Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN PERTAMA

Menumbuhkan Karakter Kecerdasan Sosial dengan Alat komunikasi

BAB I Pendidikan Karakter


Melihat kondisi saat ini, di mana kekerasan seringkali melibatkan anak-
anak, perlu ditekankan pentingnya pengembangan kecerdasan sosial. Anak-anak
semakin banyak dihadapkan pada tantangan interaksi sosial dan tekanan sehari-
hari. Untuk mencegah terlibatnya anak-anak dalam tindakan kekerasan, penting
untuk mengembangkan kecerdasan sosial mereka. Dalam subbab ini, akan dibahas
pengertian kecerdasan sosial, indikator kecerdasan sosial, hambatan yang mungkin
dihadapi anak-anak, dan langkah-langkah untuk memperkuat kecerdasan sosial.
Pendidikan karakter adalah upaya sadar yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang (pendidik) untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada
seseorang yang lain (anak) sebagai pencerahan agar anak mengetahui, berpikir, dan
bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi. Pendidikan karakter
adalah suatu upaya sistematis yang berkesinambungan untuk membentuk
kepribadian individu agar memiliki pikiran, perasaan, serta tindakan yang
berlandaskan norma-norma luhur yang berlaku di masyarakat (Darmayanti &
Wibowo, 2014: 225). Pendidikan karakter juga diartikan sebagai proses pemberian
tuntutan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter
dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa (Samani & Hariyanto, 2013:
44). Pendidikan karakter mendorong anak untuk tumbuh dan berkembang dengan
berpegang pada nilai-nilai moral dalam hidupnya guna memiliki kompetensi
intelektual, karakter, dan keterampilan menarik.
Tujuan dari pendidikan karakter, yaitu mengembangkan afektif anak sebagai
manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. Selain itu,
pendidikan karakter juga mengembangkan kebiasaan dan perilaku anak yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya, menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung jawab anak sebagai penerus bangsa, mengembangkan
kemampuan anak menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan
kebangsaan, dan mengembangkan lingkungan kehidupan anak sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan, dan dengan rasa
kebangsaan yang tinggi (Hasan, 2010: 7). Pendidikan karakter tidak hanya mendorong
anak untuk bertumbuh dan mengembangkan nilai-nilai moral, namun juga berfungsi
sebagai penyaring. Pendidikan karakter mampu memilah budaya bangsa-bangsa
sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa yang bermartabat. (Zubaedi, 2015: 18).
BAB II
Krisis Karakter Kecerdasan Sosial

Melihat kondisi saat ini, terdapat krisis karakter kecerdasan sosial pada
beberapa anak, yang dapat mengarah pada kesulitan dalam berinteraksi dan
memahami lingkungan sosial mereka. Pemahaman mendalam tentang krisis karakter
kecerdasan sosial melibatkan pengidentifikasian tantangan utama dan penyediaan
solusi yang sesuai. Dalam subbab ini, kita akan membahas beberapa penyebab krisis
karakter kecerdasan sosial, indikator krisis, dan langkah-langkah yang dapat diambil
untuk mengatasi masalah ini.
Kurangnya pengawasan dari orang tua juga menyebabkan anak untuk bebas
menonton tayangan yang ada di televisi maupun internet. Salah satu tayangan yang
sering dilihat oleh anak, yaitu tayangan yang mengandung kekerasan. Laporan dari
Biro Kesehatan Publik dan Institut Kesehatan Mental Nasional, mengatakan bahwa
menonton tindak kekerasan di televisi mengakibatkan perilaku agresif pada sebagian
anak (Borba, 2008: 102). Pengaruh buruk lingkungan sosial juga menjadi penghalang
tumbuhnya karakter kontrol diri pada anak. Anak akan menghabiskan waktu dengan
teman dan pengasuh, sehingga memberi dampak yang besar, terutama jika anak dan
orang tua tidak cukup dekat. Semakin banyak pengaruh buruk lingkungan sosial anak,
semakin tinggi pula anak belajar hal yang buruk dari lingkungan tersebut (Borba,
2008: 99). Apabila anak banyak melihat peristiwa yang terdapat tindak kejam dan hal-
hal negatif baik dari keluarga, lingkungan sosial, maupun televisi, anak akan berpikir
bahwa hal-hal tersebut baik dan patut ditiru, anak semakin jarang melihat perilaku-
perilaku yang baik yang sesungguhnya patut ditiru. Dengan demikian hendaknya
orang tua dan lingkungan sosial tidak hanya mengajarkan anak mengetahui dan
merasakan hal yang baik dan benar, tetapi juga mengajarkan mereka bertindak benar
(Borba, 2008: 103).
BAB III
Mengembangkan Karakter Kecerdasan Sosial

A. Pengertian Kontrol Diri


Kontrol diri (self-control) adalah kemampuan seseorang untuk mengatur emosi dan
perilakunya sendiri. Orang yang memiliki kontrol diri yang baik dapat mengendalikan
emosinya, sehingga tidak mudah marah, kesal, atau kecewa. Mereka juga dapat
mengendalikan perilakunya, sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri
sendiri atau orang lain.

Kontrol diri merupakan kemampuan yang kompleks, yang melibatkan berbagai aspek,
antara lain:
Kemampuan kognitif, yaitu kemampuan untuk memahami dan menilai situasi, serta
membuat keputusan yang tepat.Kemampuan afektif, yaitu kemampuan untuk
memahami dan mengelola emosi.
Kemampuan perilaku, yaitu kemampuan untuk mengontrol perilaku secara sadar.
Kontrol diri dapat dipelajari dan dikembangkan sejak usia dini. Orang tua dan guru
dapat berperan penting dalam mengembangkan kontrol diri anak-anak. Berikut ini
adalah beberapa cara untuk mengembangkan kontrol diri.Memberikan contoh yang
baikOrang tua dan guru harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anak dalam hal
pengendalian diri. Mereka harus menunjukkan bagaimana cara mengendalikan emosi
dan perilaku dengan baik.Membantu anak untuk memahami emosinyaAnak-anak
perlu belajar untuk memahami emosinya sendiri. Orang tua dan guru dapat membantu
anak-anak untuk mengenali emosinya, serta cara untuk mengelola emosi tersebut
secara sehat.Memberikan kesempatan kepada anak untuk berlatihAnak-anak perlu
diberikan kesempatan untuk berlatih mengendalikan emosi dan perilakunya. Orang
tua dan guru dapat memberikan berbagai kesempatan bagi anak untuk berlatih,
misalnya dengan memberikan tugas atau tanggung jawab.Kontrol diri merupakan
kemampuan yang penting bagi setiap orang. Orang yang memiliki kontrol diri yang
baik dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik, baik dalam kehidupan pribadi,
sosial, maupun profesional.
B. Penyebab Krisis Kecerdasan Sosial
Krisis kecerdasan sosial merupakan kondisi di mana masyarakat mengalami
penurunan kemampuan dalam memahami dan mengelola emosi diri sendiri dan orang
lain, serta membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Krisis ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : Faktor keluarga.Keluarga merupakan
lingkungan pertama dan terpenting bagi anak untuk belajar dan mengembangkan
kecerdasan sosialnya. Jika keluarga tidak memberikan contoh yang baik dalam hal
pengendalian diri, empati, komunikasi, kerja sama, dan kepemimpinan, maka anak
akan sulit untuk mengembangkan karakter kecerdasan sosialnya.
Faktor lingkungan.Lingkungan sosial juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan
kecerdasan sosial seseorang. Lingkungan yang kondusif dan mendukung akan
membantu seseorang untuk mengembangkan kecerdasan sosialnya. Sebaliknya,
lingkungan yang tidak kondusif dan tidak mendukung dapat menghambat
perkembangan kecerdasan sosial seseorang.
Faktor media.Media, seperti televisi, internet, dan video game, juga dapat
berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan sosial seseorang. Media yang
menampilkan kekerasan, perilaku agresif, dan perilaku negatif lainnya dapat
berdampak negatif terhadap perkembangan kecerdasan sosial seseorang.
Faktor pendidikan.Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam
mengembangkan kecerdasan sosial seseorang. Namun, pada kenyataannya,
pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya menekankan pentingnya kecerdasan
sosial. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab krisis kecerdasan sosial di
Indonesia. Berikut ini adalah beberapa contoh dampak dari krisis kecerdasan
sosial:Peningkatan perilaku agresif dan kekerasan Krisis kecerdasan sosial dapat
menyebabkan peningkatan perilaku agresif dan kekerasan, baik di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.Peningkatan konflik dan perselisihanKrisis
kecerdasan sosial juga dapat menyebabkan peningkatan konflik dan perselisihan, baik
di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.Peningkatan kesulitan dalam
membangun hubungan yang positif.Krisis kecerdasan sosial dapat menyebabkan
kesulitan dalam membangun hubungan yang positif dengan orang lain, baik dalam
kehidupan pribadi, sosial, maupun profesional.Untuk mengatasi krisis kecerdasan
sosial, diperlukan upaya dari berbagai pihak, antara lain:Keluarga harus menjadi
contoh yang baik bagi anak-anak dalam hal pengendalian diri, empati, komunikasi,
kerja sama, dan kepemimpinan.Lingkungan sosial harus kondusif dan mendukung
bagi perkembangan kecerdasan sosial seseorang.Media harus menampilkan konten
yang positif dan mendidik, serta menghindari konten yang menampilkan kekerasan,
perilaku agresif, dan perilaku negatif lainnya.Pendidikan harus menekankan
pentingnya kecerdasan sosial, serta memberikan pelatihan dan bimbingan kepada
siswa untuk mengembangkan kecerdasan sosialnya.

C. Pentingnya Kecerdasan Sosial


Daniel Goleman, seorang psikolog dan penulis buku best-seller Emotional
Intelligence, berpendapat bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan yang lebih
penting daripada kecerdasan intelektual (IQ) untuk meraih kesuksesan dalam hidup.
Emotional Intelligence]
Howard Gardner, seorang psikolog dan pengembang teori kecerdasan
majemuk, memasukkan kecerdasan interpersonal dan intrapersonal dalam teorinya.
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola
hubungan dengan orang lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan
untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri.
D. Pentingnya Proses Penanaman Kecerdasan Sosial
Kontrol diri perlu ditanamkan sejak dini pada anak-anak. Kecerdasan sosial
adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain,
serta membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Kecerdasan sosial ini
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena dapat
membantu seseorang untuk sukses dalam berbagai bidang, baik dalam kehidupan
pribadi, sosial, maupun profesional. Berikut adalah beberapa alasan mengapa
kecerdasan sosial perlu ditanamkan sejak dini pada anak-anak:
Meningkatkan kualitas hubungan interpersonal. Anak-anak yang memiliki
kecerdasan sosial yang baik dapat menjalin hubungan yang lebih positif dan harmonis
dengan orang lain. Mereka dapat memahami dan menghargai perasaan orang lain,
serta dapat berkomunikasi dengan baik sehingga tidak menimbulkan konflik.
Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah. Anak-anak yang memiliki
kecerdasan sosial yang baik dapat menyelesaikan masalah dengan lebih baik. Mereka
dapat memahami sudut pandang orang lain, sehingga dapat menemukan solusi yang
lebih tepat dan efektif.
Meningkatkan kesuksesan dalam karier. Kecerdasan sosial sangat penting
dalam dunia kerja. Orang yang memiliki kecerdasan sosial yang baik dapat bekerja
lebih efektif dan produktif, serta dapat membangun hubungan yang baik dengan rekan
kerja dan atasan.
Meningkatkan kesehatan mental. Anak-anak yang memiliki kecerdasan sosial
yang baik cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Mereka dapat
memahami dan mengelola emosinya dengan baik sehingga tidak mudah stres atau
depresi.
Oleh karena itu, orang tua dan: guru perlu berperan penting dalam
menanamkan kecerdasan sosial pada anak-anak. Dengan menanamkan kecerdasan
sosial sejak dini, anak-anak akan dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan
sukses dalam kehidupannya.

E. Indikator Kontrol Diri


Terdapat beberapa indikator karakter kecerdasan sosial.

F. Langkah-Langkah Menumbuhkan Karakter Kecerdasan Sosial

Menumbuhkan karakter kecerdasan sosial pada anak usia 10-12 tahun melibatkan
serangkaian langkah yang mendukung perkembangan keterampilan sosial, empati, dan
kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat
diambil:Pendidikan Empati: Ajarkan anak untuk memahami perasaan dan pengalaman
orang lain.Libatkan mereka dalam diskusi tentang kehidupan orang lain dan bagaimana
tindakan mereka dapat memengaruhi perasaan orang lain.Keterampilan Komunikasi
Efektif:Latih anak dalam keterampilan mendengarkan aktif dan berbicara dengan
jelas.Dorong mereka untuk mempraktikkan komunikasi positif, seperti memberikan
pujian dan mengungkapkan perasaan secara terbuka.Pengembangan Keterampilan
Kooperatif:Berikan kesempatan kepada anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok atau proyek bersama.Latih mereka untuk bekerja sama, mendengarkan
pendapat teman sejawat, dan mencapai tujuan bersama.Pembelajaran Konflik Resolusi:
Ajarkan anak cara menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif dan adil.Latih
mereka dalam mengidentifikasi solusi yang memuaskan semua pihak.Pendekatan
Permainan Peran:Gunakan permainan peran untuk membantu anak memahami perspektif
orang lain dan mengembangkan empati.Beri mereka kesempatan untuk mengambil peran
yang berbeda dalam situasi-situasi sosial.Model Positif dari Orang Dewasa:Tunjukkan
perilaku sosial yang diinginkan melalui contoh positif.Diskusikan nilai-nilai sosial dan
etika dengan anak untuk membentuk pemahaman mereka tentang norma-norma
sosial.Pelatihan Keterampilan Asertivitas:Latih anak untuk menyatakan pendapat dan
kebutuhan mereka dengan cara yang tegas namun hormat.Ajarkan mereka untuk
mengatasi tekanan teman sebaya dan membuat keputusan yang baik.Libatkan dalam
Kegiatan Sosial:Dukung partisipasi anak dalam kegiatan sosial di sekolah, klub, atau
komunitas.Hal ini dapat membantu mereka membangun jaringan sosial dan memperluas
lingkaran pertemanan.Diskusi Keluarga tentang Nilai-Nilai:Selenggarakan diskusi
keluarga tentang nilai-nilai, etika, dan norma-norma sosial yang diinginkan.Ajak anak
untuk berbagi pengalaman dan pemahaman mereka tentang kecerdasan sosial.Bimbingan
Orang Tua dan Guru:Kolaborasi antara orang tua dan guru sangat penting.Dapatkan
umpan balik tentang perkembangan sosial anak dan kerjasama untuk mengatasi tantangan
yang mungkin muncul.Dengan memberikan perhatian dan bimbingan yang konsisten, kita
dapat membantu anak usia 10-12 tahun untuk mengembangkan kecerdasan sosial yang
kuat, membentuk karakter positif, dan menjadi individu yang berkontribusi positif
dalam masyarakat
BAB V
Model Pembelajaran Project Based Learning

A. Pengertian Model Project Based Learning

Pembelajaran dengan model PjBL adalah cara pengajaran dalam memberi


inovasi pada sebuah belajar mengajar. Guru memiliki peran penting dalam
penggunaan model ini yaitu sebagai fasilitator dengan pendampingannya memberi
fasilitas kepada anak saat menanyakan pertanyaan tentang teori dan memotivasi anak
agar aktif pada pembelajaran (Trianto, 2014: 42). Sedangkan Yahya Muhammad
Mukhlis, PjBL dapat memfasilitasi anak dalam pengendalian penuh dalam belajar.
Cara ajar yang digunakan yaitu dengan menambahkan kerja proyek dalam setiap
langkahnya. Model ajar project based learning dapat dikatakan model ajar yang di
dalamnya terdapat permasalahan yang ditujukan untuk memudahkan anak dalam
menyerap teori yang diajarkan. Dalam pendekatannya, model ini menggunakan
pendekatan kontekstual yang dapat memberikan keahlian berpikir kritis pada. Anak
mampu mengambil keputusan sebagai penyelesaian dalam masalah. Anak
menganalisis baik buruknya sebuah keputusan sebagai jalan keluar permasalahan
(Wena, 2010: 145). Bekerja dalam kelompok dapat dimaksudkan sebagai kerja yang
sistematis dengan tugas dengan disertai pertanyaan dan permasalahan yang membuat
anak berpikir kritis dalam mencari jalan keluar. Cara penyelesaian masalah oleh anak
digunakan sebagai pedoman memberi penilaian (Wena, 2010).

B. Ruang Lingkup Model Project Based Learning

Thomas (2000), ruang lingkup project based learning mencakup beberapa


aspek penting : (1) Identifikasi masalah atau tantangan: Pendekatan ini diawali
dengan merumuskan masalah, tantangan, atau pertanyaan yang relevan, menantang,
dan memotivasi anak. (2) Perencanaan proyek: Setelah masalah diidentifikasi, anak
harus merencanakan bagaimana mereka akan menyelesaikan proyek tersebut. Hal ini
termasuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran, sumber daya yang dibutuhkan,
langkah-langkah yang harus diikuti, dan peran setiap anggota tim (jika proyek
dilakukan dalam kelompok). (3) Mengembangkan pertanyaan penelitian: anak sering
diminta untuk menghasilkan pertanyaan penelitian yang akan mereka jawab melalui
proyek. Hal ini membantu mereka fokus pada aspek penting dari masalah yang ingin
mereka pecahkan. (4) Mengumpulkan informasi: Anak mencari informasi, sumber
daya, dan bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Seperti,
penelitian, wawancara, eksperimen, atau metode pengumpulan data lainnya. (5)
Kolaborasi dan komunikasi: Pendekatan sering kali melibatkan kerja kelompok di
mana anak harus berkolaborasi, berbagi ide, dan berkomunikasi secara efektif untuk
mencapai tujuan proyek. (6) Pengembangan produk atau solusi: anak bekerja untuk
mengembangkan produk, solusi, atau presentasi yang menjawab pertanyaan penelitian
mereka atau memecahkan masalah yang teridentifikasi. (7) Evaluasi dan refleksi:
setelah proyek selesai, anak mengevaluasi hasilnya dan merefleksikan proses
pembelajaran mereka. Hal ini membantu anak mengetahui apa yang telah dipelajari
dan cara meningkatkan proyek di masa depan. (8) Presentasi dan publikasi: Proyek
sering kali diakhiri dengan presentasi di depan kelas atau komunitas atau publikasi
hasilnya. Dapat membantu anak mengembangkan keterampilan berbicara dan berbagi
pengetahuan. (9) Ulasan dan umpan balik: Guru memberikan penilaian atau masukan
kepada siswa berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Penilaian dapat
mencakup kualitas produk, kemajuan pembelajaran, dan keterampilan kolaborasi dan
komunikasi. (10) Siklus pembelajaran berkelanjutan: Model ini dapat menjadi proses
berkelanjutan dimana anak terus mengeksplorasi proyek baru dan meningkatkan
kemampuannya seiring waktu.

C. Manfaat Model Project Based Learning

Fathurrohman (2016: 122-123) manfaat model project based learning yaitu


seperti :

a. Mengajarkan ilmu dan kemampuan baru dalam pengajaran

b. Melatih anak dalam mencari penyelesaian problem solving

c. Anak difokuskan untuk lebih proaktif dalam menyelesaikan project

d. Dapat memfokuskan anak dalam mengelola tugas

e. Mengembangkan keterampilan berkerja kelompok

f. Dapat memutuskan masalah yang diambil dan merancang proyek kerja


g. Terdapat problem di mana belum ada penyelesaian sebelumnya

h. Anakpe dapat bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi keputusannya

i. Di akhir terdapat produk yang dinilai kualitasnya

j. Di dalam kelas terdapat suasana yang memaklumi hal salah dan


mengevaluasinya

D. Langkah-langkah model pembelajaran PjBL adalah sebagai berikut :


a) Tahap 1 : Menentukan Proyek

Guru menyampaikan materi dan dilanjutkan dengan anak membuat pertanyaan


dalam problem solving. Di luar membuat pertanyaan anak diajarkan dapat
mencari tahap dalam menyelesaikan problem.

b) Tahap 2 : Perencanaan Langkah - Langkah Pelaksanaan Proyek

Guru membagi kelompok didasarkan pada proyek. Anak melakukan


penyelesaian masalah melalui hasil berfikir dengan anggota kelompok atau
dapat meninjau langsung keadaan sebenarnya.

c) Tahap 3 : Menentukan Jadwal Pelaksanaan Proyek

Menentukan jadwal antara guru dan anak dalam mengerjakan proyek.


Ditetapkan batas waktu untuk penyusunan jadwal dan pelaksanaannya.

d) Tahap 4 : Pelaksanaan Proyek dengan Pengawasan Guru

Memantau pekerjaan yang dikerjakan anak oleh guru tentang keberhasilan


proyek dan pelaksanaan pemecahan masalah. Anak melaksanakan proyek
berdasarkan agenda yang sudah terjadwal.

e) Tahap 5 : Menyusun Laporan dan Presentasi / Publikasi Hasil Proyek

Guru berdiskusi tentang pelaksanaan proyek yang dikerjakan anak. Hasil


diskusi ditetapkan sebagai bahan dalam menyampaikan paparan terhadap
orang lain.
f) Tahap 6 : Mengevaluasi Proyek dan Proyek Hasil Proyek

Guru melaksanakan arahan dalam proses paparan proyek serta merefleksi dan
menyimpulkan apa yang diperoleh dari pengamatan terhadap anak.

Prehistoric period

Speech Although its inception is unknown, our ancestors’ use of sophisticated speech began
at least 100,000 years ago if not much earlier. Design Early humans invented design by
decorating utilitarian objects such as tools, clothing and pottery, and art by making objects
for no purpose other than personal expression, including carved figurines, jewelry, and cave
wall paintings. The earliest found artifacts are from 500,000 years ago. Metallurgy Mining of
ores and smelting began with copper at least 7,500 years ago, probably about the time that
writing was beginning, but there are no written records of the practice. Bronze, an alloy of
copper and tin or arsenic, came into use about 6,000 years ago, and iron a little more than
3,000 years ago. Metal would become essential for communication technology in the current
era, necessary for tools to carve woodblocks, for casting type slugs for printing presses, and
for the manufacture of everything from printing presses to electronic devices following the
Industrial Revolution.

Meskipun permulaannya tidak diketahui, penggunaan pidato canggih nenek moyang kita
dimulai setidaknya 100.000 tahun yang lalu jika tidak jauh lebih awal. Manusia purba
menemukan desain dengan mendekorasi benda-benda utilitarian seperti alat, pakaian dan
tembikar, dan seni dengan membuat benda-benda tanpa tujuan selain ekspresi pribadi,
termasuk patung-patung berukir, perhiasan, dan lukisan dinding gua. Artefak yang paling
awal ditemukan berasal dari 500.000 tahun yang lalu. Metalurgi Penambangan bijih dan
peleburan dimulai dengan tembaga setidaknya 7.500 tahun yang lalu, mungkin sekitar waktu
penulisan dimulai, tetapi tidak ada catatan tertulis tentang praktik tersebut. Perunggu,
paduan tembaga dan timah atau arsenik, mulai digunakan sekitar 6.000 tahun yang lalu,
dan besi sedikit lebih dari 3.000 tahun yang lalu. Logam akan menjadi penting untuk
teknologi komunikasi di era saat ini, diperlukan untuk alat untuk mengukir balok kayu, untuk
casting jenis siput untuk mesin cetak, dan untuk pembuatan segala sesuatu mulai dari mesin
cetak hingga perangkat elektronik setelah Revolusi Industri.

Industrial and Modern eras


Steam power and mechanization This new power source enabled the invention of machines
that started replacing manual labor. In the early 19th century paper making and printing
became mechanized, greatly increasing production and making printed material more
affordable and accessible to the general public.
Era Industri dan Modern
Tenaga uap dan mekanisasi Sumber tenaga baru ini memungkinkan penemuan mesin yang
mulai menggantikan tenaga kerja manual. Pada awal Pembuatan dan pencetakan kertas
abad ke-19 menjadi termekanisasi, sangat meningkatkan meningkatkan produksi dan
membuat materi cetak lebih terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat umum.
Listrik
Abad ke-19 menyaksikan perkembangan listrik menjadi sumber daya yang dapat
diandalkan.
yang dapat diandalkan, yang dapat diakses dari jarak yang jarak yang sangat jauh dan yang
membuat teknologi teknologi komunikasi yang baru: Pada awalnya telegraf, telepon, dan
telepon, dan fonograf, diikuti oleh film, radio radio, dan televisi, dan akhirnya teknologi
elektronik, komputer, telepon pintar, dan Internet. Hal ini juga membuat percetakan menjadi
jauh lebih efisien, memungkinkan produksi surat kabar harian, majalah, majalah dan buku-
buku murah.
Fotografi Proses pengambilan gambar pada bahan yang peka terhadap cahaya pertama kali
dikembangkan pada awal abad ke-19, dan disempurnakan selama selama abad ini menjadi
praktis media. Hal ini juga memungkinkan pembuatan film, yang pertama kali muncul pada
akhir abad ke-19.
Broadcasting
Radio and television were both invented early in the 20th century.
Electronics
The transistor and integrated circuit boards made compact electronics possible, which led to
a wide range of affordable consumer devices from TVs and audio systems to portable radios
and music players.

Penyiaran
Radio dan televisi keduanya ditemukan pada awal abad ke-20.
Elektronik
Transistor dan papan sirkuit terpadu membuat elektronik ringkas menjadi mungkin, yang
yang mengarah ke berbagai macam konsumen yang terjangkau terjangkau, mulai dari TV
dan sistem audio hingga radio portabel dan pemutar musik.

Kelompok 1: "Telepon Kaleng"


Tugas: Buatlah telepon kaleng yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dalam jarak dekat.
Pastikan alat ini memanfaatkan prinsip penghantaran suara melalui gelombang suara yang
ditangkap oleh kaleng dan dipancarkan ke kaleng lainnya.

Kelompok 2: "Isyarat Batu Prasejarah"


Telusuri sistem isyarat batu prasejarah yang digunakan oleh manusia purba.
Identifikasi simbol-simbol yang digunakan dalam isyarat batu untuk berkomunikasi.Pilih
material yang memungkinkan pembuatan simbol-simbol yang dapat dikenali dengan mudah.
Desain alat dengan ergonomi yang memudahkan penggunaan dan interpretasi simbol.

Kelompok 3: "Telegraf Kardus"


Alat dan Bahan:
a. Alat yang Diperlukan:
Kardus Kecil (Dari Kotak Pakaian atau Sepatu): Sebagai casing alat.
Kancing atau Klip Plastik: Sebagai saklar sederhana untuk mengaktifkan alat.
Baterai Kancing (CR2032) dan Holder: Sebagai sumber daya listrik.
Gunting dan Lem: Untuk memotong dan menyatukan kardus.
b. Bahan:
Paku atau Jarum (opsional): Sebagai dekorasi sederhana.
Stiker atau Label: Untuk menambahkan dekorasi atau menandai tombol.
Langkah-Langkah Pembuatan:
a. Persiapan Alat:
Gunting lubang kecil di kardus untuk menempatkan saklar (kancing atau klip plastik).
Pasang baterai kancing ke holder dan tempelkan di dalam kardus.
b. Penyusunan Komponen:
Tempelkan saklar di salah satu sisi kardus.
(Opsional) Tambahkan paku atau jarum sebagai dekorasi sederhana di sekitar kardus.
Demonstrasi dan Penggunaan:
Jelaskan bahwa ini adalah "Telegraf Kardus" yang sederhana.
Peragakan cara mengaktifkan alat dengan menekan atau memindahkan saklar.
Biarkan anak-anak menciptakan kode pesan sederhana dengan mengaktifkan dan
menonaktifkan saklar.
Penjelasan:
Diskusikan bahwa telegraf adalah cara kuno untuk berkomunikasi dengan mengirimkan
sinyal sederhana.
Ajarkan anak-anak konsep dasar tombol saklar sebagai pengirim sinyal.
Proyek ini sangat sederhana dan ramah anak SD. Pastikan untuk memberikan bimbingan dan
supervisi selama pembuatan dan pastikan semua bagian yang tajam atau berbahaya tidak
dapat diakses oleh anak-anak.

Kelompok 4 :

Anda mungkin juga menyukai