui empat tahap kegiatan, yaitu:


1. Tahap pembentukan, yaitu tahap untuk membentuk kerumunan sejumlah individu
menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam
mencapai tujuan bersama.
2. Tahap peralihan, yaitu tahap untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan
berikutnya yang lebih terarah pada mencapain tujuan kelompok.
3. Tahap kegiatan, yaitu tahap kegiatan inti untuk membahas topik- topik tertentu.
4. Tahap pengakhiran, yaitu tahap ahir untuk melihat kembali apa sudah dilakukan dan
dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.

Selanjutnya Prayitno membahas tentang tahap-tahap perkembangan kegiatan kelompok


sebagai berikut, pada umumnya ada empat tahap perkembangan yaitu, tahap pembentukan,
tahap peralihan, tahap pelaksanaan kegiatan dan tahap-tahap pengakhiran. Tahap-tahap
merupakan suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok.

1. Tahap pembentukan, tahap ini merupakan tahap pengenalan dan tahap perlibatan awal
dalam kelompok. Tahapan ini sangat perlu sebagai dasar pembentukan dinamika
kelompok. Dalam tahapan ini pimpinan kelompok harus menjelaskan pengertian
layanan bimbingan kelompok, tujuan, tata cara, dan asas-asasbimbingan kelompok.
Selain itu pengenalan anatar sesama anggota kelompok maupun pengenalan
kelompok dengan pimpinan kelompok juga dilakukan pada tahapan ini. Adapun tahap
pembentukan kelompok terdiri dari:
a) Memberikan salam pembuka dan menerima anggota kelompok secara terbuka serta
mengucapkan terima kasih.
b) Berdo’a
c) Menjelaskan bimbingan kelompok
d) Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok
e) Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok
f) Menjelaskan asas bimbingan kelompok
2. Tahap peralihan, pada tahapan ini pimpinan kelompok perlu kembali mengalihkan
perhatian anggota kelompok tentang kegiatan apa yang akan dilakukan selanjutnya,
menjelaskan jenis materi yang akan diberikan (materi tugas atau bebas), menawarkan
atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap
selanjutnya, membahas susunan yang terjadi, dan meningkatkan kemampuan
keikutsertaan anggota. Adapaun tahap peralihan bimbingan kelompok terdiri dari:
a) Menjelaskan kembali tentang bimbingan kelompok kepada para anggota
kelompok

b) Menanyakan kesiapan anggota kelompok untuk kegiatan lebih lanjut

c) Memberi contoh topik yang akan dibahas (topik tugas atau bebas).

3. Tahap kegiatan, tahap ketiga merupakan inti kegiatan bimbingan kelompok. Dalam
tahap ketiga ini hubungan anatar anggota kelompok tumbuh dengan baik, saling tukar
pengalaman dalam bidang suasana perasaan yang terjadi, pengutaraan, penyajian dan
pembukaan diri berlangsung dengan bebas. Masing-masing anggota kelompok secara
bebas mengemukakan masalah yang akan dibahas terlebih dahulu.kemudian anggota
membahas masing-masing masalah secara mendalam dan tuntas, akhir tahapan ini
adalah dihasilkan solusi atau penyelesaian masalah atas permasalahan yang telah
dibahas. Adapun tahap kegiatan bimbingan kelompok terdiri dari:

a) Mengemukakan topik

b) Tanya jawab tentang topik yang telah dikemukakan

c) Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera dilakukan


berkenaan dengan topik yang telah dibahas).

4. Tahap pengakhiran, pada tahap ini pimpinan kelompok mengemukakan bahwa


kegiatan akan segera diakhiri, pada kepada para anggota kelompok untuk
mengemukakan perasaan tentang kegiatan lanjutan. Dalam tahapan ini pimpinan
kelompok tetap mengusahan suasana hangat, bebas, dan terbuka, memberikan
pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota, memberikan
semangat untuk kegiatan lebih lanjut dan penuh rasa persahabatan. Adapaun tahap
pengakhiran bimbingan kelompok terdiri dari:

a) Menjelaskan bahwa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri

b) Anggota kelompok mengemukakan kesan dan meilai kemajuan yang


dicapai anggota kelompok

c) Memberikan laiseg

d) Ucapan terima kasih

e) Penutupan do’a
Menurut Tohirin, tahapan dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok
menempuh tahap-tahap sebagai berikut: pertama, perencanaan yang mencakup
kegiatan: (a) mengidentifikasi topik yang akan dibahas dalam layanan bimbingan
kelompok, (b) membentuk kelompok, (c) kelompok yang terlalu kecil (misalnya 2-3
orang saja) tidak tidak efektif untuk layanan bimbingan kelompok karena kedalaman
dan variasi pembahasan menjadi berkurang dan dampak layanan juga menjadi
terbatas. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar pun tidak efektif, karena akan
mengurangi tingkat partisipasi aktif individual dalam kelompok.

Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan (a) mengomunikasikan rencana


layanan bimbingan kelompok, (b) mengorganisasikan kegiatan layanan bimbingan
kelompok, (c) menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok melalui tahap-tahap
pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran.

Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan materi evaluasi


(apa yang akan dievaluasi), (b) menetapkan prosedur dan standar evaluasi, (c),
menyusun instrumen evaluasi, (d) mengolah hasil aplikasi instrumen.

Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan


norma atau standar analisis, (b) melakukan analisis, dan (c) menafsirkan hasil analisis.

Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan jenis dan arah
tindak lanjut, (b) mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak-pihak yang
terkait, (c) melaksanakan rencana tindak lanjut.

Keenam, laporan yang mencakaup kegiatan: (a) menyusun laporan. (b)


menyampaikan laporan kepada kepala sekolah atau madrasah dan pihak-pihak lain
terkait, (c) mendokumentasikan hasil lapor layanan.

2. Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur


kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence),
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its
expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati
dan keterampilan sosial. Goleman menyatakan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional
yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali
emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.

Pernyataan Goleman mengenai 5 wilayah kecerdasan emosional dapat di jelaskan


sebagai berikut:

a) Kesadaran Diri (Self Awareness)

Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan


dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan
kpercayaan diri yang kuat.

b) Pengaturan Diri (Self Management)

Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan


menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada
pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.

c) Motivasi (Self Motivation)

Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan


dan menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak
sangat efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.

d) Empati (Empathy/Social awareness)

Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain,


mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya,
serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.

e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)

Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan


baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan
jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan
ini untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan,
serta bekerja sama dalam tim.

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif


dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain secara positif
dan diukur dari self awareness yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui
perasaan dalam dirinya, self management yaitu merupakan kemampuan menangani emosinya
sendiri, motivation adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat
membangkitkan semangat dan tenaga, empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, relationship management merupakan kemampuan menangani
emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain.

Menurut Salovey dan Mayer, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk


merasakan emosi, menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan
pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual.
Salovey juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama
yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Seorang
ahli kecerdasan emosi, Goleman, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan
emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat
memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang
positif maupun negatif.

Cooper dan Sawaf mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan


merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai
sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan,
bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan
diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif
energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Howes dan Herald mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen yang


membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa
emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan
sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosi
dengan inteligensi, menjaga keselarasan antara emosi yang dirasakan dan pengungkapannya
dengan keterampilan dalam menyadari emosi diri, regulasi diri, motivasi, empati, dan
keterampilan sosial (Maitrianti, 2021).

Menurut Fauziatun & Misbah (2020), remaja memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat cepat pada usia 13/14 sampai 17 tahun. Dalam rentang usia ini terjadi ketidaksetabilan
emosi saat remaja berada dalam proses mencari identitas diri dan mengembangkan hubungan
sosial yang dimilikinya. Ketidakstabilan emosional remaja juga meningkat secara cepat
dikarenakan remaja sedang berada dalam masa badai dan stress (storm and stress) yaitu masa
saat meningkatnya gejolak emosi sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormon (Bariyyah
& Latifah, 2019).

Kecerdasan emosi merupakan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri,


mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri,
mengenali orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional siswa antara lain adalah mengenali emosi diri/
kesadaran diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan
membina hubungan dengan orang lain (Prawira, 2016). Sebaliknya, siswa yang mengalami
gangguan emosi bisa jadi karena persepsi yang tidak benar dan pikiran yang irasional, yang
disadari maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang menimpanya serta merasa
kebutuhan fisik tidak terpenuhi, tidak mendapatkan kasih sayang, merasa tidak mampu
(bodoh), merasa tidak senang dengan kehidupan keluarga, merasa menderita dan iri yang
mendalam terhadap orang lain.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Kecerdasan emosional adalah bagaimana


seseorang mengekspresikan emosi dan mengatasinya dengan cara yang positif, tidak dengan
cara yang negatif yang semaunya diri sendiri. Orang yang memiliki kecerdasan emosional
tinggi akan mampu untuk berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain,
mengatasi kesulitan, dan meredakan konflik yang sedang dialaminya.

Menurut Goleman (dalam Novianty, 2017), faktor-faktor yang mempengaruhi


kecerdasan emosional adalah :

a) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan awal dari perjalanan hidup seseorang
untuk belajar menjadi bagian masyarakat secara keseluruhan. Kehidupan keluarga
merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orang tua
sangat dibutuhkan karena orangtua adalah subjek pertama yang perilakunya dapat
menjadi contoh dan di internalisasikan pada kepribadian anak. Kecerdasan emosi
ini dilakukan secara langsung melalui interaksi antar orang tua dan anak. Hal ini
cukup bergantung dengan gaya pengasuhan orangtua.

b) Lingkungan non keluarga

Lingkungan non keluarga merupakan lingkungan masyarakat dan pendidikan.


Ini membantu individu untuk mengenali emosi orang lain sehingga individu dapat
belajar. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan
mental anak. Sedangkan Hurlock

(dalam Maarif, 2021) mengemukakan beberapa kondisi yang mempengaruhi emosi


yaitu,

a. Kondisi kesehatan

Kondisi kesehatan yang baik mendorong emosi yang menyenangkan menjadi


dominan, sedangkan kesehatan yang buruk menjadikan emosi yang tidak
menyenangkan lebih menonjol.

b. Suasana rumah

Suasana rumah yang berisi kebahagiaan, sedikit kemarahan, kecemburuan dan


dendam, maka anak akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menjadi anak
yang bahagia.

c. Cara mendidik anak

Mendidik anak secara otoriter, yang menggunakan hukuman untuk


memperkuat kepatuhan secara ketat, akan mendorong emosi yang tidak
menyenangkan menjadi dominan. Cara mendidik anak yang demokratis dan permisif
akan menjadikan suasana yang santai akan menunjang emosi yang menyenangkan.

d. Hubungan dengan para anggota keluarga


Hubungan yang tidak rukun antara orangtua atau saudara akan lebih banyak
menimbulkan kemarahan dan kecemburuan sehingga emosi negatif cenderung
menguasai kehidupan anak di rumah.

e. Hubungan dengan teman sebaya

Jika anak diterima dengan baik oleh kelompok teman sebaya, maka emosi
yang positif atau emosi yang menyenangkan akan dominan. Apabila anak di tolak
atau diabaikan oleh kelompok teman sebaya maka emosi yang dominan adalah emosi
yang negatif atau emosi yang tidak menyenangkan.

f. Perlindungan yang berlebihan

Orangtua yang melindungi anak secara berlebihan, yang selalu berprasangka


bahaya terhadap sesuatu akan menimbulkan rasa takut pada anak yang menjadi
dominan.

g. Aspirasi orangtua

Orangtua yang memiliki aspirasi yang tinggi dan tidak realistis bagi anak,
maka akan menjadikan anak merasa canggung, malu dan berasa bersalah terhadap
suatu kritik. Jika perasaan ini terjadi berulangkali maka akan menjadikan anak
memiliki emosi yang tidak menyenangkan.

h. Bimbingan

Bimbingan dengan menitikberatkan kepada penanaman pengertian bahwa


mengalami frustasi diperlukan sekali waktu dapat mencegah kemarahan dan
kebencian menjadi emosi yang dominan.

Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosional menurut Tridonato, antara lain:

1. Pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, mampu beradaptasi


2. Memiliki sikap empati, bisa mneyelesaikan konflik, dan bisa bekerja sama dalam tim
3. Mampu bergaul dan membangun persahabatan
4. Mampu mempengaruhi orang lain
5. Berani mengungkapkan cita-cita, dengan dorongan untuk maju dan optimis
6. Mampu berkomunikasi
7. Memiliki sikap percaya diri
8. Memiliki motivasi diri untuk menyambut tantangan yang menghadang
9. Mampu berekspresi dengan kreatif dan inisiatif serta berbahasa lancar
10. Menyukai terhadap pengalaman yang baru
11. Menyenangi kegiatan berorganisasi dengan aktivitasnya serta mampu mengatur diri
sendiri.

Goleman juga mengemukakan karakteristik individu yang memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi dan rendah sebagai berikut:

1. Kecerdasan emosi tinggi yaitu mampu mengendalikan perasaan marah, tidak agresif
dan memiliki kesabaran, memikirkan akibat sebelum bertindak, berusaha dan
mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidupnya, menyadari perasaan diri
sendiri dan orang lain, dapat berempati pada orang lain, dapat mengendalikan mood
atau perasaan negatif, memiliki konsep diri yang positif, mudah menjalin
persahabatan dengan orang lain, mahir dalam berkomunikasi, dan dapat
menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai.
2. Kecerdasan emosi rendah yaitu bertindak mengikuti perasaan tanpa memikirkan
akibatnya, pemarah, bertindak agresif dan tidak sabar, memiliki tujuan hidup dan cita-
cita yang tidak jelas, mudah putus asa, kurang peka terhadap perasaan diri sendiri dan
orang lain, tidak dapat mengendalikan perasaan dan mood yang negatif, mudah
terpengaruh oleh perasaan negatif, memiliki konsep diri yang negatif, tidak mampu
menjalin persahabatan yang baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi
dengan baik, dan menyelesaikan konflik sosial dengan kekerasan.

Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional, yaitu:

1. Membaca situasi: Dengan memperhatikan situasi sekitar kita akan mengetahui apa
yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara: Dengarkan dan simak pembicaraan
dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah paham serta dapat menjaga
hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi: Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi
salah paham.
4. Tak usah takut ditolak: Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau
ditolak, jadi siapkan diri dan jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati: EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu
berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas: Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang
mendesak, dan apa yang bisa ditunda.

3. Remaja

Remaja merupakan masa dimana peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa,
yang telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa
dewasa. Perubahan perkembangan tersebut meliputi aspek fisik, psikis dan psikososial.
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Remaja ialah
masa perubahan atau peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial (Sofia & Adiyanti).

Menurut King, remaja merupakan perkembangan yang merupakan masa transisisi


dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini dimula sekitar pada usia 12 tahun dan berakhir
pada usia 18 sampai 21 tahun.

Rentang usia remaja awal dan remaja pertengahan yaitu, 11-17 tahun), (Ridawati,
2022).

Menurut Monks, remaja merupakan masa transisi dari anak-anak hingga dewasa,
Fase remaja tersebut mencerminkan cara berfikir remaja masih dalam koridor berpikir
konkret, kondisi ini disebabkan pada masa ini terjadi suatu proses pendewasaan pada diri
remaja. Masa tersebut berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian
sebagai berikut:

1. Masa remaja awal (Early adolescent) umur 12-15 tahun.


2. Masa remaja pertengahan (middle adolescent)umur 15-18 tahun.
3. Remaja terakhir umur (late adolescent 18-21 tahun).

Tahap-tahap Perkembangan dan Batasan Remaja berdasarkan proses penyesuaian


menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja yaitu:

Menurut Soetjiningsih,

1. Remaja awal (Early adolescent) umur 12-15 tahun.

Seorang remaja untuk tahap ini akan terjadi perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuhnya sendiri dan yang akan menyertai perubahan-
Perubahan itu, mereka pengembangkan pikiran-pikiran baru sehingga, cepat
tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara erotis, dengan dipegang bahunya saja
oleh lawan jenis ia sudah akan berfantasi erotik.

2. Remaja madya (middle adolescent) berumur 15-18 tahun.

Tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan, remaja senang jika banyak teman
yang mengakuinya. Ada kecenderungan mencintai pada diri sendiri, dengan menyukai
teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan
karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimis atau pesimistis, idealitas atau materialis, dan sebagainya.

3. Remaja akhir (late adolescent) berumur 18-21 tahun

Tahap ini merupakan dimana masa konsulidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu:

a. Minat makin yang akan mantap terhadap fungsi intelek.


b. Egonya akan mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam
pengalaman-penglaman baru
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak berubah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu mencari perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan dan kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (privateself)

Maka remaja adalah dimana peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang
telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Perubahan perkembangan tersebut meliputi aspek fisik, psikis dan psikososial.

Kemudian dengan penjelasan mengenai bimbingan kelompok, kecerdasan emosional


dan remaja, hal tersebut menjelaskan bahwa adanya pengaruh layanan bimbingan kelompok
terhadap kecerdasan emosional remaja yang menjadi lebih baik. Dalam menigkatkan
kecerdasan emosional, konselor memberikan andil yang cukup besar dalam menambah
pengetahuan remaja tentang cara mengenali diri/kesadaran diri, cara mengelola emosi, cara
memotivasi diri, cara mengenali emosi orang lain dan cara membina hubungan dengan orang
lain. Melalui proses kegiatan layanan bimbingan kelompok, remaja menjadi terbuka dan
antusias serta aktif dalam mengikuti setiap tahap dalam bimbingan kelompok sehingga
suasana kelompok menjadi hidup dan tidak membosankan dan juga melalui kegiatan layanan
ini dapat melatih remaja untuk menyampaikan pendapatnya di depan umum.

Setelah dilakukan perlakuan berupa bimbingan kelompok terhadap remaja yang


memilki kecerdasan emosional yang rendah, kemudian hasil dari yang diuji dalam penelitian
ini dapat diterima, yaitu “Terdapat pengaruh yang signifikan pada kecerdasan emosi remaja
setelah diberi perlakuan berupa bimbingan kelompok”.

Dengan demikian layanan bimbingan kelompok dapat membantu mengatasi masalah


yang mereka hadapi yang mana masalah tersebut dapat menyebabkan kurangnya kecerdasan
emosional yang dimiliki remaja. Dengan teratasinya masalah remaja tersebut maka remaja
akan lebih bisa mengontrol rasa emosional dan bisa berkomunikasi dengan baik di dalam
kelas maupun diluar kelas dengan teman sebaya sehingga mendapatkan empati dari orang
lain yang tinggi.

H. KERANGKA BERPIKIR

Bimbingan Angket
Angket
kelompook

 Angket pertama (diberikan kepada remaja sebelum melakukan bimbingan


kelompok)
 Bimbingan kelompok (proses kegiatan atau treatmen)
 Angket terakhir (diberikan setelah melakukan bimbingan kelompok agar dapat
mengetahui seberapa pengaruhnya bimbingan kelompok)

I. PENELITIAN RELEVAN
1. Affiyani, Pramono “Meningkatkan Kecerdasan Emosional Layanan Bimbingan
Kelompok Teknik Problem Solving”, Jurnal Prakarsa Paedagogia, Vol. 3, No. 1,
Juni 2020, hlm. 65-72.
2. Nurfadhila, Jannah dan Mahidin, “ Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Muhammadiyah -2 Medan T.A
2016/2017”.
3. Skripsi oleh, Nor Wakhidah Lutfiani, Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Kelas XI MAN 2 Kudus Tahun Ajaran
2016/2017.

J. HIPOTESIS
Terdapat pengaruh yang signifikat terhadap kecerdasan emosional remaja
setelah melakukan bimbingan kelompok.

K. METODE
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode ini adalah sebuah
metode yang memberikan treatmen kepada klien dengan menggunakan layanan
bimbingan kelompok. Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengetahui pengaruh
layanan bimbingan kelompok terhadap rasa kepercayaan diri remaja.
Daftar Pustaka

Hana, dan Christiana, “Pola Asuh Otoriter dan Kecerdasan Emosi Remaja di Jayapura”,
Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling Undiksha, Vol. 13, No. 1, Desember 2022, hlm. 06-18.

Jannah, Nurfadhila, dan Mahidin, “ Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap


Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Muhammadiyah -2 Medan T.A 2016/2017”.

Pramono, Affiyani, “Meningkatkan Kecerdasan Emosional Layanan Bimbingan Kelompok


Teknik Problem Solving”, Jurnal Prakarsa Paedagogia, Vol. 3, No. 1, Juni 2020, hlm. 65-72.

Rahmah, Siti, dan Inda, “Kecerdasan Emosional Pada Anak Usia Remaja”, JIM FKep, Vol.
VI, No. 4, tahun 2022, hlm. 94-100.

Sukmawati, Ema, dan Rustam, “Layanan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan


Kecerdasan Emosional Siswa Madrasah Tsanawiyah”, Edukasi: Jurnal Pendidikan, Vol. 17,
No. 1, Juni 2019, hlm. 80-89.

Sulaeman, Ridawati, dkk, 2022, Remaja dan Kesehatan Reproduksi, Yogyakarta: CV Bintang
Semesta Media.

Ulandari, Yola, dan Dosi, “Pemanfaatan Layanan Bimbingan Kelompok Untuk


Meningkatkan Kecerdasan Emosi Siswa”, Indonesian Journal of Counseling & Development,
Vol. 01, No. 01, Juli 2019, hlm. 1-8.

Anda mungkin juga menyukai